1. Kewajiban menyelenggarakan Pembukuan Pengertian Pembukuan Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah: a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia. b. Wajib pajak badan di Indonesia Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tapi wajib melakukan pencatatan adalah: a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan pembukuan : a. Pembukuan atau pencatatan harus dilakukan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. c. Pembukuan diselenggarakan dengan taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas Perubahan terhadap metode dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. d. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang e. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan Jika Wajib Pajak dikecualikan dari kewajiban pembukuan dan diwajibkan melakukan pencatatan, pencatatan harus mencakup seluruh data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan brato sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan Objek Pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara aplikasi online wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan/tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. 2. Perbedaan Ketentuan antara Akuntansi dan pajak Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktik akuntansi. Dalam pendekatan pertama, laporan keuangan, walaupun disusun berdasarkan prinsip akuntansi, sangat diwarnai oleh ketentuan perpajakan. Wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perpajakan tanpa kelonggaran terhadap ketidaksamaan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pada pendekatan ini terlihat adanya dua perangkat pembukuan, yaitu untuk kepentingan komersial dan untuk kepentingan fiskal. Dengan melihat sisi-sisi kepentingannya, pembukuan ganda (arti terbatas) bukanlah bentuk kecurangan, karena keduanya telah disusun berdasarkan standar atau norma yang berlaku pada masing-masing akuntansi. Pada pendekatan kedua ini, Wajib Pajak bebas menyelenggarakan pembukuannya dengan dasar prinsip dan metode akuntansinya. Laporan keuangan fiskal disusun terpisah di luar proses pembukuan, sering disebut sebagai extra compatible. Laporan keuangan fiskal ini disusun melalui proses rekonsiliasi antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, sehingga laporan yang dihasilkan dari extracomptable tersebut fungsinya hanya sebagai tambahan laporan keuangan komersial. Pendekatan kedua ini lebih banyak digunakan sebagai pilihan, yaitu dengan menyusun laporan, keuangan fiskal yang disertai dengan rekonsiliasi. Namun ada juga wajib pajak yang hanya menyelenggarakan pembukuan berdasarkan standar akuntansi komersial tanpa menyusun laporan keuangan berbasis ketentuan perpajakan. Ada juga yang berbeda sama sekali karena bergantung pada berbagai kondisi, terutama perusahaan multinasional (dengan memerhatikan aspek akuntansi internasional). Pendekatan ketiga menyatakan ketentuan perpajakan sebagai sisipan Standar Akuntansi Keuangan atau pendekatan dengan prinsip common basis. Dalam dasar ini laporan keuangan disusun mengikuti Standar Akuntansi Keuangan, tetapi apabila terdapat aturan lain dalam akuntansi komersial, maka preferensi diberikan pada ketentuan perpajakan. 3. Laporan Komersial Akuntansi sebagai dasar dalam menghitung PKP Tujuan pokok akuntansi komersial adalah menyajikan secara wajar keadaan atau posisi keuangan dari hasil usaha perusahaan sebagai entitas. Informasi berupa laporan keuangan dapat dipakai sebagai dasar untuk membuat keputusan ekonomi. Penyajian informasi keuangan memerlukan proses penetapan dan penandingan (matching) secara periodic antara pendapatan dan beban sehingga dapat menentukan besarnya laba (rugi) komersial. Demikian halnya dalam akuntansi pajak dengan menggunakan istilah penghasilan dan pengeluaran sebagaimana diatur pada Pasal 4 dan Pasal 6 Undang- Undang Pajak Penghasilan. Pada akuntansi perpajakan inilah terlihat tujuan pokoknya menetapkan jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) apabila ditinjau dari kewajiban Pajak Penghasilan, tetapi untuk jenis pajak lainnya juga akan terlihat dari kewajiban Pajak Penghasilan, tetapi untuk jenis pajak lainnya juga akan terlihat dari transaksi-transaksi keuangan yang dibukukannya, seperti kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 4. Pengertian dan Tujuan Koreksi Fiskal Koreksi fiskal adalah proses pencatatan, penyesuaian, dan pembetulan atas laba komersial yang disesuaikan dengan standar ketentuan perpajakan dimana penyesuaian ini dapat membantu menghitung penghasilan wajib pajak. Tujuan dilakukannya koreksi fiskal adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan atas pelaporan pajak yang sesuai dengan standar perpajakan. Selain itu, untuk meminimalisir kesalahan perhitungan pajak dan tidak adanya kerancuan dalam laporan keuangan yang akan diberikan. 1. Alat untuk memenuhi rancangan laporan Aturan dan regulasi yang sudah dikeluarkan oleh Dirjen pajak adalah acuan perusahaan untuk melakukan laporan keuangan perusahaan. Supaya rancangan laporan sesuai, maka perusahaan wajib melakukan koreksi fiskal untuk dapat memastikan tidak adanya kerancuan dan ketidaksesuaian pada laporan yang dibuat. 2. Meminimalisir kesalahan hitung pajak bisnis Koreksi fiskal dirasa penting untuk dilakukan sebab jika terjadi kesalahan perhitungan pajak, maka hal ini dapat merugikan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pentingnya ketelitian saat melakukan koreksi atau rekonsiliasi fiskal dengan data, transaksi, serta penghasilan yang sesuai. 3. Cek ulang laporan yang sudah dibuat Koreksi fiskal perlu dilakukan setelah pembuatan laporan keuangan. Memastikan kembali laporan sebelum diserahkan dilakukan berdasarkan data-data yang ada dengan menyesuaikan transaksi yang terjadi di perusahaan.