Anda di halaman 1dari 9

Nama : Leonardus Hadmin Nakat

NPM : 17133100083

BAB 9
AUDIT PERPAJAKAN

Pendahuluan
Manajer operasional : “Investasi tinggi pada aset tetap menjadikan kita akan menanggung
beban penyusutan yang cukup besar dan han ini menjadi masalah pada pencapaian laba.
Manajer sumber daya manusia : kita harus mengatur transaksi agar beban-beban tidak menjadi
terlalu besar, termasuk mengeluarkan pemberian kenikmatan dan natura dari daftar penghasilan
karyawan karena hal itu menyebabkan peningkatan pajak atas penghasilan karyawan yang harus
ditanggung perusahaan, sehingga kita bisa menikmati laba yang lebih besar.
Manajer akuntasi dan Keuangan : laba harus mencerminkan pengelolaan sumber daya yang
efektif dan efisien.
Manajer Akuntansi dan Keuangan : berkaitan dengan beban penyusutan aset tetap, perlu
dijelaskan bahwa penggunaan metode penyusutan yang lebih kecil memang bisa mendukung
pencapaian laba yang besar, tetapi hal ini menyebabkan kita harus menanggung pajak yang besar
pula atas laba yang kita capai.
Pelaksanaan kewajiban perpajakan merupakan bagian dari strategi pengelolaan
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengelola kewajiban perpajakannya
secara mandiri dengan baik tanpa melanggar pertaturan perpajakan yang berlaku.
Selain itu, berhubungan dengan bagaimana perusahaan meminimalkan pembayaran
pajaknya. Secara alamiah setiap perusahaan berkeinginan untuk meminimalkan pembayaran
pajaknya. Pembayaran pajak menyebabkan terjadibya pengeluaran sumber daya keuangan
perusahaan yang berarti penundaan untuk kepentingan yang lain.
Minimalisasi pembayaran pajak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku, membutuhkan kemampuan untuk memahami dan menerapkan aturan-aturan perpajakan
secara taat asas dalam setiap transaksi yang memiliki dampak perpajakan. Penilaian secara
keseluruhan, baik secara ketaatan dalam pelaksanaan peraturan perpajakan maupun kemampuan
untuk meminimalkan pembayaran pajak dilakukan melalui audit internal perpajakan.
Definisi
Berbagai istilah dalam pengelolaan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan secara efektif
dan efisien. Beberapa praktisi menyebutnya sebagai perencanaan pajak, yang menekankan
aktivitas pada perencanaan transaksi yang bisa menghemat pembayaran pajak Istilah lain adalah
tax review, yang melakukan review terhadap ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Istilah audit pajak, lebih mewakili kepentingan fiskus dalam melakukan pemeriksaan
terhadap ketaatan Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya dan memaksimalkan
penerimaan negara dari pajak yang harus diterima. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif
dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan Iain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Tujuan audit ini adalah untuk menguji kepatuhan
Wajib Pajak dalam hal:
1. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak;
2. SPT rugi;
3. SPT tidak atau terlambat disampaikan;
4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
5. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis (risk
based selection) mengindikasikan adanya kewa)iban perpajakan Wajib Pajak yang tidak
dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Menilai ketaatan pelaksanaan aturan perpajakan dan teknik pengelolaan transaksi yang mampu
meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar aturan-aturannya. Audit ini mencakup
penilaian terhadap:
1. kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan, yang biasanya terintegrasi dengan
kebijakan operasional dan kebijakan akuntansinya;
2. Aplikasi manajemen pajak, yang mengelola transaksi perpajakan perusahaan, untuk
meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar ketentuan dan peraturan perpajakan;
3. pelaksanaan menyeluruh terhadap kewajiban perpajakan yang diatur dalam UU dan
peraturan perpajakan lainnya yang secara umum menyangkut pernungutan/pemotongan,
penghitungan. penyetoran, dan pelaporan pajak balk pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai maupun pajak-pajak lainnya.
Tujuan dari audit perpajakan ini adalah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap
pengelolaan kewajiban perpajakan perusahaan, yang meliputi penilaian terhadap hal-hal
berikut.
1. Ketepatan kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan dan kemampuannya dalam
memberikan panduan untuk pengelolaan kewajiban perpajakan yang efektifdan efisien.
2. Kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajakan dari transaksi yang terjadi di
perusahaan tersebut.
a. Memaksimalkan biaya fiskal dalam setiap pengeluaran perusahaan.
b. Meminimalkan pendapatan fiskal dalam setiap penerimaan perusahaan.
3. Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan peraturan perpajakan.
a. Melakukan pemungutan/pemotongan seluruh pajak yang harus dilakukan.
b. Melakukan penghitungan pajak dengan benar.
c. Menyetor dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat
Dari aspek efisiensi pembayaran pajak audit melakukan penilaian terhadap kemampuan
perusahaan dalam:
1. meminimalkan penghasilan kena pajak (taxable revenue),
2. memaksimalkan deductible expenses
Sementara dari aspek ketaatan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, audit melakukan
penilaian terhadap ketaatan perusahaan dalam melakukan:
1. pemungutan dan pemotongan pajak;
2. penghitungan pajak dengan benar;
3. penyetoran pajak tepat waktu;
4. pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu.
Meminimalkan penghasilan kena pajak (taxable revenue), menyangkut strategi pengelolaan
transaksi pendapatan agar tidak mengandung dampak perpajakan, baik final maupun tidak final.
Dengan meminimalkan dampak ini pada pendapatan, maka pendapatan sebagai dasar pengenaan
pajak akan menjadi lebih kecil dan secara otomatis juga mengurangi pajak terutang. Berikut ini
adalah penghasilan yang bukan merupakan Objek pajak berdasarkan Pasal 4 ayat 3 UU Pajak
Penghasilan.
1. Bantuan, Sumbangan, Hibah
2. Warisan
3. Harta
4. Penggantian atau Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara
final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (demand profit).
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik negara,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbahs, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari )umlah modal yang
disetor.
7. luran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. penghasilan dari modal yang ditanamkan Oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih Ianjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih Ianjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Memaksimalkan beban-beban yang diakui dalam penghitungan pajak (deductible expenses)


