Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah salah satu penerimaan negara yang memegang peranan

penting karena merupakan komponen yang terbesar dan sumbe dana dala

negeri untuk membiayai berbagai keperlan nasional. Wajib Pajak dengan

pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal pembayaran pajak.

Wajib Pajak berusaha membayar pajak sekecil mungkin karena dengan

membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di

lain pihak, pemerintah memerlukan dana sebanyak-banyaknya dari

penerimaan pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Karena adanya perbedaan kepentingan, maka dengan self assesment

system Wajib Pajak cenderung berusaha meminimalisasi jumlah pembayaran

pajak. Upaya untuk meminimalisasi pembayaran pajak ini disebut dengan

perencanaan pajak. Perencanaan pajak yang baik adalah perencanaan yang

sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.Untuk memenuhi kewajiban

tersebut, Wajib Pajak harus melakukan perhitungan, penyetoran, dan

pelaporan pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Perusahaan harus menyusun laporan keuangan fiskal untuk kepentingan

pembayaran pajak.Tujuan utama dari laporan keuangan fiskal adalah untuk

menghitung penghasilan kena pajak.Secara umum terdapat beberapa

perbedaan antara prinsip akuntansi komersial dengan prinsip akuntansi pajak,

terutama dalam hal pengakuan pendapatan dan beban. Laporan keuangan

komersial yang telah disusun oleh perusahaan dapat diubah menjadi laporan

1
keuangan fiskal dengan cara melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian

dengan peraturan perpajakan melalui proses rekonsiliasi fiskal (Iswahyudi,

2005). Sesuai dengan self assessment system yang dianut oleh Undang-

undang Pajak Penghasilan, maka koreksi fiskal harus dilakukan sendiri oleh

Wajib Pajak.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk memberi penjelasan mengenai Rekonsiliasi Fiskal

2. Untuk menguraikan jenis-jenis koreksi fiskal

3. Untuk menjelaskan teknik Rekonsiliasi Fiskal

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal merupakan suatu mekanisme penyesuaian pelaporan

keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi

menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya

adalah suatu proses untuk mendapatkan angka laba fiskal atau laba kena pajak

dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap laba komersial atau

laporan laba rugi. Proses rekonsiliasi fiskal ini umumnya dilakukan oleh

Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan. Rekonsiliasi yang dilakukan akan

menghasilan koreksi fiskal yang akan mempengaruhi besarnya laba kena

pajak serta Pajak Penghasilan (PPh) terutang. Rekonsiliasi dilakukan terhadap

pos-pos biaya dan pos-pos penghasilan dalam Laporan keuangan Komersial,

antara lain :

1. Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final.

2. Rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.

3. Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang sebenarnya tidak boleh

menjadi pengurang penghasilan bruto.

4. Wajib Pajak menggunakan metode pencatatan yang berbeda dengan

ketentuan pajak.

5. Wajib Pajak mengeluarkan biaya-biaya yang dikeluarkan bersama-sama

untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh Final atau

pendapatan yang bukan Objek Pajak serta pendapatan yang dikenakan PPh

non Final.

3
Rekonsiliasi fiskal memiliki tujuan utama yaitu untuk menyajikan

informasi sebagai bahan menghitung besarnya penghasilan kena pajak sesuai

dengan self-assessment.

2.2 Laporan Keuangan Fiskal

Laporan keuangan fiskal merupakan laporan keuangan yang disusun sesuai

peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak.

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat peredaan

penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba

menurut pajak (fiskal). Laoran keuangan fiskal disusun berdasarkan Undang-

Undang dan Peraturan Perpajakan.

Pendekatan penyusunan laporan keuangan fiskal sebagai solusi antara

ketentuan akuntansi dan pajak yaitu:

1. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi. Dalam

pendekatan ini, laporan keuangan fiskal murni disusun atas dasar

perpajakan. Dengan demikian dalam melakukan pembukuan perusahaan

menyusun laporan harus menurut ketentuan perpajakan dan menurut

praktek pembukuan.

2. Ketentuan pajakuntuk tujuan penyusunan laporan keuangan merupakan

standar indepensi dari prinsip akuntansi, dalam pendekatan ini perusahaan

bebas untuk menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsif dan

metode akuntansi.

3. Ketentuan pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi,

pendekatan ini laporan keuangan atas dasar standar akuntansi. Tetapi

4
preferensi di berikan kepada ketentuan pajak apabila tidak sesuai dan

sejalan dengan standar akuntansi.

2.3 Jenis Rekonsiliasi Fiskal

1. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi Fiskal Positif Yakni koreksi fiskal yang menyebabkan

penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.

Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain adalah sebagai berikut:

 Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,

termasuk dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan asuransi

kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

 Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk kepentingan pribadi

pemegang saham, sekutu, ataupun anggota.

 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali sebagai berikut

ini :

a. Cadangan utang-piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan

usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak

opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak

piutang.

b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial

yang dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

c. Cadangan penjaminan pada Lembaga Penjamin Simpanan.

d. Cadangan biaya reklamasi pada usaha pertambangan.

e. Cadangan biaya pada penanaman kembali untuk usaha kehutanan.

5
f. Cadangan biaya pada penutupan dan pemeliharaan tempat

pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah

industri.

 Pajak Penghasilan.

 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk suatu kepentingan

pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.

 Gaji yang akan dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau

perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

 Persediaan yang jumlahnya melebihi kapasitas jumlah berdasarkan

metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36

Tahun 2008 tentang PPh.

 Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah kapasitas berdasarkan

metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36

Tahun 2008 tentang PPh.

2. Koreksi Fiskal Negatif

Koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang menyebabkan pengurangan

penghasilan kena pajak dan PPh terutang.

Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain sebagai berikut:

a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final adalah sebagai berikut:

 Penghasilan yang berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,

bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang

di bayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

 Penghasilan yang berupa hadiah undian.

6
 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau

sebuah bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan

persewaan tanah dan/atau sebuah bangunan.

b. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak adalah sebagai berikut:

 Warisan.

 Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai

pengganti saham ataupun sebagai pengganti penyertaan modal.

 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi

kecelakaan, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

 Beasiswa yang harus memenuhi persyaratan tertentu yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan.

 Persediaan yang jumlahnya kurang dari jumlah yang berdasarkan

metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU

No.36 Tahun 2008 tentang PPh.

 Penyusutan yang jumlahnya kurang dari jumlah yang berdasarkan

metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU

No.36 Tahun 2008 tentang PPh.

2.4 Teknik Rekonsiliasi Fiskal

1. Penghasilan

Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui

rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan

tersebut dari penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi

7
laba menurut akuntansi. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut

akuntansi tetapi diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan

menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan menurut

akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.

Pasal 4 ayat (1) yang berisi: yang menjadi objek pajak adalah penghasilan,

yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil

usaha koperasi;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

8
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak;

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;

s. surplus Bank Indonesia.

Pasal 4 Ayat (3) yang berisi “yang dikecualikan dari objek pajak” adalah:

a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang

diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh

penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

9
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di

antara pihak-pihak yang bersangkutan;

c. warisan;

d. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau

sebagai pengganti penyertaan modal;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari

Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib

Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak

yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;

f. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan

dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa;

g. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan

terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik

negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada

badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia

dengan syarat:

10
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

 bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan

usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham

pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua

puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

h. iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya

telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja

maupun pegawai;

i. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu

yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

j. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit

penyertaan kontrak investasi kolektif;

k. dihapus;

l. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan

menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan

pasangan usaha tersebut:

m. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak

diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; beasiswa yang memenuhi

11
persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

n. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan

pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,

yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan

pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu

paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan; dan

o. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Beban (Biaya)

Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak

diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi

dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut

dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut

akuntansi. Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut

akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut

fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya atau

pengeluaran teersebut pada biaya menurut akuntansi yang berarti

mengurangi laba menurut akuntansi.

Pasal 6 Ayat (1) berisi tentang Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi

Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan

12
penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan, termasuk:

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan

kegiatan usaha, antara lain:

 biaya pembelian bahan;

 biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan

dalam bentuk uang;

 bunga, sewa, dan royalti;

 biaya perjalanan;

 biaya pengolahan limbah;

 premi asuransi;

 biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan;

 biaya administrasi; dan

 pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan

amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain

yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh

Menteri Keuangan;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan

digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan;

13
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di

Indonesia;

g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

 telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi

komersial;

 Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

 telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri

atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau

adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan

piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang

bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum

atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya

telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

 syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk

penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;

 yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan;

i. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur

dengan Peraturan Pemerintah;

j. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah; dan

14
k. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9 Ayat 1 berisi tentang besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib

Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,

termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada

pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

 cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha

lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,

perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

 cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial

yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

 cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

 cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

 cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

 cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan

limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang

ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan;

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi

dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang

15
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut

dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan

makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau

imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan

yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang

saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai

imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,

kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf

i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga

keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang

ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

h. Pajak Penghasilan;

i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi

Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

16
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi

pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-

undangan di bidang perpajakan.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rekonsiliasi Fiskal, yaitu suatu mekanisme untuk menyesuaikan laporan

keuangan komersial perusahaan menjadi sesuai dengan ketentuan perpajakan

yang berlaku. Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik

penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan

(fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu beda tetap

(permanen) dan beda waktu (sementara). Beda waktu dibedakan menjadi

koreksi positif dan negatif. Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan

cara; Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui

menurut fiskal, maka kurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari

penghasilan menurut akuntansi, begitupun sebaliknya, dan Jika suatu biaya

atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai

pengurang penghasilan bruto menurut fiskal rekonsiliasi dilakukan dengan

mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut

akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi, begitupun

sebaliknya.

3.2 Saran

Dengan adanya Rekonsiliasi Fiskal diharapkan para Wajib Pajak dapat

memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi pemerintah diharapakan dapat

meningkatkan pengawasan dalam penyelenggaraan pembayaran pajak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anggita, Dwi. 2018. Makalah Rekonsiliasi Pajak. Tersedia di


[http://dwianggita2014.blogspot.com/2018/08/makalah-rekonsiliasi-
pajak.html] di akses 19 Januari 2020.

Ardianto, Rama. 2020. Rekonsiliasi Fiskal-Makalah, Pengertian, Jenis,


Penyebab, Contoh. Tersdia di [https://rumus.co.id/rekonsiliasi-fiskal/] di akses
19 Januari 2020

19

Anda mungkin juga menyukai