Anda di halaman 1dari 7

Tugas 1 (Mata Kuliah : Akuntansi Pajak)

Tanggal : 06 Maret 2023

Jawablan Pertanyaan Berikut ini

1. Apa perbedaan antara akuntansi dengan pembukuan? Jelaskan

Akuntansi dan pembukuan adalah dua hal yang berbeda, namun sering dianggap sama oleh sejumlah
pihak. Kedua istilah ini berkaitan erat dengan dunia keuangan, dan sering digunakan secara
bergantian. Meski begitu, keduanya punya konsep yang berbeda.

Perbedaan antara akuntansi dan keuangan Pembukuan sering disebut dasar akuntansi. Sementara
akuntansi merupakan bagian yang lebih luas di bidang keuangan Dikutip dari situs Business News
Daily, salah satu perbedaan antara akuntansi dan pembukuan adalah akuntansi bersifat subyektif,
karena memberi data keuangan berdasarkan proses pembukuan. Sementara pembukuan adalah
proses transaksional yang meliputi pencatatan transaksi keuangan, seperti pembelian, penerimaan,
penjualan, dan pembayaran. Berikut beberapa perbedaan akuntansi dan keuangan:

Akuntansi Pembukuan

Mengacu pada proses meringkas, Hanya berkaitan dengan identifikasi dan


menafsirkan, serta mengomunikasikan data pencatatan transaksi keuangan
keuangan organisasi

Pihak manajemen bisa mengambil Data pembukuan tidak bisa dijadikan dasar
keputusan berdasarkan data yang didapat pengambilan keputusan
melalui akuntansi

Dilakukan dengan menyusun laporan Tidak menyusun laporan keuangan


keuangan sebagai bagian dari akuntansi

Akuntansi memberi gambaran yang jelas Pembukuan tidak memperlihatkan posisi


mengenai posisi keuangan dalam suatu keuangan dalam bisnis
bisnis

Orang yang berkaitan dengan akuntansi Orang yang berhubungan dengan pembukuan
dinamakan akuntan disebut pemegang buku

Memerlukan proses analisis data Tidak memerlukan analisis data

2. Pajak menganut sistem pembukuan atau akuntansi? Jelaskan sesuai dengan UU

Proses pembukuan maupun pencatatan pajak merupakan kegiatan utama di dalam akuntansi pajak.
Dari sisi pajak, pembukuan dan pencatatan ini menjadi suatu hal yang sangat krusial karena apa yang
dibukukan atau dicatat akan menjadi dasar bagi setiap Wajib Pajak untuk menghitung besarnya pajak
yang terutang.

Pada prinsipnya, setiap Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.

Hal ini telah diatur di dalam Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 tahun 2007.

3. Apa saja syarat dari pembukuan? Jelaskan

Syarat penyelenggaraan pembukuan :

● Untuk pembukuan, diselenggarakan dengan menggunakan prinsip taat asas dan dengan stelsel
akrual atau stelsel kas.
● Pembukuan dilakukan dengan terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga pajak yang terutang nantinya
dapat dihitung.

4. Apa pengertian akuntansi pajak dengan akuntansi komersial ? Jelaskan

Akuntansi Komersial atau sering disebut dengan akuntansi umum merupakan suatu proses
mengidentifikasi, mencatat, mengklarifikasi, mengolah, serta menyajikan aktivitas atau transaksi
keuangan untuk pihak-pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun pihak eksternal
perusahaan. Proses penyusunan laporan keuangan dalam akuntansi komersial harus sesuai dengan
pedoman Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Akuntansi perpajakan merupakan suatu aktivitas pencatatan keuangan oleh sebuah lembaga atau
badan usaha guna mengetahui jumlah pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan perundang-
undangan perpajakan. Akuntansi perpajakan ini wajib dipahami oleh para wajib pajak agar
perhitungan perpajakan yang dilakukan akurat.

5. Apa saja konsep dan tujuan akutansi pajak?

A. Konsep Dasar Akuntansi Perpajakan

● Tujuan Kebijakan Perpajakan :


1. Aspek Alokasi
2. Aspek Distribusi
3. Aspek Stabilisasi
● Konsep dasar akuntansi berlaku umum Laporan Keuangan Fiskal dan Komersial meliputi :
1. Accrual Basis : pengakuan transaksi saat terjadi, dilaporkan pada periode tsb.
2. Going Concern : mengasumsikan aktivitas perusahaan akan tetap berlangsung terus.
B. Tujuan pelaporan keuangan perpajakan

Menyajikan informasi sebagai bahan menghitung Penghasilan Kena Pajak, terutama dalam sistem
self assesment sebagai laporan pertangungjawaban atas kepercayaan menghitung pajak
terhutang bagi setiap WP.