menyangkut strategi pengelolaan transaksi di setiap beban yang terjadi, diperhitungkan dalam
Penentuan besarnya pajak terutang.

"Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih. dan
memelihara penghasilan, termasuk:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau dimiliki untuk mendapatakan, menagih, dan memelihara penghasilan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Baiaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

Memasukan Pemberian Natura dan Kenikmatan sebagai Tunjangan dalam Daftar Gaji

Sebagai pemberi kerja, Wajib Pajak melakukan pemotongan PPh 21 atas gaji dan/atau
upah yang dibayarkan kepada karyawannya. Kompensasi yang dibayarkan kepada karyawan
memungkinkan tidak seluruhnya terdaftar pada slip gaji karena di samping memberikan gaji,
perusahaan mungkin memberikan kesejahteraan kepada karyawannya dalam bentuk benda
(natura) atau kenikmatan seperti rekreasi, pajak dibayar perusahaan, tunjangan kesehatan dan
sebagainya. Pasal 9 ayat I huruf e UU Pajak Penghasilan mengisyaratkan bahwa terhadap
beban-beban yang berkaitan dengan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tidak boleh dikurangkan terhadap
penghasilan.
Berdasarkan ketentuan dalam aturan ini, semua pemberian dalam bentuk natura dan
kenikmatan tidak diakui sebagai beban fiskal sehingga tidak bisa dikurangkan dalam
perhitungan dasar pengenaan pajak. Dalam praktiknya hal ini menimbulkan adanya koreksi
fiskal positifyang menyebabkan dasar pengenaan pajak dan pajak terutang menjadi lebih besar
dan mendorong terjadinya pengeluaran kas yang lebih besar pula untuk menyelesaikan
kewajiban perpajakan ini. Melalui kebijakan perpajakan yang memasukkan seluruh penghasilan
karyawan ke dalam slip gajinya dan dibayarkan dalam bentuk uang, menjadikan seluruh
pemberian kepada karyawan diakui Oleh pajak sebagai penghasilan bagi penerimanya dan
sebagai beban bagi yang memberikan. Dengan kebijakan ini, Wajib Pajak dapat
memaksimalkan beban-beban yang terjadi berkaitan dengan karyawannya menjadi beban fiskal
(deductible expense). Pertimbangan Iain yang harus diperhatikan dalam penetapan kebijakan ini
adalah siapa yang membayar PPh 21.
Agar mampu memberikan gambaran yang komprehensif, tax review dilakukan terhadap
seluruh kewajiban perpajakan yang dimiliki perusahaan. Berdasarkan Laporan Keuangan dan
SPT (Masa dan/atau Tahunan) seorang tax reviewer melakukan analisis untuk menentukan
ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Secara garis besar, kewajiban
perpajakan untuk Wajib Pajak meliputi:
1. pemungutan dan pemotongan pajak,
2. penghitungan pajak dengan benar,
3. penyetoran pajak tepat waktu,
4. pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu.
Beberapa manfaat yang diperoeh Wajib Pajak dari pelaksanaan tax review di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Menghindari Sanksi Perpajakan.
Secara umum sanksi perpajakan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar.
Yaitu sanksi sebelum pemeriksaan (sanksi dalam tahun berjalan) dan sanksi perpajakan
akibat pemeriksaan pajak. Sanksi perpajakan dalam tahun berjalan terdiri atas:
a. Sanksi perpajakan seperti denda keterlambatan pembayaran pajak pasal 14 ayat 3
sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dikalikan jumlah bulan yang terlambat
dibayar.
b. Denda keterlambatan pelaporan SPT Masa pasal 7 dan keterlambatan pelaporan
SPT Tahunan.
c. Sanksi bunga penagihan pasal 19 ayat I sebesar 2% per bulan (tanpa ada batas
maksimal), Sanksi pasal 14 ayat4 berupa denda 2% kali Dasar Pengenaan Pajak
PPN akibat tidak, terlambat, atau salah membuat faktur pajak e Sanksi pasal 13
ayat 3 berupa kenaikan 50% akibat tidak menyampaikan SPT Tahunan walaupun
sudah diperingatkan dengan Surat Teguran.
Sanksi perpajakan akibat pemeriksaan pajak terdiri atas:
a. Sanksi pasal 13 ayat 2 sebesar 2% kali jumlah pajak yang kurang bayar yang
ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan
b. Sanksi pasal 13 ayat3 berupa kenaikan 100% darijumlah Lebih Bayar yang
seharusnya tidak dikompensasikan.
c. Sanksi pasal 13 ayat 3 berupa denda 100% karena PPh yang dipotong atau
dipungut tidak dibayarkan.
2. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru ditemukan
pada saat pemeriksaan.
3. Menghindari kedaluwarsa masa pengkreditan pajak masukan,
4. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karena pajak masukan
tersebut tidak dapat dikonfirmasikan oleh pemeriksaan.
5. Menghindari daluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni tiga bulan setelah penerbitan
SKP.
6. Mengusahakan persetujuan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bila berdasarkan hasil
review, syarat-syarat pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sudah bisa dipenuhi.
7. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak bila berdasarkan hasil review, syarat-
syarat pemberian SKB sudah terpenuhi.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Hak-Hak wajib Pajak
1. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2
(dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara
lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (pasal 3 ayat 4).
2. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang
telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur
Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan (pasal 8 ayat 1).
Kewajiban Wajib Pajak
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri
pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wüayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (pasal 2 ayat l).
2. Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang
pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada
Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak (pasal 2 ayat 2).
3. setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (pasal 3 ayat I).
4. wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar,
lengkap, jelas, dan menandatanganinya (pasal 4 ayat 1).
5. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (pasal 10 ayat 1).

Pasal 21: Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri wajib dilakukan oleh:
1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai;
2. bendaharapemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
3. dana pensiun atau badan Iain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran Iain
dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran Iain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan.

Pasal 26: Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri Iainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia:
1. Dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihakyang wajib
membayarkan:
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala Iainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang,
2. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur
dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan
neto.
3. Ataspenghasilandaripenjualan atau pengalihansahamsebagaimanadimaksuddalampasal
18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan
neto.

Pasal 22: Menteri Keuangan dapat menetapkan:


1. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang;
2. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajakyang melakukan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
3. Wajib Pajak badan tertentu untuk mernungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah.

Pasal 23: Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bcntuk apa pun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah )atuh tempo pembayarannya olch badan
pemerintah, Subjek Pajak badan dalam ncgeri, pcnyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri Iainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
1. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
a. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (I) huruf g;
b. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (I) huruf f;
c. royalti; dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (l) huruf
e;
2. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
a. sewa dan penghasilan Iain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa Iain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak. besarnya tarifpemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarifyang seharusnya. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud tidak dilakukan atas:
1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
3. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima
oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
4. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) hurufi;
5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai