Anda di halaman 1dari 30

PERENCANAAN PAJAK

BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG DOMESTIK
Nama Kelompok :
Sandy Itfilarasati ( 21118004 )
David Octavyanto ( 21118028 )
Tommy Haikal ( 21118029 )
PENDAHULUAN
Perencanaan pajak yang baik memerlukan suatu pemahaman terhadap undang-undang dan
peraturan pajak. Undang-undang pajak dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan.
Bagi Wajib Pajak, perubahan ini harus di perhatikan dalam membuat perencanaan pajak
supaya efektif. Sistem perpajakan mungkin akan berubah jika situasi social politik suatu
negara berubah, strategi pajak yang bekerja dengan baik dimasa lalu mungkin tidak efektif
untuk masa yang akan datang.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 : 131-132


JENIS JENIS PERENCANAAN
PAJAK
1. Perencanaan pajak nasional (national tax planning).
2. Perencanaan pajak internasional (international tax planning).

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 : 132


DALAM MELAKUKAN PERANCANAAN PAJAK NASINAL MAUPUN
INTERNASIONAL SERING DILAKUKAN HAL BERIKUT :

• Penghindaran tarif pajak tertinggi,


• Percepatan pengakuan pendapatan ( terutama untuk PPN),
• Alokasi pajak seberapa Wajib Pajak maupun Tahun Pajak,
• Penangguhan pembayaran pajak,
• Tax Exclusive maxzimization,
• Transformasi pendapatan yang terkena pajak ke pendapatan yang tidak terkena pajak,
• Transformasi beban yang tidak boleh dikurangi pajak ke beban-beban yang boleh dikurangi pajak,
• Penciptaan maupun percepatan beban-beban yang boleh dikurangi pajak.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :132


ASPEK LINGKUNGAN
PERPAJAKAN
Pemerintah melalui Dirjen Pajak memiliki target untuk penarikan pajak setiap tahunnya. Agar
dapat mencapai target sasarannya dilakukan hal utama berikut :
1. Tekanan untuk melakukan intensifikasi dan ekstenfikasi penarikan pajak dengan
menggunakan peraturan pajak yang sudah ada.
2. Ada tidaknya rencana untuk mengeluarkan ketentuan perpajakan yang baru dapat
meningkatkan tarif pajak yang berlaku karena kurang tinggi bagi investor asing.
3. Pemberlakuan intensif hanya akan ditujukan untuk kepentingan-kepentingan terbatas.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :134


PEMERIKSAAN PAJAK
Pemeriksaan pajak oleh Dirjen Pajak tujuannya jelas untuk memastikan bahwa Wajib Pajak :
1. Telah membayar pajak dengan benar;
2. Tidak menyalahgunakan sistem self assessment.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :135


PERENCANAAN PAJAK UNTUK
MENGEFESIENKAN BEBAN PAJAK
Strategi mengefesienkan beban pajak dari berbagai literatur dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat
sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha.
2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan.
3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai
pengecualian, potongan, atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang
diperbolehkan undang-undang.
4. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga diatur mengenai penggunaan tarif
pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha.
5. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai pusat laba ( profit center ) dan ada yang hanya
berfungsi sebagai pusat biaya (cost center).

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :136


6. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau naturaa dan kenikmatan (fringe
benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif pajak maksimum (shift to
lower bracket).
7. Pemilihan metode penilaian persediaan.
8. Untuk pendanaan asset tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi ( finance
lease), disamping pembelian langsung.
9. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku.
10. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek
pajak.
11. Mengotimalkan kredit pajak yang diperkenankan.
12. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara melakukan pembayaran
pada saat mendekati tanggal jatuh tempo.
13.Menghindari pemeriksaan pajak.
14. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan fapat dilakukan dengan menguasai
peraturan perpajakan yang berlaku.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 : 137-138


PERENCANAAN PAJAK UNTUK
PAJAK PENGHASILAN
• Laba Akuntansi
Laba akuntansi perhitungannya bertumpu pada prinsip penandingan antara pendapatan dengan
biaya-biaya terkait (matching cost against revenue). Berdasarkan laba akuntansi, penghasilan
(income) adalah penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan
dan keuntungan.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :139


PENDAPATAN TIMBUL DARI TRANSAKSI
DAN PERISTIWA BERIKUT :
1. Penjualan barang
2. Penjualan jasa
3. Penggunaan asset perusahaan oleh pihak pihak lain yang menghasilkan bunga, royalty, dan
dividen.
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima.
Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan
antara perusahaan dengan pembeli atau pengguna asset tersebut.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :139


PENGHASILAN KENA PAJAK
Merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya.
Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, minimal ada lima komponen yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Penghasilan yang menjadi objek.
2. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
3. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final.
4. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
5. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :140


Yang termasuk Penghasilan yang Menjadi Objek Pajak, berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai
berikut :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh.
2. Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. Penerimaan Kembali pembayaran pajak yang telah di bebankan sebagai biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembalian asset.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Imbalan bunga.
18. Surplus Bank Indonesia.
Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :141-142
PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN
SEBAGAI OBJEK PAJAK
1. Bantuan atau sumbangan.
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.
3. Warisan.
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima badan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima.
6. Pembayaran dari perusahan asuransi kepada Orang Pribadi sehubungan dengan asuransi Kesehatan
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas.
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun.
10. Bagian laba yang diterima atau di peroleh perseroan komanditer.
11. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan.
12. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Perusahaan Modal Ventura.
Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :142-143
STRATEGI YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGEFESIENKAN BEBAN PPH BADAN

• Pemilihan alternatif dasar pembukuan, basis kas, atau basis akrual.


• Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada karyawan.
• Pemilihan metode penilaian persediaan.
• Pemilihan sumber dana dalam pengadaan asset tetap.
• Pemilihan metode penyusutan asset tetap dan amortisasi asset tidak berwujud.
• Transaksi yang berkaitan dengan pemungutan pajak.
• Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.
• Permohonan penurunan pembayaran angsuran masa (PPh Pasal 25 bulanan).
• Pengajuan surat keterangan bebas PPh Pasal 22 dan Pasal 23.
• Rekonsiliasi SPT.
• Penyertaan modal pada perseroan terbatas dalam negeri.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :146


PENGHASILAN YANG PAJAKNYA
DIKENAKAN SECARA FINAL
• Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya.
• Penghasilan berupa hadiah undian.
• Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya.
• Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.
• Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :143


BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN
DARI PENGHASILAN BRUTO
• Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan usaha.
• Penyusutan atas pengeluaran untuk meperoleh harta berwujud dan amortisati atas pengeluaran.
• Iuran pada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
• Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
• Kerugian selisih kurs mata uang asing.
• Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
• Biaya beasiswa, magang dan pelatihan.
• Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat yang berlaku.
• Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional.
• Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
• Biaya pembangunan insfrastruktur social.
• Sumbangan fasilitas Pendidikan
• Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga

Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :143-144


PERENCANAAN PAJAK UNTUK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

• Memaksimalkan PPN masukan yang dapat dikreditkan, perusahaan sebaiknya memperoleh


Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP), supaya
pajak masukannya dapat dikreditkan.
• Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diterima, pembuatan faktur pajak
bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang.
PPN dikenakan atas :
1. Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP.
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP luar daerah pabean di dalam daaerah pabean.
4. Ekspor BKP oleh PKP
Erly Suandy, Perencanaan Pajak edisi 6 2016 :153
PENELAAHAN PAJAK
Secara umum pengertian penelaahan pajak (tax review) adalah kagiatan penelaahan terhadap
seluruh kewajiban perpajakan yang ada dalam suatu perusahaan dan pelaksanaan pemenuhan
kewajiban-kewajiban tersebut, baik dari cara penghitungan, pemotongan, penyetoran,
pelunasan, maupun pelaporannya untuk menilai kepatuhan pajak (tax compliance) yang telah
dilakukan.
PENELAAHAN PAJAK (LANJUTAN)
Dalam praktiknya, pihak yang melakukan penelaahan pajak akan melakukan identifikasi seluruh aspek
perpajakan dalam perusahaan terkait baik itu dalam hak maupun kewajibannya.
Penelaahan pajak mencakup seluruh aspek perpajakan yang ada dalam perusahaan yang sedang ditelaah. Aspek
perpajakan yang umum dalam perusahaan adalah sebagai berikut
1. Pajak Penghasilan Badan
2. PPh Pasal 21
3. PPh Pasal 22, 23, 26 dan PPh yang bersifat Final
4. PPh Pasal 24
5. PPN dan PPnBM
Kegiatan penelaahan pajak dapat dilakukan oleh pihak internal, misalnya auditor internal maupun auditor
eksternal seperti; Kantor Akuntan Publik (KAP) atau Kantor Konsultan Pajak (KKP). Yang terpenting dalam
melakukan penelaahan pajak adalah memiliki kemampuan dan kualifikasi yang cukup dalam memahami
peraturan perpajakan dan perlakuan akuntansi.
PENELAAHAN PAJAK (LANJUTAN)
Dengan aspek perpajakan yang memiliki cakupan yang luas, maka pelaksanaan penelaahan
pajak harus dilakukan oleh tenaga professional dan memahami betul mengenai peraturan
perpajakan serta praktiknya di lapangan. Disamping itu, tenaga pelaksana penelaahan pajak
harus memahami akuntansi karena khususnya pada Pajak Penghasilan Badan, akan berkaitan
dengan pembukuan dan perlakuan akuntansi. Dan satu hal yang cukup penting bagi pelaku
penelaah pajak adalah audit, karena penelaahan pajak pada dasarnya adalah audit pajak hanya
saja yang melakukannya bukanlah fiskus, melainkan Wajib Pajak sendiri.
PENELAAHAN PAJAK (LANJUTAN)
Dalam pelaksanaannya, penelaahan pajak memiliki prosedur-prosedur yang perlu dilakukan
yaitu sebagai berikut
1. Pajak Penghasilan Badan
a) Menelaah dasar pengakuan pendapatan dan biaya serta perhitungan Penghasilan Kena Pajak
(PKP).
b) Menelaah ketepatan penghitungan, keabsahan dari dokumen yang berkaitan, dan ketepatan
waktu penyetoran serta pelaporan angsuran bulanan Pajak Penghasilan Pasal 25.
c) Menelaah kredit pajak yang telah dipotong pihak ketiga.
d) Menelaah pencatatan dalam pembukuan perusahaan.
e) Melakukan rekonsiliasi antara peredaran usaha menurut Laporan Keuangan dengan menurut
SPT Masa PPN.
PENELAAHAN PAJAK (LANJUTAN)
2. Pajak Penghasilan Pasal 21
a) Menelaah biaya-biaya yang menjadi objek pajak.
b) Menelaah ketepatan objek pajak pemotongan, tarif pajak, serta perhitungan yang dilakukan
perusahaan.
c) Meneliti bukti pemotongan dan SPT Masa untuk meyakinkan keabsahan dokumen yang
berkaitan dari ketetapan perhitungan serta ketepatan waktunya.
d) Rekonsiliasi antara biaya yang dilaporkan dengan dasar pemotongan pajaknya.
PENELAAHAN PAJAK (LANJUTAN)
3. Pajak Penghasilan Pasal 22, 23, 26, dan Final
a) Menelaah biaya-biaya yang menjadi objek pajak.
b) Menelaah ketepatan objek pajak pemotongan, tarif pajak, serta perhitungan yang dilakukan
perusahaan.
c) Meneliti bukti pemotongan dan SPT Masa untuk meyakinkan keabsahan dokumen yang
berkaitan dari ketetapan perhitungan serta ketepatan waktunya.
d) Rekonsiliasi antara biaya yang dilaporkan dengan dasar pemotongan pajaknya.
PENELAAHAN PAJAK (LANJUTAN)
4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM)
1. Menelaah ketepatan pemungutan PPN atas penyerahan barang/jasa yang dilakukan.
2. Meneliti kelengkapan dan ketepatan pembuatan faktur pajak.
3. Meneliti ketepatan pengkreditan Pajak Masa-nya.
4. Meneliti kelengkapan dan keabsahan faktur pajak masukan.
5. Menelaah SPT Masa untuk mengetahui keabsahan dokumen yang berkaitan, ketepatan
perhitungan, pelaporan, dan penyetoran.
6. Rekonsiliasi dengan peredaran usaha menurut pembukuan.
PENELAAHAN PAJAK (LANJUTAN)
Setelah pelaksanaan penelaahan selesai, atas dasar pelaksanaan penelaahan tersebut dibuat
laporan akhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang direkomendasikan.
Dalam setiap temuan data yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, baik
under comply maupun over comply, dicatat dan dilaporkan dalam laporan akhir berikut
dengan konsekuensi dan rekomendasi yang diperlukan. Format laporan dapat berupa narasi
ataupun komparasi data dari berbagai temuan.
CONTOH KASUS
PT Megah memperoleh omset Rp .500.000.000 dengan total biaya sebesar Rp.350.000.000-.
Katakanlah PT Megah memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetor PPh Pasal 21
sebesar Rp.25.000.000 maka dalam hal ini PT Megah dapat memilih apakah PPh Pasal 21
tersebut akan ditanggung perusahaan dengan cara memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 atau
tidak. Atau dengan kata lain, apakah PT Megah ingin agar PPh Pasal 21 sebesar
Rp.25.000.000 ,- itu dibiayakan juga atau tidak?
PENYELESAIAN
Jika PT Megah ingin agar PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- tersebut juga bisa dibiayakan,
maka PT Megah dapat memberikan Tunjangan PPh Pasal 21. Dengan demikian, total biaya
usaha menjadi:
Rp. 375.000.000 (Rp.350.000.000 + Rp. 25.000.000 )
= Rp.125.000.000
dan laba neto usaha turun menjadi Rp.125.000.000. Sehingga PPh Badan yang harus dibayar
adalah :
Rp. 125.000.000 x 25% = Rp. 31.250.000.
Akan tetapi, karena memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 sebesar Rp.25.000.000 maka atas
Tunjangan PPh Pasal 21 tersebut juga harus diperhitungkan dan disetorkan PPh Pasal 21.
Dengan asumsi bahwa atas Rp. 25.000.000 dikenakan tarif rata-rata 5%, maka tambahan PPh
Pasal 21 yang harus disetor adalah:
5% x Rp.25.000.000 = Rp.1.250.000.
Dengan demikian, total pajak yang harus dibayar oleh PT Megah adalah PPh Badan :
Rp.31.250.000 + Rp. 25.000.000 + Rp.1.250.000 = Rp. 57.500.000
Apabila PT Megah memilih tidak memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 (artinya PPh Pasal 21
yang semula Rp. 25.000.000 ditanggung sendiri tanpa memberikan tunjangan pajak), maka
PPh Badan menjadi :
Rp.500.000.000 - Rp. 350.000.000 = Rp. 150.000.000
Rp.150.000.000 x 25% = Rp. 37.500.000
Sedangkan PPh Pasal 21 yang harus disetor tetap sebesar Rp. 25.000.000 sehingga total pajak
yang harus dibayar PT Megah ke Kas Negara adalah
Rp.37.500.000 + Rp. 25.000.000 = Rp. 62. 500.000

Anda mungkin juga menyukai