Anda di halaman 1dari 17

A.

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL


Setiap pertanggungjawaban diidentifikasikan sebagai laporan kegiatan apapun yang
dilakuakan dalam periode tertentu. Kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban
penyetoran pajak yang terutang pada periode tertentu inilah yang dituangkan dalam surat
pemberitahuan (SPT) untuk periode “masa pajak” atau “tahun pajak” sehingga terdapat SPT
masa dan SPT tahunan. Pengisian SPT yang dilakukan wajib pajak ini haruslah benar,
lengkap, dan jelas. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya pemahaman fungsi,
kegiatan usaha yang dalam bidang akuntansi disebut sebagai konsep dasar entitas.

B. LAPORAN KEUANGAN FISKAL


Akuntansi komersial mengenal adanya konsep dasar entitas sehingga jelas unit
kegiatan manakah yang merupakan sasaran tujuan pelaporan. Ketentuan perpajakan
mempunyai kriteria tentang pengukuran dan pengakuan komponen yang terdapat pada
laporan keuangan. Pengukuran tersebut tidak selamanya sejalan dengan prinsip akuntansi
komersial karena terdapat argumentasi dari motavasi laporan keuangan fiskal untuk
memperkecil erosi potensi pengenaan pajak dan memberi dorongan untuk merelokasi dalam
bentuk-bentuk investasi. Penyusunan laporan keuangan fiskal, seperti yang dikemukakan
Gunadhi (2002), mengutip kelompok kerja standar akuntansi dari Organization of Economic
Cooperation and Development (OECD), yang merupakan organisasi kerjasama ekonomi dan
pembangunan negara maju. Dalam laporan seri harmonisasi standar akuntansi, praktik
laporan penyusunan keungan fiskal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi dan ketentuan
pajak terdiri 3 pendekatan berikut:
1. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktik akuntansi. Dalam pendekatan
pertama, laporan keuangan, walaupun disusun berdasarkan prinsip akuntansi,
sangat diwarnai oleh ketentuan perpajakan. Wajib pajak harus menyelenggarakan
pembukuan sesuai dengan ketentuan perpajakan tanpa kelonggaran terhadap
ketidaksamaan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan.
2. Pada pendekatan kedua ini, wajib pajak bebas menyelenggarakan pembukuannya
dengan dasar prinsip dan metode akuntansinya. Laporan keuangan fiskal disusun
terpisah di luar proses pembukuan, sering disebut sebagai extra comptable.
Laporan keuangan fiskal ini disusun melalui proses rekonsiliasi antara akuntansi
koersial dengan akuntansi fiskal, sehingga laporan yang dihasilkan dari extra
comptable tersebut fungsinya hanya sebagai tambahan laporan keuangan
komersial.

1
3. Pendekatan ketiga menyatakan ketentuan perpajakan sebagai sisipan Standar
Akuntansi Keuangan atau pendekatan dengan prinsip common basis. Dalam dasar
laporan keuangan disusun mengikuti Standar Akuntansi Keuangan, tetapi apabila
terdapat aturan lain dalam akuntansi komersial, maka preferensi diberikan pada
ketentuan perpajakan.
Salah satu fungsi pajak yang dikenal adalah fungsi budgeter. Dalam fungsi
budegter ini pajak sebagai alat mentransfer sumber daya dari masyarakat kepada
negara. Oleh karena itulah, laporan keuangan yang dilampirkan dalam SPT lebih
berkepentingan terhadap informasi tentang :
1. Laba atau rugi perusahaan berkenaan dengan pajak penghasilan (income tax);
2. Distribusi laba berekenaan dengan pemotongan atau pemungutan pajak
penghasilan (withholding tax);
3. Peredaran berkenaan dengan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
yang terutang PPN dan PPnBM.
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus melampirkan laporan
keuangannya berupa neraca, laporan laba rugi, dan keterangan lain yang diperlukan untuk
menghitung Penghasilan Kena Pajak pada saat menyampaikan SPT. Laporan keuangan yang
dilampirkan tersebut adalah laporan keuangan dari masing-masing Wajib Pajak sebagai hasil
dari kegiatannya. Sebagai contoh, PT A memiliki saham pada PT B dan PT C, berarti Pt A
mempunyai kewajiban melampirkan laporan keuangan konsolidasi PT A dan anak
perusahaan, juga melampirkan laporan keuangan atas usaha PT A (sebelum konsolidasi),
sedangkan PT B dan PT C cukup melampirkan laporan keuangan masing-masing, bukan
laporan keuangan konsolidasi.

C. PENYEBAB PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN


LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan fiskal adalah karena terdapat
perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan
pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
1.      Perbedaan Prinsip Akuntansi
Beberapa prinsip SAK yang telah diakui secara umum tetapi tidak diakui dalam
fiskal, diantaranya adalah :
a) Prinsip konversatisme, penilaian persediaan akhir berdasarkan metode
“terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih” dan penilaian piutang

2
dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui dalam akuntansi komersial, tetapi
tidak diakui dalam fiskal.
b) Prinsip harga perolehan, dalam akuntansi komersial, penentuan harga
perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur
biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal, pengeluaran dalam
bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan/biaya.
c) Prinsip pemadanan (matching), akuntansi komersial mengakui biaya
penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal, penyusutan
dapat dimulai sebelum menghasilkan.
2.      Perbedaan metode dan prosedur akuntansi
a) Metode penilaian persediaan. Akuntansi komersial meperbolehkan untuk memakai
berbagai metode yang ada. Namun apabila pada akuntansi fiskal hanya diperbolehkan
menggunakan metode Average dan FIFO.
b) Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial membolehkan metode
penyusutan berbagai jenis, apabila dalam akuntansi fiskal hanya diperbolehkan garis
lurus dan saldo menurun. Selain itu apabila akuntansi komersial kita dapat
memperkirakan umur ekonomis aktiva tetap, namun pada fiskal yang memutuskan
adalah Menteri Keuangan. Demikian pula dengan nilai residu, akuntansi komersial
memperbolehkan menggunakan nilai residu, sedangkan fiskal tidak diperoleh
menggunakan nilai residu.
c) Metode penghapusan piutang
Dalam akuntansi komersial penghapusan piutang ditentukan berdasarkan metode
cadangan. Sedangkan dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang diiatur dalam
peraturan perpajakan.
3.      Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya
a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan objek
pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan
dari total PKP atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.
Contoh:
a. Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dalam bantuk
natura
b. Bagian laba yang diterima oleh perusahaan modal vantura dari badan
pasangan usaha.

3
c. Hibah, bantuan, sumbangan
d. Iuran dan penghasilan tertentu yang diterima dari dana pensiun
e. Penghasilan dividen yang diterima oleh PT, koperasi, BUMN/ BUMD,
sebagai WPDN dengan persyaratan tertentu.
f. Penghasilan lain yang termasuk dalam kelompok bukan objek pajak
(pasal 4 ayat (3) UU PPh)
b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan pajaknya
bersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari
total PKP atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. Contoh:
a. Penghasilan berupa deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi
b. Penghasilan berupa hadiah undian
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah dan atau
bangunan
e. Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan ketidakbenaran,
penghentian penyelidikan tindak pidana, dll)
f. Dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi.
c) Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah:
a. Kerugian suatu usaha di luar negeri
b. Kerugian usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya
c. Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran
d) Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya atau pengurang
penghasilan bruto, tetapi dalam fiskal pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto. Contoh: Imbalan atau penggantian yang diberikan dalam
bentuk natura, Pajak penghasilan, dan Sanksi administrasi berupa denda, bunga,
kenaikan dan sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan perundang-
undangan perpajakan
D. PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN
Akuntansi merupakan proses yang terdiri dari kegiatan identifikasi, pengukuran, dan
pelaporan informasi ekonomi yang bermanfaat dalam penilaian dan pengambilan keputusan
manajemen.

4
Transaksi Pencatatan Penggolongan pengikhtisaran Laporan
Keuangan keuangan

pemrosesan
Analisis dan
Interprerasi

Pengguna
laporan

Sedangkan proses laporan keuangan fiskal akan tampak seperti berikut:

Laporan Keuangan Rekonsiliasi Fiskal Laporan Keuangan


Fiskal

Kertas Kerja
Laporan Keuangan

Buku Tambahan
------------------------

Buku Besar

Jurnal

Dokumen Dasar

E. JENIS PERBEDAAN PENGAKUAN ANTARA KOMERSIAL DAN FISKAL


Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi
fiskal, yaitu:
1. Beda Tetap (Permanent Different)
2. Beda Waktu (Time Different)

5
1. Beda Tetap (Permanent Different)
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban
menurut akuntansi dengan fiskal, yaitu adanya penghasilan dan beba yang diakui
menurut akuntansi namun tidak diakui menurut fiskal, ataupun sebaliknya. Beda tetap
mengakibatkan laba atau rugi menurut akuntansi (laba sebelum pajak/ pre tax income)
yang berbeda secara tetap dengan laba atau rugi menurut fiskal PhKP (taxable
income).
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian
laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam
negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4
ayat 3 UU PPh)
Beda tetap biasanya terjadi karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal
berikut dikeluarkan dari perhitungan PhKP
a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final-pasal 4 ayat (2)
UU PPh.
b. Penghasilan yang bukan objek pajak-Pasal 4 ayat (3) UU PPh.
c. Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha,
yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta
pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang
jumlahnya melebihi kewajaran-Pasal 9 aya (1) UU PPh.
d. Beban yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan yang bukan
objek pajak dan penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final.
e. Penggantian sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikandalam bentuk natura.
f. Sanksi perpajakan.
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena
menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang
PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:

6
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
a. yang bukan objek pajak;
b. yang pengenaan pajaknya bersifat final
c. yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan  dalam bentuk natura dan kenikmatan
 
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya
penghasilan yang diakuai oleh akuntansi komersial  namun secara fiskal harus
dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah
dikenakan PPh final, akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang
akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil.
Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya
yang diakuai oleh akuntansi komersial namun  secara fiskal harus dikoreksi, akan
menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh
terutang akan lebih besar.
2. Beda Waktu (Time Different)
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya
sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan  laba
kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi
komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya
sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-
undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
a. Akrual dan realisasi
b. Penyusutan dan amortisasi
c. Penilaiamn persediaan
d. Kompensasi kerugian fiskal
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada
saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun
berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah,

7
sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak
akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun
koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.

F. Beberapa perbedaan mendasar antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak,


diantaranya:
1. Pengguna Laporan Keuangan
Akuntansi komersial : pemegang saham, kreditur, karyawan, fiskus,
manajemen, regulator, dan masyarakat
Akuntansi pajak: fiskus
2. Sifat informasi
Akuntansi komersial: dapat digunakan oleh umum
Akuntansi pajak: rahasia
3. Pedoman Penyusunan dan Penyajian
Akuntansi komersial: PSAK dan interpretasinya
Akuntansi pajak: Undang-undang perpajakan
4. Mata Uang dalam Penyajian Laporan
Akuntansi komersial: dapat disusun dengan mata uang selain rupiah
Akuntansi pajak: wajib disampaikan dengan mata uang rupiah, atau mata uang
lain yang diizinkan
5. Dasar Pencatatan Transaksi
Akuntansi komersial: transaksi dicatat dengan asas substance over form, yaitu
pencatatan dan pelaporan dilakukan dengan mengutamakan substansi ekonomi
daripada hakikat formal dan hukum
Akuntansi pajak: transaksi dicatat dan dilaporkan apabila memenuhi syarat
dan ketentuan perpajakan, yaitu dengan mengutamakan hakikat formal atau
hukum daripada substansi ekonominya
6. Batas Waktu Penyampaian
Akuntansi komersial: 6 bulan setelah tahun buku berakhir (UU No 40/2007 ttg
PT)
Akuntansi pajak: 4 bulan setelah akhir tahun pajak dan dapat diperpanjang
paling lama dua bulan (UU KUP).

8
G. JENIS-JENIS BIAYA YANG MASUK DALAM KOMPONEN PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO DAN PPh TERUTANG.
Biaya-biaya tersebut dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Deductible Expense adalah istilah untuk biaya-biaya usaha yang menerut ketentuan
UU PPh boleh dibiayakan atau dikurangkan dari penghasilan bruto saat menghitung
penghasilan neto dan PPh terutang.secara umum biaya-biaya ini disebutkan dalam
pasal 6 UU PPh.
2. Non deductible expense adalah istilah yang menurut ketentuan UU PPh tidak boleh
dibiayakan atau tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pada saat Wajib Pajak
menghitung penghasilan neto dan PPh terutang. Secara umum jenis-jenis biaya ini
disebutkan dalam pasal 9 UU PPh.
1. BIAYA-BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN (DEDUCTIBLE
EXPENSES):
a. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
termasuk : biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali
Pajak Penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, yang memenuhi persyaratan
ketentuan perpajakan, yaitu:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

9
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan
c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, dan
d. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dalam ketentuan pemerintah.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. NONDEDUCTIBLE EXPENSES (Biaya-Biaya yang Tidak Dapat
Dikurangkan) :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak
tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan
untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

10
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
serta yang merupakan keharusan dalam dalam melaksanakan pekerjaan
sebagai keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya seperti: pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja,
pakaian petugas keamanaan (satpam), antar jemput karyawan, penginapan
untuk awak kapal dan sejenisnya .
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan .
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas
penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi   tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak  terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan  dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

H.     FORMAT REKONSILIASI FISKAL


Berikutnya akan disampaikan contoh format Rekonsiliasi Fiskal.
 
Laba menurut Laporan Keuangan komersial ……………..                     Rp xxx
Koreksi Positif (Ditambah)
Pengeluaran yg tdk dpt dikurangkan………………..            Rp xxx

11
Pengeluaran berkaitan penghasilan yang bukan objek pajak   Rp xxx
Pengel. berkaitan pengh. yg telah dikenakan pjk brsfat final  Rp xxx.
Beda penghitungan antara PSAK dan PPh ………….             Rp xxx.
Total koreksi positif                                                                                  Rp xxx
 
Koreksi Negatif (Dikurangi)
Penghasilan yang bukan objek pajak ……………………      Rp xxx
Penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final….       Rp xxx
Beda penghitungan antara PSAK dan PPh………………     Rp xxx
Total koreksi negatif                                                                                 Rp. xxx
 
Penghasilan Kena Pajak menurut fiskal……………………….              Rp xxx
PPh terutang……………………………………………………             Rp xxx
Laba setelah PPh……………………………………….…….                Rp. xxx

I. KOREKSI POSITIF DAN NEGATIF DARI REKONSILIASI FISKAL


a. Koreksi fiskal positif: yaitu koreksi atau penyesuaian yang akan
menyebabkan bertambahanya laba kena pajak yang pada akhirnya
pajak terutang badan akan bertambah besar.
1. Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk kepentingan
pemegam saham, sekutu, atau anggota.
2. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
3. Selisish penyusutan komersial diatas penyusustan fiskal.
4. Selisih amortisasi komersial diatas amortisasi fiskal, dll.
b. Koreksi fiskal negatif: yaitu penyesuaian yang akan menyebabkan
berkurangnya laba kena pajak, sehingga pajak terutang badan akan
lebih kecil, diantaranya:
1. Selisish penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal.
2. Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal.
3. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.
4. Penyesuaian negatif fiskal lainnya.

J. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN


PPh Terutang = PhKP x Tarif PPh
12
1. Penghasilan Kena Pajak (PhKP)
PhKP yang digunakan sebagai dasar menghitung PPh tersebut dihitung dengan cara
yang berbeda-beda tergantung pada jenis WP.
a. WP Badan
PhKP = Penghasilan Neto
b. WP Orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan
PhKP = Penghasilan Neto - PTKP
c. WP orang pribadi menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto
PhKP = (% Norma Penghitungan Penghasilan Neto x Peredaran
Usaha) - PTKP
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
PhKP = Penghasilan Neto (berdasarkan pasal 5 UU PPh)
Berikut ini merupakan Tabel Perubahan PTKP (dalam Rp)
Uraian 1999 2005 2006 2009 2013
Wajib Pajak 2.880.000 12.000.000 13.200.000 15.840.000 24.300.000
Status Kawin 1.440.000 1.200.000 1.200.000 1.320.000 2.025.000
Tanggungan(maks.3 1.440.000 1.200.000 1.200.000 1.320.000 2.025.000
orang)

2. Tarif Pajak
Sistem penerapan tarif PPh sesuai dengan pasal 17 UU PPh Nomor 36 tahun 2008
adalah sebagai berikut.
a. Tarif PPh untuk WP orang pribadi dalam negeri, yaitu:
b. Tarif PPh 17 untuk WP badan dalam negeri dan BUT adalah sebesar 28% untuk
tahun 2009dan menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
c. Tarif PPh pasal 31E untuk WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp.50.000.000.000 mendapatkan fasilitas pengurangan tarif 50%
dari tarif PPh 17 yang dikenakan atas PhKP dari bagian brutosampai dengan
Rp4.800.000.000 (SE-66/PJ/2010)
3. Kompensasi Kerugian
Kerugian fiskal suatu tahun pajak dapat dokompensasikan dengan penghasilan
mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai denagan 5 tahun.
Perusahaan yang mengoperasikan cabang diluar negeri tidak dapat

13
mengonsolidasikan kerugian yang diderita oleh cabang tersebut. Akompensasi
kerugian hanya dapat dilakukan oleh WP orang pribadi yang
menyelenggarakan pembukuan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akuntansi perpajakan dirumuskan sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan


kepada penyusunan surat pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi
perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan dalam rangka pemenuhan kewajiban
perpajakan (tax compliance).
Akuntansi yang menjembatani aktivitas ekonomis dengan para pengambil keputusan,
baik internal maupun eksternal, menyajikan kepada para pengguna informasi tersebut dalam
bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari
akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disampaikan kepada pihak
manajemen. Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan
perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak. Rekonsiliasi fiskal dilakukan
oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut
akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial
atau bisnis ditujukan untuk menilai hasil usaha (Income statement) dan keadaan keuangan
(Balance Sheet) dari satu entitas, sedangkan laporan keuangan fiskal ditujukan untuk
menghitung penghasilan kena pajak dan beban pajak yang harus dibayar ke Negara. Laporan
keuangan komersil berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, yaitu Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) atau standar lain, sedangkan untuk kepentingan fiskal,
laporan keuangan disusun berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan lain.
Perbedaan penggunaan standar atau prinsip dasar dalam penyusunan Laporan Keuangan –
terutama laporan rugi laba- , mengakibatkan perbedaan perhitungan laba rugi suatu entitas
(Wajib Pajak) antara laba rugi komersil dan laba rugi fiskal, yang akan berakibat adanya
perbedaan perbedaan beban pajak komersial dan beban pajak seharusnya dibayar ke Negara.

3.2 Saran
Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar
manfaat dari pembahasan mengenai Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan
fiskal dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa

15
dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tersebut dan bisa dijadikan
sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan saran dari pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2014. Akuntansi Perpajakan edisi 3. Jakarta
Selatan: Salemba Empat

Dita, Irene Maria dan Siti Khairani. 2013. “Analisis Penerapan Laporan Rekonsiliasi
Fiskal terhadap Laporan Keuangan Komersial pada PT. Citra Karya Sejati
Palembang”. Jurnal Akuntansi Perpajakan, (online), Jilid 1. No.3.
(http//eprints.mdp.ac.id.JURNALIrenemariaDita, diunduh 17 September 2015)

Subarti, Titin. 2011. “Analisis Koreksi Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersial Terhadap
Laba Kena Pajak PT Doo Won Precision Indonesia”. Jurnal Akuntansi Perpajakan,
(online). Vol 4. No.2.
(https://www.google.com/search=jurnal+akuntansi+perpajakan+analisis+laporan+fisk
al+dan+komersial. Diunduh 17 September 2015).

Waluyo. 2014. Akuntansi Perpajakan edisi kelima. Jakarta: Salemba Empat.

Yahya, Johannes. 2010. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Mitra Wacana Media

17

Anda mungkin juga menyukai