C. Ciri kualitatif pelaporan keuangan perpajakan :

Sama dengan ciri kualitatif pelaporan akuntansi komersial meliputi :

1. Relevan
2. Dapat dimengerti
3. Keandalan
4. Dapat diperbandingkan

6. Apa saja sifat dan keterbatasan pelaporan keuangan fiscal?

Beberapa sifat dan keterbatasan laporan keuangan komersial terhadap laporan

keuangan fiskal antara lain :

1. Laporan keuangan bersifat historis.


2. Proses penyusutan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan estimasi dan berbagai
pertimbangan.
3. Lebih mengutamakan hal yang material.
4. Laporan keuangan terutama menekan makna ekonomis setiap transaksi atau
5. Terdapat alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan mengakibatkan variasi dalam
pengukuran sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar wajib pajak.
6. Infomasi kualitatif, sedangkan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya
dikesampingkan Suatu perusahaan harus menerapkan akuntansi pajak. Tujuannya adalah
supaya dapat menghitung pajak terutang suatu perusahaan berdasarkan Peraturan Pajak

7. Apa perbedaan yang mendasar antara pelaporan keuangan fiscal dengan laporan keuangan
komersial? Jelaskan

● Laporan Keuangan Komersial konsep kewajaran penyajian solusi keraguan


pengukuran : prinsip konservatif
● Laporan Keuangan Fiskal menyimpang dari konsep kewajaran bergantung pada
kebijakan & keputusan otoritas perpajakan

8. Apa saja ciri kualitatif dari pelaporan keuangan perpajakan?

1. Dapat dipahami oleh petugas/pemeriksa pajak.


2. Sensitivitas informasi, bukan materialitas.
3. Laporan Keuangan Fiskal disajikan secara jujur, dengan itikad baik, substansi penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, substansi beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto (deductible expenses) adalah beban untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan obyek pajak yang dihitung dari penghasilan neto.
4. Dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya, terutama untuk kompensasi kerugian, utang-
piutang antar periode, dan perbandingan pengakuan laba atau rugi yang menuntut konsistensi
kebijakan akuntansi pajak. Perubahan kebijakan akuntansi pajak dimungkinkan dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak dengan mengajukan permohonan dilengkapi alasan.
5. Laporan keuangan fiskal harus tepat waktu, paling lambat akhir bulan ketiga setelah berakhirnya
tahun buku.
6. Akuntansi Pajak harus independen terhadap akuntansi komersial.
7. Apabila akuntansi komersial tidak mampu menerbitkan laporan keuangan tepat waktu,
akuntansi pajak harus mampu menerbitkan laporan keuangan fiskal sendiri. Koreksi fiskal
merupakan salah satu cara praktis dalam penyusunan laporan keuangan fiskal.

9. Bagaimana penetapan beban dan penghasilan dalam laporan keuangan pajak?

1. Pembukuan Tentang Penghasilan

Pembukuan tentang penghasilan harus dapat menyajikan keterangan tentang besarnya penghasilan
yang sebenarnya diterima atau diperoleh selama periode tertentu yang dapat dikelompokkan lebih
lanjut menjadi:

1. penghasilan dari pekerjaan, misalnya upah, gaji, honorariun, praktek dokter, notaris, akuntan

publik dan sebagainya;

2. penghasilan dari kegiatan usaha, misalnya penjualan tunai atau kredit;

3. penghasilan dari modal, misalnya bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan karena pengalihan

harta;

4. penghasilan lainnya, misalnya pembebasan hutang, jasa giro dan hadiah undian.

Dalam hal perusahaan sebagai PKP maka pembukuan tentang penjualan barang/jasa sekurang-
kurangnya harus mencantumkan mengenai:

1. Nomor urut;

2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak/PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)

3. NPWP pembeli atau penerima jasa;

4. Nama barang atau jasa;

5. Kuantum;

6. Dasar Pengenaan Pajak;


7. Besarnya PPN untuk penjualan barang atau penyerahan jasa pada PKP maupun bukan PKP.

Pembukuan juga harus mencantumkan secara jelas dan terinci mengenai:

1. penyerahan barang atau jasa yang terutang PPN;

2. penyerahan barang atau jasa yang tidak terutang PPN;

3. penyerahan barang yang dikenakan tarif 0%;

4. penyerahan barang atau jasa yang PPN terutangnya tidak dipungut;

5. penyerahan barang yang PPN-nya dibebaskan;

6. penyerahan barang yang PPN-nya ditangguhkan pengenaannya;

7. penyerahan barang atau jasa yang PPN-nya Ditanggung Pemerintah;

8. penyerahan barang yang dikenakan PPnBM.

