Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Audit Manajemen

“Audit Perpajakan”

Disusun Oleh :
Noven Syahdan Rizadi (145020307111032)
Digar Hastitoro (145020307111033)

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 9 Mei 2017

Penyusun
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Berbagai istilah digunakan dalam pengelolaan kewajiban perpajakan yang harus
dilakukan secara efektif dan efisien. Bebrapa praktisi menyebutkan sebagai
perencanaan pajak, yang menekankan aktivitas pada perencanaan transaksi yang bisa
menghemat pembayaran pajak. Istilah lain adalah tax review, yang melakukan review
terhadap ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Aktivitas ini
biasanya dilakukan pada akhir periode pada saat perusahaan mempersiapkan laporan
tahunan kewajibana perpajakannya dan memberikan penilaian atas kekurangan-
kekurangan yang masih terjadi atas pemenuhan kewajiban tersebut
Sementara audit perpajakan yang dibahas dalam bab ini adalah “audit yang
dilakukan secara internal berkelanjutan, yang enyatu dengan sistem pengendalian
operasional perusahaanm menulai ketaatan pelaksanaan aturan perpajakan dan teknik
pengelolaan transaksi yang mampu meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar
aturan-aturannya”
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari audit perpajakan ini adalah untuk melakukan evaluasi secara menyeuruh
terhadap pegelolaan kewajiban perpajakan perusahaan, yang meliputi penilian terhadap
hal – hal berikut
1. Ketepatan kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan dan kemampuannya
dalam memberikan panduan untuk pengelola kewajiban perpajakan yang efektif
dan efisien
2. Kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajakan dar transaksi yang terjadi di
perusahaan tersebut
3. Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan peraturan perpajakan
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup audit ini adalah keseluruhan aspek perpajakan perusahaan, baik dalam
ragka meminimalkan pemabayaran perpajakan maupun ketaatan pelaksanaan
kewajiban perpajakan. Dari aspek efisiensi pembayaran pajak audit melakukan
penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam :
1. Meminimalkan penghasilan kena pajak (taxable revenue)
2. Memaksimalkan deductible expenses
D. Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak
Meminimalkan penghasilan kena pajak, menyangkt strategi pengelolaan transaksi
pendapatan agar tidak mengandung dampak perpajakan, baik final maupun tidak final.
Dengan meminimalkan dampat ini pada pendapatan, maka pendapatan sebagai dasar
pengenaan pajak akan menjadi lebih kecil dan secara otomatis juga mengurangi pajak
terutang.
Berikut ini adalah penghasilan yang bukan merupkan objek pajak berdasarkan Pasal 4
ayat 3 UU Pajak Penghasilan
1. Bantuan, Sumbangan dan Hibah
2. Warisan
3. Harta, termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyetoran modal
4. Pengganti atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak yang dikenakan pajak
secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit)
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuaransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
wajib pajak dalam negeri
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertetu yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham=saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bagian laba
dari bdan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuanntya diatur lebih
lanjut atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
12. Sisa lebih diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang Pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan
13. Bantuan atas santunan yang dibayarkan oleh BPJS kepada wajib pajak tertentu,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan

E. Memaksimalkan Deductible Expenses


Memaksimalkan beba-beban yang diakui dalam penghitungan pajak (deductible
expenses) menyangkut startegi pengelolaan transaksi dimana setiap beban yang terjadi,
bisa diperhitungkan dalam penentuan besarnya pajak terutang. Dengan
memaksimalkan beban-beban ini, berarti akan memperbesar factor pengurang
penghasilan, dalam penghitungan pajak. Intinya bagaimana mengelola transaksi beban,
agar seluruh beban yang terjadi dapat diidentifikasi sebagai beban untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, seperti yang diatur dalam Pasal 6 UU Pajak
Penghasilan.

 Memasukan Pemberi Natura dan Kenikmatan sebagai Tunjangan dalam Daftar


Gaji
Sebagai pemberi kerja, wajib pajak melakukan pemotongan PPh 21 atas gaji
dan/upah yang dibayarkan kepada karyawanya. Pasal 9 ayat 1 huruf e UU Pajak
penghasilan mengisyaratkan bahwa terdapat beban-beban yang berkaitan dengan
penggantian atau imbalan sehubunan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur atau berdasarkan
Peraturan Menteri Kueangan ; tidak boleh dikurangkan terhadap penghasilan.
Jika perusahaan membebankan PPh 21 pada penghasilan karyawan (karyawan
menanggung sendiri pajak penghasilannya atau gross method) maka kebijakan ini
sangat tepat karena tidak menimbulkan beban baru bagi perusahaan untuk mebayar
pajak penghasilan karyawannya. Akan tetapi pada sisi yang lain, hal ini akan
membebani karyawan pajak penghasilan yang lebih tinggi disbanding jika mereka
menerima sebagian penghasilannya dalam bentuk natura atau kenikmatan
Jika perusahaan menanggung semua pajak karyawan (net method), perbandingan
antara peningkatan beban pajak karyawan yang harus ditanggung dengan penghematan
pajak badan yang diperoleh, harus membrikan manfaat yang maksimal.

