Anda di halaman 1dari 22

KOREKSI FISKAL

OLEH :

Kelompok 4

A. Alfiyyah Syahadati Juana (A031191101)

Andi Islah Amanah (A031191107)

Andi Muh Farhan Fadillah R (A031191158)

Audy Alifia Rudy (A031191084)

Michel Andrew Toyang (A031191030)

Rezky Indah Lestari (A031191075)

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
Koreksi Fiskal

Dalam artian akuntansinya rekonsiliasi fiskal merupakan salah satu cara untuk dapat
menemukan beberapa perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial yang disusun
berdasarkan sistem keuangan akuntansi dan dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan
keuangan ini pada umumnya dibuat dengan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang
berlaku di Indonesia yang umumnya belum tentu sama dan sesuai dengan peraturan/ketentuan
perpajakan yang ada di Indonesia.

Sedangkan dalam perpajakannya, rekonsiliasi fiskal ini dilakukan untuk menyusun


laporan keuangan suatu perusahaan dimana harus sesuai dengan peraturan fiskal yang ada dan
kemudian akan dijadikan dasar untuk pembuatan SPT PPh suatu perusahaan yang akan
dilaporkan kepada kantor pajak. Rekonsiliasi fiskal yang terdapat dalam pajak memang terlihat
seperti rugi SPT PPh tahunan yang di dalamnya berisi tentang penyesuaian antara laba komersial
yang dihitung sebelum pajak dengan laba rugi yang dihitung dengan pajak perpajakan, yang
disusun atas beban dan pendapatan.

Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun
pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur
penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi fiskal
dilakukan terhadap :

1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final


2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan
(pasal 9 UU PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi
metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh final

Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Koreksi fiskal adalah koreksi atau
penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan
(PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan
dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan
perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi
pajak. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Beda tetap. Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk
akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.
Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito.
Contoh biaya : biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan.
b. Beda waktu. Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi
komersial, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena
perbedaan metode pengakuan.
Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs
Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa

Dasar hukumnya adalah UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah
koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang, contohnya biaya
PPh. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal
bertambah, contohnya penghasilan bunga deposito.

a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal
lebih kecil dari pada Rugi Komersial). Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya
yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil dari pada biaya yang dihitung secara
komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar
dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang dihitung secara
fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal
lebih besar dari pada Rugi Komersial).
PPh 25/28a/29

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Pengertian

1. Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih
dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
3. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
4. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun
pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
5. Pengertian PPh Pasal 25adalahPajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap
Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini,
maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam
SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka
penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data
penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data
penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Baru

1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan
neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
2. Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
1. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyelenggarakan
pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap
bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
2. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Netoatau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak
dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal
dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netoatas peredaran atau
penerimaan bruto.
3. Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang
disetahunkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi terlebih dahulu dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
4. Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Wajib Pajak
badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala
pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan sewa guna usa dengan hak opsi

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna
usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan
dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak
yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD

1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali
Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal
menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang
bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi
dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta
Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang
lalu, dibagi 12 (dua belas).
2. Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi
fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan
pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).

Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OP tertentu

1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari
jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
2. Ketentuan pelaksanaan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.

Pengurangan Angsuran Pph Pasal 25

Pengurangan angsuran PPh Ps 25 untuk tahun berjalan jika keadaan usaha WP terjadi penurunan
yang menunjukkan PPh terutang untuk tahun pajak berjalan kurang dari 75% dari PPh terutang
yang menjadi dasar perhitungan besarnya angsuran PPh Ps 25

Tatacara : Permohonan dapat diajukan sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak
denga melampirkan besarnya perhitungan Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan
perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Ps 25 untuk bulan
bulan yang tersisa dari tahun pajak bersangkutan Jangka waktu penyelesaian
Paling lambat 1 bulan sejak diterimanya surat permohonan

Cara Mengitung PPh Pasal 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara
menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita
mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu
saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah
berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan
bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih
bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran
pajak yang telah dilakukan.

Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT
Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal
21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT

Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Pebruari.
Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2008 adalah sama dengan PPh Pasal
25 bulan Desember 2007.
PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk Tahun Pajak
Yang Lalu

Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang
lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku
mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP

PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :

1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;


2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
3. ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan;
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan;
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
berjalan dalam hal-hal tertentu adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-
537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.

Penentuan Sumber Penghasilan

Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai berikut :

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat berkedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harga gerak
adalah tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut
bertempat kedudukan berada
3. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan berada.
4. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

Mengingat Undang-Undang pajak penghasilan Indonesia menganut pengertian


penghasilan yang luas, maka penentuan sumber penghasilan sebagaimana diatas,
menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip diatas, misalnya A sebagai wajib pajak
dalam negeri memiliki sebuah rumah di Singapura dan dalam tahun 1995 rumah tersebut
dijual. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan
yang bersumber di Singapura, karena rumah tersebut terletak di Singapura.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 28A / 29

Setelah satu tahun pajak terlampaui, Wajib Pajak harus menghitung kembali seluruh
penghasilan-biaya dalam satu tahun pajak dan menentukan PPh terutang. Kemudian,
menghitung keseluruhan kredit pajak yang telah dibayarkan dan membandingkan dengan
jumlah PPh terutang. Dari sini akan diperoleh PPh kurang bayar (Pasal 29).
Berdasarkan bunyi pasal 29 UU No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No.36 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa “apabila pajak
yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, maka
kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga
setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT disampaikan.”
Namun, perubahan yang cukup signifikan terjadi dalam UU KUP 2008, yakni tidak ada lagi
tanggal yang pasti mengenai batas waktu pembayaran kekurangan pembayaran pajak yang
terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan. UU KUP 2008 hanya menyebutkan
bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan tersebut harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan. Walaupun demikian, tatacara perhitungan besarnya pajak penghasilan yang
kurang bayar dalam satu tahun pajak atau PPh Pasal 29 masih tetap sama.

Menghitung PPh Pasal 28A dan PPh Pasal 29

Tata cara/ format dalam penentuan besarnya PPh terutang dalam satu tahun pajak yang
kurang dibayar (PPh Pasal 29) mengikuti susunan yang ada dalam SPT Tahunan.

Format Penentuan Besarnya PPh pasal 29 untuk WP Orang Pribadi (form 1770)

Penghasilan neto fiskal dalam negeri dari usaha atau pekerjaan bebas xxx
Penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan* xxx
Penghasilan neto lainnya xxx
Penghasilan neto luar negeri** xxx
Jumlah penghasilan neto xxx
Dikurangi:
Zakat atas penghasilan xxx
Kompensasi kerugian xxx
PTKP xxx
(xxx)
Penghasilan Kena Pajak xxx
PPh terutang (tarif Pasal 17 UU PPh) xxx
Pengembalian/Pengurangan PPh pasal 24 yang telah dikreditkan xxx
Jumlah PPh yang terutang xxx

Dikurangi Kredit Pajak:

- PPh yang dipungut /dipotong pihak lain atau ditanggung pemerintah


PPh pasal 21 xxx
PPh pasal 22 xxx
PPh pasal 23 xxx
PPh pasal 24 xxx
- PPh yang dibayar sendiri
PPh pasl 25 xxx
STP PPh Pasal 25 (Hanya Pokok Pajak) xxx
Fiskal Luar Negeri xxx
(xxx)

PPh kurang dibayar (PPh Pasal 29), atau xxx

PPh yang lebih dibayar (PPh pasal 28A)

*Jumlah ini harus sudah dikurangkan dengan biaya jabatan/pensiun, dan iurang yang dibayar
sendiri kepada dana pensiun.

**Kerugian di luar negeri tidak dapat dikompensasi dengan penghasilan dalam negeri

Format Penentuan Besarnya PPh pasal 29 untuk WP Badan (form 1771 atau 1771/$)

Penghasilan neto fiskal*** xxx

Dikurangi kompensasi kerugian (xxx)

Penghasilan Kena Pajak xxx

PPh terutang (tarif pasal 17 UU PPh) xxx

Pengembalian/pengurangan PPh pasal 24 yang telah dikreditkan xxx

Jumlah PPh terutang xxx

Dikurangi Kredit Pajak

- PPh ditanggung Pemerintah (Proyek bantuan LN) xxx


- PPh yang dipungut/ dipotong pihak lain
PPh pasal 22 xxx
PPh pasal 23 xxx
PPh pasal 24 xxx
- PPh yang dibayar sendiri
PPh pasal 25 xxx
STP PPh pasal 25 (Hanya Pokok Saja) xxx
Fiskal Luar Negeri xxx
(xxx)
PPh yang kurang dibayar (PPh pasal 29), atau xxx
PPh yang lebih dibayar (PPh pasal 28A)

***Penghasilan neto fiskal termasuk juga penghasilan neto komersial dari luar negeri,
namun kerugian di luar negeri tidak dapat dikompensasi dengan penghasilan dalam
negeri.

