Amortisasi
Biasanya mengacu pada penyebaran biaya aset tak berwujud selama masa manfaat aset tersebut.
Misalnya, paten pada peralatan medis biasanya memiliki umur 17 tahun. Biaya yang dikeluarkan
untuk menciptakan peralatan medis tersebar selama masa hak paten, dengan setiap bagian dicatat
sebagai biaya atas laporan laba rugi perusahaan.
Perjanjian waralaba
Biaya organisasi
Penyusutan (depresiasi)
Di sisi lain, mengacu pada penghitungan biaya aset berwujud selama umur aset itu. Misalnya,
gedung perkantoran bisa digunakan bertahun-tahun sebelum dilewati dan dijual. Biaya bangunan
tersebar di atas perkiraan umur bangunan, dengan sebagian biaya dikeluarkan setiap tahun buku.
Bangunan
Peralatan
Perabotan kantor
Kendaraan
Tanah
Mesin
Metode Amortisasi
Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan amortisasi.
Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan
sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tariff
penyusutan terlihat sebagai berikut:
Penetapan masa manfaat dan tariff amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan
keseragaman dalam melakukan amortisasi.
Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang dipilih berdasarkan masa manfaat yang
sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum
pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak menggunakan masa manfaat terdekat.
Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan
masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa manfaat sebenarnya 5 tahun maka
menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.
Secara umum metode yang digunakan dalam amortisasi aset tidak berwujud menurut akuntansi
ada dua jenis, yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun. Jika mengacu pada Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang –
Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, metode dan penilaian amortisasi aset
tak berwujud dikelompokan menurut masa manfaatnya.
Metode penyusutan garis lurus merupakan suatu metode pengalokasian pembebanan biaya,
dimana jumlah biaya yang dialokasikan setiap tahunnya adalah sama.
Dengan kata lain, untuk metode garis lurus, nilai biaya penyusutannya konstan untuk setiap
tahunnya, dari tahun perolehan sampai dengan tahun akhir masa manfaatnya. Sebagai contoh,
perusahaan anda membeli lisensi IKEA untuk produksi furnitur rumah tangga dengan masa
manfaat selama 4 tahun sebesar Rp 100.000.000,-. Maka perhitungan amortisasi pertahunnya
adalah sebagai berikut
Dari perhitungan di atas, maka setiap tahun perusahaan anda harus melakukan amortisasi lisensi
IKEA sebesar Rp 25.000.000,-. Sehingga perhitungan akuntansinya ketika tutup buku akhir
tahun adalah sebagai berikut
Di beberapa perusahaan aset tak berwujud menjadi aset berharga bagi perusahaan
Contoh :
Perusahaan membeli franchice dan berhak menggunakan mereka tertentu selama periode
tertentu. Beban pada saat menginginkan aset tak berwujud juga dialokasikan periode-periode
akuntansi berikutnya sampai perusahaan bisa memakai merek tersebut.
Pengalokasian beban ketahun-tahun berikutnya ini merupakan beban penyusustan yang disebut
amortisasi, perbedaan amortisasi dengan enyusustan aspek fisik yaitu pada amortisasi tidak ada
nilai sisa saat penggunaan terakhir.
Amortisasi atas harta tak berwujud dimulai pada bulan pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha
tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 248/PMK.03/2008 yaitu:
Bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang
tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih
dari 1 (satu) tahun.
Bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat
berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun.
Bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang
tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih
dari 1 (satu) tahun.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran
lainnya untuk bidang usaha tertentu dimulai pada bulang produksi komersial (bulan
dimana penjualan mulai dilakukan).
Penghitungan Amortisasi secara fiskal diatur dalam pasal 11 A ayat UU Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan, metode amortisasi yang diperbolehkan secara fiskal adalah:
Metode garis lurus (straight-line method), yaitu metode yang digunakan untuk menghitung
amortisasi harta tak berwujud yang dilakukan pada bagian-bagian yang sama besar dengan cara
menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran selama masa manfaat yang telah ditetapkan.
Metode saldo menurun (declining-balance method), yaitu metode yang digunakan untuk
menghitung amortisasi dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
amortisasi atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus diamortisasikan
sekaligus.
Penggunan metode amortisasi dilakukan secara taat azas dan konsisten. Pengeluaran dilakukan
sebelum perusahaan beroperasi komersial yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun
dapat dikapitalisasi kemudian diamortisasi dengan metode diatas.
1. Pada tanggal 04 April 2010 PT Sun Profit membeli francise sebuah perusahaan dagang
PT Indoapril seharga Rp 150.000.000 selama 5 tahun.
Diminta: Buatlah perhitungan amortisasi francise tersebut.
Tahun 2010
25 % x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Tahun 2011
25 % x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Tahun 2012
25 % x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Tahun 2013
25 % x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Tahun 2014
25 % x Rp 150.000.000 = Rp 37.500.000
Tahun 2010
50 % x Rp 150.000.000 = Rp 75.000.000
Tahun 2011
50 % x (Rp 150.000.000 – Rp 75.000.000)
50 % x Rp 75.000.000 = Rp 37.500.000
Tahun 2012
50 % x (Rp 75.000.000 – Rp 37.500.000)
50 % x Rp 37.500.000 = Rp 18.750.000
Tahun 2013
50 % x (Rp 37.500.000 – Rp 18.750.000)
50 % x Rp 18.750.000 = Rp 9.375.000
Tahun 2014
50 % x (Rp 18.750.000 – Rp 9.375.000)
50 % x Rp 9.375.000 = Rp 4.687.500
2. Sebuah perusahaan membeli hak penggunaan merek A dengan membayar tunai 100
juta dan berhak menggunakan merek A selama 5 tahun. Dengan mudah kita dapat
menghitung beban amortisasi per tahun adalah 20 juta.
Pada tiap akhir tahun akan terjadi penyesuaian beban amortisasi sebesar:
Credi
Debit
t
20
Beban Amortisasi
juta
Akumulasi 20
Amortisasi juta
Akhir Tahun 1:
Beban Amortisasi= 20 juta.
Akumulasi Amortisasi= 20 juta.
Nilai buku= 100 juta – 20 juta=80 juta.
Akhir Tahun 2:
Beban Amortisasi= 20 juta.
Akumulasi Amortisasi= 20 juta + 20 juta = 40 juta.
Nilai buku= 100 juta – 40 juta=60 juta.
Akhir Tahun 3:
Beban Amortisasi= 20 juta.
Akumulasi Amortisasi= 40 juta + 20 juta = 60 juta.
Nilai buku= 100 juta – 60 juta=40 juta.
Akhir Tahun 4:
Beban Amortisasi= 20 juta.
Akumulasi Amortisasi= 60 juta + 20 juta = 80 juta.
Nilai buku= 100 juta – 80 juta=20 juta.
Akhir Tahun 5:
Beban Amortisasi= 20 juta.
Akumulasi Amortisasi= 80 juta + 20 juta = 100 juta.
Nilai buku= 100 juta – 1000 juta=0 juta.
3. Harga perolehan aktiva tetap dalam hal ini mesin sebesar Rp 12.500.000
Nilai Residu Rp 780.000
Umur hemat selama 4 tahun
Jumlah total jam penggunaan mesin dalam operasional perusahaan selama umur hemat
sejumlah 10.000 jam, dengan perincian tahun pertama 3500 jam, tahun kedua 2800 jam,
tahun ketiga 2000 jam, dan tahun keempat 1700 jam.
Berdasarkan data tersebut maka kita sanggup mencari penyusutan mesin dalam tiap jam
penggunaan mesin tersebut maupun penyusutan mesin tiap tahun, adapun perhitungan
penyusutan mesin dengan metode satuan jam kerja ialah sebagai berikut:
Karena tahun 2004 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2004 seluruh sisa nilai
buku diamortisasikan sekaligus sehingga amortisasi tahun 2004 adalah:
Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di
bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan
dengan menerapkan persentase tariff amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan
persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang
bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut
yang dapat diproduksi.
Contoh:
Pada tahun 2001 PT Oil-Ku mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 unutk
memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar
5.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi
untuk tahun 2002 adalah:
= Rp. 300.000.000,00
Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih
terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan
sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
1. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak
pengusahaan sumber, dan hasil alam lainnya
Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan pada
amortisasi atas:
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi
2. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan
3. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
Contoh:
PT Dirka Utama pada tahun 2002 mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk
memperoleh hak pengusahaan hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton.
Jumlah produksi pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi
dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002 adalah sebesar:
Jumlah yang telah diamortisasi maksimum adalah 20% dari pengeluaran, maka amortisasi yang
diperkenankan hanyalah sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00