F. Tax Review
Tax review dilakukan untuk menelaah dan menilai bagaimana kemampuan perusahaan
dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya. Hasil dari tax review ini dapat
memberikan penjelasan tentang bagaimana tingkat ketaatan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Agar mampu memberikan gambaran yang
komprehensif, tax review dilakukan terhadap seluruh kewajiban perpajakan yang
dimiliki perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan dan SPT (Masa dan/atau Tahunan)
seorang tax reviewer melakukan analis untuk menentukan ketaatan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Secara garis besar kewajiaban perpajakan untuk
wajib pajak meliputi :
1. Pemungutan dan pemotongan pajak
2. Penghitungan pajak yangbenar
3. Penyetoran pajak tepat waktu
4. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat

G. Audit atas PPh 21


Pasal 21 : Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri
Agar lebih mudah mengendalikan, perusahaan seharusnya memiliki rekening
tersendri untuk setiap objek PPh 21. Rekening-rekening ini akan menampung setiap
objek PPh 21 yang menjadi sumber pemotongan dan pemungutan dari pajak tersebut.
Jika terdapat perbedaan nilai PPh 21 yang disetor dan dilaporkan dengan nilai objek
pajaknya, berarti terdapat penghasilan karyawan yang bukan objek PPh 21 atau masih
dibawah PTKP. Hal ini harus disiapkan perincian dan penjelasannya sehingga pada saat
dilakukan pemeriksaan oleh apparat perpajakan, perusahaan dapat memberi penjelasan
dengan cepat dan tepat

H. Audit atas PPh Pasal 26


Pasal 26 : atas penghasilan tersebut dibawah ini, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan, atau telah jatuh tempo, pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak daam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia
Sebagai pemotong, wajib pajak harus menyetor PPh 26 yang dipotong paling
lama tanggal 10 bulan berikutnya dari waktu dan melaporkan paling lama 20 hari etelah
masa pajak berakhir

I. Audit atas PPh Pasal 22


Pasal 22 : Menteri Keuangan dapat menetapkan :
1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan
kegiatas dibidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, dan
3. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah
Besarnya pungutan yang diterapkan terhadap Wajib pajak yang tidak memiliki
NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang titerapkan terhadap wajib pajak yang
dapat menunjukkan NPWP. PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh wajib
pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak, penyetorannya paling lama tanggal 10
bulan berikutnya dan pelaporannya paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Sebagai pemungut, wajib pajak harus menyerahkan bukti pemungutan kepada wjib paja
yang dipungut sesuai dengan aturan yang berlaku
Sebagai yang dipungut, wajib pajak harus mendapatkan bukti pemungutan yang
cukup sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memisahkan pencatatan antara uang
muka PPh 21 Final dan tidak final. PPh yang tidak final akan dikreditkan dan bukti
pungutnya akhir tahun kewajiban perpajakan. Sementara PPh 21 Final tidak dapat
dikreditkan, maka dari itu penghasilan yang sudah dipungut PPh 21 Final dikeluarkan
dari pendapatan perusahaan pada saat menghitung pajak terutang (koreksi fiscal
negarif)

J. Audit atas PPh Pasal 23


Pasal 23 : Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, dipotng pajak oleh pihak yang wajib membayarkan :
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
a. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g
b. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f
c. Royalty
d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain telah dipotong pajak
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) huruf e
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) dan
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21
Dalam hal wajib yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki
NPWP besarnya tarif adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang seharusnya. Orang
sebagai pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
memotong pajak sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Sebagai pemotong, wajib pajak harus menerbitan bukti potong yang cukup
sesuai dengan objek pemotongannya dan menyerahkan kepada wajib pajak yang
dipotong. PPh pasal 23 oleh pemotong pajak harus dilakukan paling lama tanggal 10
bulan berikutnya pelaporannya paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Sebagai pihak yang dipungut PPh 23. Wajib pajak harus mendapatkan bukti pungut dari
pemungut, yang akan digunakan sebagai bukti pada saat mengkreditkan pajak terutang
pada saat dibuat laporan pajak akhir tahun.
Untuk menghindari terjadinya perbedaan antara objek pajak pada SPT masa
PPh 23 dengan biaya-biaya yang menjadi bjek pemotongan PPh 23 tersebut, perusahaan
harus melakukan penyertaan antara biaya-biaya yang merupakan objek pemotongan
PPh 23 yang seharusnya dibuat dalam rekening-rekening tersendiri, dengan objek pajak
pada SPT masa PPh 23.
K. Audit atas PPh Pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib
pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak penghasilan yang terutang menurut Surat
pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi

L. Audit atas Perhitungan Pajak Akhir Tahun


Pasal 28 :
1. Bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang
dikurangi denga kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan berupa :
a. Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
b. Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan dibidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain sebagaimana dimaksdu dalam pasal 22
c. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bungam royalty, sewa,
hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam PPh
23
d. Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
e. Pemotong pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksdu dalam pasal 26 ayat
(5)
2. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
benda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
dibidang perpajakan yang berlaku tidak boleh dikreditkan dengan pajak yang
terutang sebagaimana dimaksdu pada ayat (1)

Pasal 29 :
Apabila pajak yang terutang untk satu tahun pajak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1), kekurangan pajak yang
terutang harus segera diunasi sebelum surat pemberitahuan Tahunana Pajak
Penghasilan disampaikan
Dasar penghitungan pajak terutang adalah laba yang diperoleh perusahaan.
Dalam menghitung pajak yang harus dibayar, perusahaan harus memaksimalkan
pengkreditan yang bisa dilakukan terhadap pajak terutang. Auditor harus
memeriksa dengan teliti apakah seluruh pajak yang bisa dikreditkna telah
dikreditkan, dengan membandingan antara catatan uang muka pajak (selain PPN)
dengan pengkreditan yang dilakukan pada penghitungan pajak yang masih harus
dibayar.
Untuk meminimalkan pembayaran pajak penghasilan badan, wajib pajak dapat
melakukan pengelolaan kewajiban perpajakan akhir tahun memalui beberapa cara,
antar lain :
1. Review dan analisi pajak terutang akhir tahun PPh Badan
2. Strategi menghemat pajak penghasilan akhir tahun
3. Menghindari pajak lebih bayar dan rugi fiscal
4. Dan langkah-langkah strategis lainnya

M. Audit atas Kewajiban PPN


Kewajiban wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
meliputi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai atas
penyerahan barang kena pajak (BKp) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan,
seperti yang diatur pada pasal 3a dan pasal 4 UU No 42 Tahun 2009 tentang PPN
1. Pengusaha yang melakukan :
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
b. Impor Barang Kena Pajak
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
d. Pemanfaatan Barang kena Pajak tidak berwujudu dari luar daerah pabena
didalam daerah pabean
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha kena pajak
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh pengusaha Kena Pajak
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
2. Pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Wajiab melaksanakan ketentuan UU PPN
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d
dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang tertutang yang penghitung dan tata
caranya diatur dengan Peraturan pemerintah
4. Ketentuan mengenai Batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas
ekspornya dinilai Pajak Pertambahan Nilai diatur dengan Peraturan Menteri
keuangan

N. Pajak Penghasilan
1. Tax Holiday Bagi Industri Pionir
2. Investasi Allowance untuk penananaman modal bidang usaha tertentu dan/atau
didaerah tertentu
3. Kasawan Ekonomi Khusus (KEK)
4. Fasilitas untuk kegiatan pemanfaatan sumber energi terbarukan
5. Kemudahan penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan usaha dengan
peredaran bruto tertento
6. Penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka
7. Pengurangan 50% tarif PPh bagi wajib pajak badan
8. Pengurangan angsuran PPh pasal 25 dalam tahun berjalan
9. Pengurangan PPh Pasal 25 dan/atau penundaan pembayaran PPh pasal 29 bagi
wajib pajak industry tertentu
10. Bantuan, sumbangan, dan hibah yang dikecualikan sebagai objek PPh
11. Bantuan/santuan yang dibayarkan badan penyelenggara
12. Zakat & sumbangan wajib keagamaan dikecualikan dari objek PPh
13. Sisa lebih badan/lembaga nirlaba yang dikecualikan dari objek PPh
14. Beasiswa yang dikecualikan dari objek PPh
15. Penghasilan tertentu dana pensiun yang dikecualikan dari objek PPh
16. Keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil dikecualikan
17. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dibebankan sebagai biaya
biaya
18. Penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto
19. Zakat dan sumbangan wajib keagamaan lainnya sebagai pengurangan penghasilan
bruto
20. Sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
21. Pemberian natura bagi pegawai yang dapat dibebankan sebagai biaya
22. Biaya telepon seluler dan kendaraan perusahaan yang boleh dibebankan sebagai
biaya
23. Fasilitas dalam rangka merger atau pemekaran usaha
24. Fasilitas PPh atas revaluasi asset tetap dan angsuran pembayaran
25. Penangguhan saat mulai penyusutan untuk biaya perolehan harga bidang usha
tertentu
26. Fasilitas PPh berupa saat pengakuan penghasilan dari penghasilan harta/agunan
berupa tanah dan/atau bangunan bagi wajib pajak tertentu
27. Fasilitas PPh atas penghasilan bunga kredit non-performing oleh bank
28. Fasilitas PPh terkait saat pengakuan penghasilan berupa keuntungan kareba
pembebasan utang yang diperoleh deitur tertentu
29. Organasasi internasional yang tidak termasuk subjek PPh
30. Fasilitas PPh ditanggung pemerintah atas hibah dan pinjaman luar negeri
31. WP tertentu tidak wajib lapor SPT
32. Kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

Anda mungkin juga menyukai