Perbandingan Ketentuan Akuntansi dan Ketentuan Pajak 1. Perhitungan Persediaan Ketentuan Akuntansi a. Metode FIFO (First In First Out) - pada metode ini unit persediaan yang pertama kali masuk ke gudang perusahaan akan dijual pertama. - didasarkan pada asumsi bahwa aliran cost masuk persediaan harus dipertemukan dengan hasil penjualannya. - Sebagai akibatnya, biaya per unit persediaan yang masuk terakhir dipakai sebagai dasar penentuan biaya barang yang masih dalam persediaan pada akhir periode (persediaan akhir). - Dalam penerapan metode FIFO berarti perusahaan akan menggunakan persediaan barang yang lama/pertama masuk untuk dijual terlebih dahulu. b. Metode LIFO (Last In First Out) - Metode ini mengasumsikan unit persediaan yang dibeli pertama akan dikeluarkan di akhir. - Artinya, unit yang dijual pertama adalah unit persediaan yang terakhir masuk ke gudang. Jadi biasanya persediaan akhir barang dagangan akan dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang pertama atau awal masuk. - Pada metode ini, harga beli terakhir dibebankan ke operasi dalam periode kenaikan harga (inflasi), sehingga laba yang dihasilkan akan kecil dan pajak yang terutang juga menjadi lebih kecil. c. Metode Average (Rata-Rata Tertimbang) - Metode average membagi antara biaya barang persediaan untuk dijual dengan jumlah unit yang tersedia. - Sehingga persediaan akhir dan beban pokok penjualan dapat dihitung dengan harga rata-rata. Metode average adalah titik tengah atau perpaduan dari metode FIFO dan LIFO. - Dalam penerapan metode Average berarti perusahaan akan menggunakan persediaan barang yang ada di gudang untuk dijual tanpa memperhatikan barang mana yang masuk lebih awal atau akhir. Ketentuan Pajak (Pasal 10, Ayat 6 Undang-Undang PPh) - Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan - Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata‐rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama (first‐in first‐out atau disingkat FIFO). Sesuai dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas. 2. Perhitungan Biaya Depresiasi menurut ketentuan Pajak. Depresiasi pajak adalah alokasi biaya pendapatan suatu aktiva tetap (kecuali tanah) selama masa manfaat tertentu sesuai dengan kelompok harta. Aturan depresiasi tersebut telah ditentukan dalam Pasal 11 Undang-Undang PPh Depresiasi atau penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk aset yang masih dalam proses pengerjaan. Depresiasi pada aset yang masih dalam pengerjaan akan dilakukan pada bulan selesainya proses tersebut. Pengelompokan Depresiasi Pajak
Kelompok Harta Masa Manfaat Penyusutan Berdasarkan
Berwujud Ayat 1 Ayat 2 Bukan Kelompok 1 4 Tahun 25% 50% Bangunan Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 2,5% Kelompok 4 20 Tahun 5% 10% Bangunan Permanen 20 Tahun 5% - Tidak Permanen 10 Tahun 10% - ~ Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. ~ Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. ~ Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus ~ Apabila bangunan permanen mempunyai masa manfaat melebihi 20 tahun, penyusutan dilakukan dalam bagian yang sama besar, sesuai dengan masa manfaat atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak Metode Perhitungan Tarif Depresiasi Pajak a. Dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau b. Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).