Penyetoran PPh Pasal 28A dan 29

Jika pada akhir tahun ada pajak yang lebih bayar (PPh Pasal 28A), maka kelebihan
pembayaran pajak tersebut akan diakumulasi pada pembayaran Tahun Pajak berikutnya.
Sedangkan jika pada akhir tahun pajak ternyata masih ada pajak yang masih kurang dibayar
(PPh Pasal 29), maka perlu dilakukan penyetoran PPh pasal 29 dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak paling lambat sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.

Pelaporan PPh Pasal 29

Dalam pelaporan PPh pasal 28A yang lebih bayar maka kelebihan pajak tersebut harus
dikembalikan kepada WP atau diakumulasi pada Tahun Pajak berikutnya. Sedangkan
Pelaporan PPh pasal 29 sudah terintegrasi/menyatu dalam SPT Tahunan PPh. Prosedur
penyampaian SPT Tahunan PPh harus sesuai dengan UU KUP. SPT Tahunan untuk WP
Badan dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah menggunakan form 1771/$ dan lampirannya.
Akuntansi PPh Pasal 28A dan PPh Pasal 29

Prosedur pencatatan akuntansi PPh pasal 29 harus didasarkan pada PSAK No.46. Dalam
Laporan Laba Rugi, besarnya PPh yang terutang selama satu tahun pajak dicatat dengan
mengurangi laba bersih sebelum pajak. Pencatatan jurnal penyetoran PPh Pasal 29 dilakukan
dengan mendebit Uang muka PPh Pasal 29 dan mengkredit Kas. Namun, apabila terjadi
kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh Pasal 28A), maka kelebihan pembayaran
pajak dicatat dalam akun piutang PPh.
Dokumen dasar/sumber Wajib Pajak untuk membuat jurnal adalah SPT Tahunan PPh.
Dengan kata lain, jurnal atas PPh pasal 29 ini dibuat setelah SPT Tahunan PPh selesai dibuat.
Dalam mekanisme PPh Pasal 29 ini, terlebih dahulu WP harus menghitung jumlah PPh yang
kurang/lebih bayar. Jika ternyata ada PPh yang kurang dibayar, maka WP harus menyetorkan
kekurangan pembayaran PPh sebelum disampaikannya SPT Tahunan.

Latihan Berbagai Kasus

Contoh perhitungan Koreksi Fiskal:

PT. ABADI JAYA SENTOSA (AJS) bergerak dalam bisnis perdagangan kain tenun. PT AJS
merupakan wajib pajak badan yang berdomisili di Jepara, Jawa Tengah. Informsasi dan data
laporan keuangan komersial PT AJS pada 2019 adalah sebagai berikut (dalam ribuan rupiah):
Keterangan tambahan:
 Penyusutan fiskal menggunakan metode garis lurus
 Persediaan akhir dinilai dengan metode LIFO, sedangkan apabila dinilai dengan metode
FIFO sebesar Rp700.000.000
 Membayar PPh pasal 22 sebesar (1,5% x Rp200.000.000) = Rp3.000.000
 Membayar PPh pasal 23 sebesar (2% x Rp10.000.000) = Rp200.000
 Membayar PPh pasal 25 selama 12 bulan untuk setiap masa pajak Rp5.000.000 selama
tahun 2019.

Pertanyaan:

Buatlah rekonsiliasi fiskal untuk PT. AJS, sehingga diketahui penghasilan kena pajaknya.

Hitunglah PPh Pasal 29 untuk tahun pajak 2019.

Jawaban:
Penghitungan PPh Pasal 29 PT AJS untuk tahun pajak 2019:

Dengan demikian, PT AJS wajib melunasi sisa kekurangan pembayaran PPh Badan terutang
tahun pajak 2019 sebesar Rp6.550.000 maksimal sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan.