Apabila terjadi retur penjualan, maka selain harus dibukukan dalam buku retur penjualan, juga harus
dilakukan dalam buku penjualan dan mengurangi jumlah penjualan maupun pajak keluaran dalam
periode terjadinya penjualan retur tersebut.

Sedangkan dalam hal terjadi pengambilan barang dari persediaan selain untuk keperluan usahanya,
misalnya untuk pemakaian sendiri, hadiah dan untuk contoh (sampel) harus dibukukan secara jelas dan
terinci, karena transaksi tersebut digolongkan sebagai penyerahan dan terutang PPN/PPnBM. Selain itu,
dari pembukuan tentang penghasilan harus dapat diketahui dengan jelas penghasilan yang merupakan
objek pajak dan penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak.

2. Pembukuan Tentang Beban

Pembukuan tentang beban harus dapat menyajikan keterangan mengenai beban yang sebenarnya
dibayarkan atau terutang selama periode tertentu. Selanjutnya dari pembukuan tersebut harus pula
dapat diketahui secara jelas biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai dengan
ketentuan perpajakan, misalnya biaya-biaya yang berkaitan dengan hubungan kerja seperti pemberian
kenikmatan dalam bentuk natura harus dipisahkan secara jelas dari pembayaran dalam bentuk uang
karena pemberian kenikmatan dalam bentuk natura tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto,
kecuali untuk perumahan di daerah terpencil yang diijinkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

Apabila Wajib Pajak merupakan PKP, maka pembukuan atas pembelian atau impor sekurang-kurangnya
harus mencantumkan:

1. Nomor urut;
2. tanggal dan Nomor Faktur Pajak/PIB (Pemberitahuan Impor Barang);

3. NPWP penjual atau pemberi jasa/ Kantor Bea dan Cukai;

4. Nama barang atau jasa;

5. Kuantum;

6. Dasar Pengenaan Pajak;

7. Besarnya PPN yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.

Pembukuan juga harus mengungkapkan secara jelas dan terperinci mengenai:

1. penyerahan barang atau jasa yang terutang PPN;

2. penyerahan barang atau jasa yang tidak terutang PPN;

3. penyerahan/impor barang atau pemanfaatan jasa yang PPN terutangnya tidak dipungut;

4. penyerahan/impor barang yang PPN-nya dibebaskan;

5. penyerahan/impor barang yang PPN-nya ditangguhkan pengenaannya;

6. penyerahan/impor barang atau pemanfaatan jasa yang PPN-nya Ditanggung Pemerintah;

7. penyerahan/impor barang yang dikenakan PPnBM.

Apabila terjadi retur pembelian, maka harus dibukukan dalam buku retur pembelian dan mengurangi
jumlah pembelian maupun pajak masukan dalam periode terjadinya retur pembelian tersebut.

Dari hasil pembukuan tersebut diharapkan keterangan-keterangan yang dibutuhkan untuk menghitung
pajak terutang dapat menjadi lengkap dan memudahkan Wajib Pajak maupun Pemeriksa Pajak untuk
memeriksanya. Terselenggaranya pembukuan yang lengkap dan terinci mengenai semua transaksi yang
telah dilakukan akan memberi manfaat antara lain mempermudah Wajib Pajak dalam mengisi SPT,
Penghasilan Kena Pajak dapat dihitung dengan tepat oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak dapat
mengetahui secara pasti mengenai posisi keuangan serta hasil kegiatan usahanya.

10. Apa yang digunakan dalam laporan keuangan komersial untuk menghitung besaran pajak PPh
Badan? Jelaskan

Dasar hukum untuk menghitung Penghasilan Neto Fiskal berbeda dengan “Penghasilan Neto
Komersial”. Untuk menghitung Penghasilan Neto Fiskal, WP berpedoman pada ketentuan hukum
perpajakan (UU PPh). Sementara penghasilan komersial berpedoman pada Standard Akuntansi
Keuangan (SAK).

Perbedaan ketentuan komersial dan fiskal berakibat pada timbulnya selisih yang dinamakan koreksi
fiskal. Lantas, apa pengaruh koreksi fiskal terhadap perhitungan pajak? Jika koreksi positif dapat
menambah beban pajak terutang, koreksi negatif sifatnya mengurangi beban pajak terutang.

Anda mungkin juga menyukai