Contoh Perhitungan PPh 25 :


PT A memiliki data pajak angsuran PPh 25 yang sudah dibayarkan sebesar Rp100.000.000 .
PT A kemudian memiliki jumlah penghasilan dalam setahun lebih dari Rp 70.000.000.000
sehingga tariff yang dilakukan sebesar tarif 25%. Adapun laba rugi sebelum pajaknya adalah Rp
900.688.000.

JAWAB:

 Tarif = Rp900.688.000 x 25% = Rp225.172.000


 PPh Pasal 29 = Rp225.172.000 – Rp100.000.000 (Angsuran PPh 25) = Rp125.172.000
 Angsuran PPh 25 = Rp225.172.000 ÷ 12 bulan = Rp18.764.333.
Contoh Perhitungan PPh 28a dan 29a :
Menghitung PPh yang masih harus dibayar (PPh pasal 29/28a)

Menurut UU No.36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29) adalah PPh
Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang
dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan
24) dan PPh Pasal 25. Dalam hal ini, Wajib Pajak (WP) wajib memiliki kewajiban melunasi
kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak
tersebut wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30 April
bagi Wajib Pajak Badan (WPB) setelah tahun pajak berakhir.
Tarif PPh Pasal 29 :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOP-PT) :
 PPh 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet per bulan.
 PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang - PPh 25 yang sudah
dilunasi.
2. Wajib Pajak Badan (WPB) :
 Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12.
 PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang - angsuran PPh 25.
Sebaliknya apabila pajak terutang pada tahun pajak berjalan kurang dari jumlah kredit
yang telah dipotong atau dipungut pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak,maka akan timbul lebih bayar pajak dan lebih bayar pajak ini disebut sebagai Pajak
Penghasila pasal 28A.

Contoh :
Tahun 2011 PT Amanah mencatat peredararan bruto sebesar Rp.5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan Penghasilan Kena Pajaknya sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).Apabila pada tahun 2011 perusahaan telah dipotong dan dipungut PPh pasal 22 sebesar
Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah), PPh Pasal 23 sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah),maka
bisa dilihat perhitugan PPh pasal 25 dan PPh pasal 28A atau PPh pasal 29-nya sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak Rp.100.000.000,00
PPh Terutang : 25% x Rp.100.000.000,00 Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22 Rp.2.000.000,00
PPh pasal 23 Rp.3.000.000,00
Total Kredit Pajak Rp. 5.000.000,00
Pajak Kurang Bayar (PPh pasal 29) Rp. 20.000.000,00
Apabila penghasilan yang diterima oleh PT Amanah seluruhnya bersifat teratur,maka
angsuran PPh pasal 25 tahun 2012 sebesar Rp.20.000.000,00 : 12 = Rp.1.666.667,00.
Diasumsikan pada contoh diatas, selain transaksi yang telah terjadi, dari peredaran bruto
tersebut terdapat pula penyerahan Barang Kena Pajak ke Kementrian Sosial sebesar
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), sehingga terdapat pemungutan PPh pasal 22 yang
dilakukan oleh Bendaharawan Kemenntrian Sosial sebesar 1,5% x Rp.2.000.000.000,00 =
Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), sehingga penghitungan Pajak Terutang Tahunan PT
Amanah akan berubah menjadi sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak Rp.100.000.000,00


PPh Terutang : 25% x Rp.100.000.000,00 Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22 Rp.32.000.000,00
PPh pasal 23 Rp._3.000.000,00
Total Kredit Pajak Rp. 35.000.000,00
Pajak Lebih Bayar (PPh pasal 28A) (Rp. 10.000.000,00)

Dalam kondisi Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha dalam tahun pajak berjalan kurang
dari 12 (dua belas) bulan maka perhitungan PPh pasal 25 untuk tahun berikutnya bagi Wjib
Pajak tersebut diperoleh dari selisih atas Penghasilan Kena Pajak dikurangi dengan Kredit Pajak
yang dipotong oleh pihak lain dibagi dengan jumlah bulan dalam tahun berjalan.
Sebagai contoh,pada tahun 2011 PT Pilar melakukan kegiatan usaha sejak tanggal 1 Juli dan
pada tahun tersebut melaporkan Pajak Penghasilan Terutangnya berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain sejumlah Rp.35.000.000,00 (tiga puluh
lima juta rupiah),sehingga PPh kurang bayarnya Rp.15.000.000,00(lima belas juta rupiah).Pajak
Penghasilan pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh PT Pilar pada tahun 2012 adalah sebesar
Rp.15.000.000,00 : 6 = Rp.2.500.000,00.

Angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan

Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara
angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang
terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan
tidak bisa diwakilkan.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu,
yang dikurangi dengan:
 Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi
pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15%
berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan
penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal
22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
 Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai
pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan
usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih
tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat
usaha.
 Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja
bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT =
Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).

Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:

 Sampai Rp 50.000.000 = 5%
 Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
 Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
 Di atas Rp 500.000.000 = 30%

Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x
25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).

Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25 adalah misalnya, untuk bulan Februari 2014,
angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15 Maret 2014. Jika batas waktu penyetoran jatuh
pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka
pembayaran masih dapat dilakukan pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri
Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri
Keuangan No.80/PMK.03/2010. Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran
Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.
Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga sebesar
2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Misalnya: untuk
bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat
(2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.
Contoh perhitungan PPh pasal 25 adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun 2011 Rp.50.000.000,00
Dikurangi dengan PPh dipotong/dipungut pihak lain :
PPh pasal 22 Rp.15.000.000,00
PPh pasal 23 Rp.15.000.000,00
PPh pasal 24 Rp._8.000.000,00
Total Kredit Pajak Rp.38.000.000,00
Selisih Rp.12.000.000,00
Maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2012
(PPh pasal 25 tahun 2012) sebesar Rp.12.000.000,00 : 12 = Rp.1.000.000,00
Pajak Penghasilan pasal 25 ini terlihat berbeda dengan jenis pajak-pajak yang lain.
Apabila pada perhitungan pajak terutangnya ditentukan berdasarkan nilai transaksi yang
terjadi,misalnya atas penyerahan Jasa Kena Pajak sebesar Rp.100.000.000,00 dipotong PPh pasal
23 sebesar Rp.2.000.000,00 (2% dari nilai penyerahan) atau atas penyerahan Barang Kena Pajak
ke Bendaharawan sebesar Rp.500.000.000,00 dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.7.500.000,00
(1.5% dari nilai penyerahan), namun PPh pasal 25 dihitung berdasarkan perhitungan pajak
selama satu tahun pajak yang bersangkutan setelah dikurangi dengan pemotongan pajak yang
dilakukan oleh pihak lain dalam tahun pajak tersebut.
Mengingat batas waktu penyampain Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib
Pajak Badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, maka besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Paenghasilan disampaikan belum dapat dihitung,sehingga besarnya angsuran
pajak untuk bulan-bulan tersebut sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun
pajak yang lain.
Sebagai contoh, apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan
oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pada bulan Februari 2012,besarnya angsuran pajak yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut untuk bulan Januari 2012 adalah sebesar
angsuran pajak bulan Desember 2011.Apabila diasumsikan dalam bulan September 2011
diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihiil,maka besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar Waajib Pajak untuk bulan Januari 2012 tetap sama dengan angsuran bulan
Desember 2011 yakni nihil.
Filosofi Pajak Penghasilan Pasal 25 ini adalah melakukan angsuran pembayaran pajak
berdasarkan penghasilan pada tahun sebelumnya dimana diharapkan pada tahun berikutnya
penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak semakin meningkat sehingga pajak terutangnya
semakin meningkat pula.Agar tidak terlalu memberatkan Wajib Pajak membayar pajak pada
tahun berikutnya,perlu dilakukan angsuran pembayaran pajak seperti tercermin pada angsuran
Pajak Penghasilan pasal 25,sehingga pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh
Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak
yang akan terutang pada kahir tahun.
Dalam melakukan penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25,sebagai dasar
perhiitungan pajaknya adalah hanya penghasilan yang bersifat teratur,misalnya pada tahun 2011
Wajib Pajak X mempunyai penghasilan teratur sebesar Rp.48.000.000,00 (empat puluh delapan
juta rupiah) dan penghasilan tidak teratur sebesar Rp.72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah),maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan pasal 25
dari Wajib Pajak X pada tahun 2012 adalah hanya dari penghasilan teratur yaitu
Rp.48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) saja tanpa ditambah dengan penghasilan
tidak teratur sebesar Rp.72.000.000,0 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai