Anda di halaman 1dari 127

PEKERJAAN LAYAK PADA PEKERJA PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT
(Survey Pada Pekerja PT Socfindo Indonesia Sei Liput Kecamatan Kejuruan
Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

DITA RIZKI AGUSTINA

NIM : 130901065

DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Ditengah maraknya permasalahan yang timbul terkait ketenagakerjaan,

pekerjaan layak muncul sebagai respon atas kondisi tersebut dan telah menjadi

agenda utama ILO. Pemerintah Indonesia juga menunjukkan keseriusannya untuk

menerapkan konsep ini di Indonesia dengan meratifikasi Konvensi Inti ILO,

namun hingga saat ini tiap aksi yang dilakukan pekerja kerap berisi tuntutan

kepada perusahaan untuk memenuhi hak-hak mereka sebagai pekerja.

Penelitian ini jenis penelitian deskriptif yang menggunakan metode

kuantitatif, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pekerjaan layak dan realitas

penerapan konsepnya pada pekerja perkebunan kelapa sawit dengan responden

adalah pekerja dari PT.Socfindo Indonesia Sei Liput, Kecamatan Kejuruan Muda,

Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PT.

Socfindo sudah menerapkan konsep pekerjaan layak meskipun tingkatnya belum

sesuai harapan. Rekrutmen yang tertutup, tidak adanya kontrak kerja, dan jam

kerja lembur berlebih menjadi penghambat tercapainya kelayakan kerja yang

sesuai dengan konsep pekerjaan layak yang ditetapkan ILO.

Kata Kunci : Pekerjaan Layak, Pekerja Perkebunan, Ketenagakerjaan, ILO

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Amid the rampant problems that arise related to employment, decent work

arises in response to these conditions and has become the ILO's main agenda. The

Indonesian government also showed its seriousness to apply this concept in

Indonesia by ratifying the ILO Core Conventions, but to date every action carried

out by workers often contains demands on companies to fulfill their rights as

workers.

This research is a type of descriptive research that uses quantitative

methods, which aims to determine the level of decent work and the reality of the

application of the concept to oil palm plantation workers with respondents are

workers from PT.Socfindo Indonesia Sei Liput, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh

Tamiang, Aceh Province. The results of this study indicate that PT. Socfindo has

applied the concept of decent work even though the level has not met

expectations. Closed recruitment, absence of work contracts, and overtime

working hours are obstacles to achieving work eligibility in accordance with the

concept of decent work established by the ILO.

Keywords : Decent Work, Plant Workers, Employment, ILO

ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

hikmah dan pengetahuan serta kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul: “Dampak Keberadaan Mini Market terhadap Warung

Tradisional di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera

Utara”. Skripsi ini Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

banyak kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan

dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran dari pembaca.

Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih,

diantaranya kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial

dan ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Harmona Daulay, M.Si selaku ketua departemen Sosiologi,

Universitas SumateraUtara.

3. Terimakasih saya yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Bapak Prof.

Rizabuana M.Phil, Ph.D, selaku dosen pembimbing saya yang sangat

sabar membimbing serta telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran dalam memberikan kritik dan saran yang sangat membangun

iii
Universitas Sumatera Utara
selama penelitian hingga dapat menyelesaikan penelitian ini, dan selama

masa perkuliahan ini.

4. Terimakasih saya yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Bapak Drs.

T.I Saladin, M.si selaku Sekretaris Departemen Sosiologi dan dosen

penguji saya yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

dalam memberikan kritik dan saran yang sangat membangun hingga saya

dapat menyelesaikan penelitian ini.

5. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik

saya.

6. Seluruh dosen Departemen Sosiologi Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu, bimbingan, maupun arahan selama kepada penulis

baik saat masa perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

7. Kepada kedua orangtua saya bapak Syafriman dan ibu Elina, yang sangat

menyayangi saya dan mendukung saya dengan sangat hebat.

8. Kepada seluruh sanak saudara saya yang terus memberikan dukungan

tanpa henti.

9. Buat Sahabat saya Sari Yolanda, Aqila, Finta, Pupuy, Dinda, Arman,Baim,

Dedi,Rasyid, Reynold, Riki, dan, Ricardo terimakasih telah membantu

melewati 5 tahun ini dengan ketulusan seorang sahabat.

10. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan jurusan Sosiologi 2013 yang

telah memberikan kenangan-kenangan yang indah semasa perkuliahan,

semoga kesuksesan menghampiri kita kelak, amin.

iv
Universitas Sumatera Utara
11. Buat teman-teman satu bimbingan skripsi yaitu Dwi, Hasty, Sari, dan Ardi

terimakasih atas kerjasamanya selama proses penulisan skripsi.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dengan harapan semoga skripsi

ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi

Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2018


Penulis

Dita Rizki Agustina


130901065

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ........................................................................................................... i

ABSTRACT ......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI........................................................................................................vi

DAFTAR TABEL................................................................................................ ix

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...............................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................13
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................13
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................14
1.4.1 Manfaat Praktis.................................................................14
1.4.2 Manfaat Teoritis................................................................14
1.5 Defenisi Konsep............................................................................15
1.6 Operasionalisasi Variabel..............................................................15
1.7 Bagan Operasional Variabel..........................................................17
1.8 Definisi Operasional Variabel.......................................................17

BAB II.KERANGKA TEORI...........................................................................22

2.1 Teori Pertukaran Sosial George C Hommans................................22


2.2 Pengertian Pekerjaan Layak..........................................................28
2.3 Pekerja Perkebunan........................................................................30
2.4 Penelitian Sebelumnya...................................................................32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................36

3.1 Jenis Penelitian..............................................................................36


3.2 Lokasi Penelitian...........................................................................36
3.3 Populasi.........................................................................................37
3.4 Sampel...........................................................................................38
3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................39
3.6 Alat Bantu Penelitian....................................................................40
3.7 Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran.................................40
3.7.1 Instrumen Penelitian.........................................................40
3.7.2 Skala Pengukuran.............................................................41
3.8 Pengolahan Data...........................................................................42

vi
Universitas Sumatera Utara
3.8.1 Pengolahan Data...............................................................42
3.8.2 Analisis Data.....................................................................43
3.9 Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas.................................................44
3.9.1 Uji Validitas......................................................................44
3.9.2 Uji Reliabilitas...................................................................45
3.10 Keterbatasan Peneliti....................................................................47

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN............................49


4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian..........................................................49
4.1.1 Gambaran Umum/Profil Aceh Tamiang...........................49
4.1.2 Profil PT. Socfindo...........................................................53
4.2 Analisis Data................................................................................55
4.2.1 Karakteristik Responden..................................................55
4.2.2 Identitas Responden Berdasarkan Umur.........................55
4.2.3 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin............56
4.2.4 Identitas Responden Berdasarkan
Jenjang Pendidikan...........................................................57
4.2.5 Identitas Responden Berdasarkan Jabatan kerja..............58
4.2.6 Identitas Responden Berdasarkan Lama Kerja................58
4.3 Pandangan Responden..................................................................60
4.3.1 Pandangan Responden Tentang Kesempatan Kerja.........60
4.3.2 Pandangan Responden Tentang Jaminan Sosial...............64
4.3.3 Pandangan Responden Tentang Hak Dasar
Di Tempat Kerja................................................................67
4.3.4 Pandangan Responden Tentang Pekerjaan Yang
Harus Dihapuskan.............................................................71
4.3.5 Pandangan Responden Tentang Kesempatan Dan
Perlakuan Yang Sama.......................................................76
4.3.6 Pandangan Responden Tentang Jam Kerja Layak...........80
4.3.7 Pandangan Responden Tentang Pendapatan/Upah
Yang Mencukupi..............................................................84
4.3.8 Pandangan Responden Tentang Stabilitas Dan
Jaminan Pekerjaan.............................................................87
4.3.9 Pandangan Responden Tentang Dialog Sosial.................92
4.4 Pembahasan..................................................................................94
4.4.1 Tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan
kelapa sawit PT. Socfindo................................................94
4.4.2 Realitas penerapan konsep pekerjaan layak
pada pekerja perkebunan kelapa sawit
PT. Socfindo.....................................................................97
BAB V. PENUTUP...........................................................................................101
5.1 Kesimpulan..................................................................................101

vii
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran............................................................................................104

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................115

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Jumlah Perusahaan Perkebunan Besar Menurut


Jenis Tanaman Sepanjang 2010 Hingga 2015 .............................. 6
1.2 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan
Besar Swasta Nasional dan Asing Menurut Kabupaten
Tahun 2014 ................................................................................... 7
3.1 Tingkat Keandalan Croanbach’s Alpha ........................................ 46
3.2 Uji Reliabilitas .............................................................................. 47
4.1 Jumlah Penduduk 15 Tahun Keatas Di Kabupaten
Aceh Tamiang Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ................... 51
4.2 Umur Responden .......................................................................... 56
4.3 Jenis Kelamin Responden ............................................................. 56
4.4 Jenjang Pendidikan ....................................................................... 57
4.5 Jabatan Kerja Responden .............................................................. 58
4.6 Lama Kerja Responden ................................................................. 58
4.7 Kesempatan Kerja ......................................................................... 60
4.8 Jaminan Sosial .............................................................................. 65
4.9 Hak Dasar Di Tempat Kerja.......................................................... 67
4.10 Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan............................................... 71
4.11 Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama ....................................... 76
4.12 Jam Kerja Layak ........................................................................... 80
4.13 Pendapatan/upah Yang Mencukupi .............................................. 84
4.14 Stabilitas Dan Jaminan Pekerjaan ................................................. 87
4.15 Dialog Sosial ................................................................................. 92

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Negara Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah

penduduk yang padat. Tidak jarang penduduk Indonesia sangat sulit untuk

mendapatkan pekerjaan, bahkan jika saja sudah bekerja, belum tentu pekerjaan

itu adalah pekerjaan layak. Negara Indonesia mempunyai cita-cita untuk

mensejahterakan rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD

1945 yaitu Negara menjamin warga negaranya untuk mendapatkan penghidupan

dan pekerjaan yang layak. Pasal 1 angka 31 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa kesejahteraan pekerja adalah

merupakan suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat

jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja, yang

secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja

dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Selama hampir 20 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial

dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak

di negeri ini. Setelah krisis ekonomi yang parah pada tahun 1997-1998, negara ini

mengalami transisi politik menuju sistem yang lebih demokratis yang juga diikuti

oleh reformasi di bidang pasar tenaga kerja termasuk disahkannya UU No. 13 /

2003 mengenai Ketenagakerjaan, UU No. 21 / 2000 mengenai Serikat Buruh (SB)

dan UU No. 2 / 2004 mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

(PPHI). Kondisi pasar kerja di Indonesia sangat bergantung pada dinamika sosial

1
Universitas Sumatera Utara
dan ekonomi, terutama pada masa krisis tahun 1997-1998 yang sangat

menghambat perekonomian serta krisis keuangan global tahun 2008 yang juga

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Selama hampir sepuluh tahun terakhir

telah terjadi kemajuan yang cukup baik dalam meningkatkan pendapatan

perkapita dan pencapaian dalam pengentasan kemiskinan.

Berdasarkan perjanjian kerja, pekerja dikelompokan menjadi Pekerja

Waktu Tertentu dan Pekerja Waktu Tidak Tertentu. Biasanya bagi mereka yang

baru memulai pekerjaan menjadi Pekerja Waktu Tertentu hingga adanya

pengangkatan atau menurut pertimbangan pengusaha. Pekerja Waktu Tertentu

maksudnya adalah seluruh pekerja yang diikat dengan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu. Ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut diatur

dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004

tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pasal 1 KEPMEN No.

100/MEN/IV/2004 menentukan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu adalah

perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan

hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Pada dasarnya

pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja buruh.

(Agusmidah, 2010)

Ditengah maraknya permasalahan yang timbul terkait dengan

ketenagakerjaan, decent work muncul sebagai respon atas kondisi tersebut.

Definisi dari pekerjaan layak atau decent work secara sederhana adalah pekerjaan

yang dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, berupah atau memberikan

penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup secara layak, serta terjaminnya

keamanan dan keselamatan fisik maupun psikologis (SPN, 2016). Berbagai

2
Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang menimpa buruh/pekerja saat ini, seperti yang sering kita

saksikan saat terjadi demonstrasi, masih mengenai upah yang tidak layak, fasilitas

kerja yang tidak layak, jaminan kerja yang minim, dan banyak lagi. Padahal

kelayakan kerja sendiri sudah menjadi agenda utama ILO (International Labour

Organization) yang tentunya sangat memperhatikan masalah kelayakan kerja

tersebut.

Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah badan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi

perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif

secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan utama ILO adalah

mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja

yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk

mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja. ILO

adalah satu-satunya badan “tripartit” PBB yang mengundang perwakilan

pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk bersama-sama menyusun kebijakan-

kebijakan dan program-program. Bekerjasama dengan 181 negara anggotanya,

ILO berupaya memastikan bahwa standar-standar ketenagakerjaan ini dihormati

baik secara prinsip maupun praktiknya (ILO, 2007). Dengan kata lain, ILO adalah

organisasi ketenagakerjaan tertinggi yang menanggungjawabi penyusunan dan

pengawasan standar-standar ketenagakerjaan internasional.

Isu pekerjaan layak seakan-akan telah menjadi isu utama saat berbicara

mengenaiketenagakerjaan. Pekerjaan Layak (Decent Work) juga telah menjadi

salah satu prioritas agenda kerja ILO. Menurut agenda ILO, agenda pekerjaan

layak perlu diterapkan di berbagai negara dalam upaya penciptaan kondisi kerja

3
Universitas Sumatera Utara
yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, yaitu pemilik modal atau

perusahaan dan buruh. Agenda kerja layak merupakan pendekatan terpadu untuk

mengejar tujuan pekerjaan penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak untuk

semua pada tingkat global, regional, nasional, dan lokal. Mengenai hal ini tujuan

pekerjaan penuh dan produktif memiliki pengertian pencapaian target pemenuhan

barang dan jasa sebagai hasil produksi yang bermutu dan berkualitas. Sedangkan

pekerjaan layak untuk semua berkaitan dengan pemenuhan hak-hak pekerja

selama bekerja sesuai tujuan yang akan dicapai dalam kelayakan kerja.

Pemenuhan kelayakan kerja mencakup kesetaraan dalam memperoleh kesempatan

kerja, pemberian hak-hak di tempat kerja, perlindungan sosial, pemberian upah

dan dialog sosial (ILO, 2011).

Keseriusan ILO dalam memperhatikan kelayakan kerja ini juga dibuktikan

dengan diadakannya beberapa konvensi yang dilakukan untuk membahas

kelayakan kerja yang tentunya berkorelasi dengan kesejahteraan buruh. Konvensi-

konvensi yang telah dilakukan tersebut seperti penghapusan kerja paksa (konvensi

No.29 dan 105), kebebasan berserikat (konvensi No.87 dan 98), larangan terhadap

diskriminasi (konvensi No.100 dan 111) dan penghapusan pekerja anak (konvensi

No.138, 1999). Selain itu, ILO (International Labour Organisation) juga telah

menetapkan indikator yang menunjukkan luasnya dimensi yang dicakup untuk

memonitor dan mengevaluasi pencapaian pekerjaan layak pada tingkat populasi.

Namun sejauh ini permasalahan tentang pemenuhan hak akan pekerjaaan dan

upah yang layak masih begitu marak terjadi di Indonesia.

Dalam kesempatan memperingati Hari Buruh Sedunia (May Day) 1 Mei

lalu, misalnya, ada 10 tuntutan yang disampaikan buruh. Adapun ke-10 tuntutan

4
Universitas Sumatera Utara
itu dapat dikelompokkan pada soal upah, jaminan sosial, dan kesejahteraan anak

dan keluarganya. Secara keseluruhan, ke-10 tuntutan itu merepresentasikan

tuntutan buruh yang mendambakan hidup sejahtera dan bermartabat (Republika,

2017). Perbedaan kepentingan antara buruh dan pemberi kerja (perusahaan)

membuat posisi buruh semakin sulit. Motif utama pada pihak buruh bekerja di

sektor industri adalah untuk mendapatkan upah sebagai pertukaran atas tenaga

kerja yang telah ia keluarkan untuk berproduksi. Upah yang diharapkan tidak

hanya sekedar untuk memulihkan tenaganya agar dapat bekerja kembali keesokan

harinya, namun juga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan

keluarganya secara layak. Tujuan buruh tersebut tentunya berbeda dengan

pengusaha, yang tujuannya adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya.

Sebenarnya pemerintah telah melakukan beberapa hal untuk menguatkan

penerapan agenda kerja layak (decent work) di Indonesia sesuai dengan tujuan-

tujuan dari ILO. Beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung

penerapan kelayakan kerja di Indonesia dengan menghasilkan tiga undang-undang

yang membatalkan banyak aspek represif peraturan ketenagakerjaan di masa Orde

Baru. Undang-undang tersebut seperti Undang-undang No.21 tahun 2000 tentang

serikat pekerja, undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan

undang-undang No.2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan

industrial. Indonesia juga sudah meratifikasi Konvensi Inti ILO pada Juni 1999

dan Indonesia merupakan negara pertama di Asia yang meratifikasi ketujuh

Konvensi ILO (Kusyuniati, 2010). Karena pada dasarnya tujuan akhir dari agenda

kerja layak itu adalah kesejahteraan bagi buruh, maka seharusnya agenda kerja

layak yang didukung oleh undang-undang mampu menciptakan kelayakan kerja

5
Universitas Sumatera Utara
bagi para buruh tersebut. Namun kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya

terwujud, masih terjadi beberapa pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang

merenggut hak-hak buruh yang akhirnya mendorong mereka berunjuk rasa

dengan melakukan aksi untuk menuntut keinginan dan haknya. Setiap melakukan

aksi, mereka membawa tuntutan-tuntutan yang pada intinya bermuara pada

pemenuhan hak-hak dan peningkatan kesejahteraan hidup mereka.

Industri kelapa sawit merupakan industri yang bergerak dibidang

perkebunan kelapa sawit yang mana jumlah perusahaannya adalah yang paling

banyak di Indonesia. Berikut adalah jumlah perusahaan Perkebunan Besar

menurut jenis tanaman sepanjang 2010 hingga 2015 :

Tabel 1. 1 Jumlah perusahaan Perkebunan Besar menurut jenis tanaman sepanjang 2010

hingga 2015

Jenis Tanaman 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Tanaman Tahunan
Karet 379 383 332 315 315 316
Kelapa 137 125 111 107 107 107
Kelapa sawit 1176 1217 1510 1601 1601 1600
Kopi 119 122 97 89 89 91
Kakao 118 116 87 86 86 85
Teh 125 132 114 96 96 98
Cengkeh 54 54 55 52 52 52
Kapuk 19 19 1 1 1 1
Kina 14 13 2 2 2 2
Tanaman Semusim
Tebu 78 78 99 97 97 98
Tembakau 11 11 7 6 6 8
Sumber : Diolah dari Hasil Survei Perusahaan Perkebunan, BPS 2017.

Hingga tahun 2015, jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit mencapai

1600 dan yang terbanyak di Indonesia. Adapun perbandingan luas areal

perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan di Indonesia dikuasai oleh

6
Universitas Sumatera Utara
Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebanyak 52%, Perkebunan Besar Negara (PBN)

sebesar 7%, dan Perkebunan Rakyat (PR) sebesar 41% (DIRJENBUN, 2015).

Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan jumlah perusahaan

perkebunan kelapa sawit terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 328 perusahaan.

Sebanyak 87 perusahaan sawit tersebut berada di Provinsi Aceh. Dari angka itu, 9

diantaranya adalah perusahaan milik negara sedangkan selebihnya berstatus milik

swasta. Dari 13 kabupaten/kota yang memiliki perusahaan kelapa sawit, Aceh

Tamiang adalah kabupaten terbanyak beroperasinya perusahaan kelapa sawit,

kemudian disusul Aceh Timur, Subulussalam, dan Aceh Utara (Aceh Terkini,

2016).

Tabel 1. 2 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta Nasional dan

Asing Menurut Kabupaten Tahun 2014

Luas JumlahTenaga
Produksi Produktivitas
No KABUPATEN Areal/Area Kerja
(Ton) (Kg/Ha)
(Ha) (TK)
1 Kab. Aceh Selatan 190 369 3.355 95
2 Kab. Aceh Timur 25.957 89.105 4.035 12.979
3 Kab. Aceh Barat 8.569 33.425 4.178 4.285
4 Kab. Pidie - - - -
5 Kab. Pidie Jaya 101 126 1.248 51
6 Kab. Aceh Tengah 56 2 2.000 28
7 Kab. Aceh Utara 5.951 6.314 3.686 2.976
8 Kab. Aceh Singkil 37.386 95.374 3.246 18.694
9 Kab. Bireun 2.768 4.137 4.187 1.384
10 Kab. Aceh Tamiang 32.139 111.739 4.012 16.070
11 Kab. Aceh Jaya 2.945 3.418 3.979 1.473
12 Kab. Nagan Raya 40.148 136.429 3.942 20.074
13 Kab. Aceh Barat Daya 4.578 11.417 4.683 2.289
14 Kota Subulussalam 7.988 12.471 3.553 3.994

Sumber : Diolah dari Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit, Direktorat Jenderal

Perkebunan 2015

7
Universitas Sumatera Utara
Tabel diatas merupakan tabel luas areal dan produksi kelapa sawit

perkebunan besar swasta yang ada di Provinsi Aceh. Dari data tersebut, dapat

dilihat bahwa Aceh Tamiang memiliki luar areal terbesar ketiga setelah Nagan

Raya dan Aceh Singkil. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di perkebunan kelapa

sawit swasta di Aceh Tamiang juga yang tertinggi ketiga sebesar 16.070 pekerja,

setelah Nagan Raya yang lebih tinggi dengan 20.074 pekerja, dan Aceh Singkil

sebanyak 18.694 pekerja.

Aceh Tamiang terdiri dari 12 kecamatan yakni Kecamatan Banda Mulia,

Bandar Pusaka, Bendahara, Karang Baru, Kejuruan Muda, Kota Kuala Simpang,

Manyak Payed, Rantau, Sekrak, Seruway, Tamiang Hulu, Tenggulun, yang secara

keseluruhan mempunyai luas 1.957,02 Km2 atau 195,702 Hektar (BPS Aceh

Tamiang, 2013). Dari luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang 1.957,02 Km 2, 80%

diantaranya dikuasai pemilik Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, khususnya

perusahaan kelapa sawit (Serambi Indonesia, 2016).

Industri kelapa sawit termasuk industri yang penting bagi Indonesia. Saat

ini kelapa sawit merupakan komoditas utama ekspor Indonesia dan menyumbang

besar dalam pendapatan nasional. Sejak 2006, Indonesia telah menjadi produsen

dan eksportir minyak sawit terbesar di seluruh dunia, mengalahkan Malaysia.

Pada 2014, minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar US$ 17,5 miliar atau

sekitar 10% dari total ekspor. Bahkan pada periode Januari-September 2015,

ekspor kelapa sawit Indonesia telah berada pada posisi pertama sebagai

penyumbang devisa terbesar yaitu sebesar US$ 11,60 miliar diatas ekspor

batubara yang sebesar US$ 11,35 miliar (BPS, 2015). Industri ini juga merupakan

industri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar.

8
Universitas Sumatera Utara
Data Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa

tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit terus meningkat. Pada tahun 2010,

perusahaan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3,4 juta tenaga

kerja. Angkanya meningkat sebanyak 60,8% pada tahun 2014 menjadi 5,4 juta

tenaga kerja, dan belum termasuk tenaga kerja bagian pengangkutan,

laboratorium, pengolahan, administrasi kebun dan panen. Penyerapan tenaga kerja

pada industri kelapa sawit memang jauh lebih besar dibandingkan industri minyak

dan gas bumi.

Salah satu perusahaan swasta dengan komoditas kelapa sawit di Aceh

Tamiang adalah PT. Socfindo (Socfin Indonesia). PT. Socfindo merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, khususnya perkebunan kelapa

sawit dan karet dan sudah berdiri lebih dari 100 tahun. Adrien Hallet sebagai

pendiri Socfin telah memulai perkebunan komersil karet di Indonesia sejak 1909

dan perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1911 di Sei Liput & Medang Ara yang

terletak di Aceh Tamiang, Deli Muda dan Tanah Itam Ulu di Sumatera Utara.

Kini, setelah lebih dari 100 tahun perjalanannya, PT. Socfindo telah mengelola

sekitar 48 ribu hektar areal perkebunan yang terdiri dari kelapa sawit dan karet.

Terdapat 9 perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Provinsi Aceh dan Sumatera

Utara, dan 5 perkebunan karet yang tersebar di Sumatera Utara.

Dalam tiap industri atau perusahaan, pasti memiliki dinamika didalamnya.

Namun, masalah perburuhan di satu sisi memang selalu melekat pada konteks

industri di perkotaan. Kasus-kasus pelanggaran hak buruh maupun pemogokan

buruh yang mencuat lewat media kebanyakan terjadi di perkotaan. Menjadi

menarik jika konteksnya berubah menjadi kawasan industri padat karya di kota

9
Universitas Sumatera Utara
kecil. Dari investigasi POSPERA (posko perjuangan rakyat aceh), diketahui

bahwa selama ini masih ada perusahaan perkebunan sawit di Aceh yang masih

mempekerjakan buruh tanpa dokumentasi perikatan kerja antara karyawan dengan

perkebunan. Perusahaan perkebunan sawit menggunakan strategi untuk

menghindari tanggung jawab misalnya menggunakan cara borongan atau buruh

harian lepas (BHL) dan buruh kontrak tanpa jaminan tertulis/mekanisme formal

dalam rangka peningkatan status, sehingga upah murah berbasis target kerja.

Kondisi seperti ini tentu saja mengaburkan pertanggungjawaban perusahaan

dengan karyawan, sehingga dalam hal perlindungan kesehatan, upah,

kesejahteraan, dan hak hak normatif lainnya terabaikan (Lintas Atjeh, 2017).

Di Aceh Tamiang sendiri, beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit

tak terlepas dari permasalahan yang terjadi antara pihak perusahaan dan buruh,

yang artinya relasi antara pihak perusahaan dan buruh tidak harmonis. Perusahaan

perkebunan kelapa sawit negara (PTPN) yang ada di Aceh Tamiang pernah

didemo oleh para buruh dan masyarakat sekitar. Para pendemo yang sebagian jadi

buruh harian lepas juga menuntut PTPN 1 Aceh untuk memberikan kebebasan

beribadah bagi karyawan yang beragama Islam, karena menurut pengakuan

beberapa karyawan, karyawan muslim pria tidak diperbolehkan menghentikan

pekerjaan untuk sholat jumat . Dalam petisi itu juga, para pendemo memberikan

hak-hak normatif kepada buruh bongkar muat diantaranya penyesuaian upah

bongkar muat buah yang masuk, baik yang berasal dari kebun maupun dari luar

perusahaan, memberikan jaminan kesehatan kerja, menghilangkan atau jangan ada

diskriminasi harga bagi supplier atau pihak ke tiga. Berikutnya, para buruh

meminta pihak PTPN 1 Aceh untuk mengalokasikan dana CSR perusahaan

10
Universitas Sumatera Utara
kepada masyarakat sekitar lingkungan perusahaan, sesuai dengan Undang-undang

sebagai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar (Status

Aceh, 2015).

Tak hanya buruh dari perusahaan perkebunan kelapa sawit negara, aksi

mogok kerja dan demonstrasi juga dilakukan oleh para buruh dari perusahaan

perkebunan kelapa sawit swasta, PT. MPLI (Mestika Prima Lestari Indah) Aceh

Tamiang pada September 2016 lalu. Pada tanggal 19 September 2016 lalu, ratusan

karyawan perusahaan perkebunan PT Mustika Prima Lestari Indah (MPLI)

melakukan aksi mogok kerja dengan cara menduduki kantor pusat perusahaan

tersebut di Desa Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang. Dalam

aksinya, para buruh perkebunan yang didampingi Serikat Pekerja Pertanian dan

Perkebunan (SP3) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) tersebut,

berkumpul di area kantor sambil membawa sejumlah poster tuntutan. Adapun

tuntutan mereka di antaranya, terkait mutasi dan masalah gaji yang belum sesuai

dengan peraturan gubernur Nomor 60/2015 tentang Upah Minimum Provinsi

(UMP) (Harian Analisa, 2016). Setelah melakukan aksi mogok kerja, seminggu

kemudian para buruh tersebut melakukan aksi demo ke DPRK Aceh Tamiang.

Aksi tersebut salah satunya menuntut tidak melakukan pemutasian sebagai

bentuk intimidasi terhadap pengurus dan anggota pengurus unit pekerja Serikat

Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pakerja Seluruh Indonesi (PUK SPPP-

SPSI) dalam menjalankan kegiatan serikat pekerja di dalam perusahan sesuai UU

21 tahun 2000 (Serambi Indonesia, 2016).

Terjadinya aksi yang dilakukan oleh para buruh mengindikasikan bahwa

pihak perusahaan tidak memenuhi kewajiban mereka untuk memfasilitasi pekerja

11
Universitas Sumatera Utara
dengan sebaik-baiknya dan menggenapi hak-hak para buruh tersebut dengan

layak. Mengetahui beberapa data permasalahan tersebut di atas, timbul pertanyaan

apakah hal serupa juga dialami oleh pekerja di PT. Socfindo kebun Sei Liput.

Karna setelah cukup lama berdiri, hubungan antar perusahaan dan pekerja terlihat

tidak pernah memanas. Hal ini terlihat dari tidak adanya aksi-aksi protes yang

dilakukan para buruh PT. Socfindo kepada perusahaan.

Berdasarkan beberapa hal di atas dan mengetahui beberapa fakta yang

terjadi di lapangan, patut dipertanyakan komitmen dari perusahaan (industri)

dalam menerapkan standar kerja layak sesuai tujuan dari ILO. Timbul sejumlah

pertanyaan yang perlu ditelusuri yakni tentang bagaimana realitas penerapan

agenda pekerjaan layak dan bagaimana ukuran pekerjaan layak di perusahaan

tersebut. Apakah sudah sesuai dengan agenda kerja layak yang ditentukan oleh

ILO? Pertanyaan pertanyaan inilah yang dibahas dalam penelitian ini yang

mengangkat topik tentang pekerjaan yang layak (decent work) pada pekerja

perkebunan kelapa sawit, yang dalam hal ini mengambil pekerja dari PT.

Socfindo (Socfin Indonesia) Sei Liput.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dijabarkan di atas,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan pekerjan layak pada

pekerja perkebunan, yang mana indikator dari pekerjaan layak tersebut telah

ditetapkan oleh ILO (International Labour Organisation). Seperti yang kita

ketahui, sektor perkebunan di Indoneia merupakan sektor penyumbang devisa

terbesar bagi negara, namun perlindungan terhadap keselamatan dan kesehataan

pekerjanya masih rendah. Padahal perlindungan jaminan sosial adalah salah satu

12
Universitas Sumatera Utara
indikator dari pekerjaan layak menurut ILO. Beranjak dari kondisi tersebut, maka

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Mengukur tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit

PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang,

Provinsi Aceh.

2. Bagaimana realitas penerapan konsep pekerjaan layak pada pekerja

perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan

Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan hasil perumusan masalah diatas, maka

penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit

PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh Tamiang,

Provinsi Aceh.

2. Mengetahui realitas penerapan konsep pekerjaan layak pada pekerja

perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan

Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Adapun yang menjadi manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya sosiologi industri dan perburuhan, dan dapat dijadikan

13
Universitas Sumatera Utara
sebagai tambahan referensi dan kepustakaan, baik bagi peneliti

maupun mahasiswa lain.

b. Sebagai bahan pembanding bagi penulis atau peneliti lain untuk

meneliti tentang pekerjaan layak pada pekerja perkebunan pada masa

yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun yang menjadi manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi masyarakat mengenai

pekerjaan layak.

b. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah untuk dipertimbangkan

dalam mengambil kebijakan terkait dengan kebijakan bagi para

pekerja.

c. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi mahasiswa lain mengenai

pekerjaan layak pada pekerja perkebunan.

1.5 Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, terdapat konsep yang digunakan sebagai

acuan untuk mengerjakan penelitian tersebut. Jadi, defenisi konsep sangatlah

diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian agar tidak terjadi

kesalahan dalam penafsiran yang dapat mengaburkan penelitian. Adapun defenisi

konsep dalam penelitian ini adalah :

14
Universitas Sumatera Utara
1. Pekerjaan Layak

Pekerjaan Layak adalah pekerjaan yang dilakukan atas kemauan atau

pilihan sendiri, tanpa paksaan atau tekanan, memberikan upah atau

memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai dan mencukupi

hidup secara layak, serta terjaminnya kesejahteraan, keamanan, dan

keselamatan fisik maupun psikologis para pekerja.

2. Pekerja Perkebunan

Pekerja Perkebunan adalah setiap orang yang bekerja dibawah perintah

pihak lain (pengusaha/majikan) dan menerima upah atau memperoleh

penghasilan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut, yang

bekerja di sektor perkebunan.

1.6 Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variabel adalah suatu batasan yang diberikan kepada

suatu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersepsikan kegiatan

ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel

tersebut. Operasional variabel juga dimaksudkan untuk mencegah salah tafsir dan

perluasan permasalahan dari serangkaian proses penelitian. Cara mengukur

variabel tersebut adalah dengan menurunkannya menjadi indikator-indikator yang

terukur. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah variabel pekerjaan layak

yang memiliki beberapa indikator. Hasil konvensi ILO yang telah diratifikasi

melahirkan indikator-indikator sebagai acuan untuk memenuhi kelayakan kerja.

Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat pekerjaan layak (decent work)

pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo dalam penelitian ini antara lain :

15
Universitas Sumatera Utara
kesempatan kerja, jaminan sosial, hak dasar di tempat kerja, pekerjaan yang harus

dihapuskan, kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan

(nondiskriminasi), jam kerja layak, pendapatan/upah yang mencukupi, stabilitas

dan jaminan pekerjaan, dan dialog sosial (ILO, 2011).

1.7 Bagan Operasional Variabel

Variabel Penelitian

Pekerjaan Layak
(Konsep ILO)

1. Kesempatan Kerja
Pekerja Perkebunan
2. Jaminan Sosial Kelapa Sawit

3. Hak dasar di tempat kerja

4. Pekerjaan yang harus

dihapuskan

5. Kesempatan dan perlakuan

yang sama dalam  Lama kerja


 Jabatan/Struktur
pekerjaan kerja
 Jenjang Pendidikan
6. Jam kerja layak

7. Pendapatan/upah yang

mencukupi

8. Stabilitas dan Jaminan

Pekerjaan

9. Dialog sosial

16
Universitas Sumatera Utara
1.8 Defenisi Operasional Variabel

Menurut Sofian Efendi (dalam Singarimbun, 2008:46) bahwa unsur

penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel

disebut sebagai definisi operasional. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah

petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. berdasarkan

definisi diatas, maka operasional variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Pekerjaan layak menurut ILO (dalam Anker, 2001) menjelaskan

pengertian umum dari kerja layak adalah kesempatan bagi perempuan dan

laki-laki untuk mendapatkan kondisi kerja yang layak dan produktif dalam

kondisi bebas, setara, aman, dan bermartabat. Dalam konsep mengenai

kerja layak, definisi ditambahkan oleh ILO bahwa pekerjaan yang layak

melibatkan peluang untuk pekerjaan yang produktif dan memberikan

pendapatan yang adil; menyediakan keamanan ditempat kerja dan

perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya; menawarkan prospek

yang lebih baik untuk pengembangan pribadi dan mendorong integrasi

sosial; memberikan orang kebebasan untuk mengekspresikan keprihatinan

mereka untuk mengatur dan untuk berpartisipasi dalam keputusan yang

mempengaruhi kehidupan mereka, dan menjamin persamaan kesempatan

dan perlakuan yang sama bagi semua (Widarti, 2006). Pekerjaan layak

dalam penelitian ini memiliki beberapa indikator dengan definisi sebagai

berikut:

1. Kesempatan kerja

Kesempatan kerja mengacu kepada bagaimana perusahaan memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk masuk ke dalam perusahannya.

17
Universitas Sumatera Utara
Kesempatan kerja ini juga menyangkut bagaimana proses perekrutan,

pembagian kerja, serta kualifikasi yang dibutuhkan. Elemen-elemen yang

tercakup adalah kondisi kerja yang juga meliputi proses rekrutmen,

pembagian kerja, kualifikasi yang dibutuhkan, keselamatan kerja, serta

pemberian tempat kerja yang memadai (Widarti, 2007).

2. Jaminan Sosial

Jaminan sosial adalah hak asasi manusia, pada tahun 1952, ILO telah

menetapkan standar perlindungan sosial minimum (Konvensi ILO

No.102/1952) yang mencakup sembilan cabang jaminan sosial. Indonesia

sendiri belum meratifikasi konvensi No.102 tersebut. Namun demikian,

Indonesia telah mengesahkan undang-undang sistem jaminan sosial

Nasional No.40/2004. Khusus untuk jaminan sosial tenaga kerja baru akan

berlaku tahun 2015. Sehingga dalam hal ini, pedoman jaminan sosial

tenaga kerja masih berpedoman pada undang-undang jaminan sosial

tenaga kerja Nomor 3 tahun 2002. Menurut Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2002 ini, ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi

jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan

jaminan pemeliharaan kesehatan.

3. Hak dasar di tempat kerja

Hak di tempat kerja dipastikan bahwa kontribusi yang telah diberikan

perusahaan atau pengusaha kepada para pekerja terkait dengan hak yang

pantas diberikan sebagai timbal balik atas kewajiban yang telah dilakukan

oleh para pekerja seperti mendapatkan kepastian martabat, kesetaraan

18
Universitas Sumatera Utara
perlakuan, kebebasan, representasi dan partisipasi, dan menyuarakan

pendapat.

4. Pekerjaan yang harus dihapuskan

Bentuk-bentuk pekerjaan yang harus dihapuskan ini termasuk pekerja

paksa dan pekerja anak. Hal ini seperti yang ditetapkan dalam konvensi

pekerja paksa tahun 1930 (No.29), konvensi penghapusan pekerja paksa

tahun 1957 (N0.105), konvensi usia minimal tahun 1973 (No.138) dan

konvensi bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak tahun 1999 (No.182).

Keempat konvensi ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.

Penghapusan kerja paksa melarang segala bentuk kerja paksa untuk tujuan

tertentu, termasuk kekerasan. Usia penerimaan kerja secara umum adalah

15 tahun, sehingga anak yang bekerja pada usia 15-18 tahun dianggap

legal selama pekerjaannya tidak berbahaya.

5. Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan

Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan ini tentunya

berhubungan dengan diskriminasi. Diskriminasi di tempat kerja

berhubungan dengan perlakuan yang tidak sama bagi individu atas hak

mereka di dalam pekerjaan. Konvensi ILO NO.111 Tahun 1958 mengenai

diskriminasi (pekerjaan) mengindentifikasi tindak diskriminasi dengan

adanya perlakuan pembedaan, pemilihan yang didasarkan pada ras, warna

kulit, jenis kelamin, aspirasi, yang dapat berdampak pada ketidaksetaraan

kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan (Pasal 1a).

19
Universitas Sumatera Utara
6. Jam Kerja Layak

Jam kerja menjadi bagian penting dari kerja layak. Jam kerja yang

berlebihan seringkali menjadi tanda adanya upah per jam yang tidak

memadai dan merupakan ancaman terhadap kemampuan fisik dan mental

pada jangka panjang. Jam kerja berlebih dalam konteks Indonesia

didefinisikan berdasarkan ambang batas 48 jam per minggu seperti

dinyatakan pada Konvensi ILO No.1 dan No.30. Tetapi dalam Undang-

Undang Ketenagakerjaan di Indonesia No.13 Tahun 2003 Pasal 77 (2)

menyatakan bahwa 40 jam (7 jam perhari/6 hari seminggu atau 8 jam

perhari/5 hari seminggu) sebagai jam kerja maksimum per minggu.

Sehingga dalam penelitian ini akan digunakan 40 jam sebagai jam kerja

maksimum per minggu.

7. Pendapatan/upah yang mencukupi

Pendapatan yang mencukupi adalah hal yang penting dalam memastikan

kesejahteraan para pekerja dan merupakan komponen penting dalam

pekerjaan layak. Hal ini diukur dalam hal dan jumlah sebenarnya agar

dapat memastikan bahwa pekerja atau buruh pendapatan yang memadai

dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perusahaan tidak boleh

memberikan upah dibawah upah minimum yang telah diatur oleh undang-

undang. Walaupun Indonesia belum meratifikasi konvensi upah minimum

ILO (konvensi No.131 tahun 1970), tetapi telah mengatur terkait

pengupahan pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003.

20
Universitas Sumatera Utara
8. Stabilitas dan Jaminan Pekerjaan

Stabilitas dan jaminan pekerjaan ini berkaitan dengan jaminan masa depan

buruh pada perusahaan atau pabrik. Hal ini tentunya terkait dengan

pengaturan dan perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja.

Peraturan menteri tenaga kerja mengeluarkan peraturan larangan PHK

terhadap buruh perempuan yang menikah, hamil, dan melahirkan.

Pengusaha atau perusahaan dilarang melakukan PHK karena ketiga hal

diatas dan wajib mempekerjakan kembali perempuan tersebut pada tempat

dan jabatan yang sama tanpa mengurangi hak-haknya.

9. Dialog Sosial

Dialog sosial adalah salah satu pilar agenda pekerjaan layak. Dialog sosial

dapat mencakup segala bentuk negosiasi, konsultasi, dan pertukaran

informasi antara perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja pada isu-

isu yang melibatkan kepentingan bersama. Komponen dialog sosial ini

mencerminkan kondisi dimana para pekerja dapat menerapkan haknya

untuk mengajukan pendapat, membela kepentingan dan terlibat di dalam

diskusi untuk menegosiasikan sejumlah hal terkait pekerjaan dengan

pemberi kerja dan pemangku kebijakan (Ghai, 2003).

21
Universitas Sumatera Utara
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Teori Pertukaran Sosial George C Hommans

George Ritzer menjelaskan gagasan George C Homans tentang teori

pertukaran sebagai berikut :

Homans memandang perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas,

ternilai ataupun tidak dan kurang lebih menguntungkan atau mahal

bagi dua orang yang saling berinteraksi.

Teori pertukaran ini berusaha menjelaskan perilaku sosial dasar

berdasarkan imbalan dan biaya. Homans mengakui bahwa sosiologi ilmiah

memerlukan kategori dan skema konseptual namun sosiologi ilmiah pun

memerlukan serangkaian proposisi tentang hubungan antar kategori, tanpa

proposisi-proposisi tersebut penjelasan mustahil akan dilakukan karena tidak ada

penjelasan tanpa proposisi. Homans tidak menyangkal pandangan Durkheimian

bahwa sesuatu yang baru dapat muncul dari interaksi. Namun, ia berargumen

bahwa hal - hal yang baru muncul tersebut dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip

psikologi. Dalam karya teoritisnya, Homans membatasi dirinya pada interaksi

sosial sehari- hari. Namun, ia juga sangat percaya bahwa sosiologi yang terbangun

dari prinsip - prinsip ini pada akhirnya akan mampu menjelaskan semua perilaku

sosial.

22
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada temuan- temuan B.F Skinner, Homans lalu

mengembangkan beberapa proposisi yang merupakan inti dari teori pertukaran

sosial. Proposisi - proposisi tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Proposisi Sukses

Jika seseorang sering melakukan suatu tindakan dan orang tersebut

mendapatkan imbalan dari apa yang ia lakukan, maka makin besar

kecenderungan ia akan melakukannya pada waktu yang akan datang.

Secara umum perilaku yang selaras dengan proposisi sukses meliputi tiga

tahap yaitu tindakan seseorang, hasil yang diberikan dan pengulangan

tindakan asli atau minimal tindakan yang dalam beberapa hal menyerupai

tindakan asli. Homans mencatat bahwa ada beberapa hal khusus terkait

dengan proposisi sukses :

Pertama, meskipun secara umum benar bahwa imbalan yang semakin

sering dilakukan mendorong peningkatan frekuensi tindakan. Situasi

timbal balik ini mungkin berlangsung tanpa batas. Dalam beberapa hal

individu sama sekali tidak dapat terlalu sering berbuat seperti itu.

Kedua semakin pendek interval antara perilaku dan imbalan, semakin

besar kecenderungan seseorang melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya

semakin panjang interval antara perilaku dan imbalan memperkecil

kecenderungan melakukan perilaku tersebut. Intinya adalah imbalan tidak

teratur yang diberikan kepada seseorang menyebabkan berulangnya

perilaku, sedangkan imbalan yang teratur justru membuat masyarakat

23
Universitas Sumatera Utara
menjadi bosan dan muak melakukan hal yang sama pada waktu yang akan

datang.

b. Proposisi Stimulus

Jika pada masa lalu terjadi stimulus tertentu, atau serangkaian stimulus

adalah situasi dimana tindakan seseorang diberikan imbalan, maka

semakin mirip stimulus saat ini dengan stimulus masa lalu tersebut

semakin besar kecenderungan orang tersebut mengulangi tindakan yang

sama atau yang serupa.

Homans tertarik pada proses Generalisasi yaitu kecenderungan

untuk memperbanyak perilaku pada situasi serupa. Namun, beliau juga

berpendapatbahwa proses diskriminasi juga penting. Seorang aktor

menjadi terlalu sensitif terhadap rangsangan khususnya jika rangsangan itu

sangat bernilai baginya. Sebaliknya aktor akan dapat merespon rangsangan

yang tidak relevan, paling tidak sampai situasinya dibenahi oleh kegagalan

yang berulang. Semua itu dipengaruhi oleh kewaspadaan individu atau

perhatian mereka terhadap rangsangan.

c. Proposisi Nilai

Semakin bernilai hasil tindakan bagi seseorang, semakin cenderung ia

melakukan tindakan serupa.

Dalam proposisi ini Homans memperkenalkan konsep imbalan dan

hukuman. Imbalan adalah tindakan yang bernilai positif. Meningkatnya

imbalan lebih cenderung melahirkan perilaku yang diinginkan. Hukuman

adalah tindakan yang bernilai negatif. Meningkatnya hukuman berarti

bahwa aktor kurang cenderung menampilkan perilaku-perilaku yang tidak

24
Universitas Sumatera Utara
diinginkan. Homans menganggap bahwa hukuman sebagai cara yang tidak

memadai untuk menggiring orang mengubah perilaku mereka.

d. Proposisi Deprivasi-Kejemuan

Makin sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat,

makin kurang bernilai baginya setiap unit hadiah berikutnya.

Dalam hal ini Homans mendefinisikan dua konsep kritislain yaitu

Biayadan Keuntungan. Biaya tiap perilaku didefinisikan sebagai imbalan

yang hilang karena tak jadi melakukan sederetan tindakan yang

direncanakan.Keuntungan dalam pertukaran sosial dipandang sebagai

jumlah imbalan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

Keuntungan menggiring Homans menyusun kembali proposisi kelebihan–

kekurangan menjadi “semakin besar keutungan yang diterima sebagai

hasil dari tindakannya, semakin cbesar kemungkinan seseorang

melaksanakan tindakan tersebut”.

e. Proposisi Persetujuan-Agresi

Proposisi A : Ketika tindakan seseorang tidak mendapatkan imbalan

yang diharapkan, atau menerima hukuman yang tidak ia harapkan, ia

akan marah, ia cenderung berperilaku agresif dan akibat dari perilaku

tersebut menjadi lebih bernilai untuknya.

Proposisi B : Ketika tindakan seseorang menerima imbalan yang

diharapkannya, khususnya imblan yang lebih besar dari yang

diharapkannya, atau tidak mendapatkan hukuman yang diharapkannya ia

akan senang. Ia lebih cenderung berperilaku menyenangkan dan hasil

dari tindakan ini lebih bernilai baginya.

25
Universitas Sumatera Utara
Kita akan terkejut ketika menemukan konsep frustasi dan amarah

dalam karya Homans karena dua konsep tersebut tampaknya merujuk pada

kondisi mental. Sebaliknya Homans mengakui bahwa ketika seseorang

tidak mendapatkan apa yang ia harapkan, ia dikatakan sebagai frustasi dari

harapan-harapan tersebut tidak harus “hanya” merujuk pada kondisi

internal, namun bisa merujuk pada “peristiwa-peristiwa yang sepenuhnya

eksternal” yang tidak hanya dapat diamati oleh individu tersebut namun

juga oleh orang luar.

f. Proposisi Rasionalitas

Ketika seseorang memilih tindakan alternative, seseorang akan memilih

tindakan sebagaimana yang dipersepsikannya kala itu jika nilai hasilnya

dikalikan dengan probabilitas keberhasilan, maka hasilnya adalah lebih

besar.

Jika proposisi sebelumnya banyak bersandar dari behaviorisme

(perilaku sosial) proposisi rasionalitas secara gamblang menunjukkan

pengaruh teori pilihan rasional pendekatan Homans. Proposisi rasionalitas

Homans ini sangat jelas dipengaruhi oleh teori pilihan rasional. Menurut

istilah ekonomi, aktor yang bertindak sesuai dengan proposisi rasionalitas

adalah aktor yang memaksimalkan kegunaannya.Manusia sebagai aktor

akan membanding-bandingkan jumlah hadiah dari hasil tindakan yang

akan mereka lakukan. Mereka pun akan memperhitungkan kemungkinan

hadiah yang benar-benar akan mereka terima.

Mereka membandingkan jumlah imbalan yang diasosiasikan dengan

setiap tindakan. Mereka pun mengkalkulasikan kecenderungan bahwa

26
Universitas Sumatera Utara
mereka benar-benar akan menerima imbalan. Imbalan yang bernilai tinggi

akan hilang nilainya jika aktor menganggap bahwa itu semua cenderung

tidak akan mereka peroleh. Sebaliknya, imbalan yang bernilai rendah akan

mengalami pertambahan nilai jika semua itu dipandang sangat mungkin

diperoleh. Jadi terjadi interaksi antara nilai imbalan dengan kecenderungan

diperolehnya imbalan. Imbalan yang paling diinginkan adalah imbalan

yang sangat bernilai dan sangat mungkin tercapai. Imbalan yang paling

tidak diinginkan adalah imbalan yang paling tidak bernilai dan cenderung

tidak mungkin diperoleh.

Teori Homans mengenai pertukaran sosial ini berangkat dari asumsi

ekonomi dasar (pilihan rasional), yaitu individu memberi apa dan mendapatkan

apa, apakah menguntungkan atau tidak (Ritzer, 2010:458). Setelah beberapa

proposisi diatas, lalu Homans mencoba menghubungkan pertukaran sosial ini

dengan kekuasaan. Karena orang yang memiliki kekuasaan biasanya memiliki

lebih sedikit kepentingan daripada orang yang dikuasai, maka orang berkuasa

tersebut dapat menentukan apa yang diinginkannya terhadap orang yang dikuasai

tadi. Homans menyebut kondisi ini dengan principle of least interest. Misalnya

saja, bila seorang perempuan biasa menikah dengan anak presiden, maka disini

sang anak presidenlah yang berkuasa. Karena perempuan biasa tadi lebih

mempunyai banyak kepentingan daripada si anak presiden, seperti menaikkan

status sosial, kehormatan, mensejahterakan ekonomi keluarga dan lainnya.

sedangkan sang anak presiden hanya membutuhkan kasih sayang dan rasa bahagia

dari perempuan tadi.

27
Universitas Sumatera Utara
Dari contoh tersebut, dapat dikaitkan dengan masalah yang akan dikaji

oleh peneliti, yaitu kasus yang terkait pekerja dengan perusahaan. Pekerja disini

sebagai pihak yang memiliki lebih banyak kepentingan dibandingkan perusahaan.

Maka dengan menggunakan proposisi rasionalitas, peneliti akan mengkaji dan

mengukur pekerjaan layak pada pekerja perkebunan PT. Socfindo Sei Liput

dengan melihat apakah apa yang diberikan pekerja pada perusahaan, mendapatkan

imbalan yang sesuai dan layak dari pihak perusahaan tersebut.

2.2. Pengertian Pekerjaan Layak

Pekerjaan layak (decent work) merupakan pilar utama perusahaan dan

pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan

kemiskinan, khususnya bagi para pekerja atau buruh. Tujuan yang ingin dicapai

dengan adanya konsep kerja layak (decent work) ini adalah untuk menciptakan

kesempatan kerja dan pengembangan usaha, perlindungan sosial, hak-hak di

tempat kerja, dan dialog sosial (Prajuliyanto, 2016). Sasaran utama dari ILO

mengenai konsep kerja layak (decent work) ini adalah meningkatkan kesempatan

bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pekerjaan layak dan produktif,

dalam kondisi bebas, setara, aman dan mempunyai harga diri (Ghai, 2003).

Konsep kerja layak (decent work) sendiri di Indonesia sebenarnya sudah tertuang

dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Bab X Pasal 27 ayat 2

yangberbunyi “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak secara manusiawi”. Artinya, pekerjaan layak merupakan salah satu

komponen yang berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan dan taraf

hidup masyarakat Indonesia, terutama para pekerja.

28
Universitas Sumatera Utara
ILO dalam (Anker, 2001) menjelaskan pengertian umum dari kerja layak

adalah kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kondisi

kerja yang layak dan produktif dalam kondisi bebas, setara, aman, dan

bermartabat. Dalam konsep mengenai kerja layak, definisi ditambahkan oleh ILO

bahwa pekerjaan yang layak melibatkan peluang untuk pekerjaan yang produktif

dan memberikan pendapatan yang adil; menyediakan keamanan ditempat kerja

dan perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya; menawarkan prospek yang

lebih baik untuk pengembangan pribadi dan mendorong integrasi sosial;

memberikan orang kebebasan untuk mengekspresikan keprihatinan mereka untuk

mengatur dan untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi

kehidupan mereka, dan menjamin persamaan kesempatan dan perlakuan yang

sama bagi semua (Widarti, 2006).

Agenda kerja layak merupakan pendekatan terpadu untuk mengejar tujuan

pekerjaan penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua pada

tingkat global, regional,nasional, dan lokal. Mengenai hal ini tujuan pekerjaan

penuh dan produktif memiliki pengertian pencapaian target pemenuhan barang

dan jasa sebagai hasil produksi yang bermutu dan berkualitas. Sedangkan

pekerjaan layak untuk semua berkaitan dengan pemenuhan hak-hak pekerja

selama bekerja sesuai tujuan yang akan dicapai dalam kelayakan kerja.(ILO,

2011)

Pekerjaan yang layak merupakan konsep luas dengan beragam aspek.

Beberapa dari aspek tersebutdapat lebih mudah diukur dibanding dengan aspek

lainnya, karena adanya ketersediaan statistik. Meskipun aspek khusus dari kerja

yang layak beragamantara satu negara dengan negara yang lain, atau antara satu

29
Universitas Sumatera Utara
orang dengan orang yang lain,konsep dan elemen dasar dari kerja layak bersifat

universal. Tak bisa diingkari kerja merupakan bagian besar kehidupan dalam

artian jumlah waktu, integrasi sosial, dan kepercayaan individual. Kerja yang

layak merupakan dimensi dasar dari kualitas kehidupan dan kerja produktif adalah

sumber pendorong pendapatan utama bagi sebagian besar orang dan merupakan

dorongan untuk pembangunan yang berkesinambungan.

2.3. Pekerja Perkebunan

Pekerja perkebunan adalah pekerja yang bekerja pada perusahaan yang

bergerak di sektor perkebunan. Istilah pekerja muncul sebagai pengganti istilah

buruh. UU No.13 Tahun 20013 menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja

selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam UU ini dua

istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 Angka 3 dapat dilihat

pengertian dari pekerja/buruh yaitu : “setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Dari pengertian tersebut dapat dilihat

beberapa unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh yaitu setiap orang yang

bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tapi harus bekerja) dan

menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan

tersebut. Dua unsur ini penting untuk membedakan apakah seseorang masuk

dalam kategori pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan atau tidak, dimana

dalam UU Ketenagakerjaan diatur segala hal yang berkaitan dengan hubungan

kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan. (Agusmidah, 2010)

Pada zaman feodal atau jaman penjajahan Belanda dahulu yang dimaksud

dengan buruh adalah orang-orang pekerja “kasar” seperti kuli, mandor, tukang

30
Universitas Sumatera Utara
dan lain-lain. Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda dahulu disebut dengan

blue collar (berkerah biru), sedangkan orang-orang mengerjakan pekerjaan”halus”

seperti pegawai administrasi disebut dengan white collar (berkerah putih).

Biasanya orang-orang yang termasuk golongan ini adalah para bangsawan yang

bekerja di kantor dan juga orang-orang Belanda dan Timur Asing lainnya.

Pemerintah Hindia belanda membedakan antara blue collar dengan white collar

ini semata-mata untuk memecah belah golongan Bumi putra dimana oleh

pemerintah Belanda diantaranya white collar dan blue collar diberikan kedudukan

dan status yang berbeda.

Pada awalnya sejak diadakan seminar Hubungan Perburuhan Pancasila

pada tahun 1974, istilah buruh direkomendasikan untuk di ganti dengan istilah

pekerja. Usulan penggantian ini didasari pertimbangan istilah buruh yang

sebenarnya merupakan istilah teknis biasa saja, telah berkembang menjadi istilah

yang kurang menguntungkan. Mendengar kata buruh orang akan membayangkan

sekelompok tenaga kerja dari golongan bawah yang mengandalkan otot.

Pekerjaan administrasi tentu saja tidak mau disebut buruh, disamping itu dengan

dipengaruhi oleh paham Marxisme, buruh dianggap satu kelas yang selalu

menghancurkan pengusaha/majikan dalam perjuangan. Oleh karena itu,

penggunaan kata buruh telah mempunyai motivasi yang kurang baik, hal ini tidak

mendorong tumbuh dan berkembangnnya suasana kekeluargaan, kegotong-

royongan dan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam perusahaan sehingga

dirasakan perlu diganti dengan istilah baru.

Untuk mendapatkan istilah baru yang sesuai dengan keinginan memang

tidak mudah. Oleh karena itu, kita harus kembali dalam Undang-undang Dasar

31
Universitas Sumatera Utara
1945 yang pada penjelasannya pasal 2 disebutkan, bahwa “yang disebut

golongan-golongan ialah badan-badan seperti koprasi, serikat pekerja, dan lain-

lain badan kolektif”. Jelas di sini UUD 1945 menggunakan istilah “pekerja” untuk

pengertian buruh. Oleh karena itu, disepakati penggunaan kata “pekerja” sebagai

pengganti kata “buruh” karena mempunyai dasar hukum yang kuat. (Widodo,

dalam Asyhadie, 2013)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan yang menjadi tambahan referensi dan

bahan pembanding bagi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh

Agung Prajuliyanto (2016) yang menganalisis persepsi buruh perempuan

mengenai pekerjaan layak dan mutu pekerjaan layak pada buruh perempuan di

industri tekstil. Peneliti menyatakan bahwa pekerjaan layak dalam perspektif

buruh perempuan PT.”PM”Tex masih diartikan sebagai kerja yang mendapatkan

upah yang besar. Dimensi upah menjadi hal utama dalam pemenuhan kerja layak

berdasarkan perspektif buruh perempuan. Kondisi tersebut jika dihubungkan

dengan dimensi kerja layak dari ILO, masih belum mencakup semua dimensi

kerja layak dari ILO tersebut. Artinya, konsep pekerjaan layak yang telah

ditetapkan ILO belum banyak diketahui oleh para pekerja perempuan.

Buruh perempuan PT.”PM”Tex sendiri mempunyai keinginan kepada

perusahaan dan pemerintah mengenai peningkatan kesejahteraan serta

peningkatan perhatian kepada mereka. Keinginan itu muncul karena mereka

menganggap selama ini pemerintah terkesan lebih memihak perusahaan daripada

buruh perempuan. Kondisi tersebut seperti saat inspeksi mendadak bahwa

32
Universitas Sumatera Utara
pemerintah lebih sering berinteraksi dengan perusahaan daripada dengan buruh

perempuan. Kondisi kerja layak buruh perempuan PT.”PM”Tex belum

sepenuhnya berjalan dengan kualitas yang diharapkan. Masih terjadi pelanggaran

yang dilakukan perusahaan terkait pemenuhan kerja layak. Kesempatan kerja, cuti

haid, hak-hak dasar ditempat kerja, stabilitas jaminan pekerjaan, serta dialog

sosial dalam kualitas pelaksanaan yang diberikan oleh perusahaan kurang

maksimal. Jaminan sosial merupakan salah satu dimensi yang dirasakan

manfaatnya oleh buruh perempuan, khususnya terkait kesehatan. Dimensi

selanjutnya seperti jam kerja merupakan dimensi yang pelaksanaannya jelas

bertentangan dengan undang-undang dan agenda kerja layak (decent work) karna

jam kerja yang diberlakukan di PT.”PM”Tex melebihi dari apa yang telah diatur

dalam undang-undang dan agenda kerja layak.

Sistem yang ada di PT.”PM”Tex tanpa disadari oleh buruh perempuan

sebenarnya mendorong mereka ke dalam sistem kerja eksploitatif yang setiap hari

mereka jalani. Kondisi ini juga didorong kurang mengetahuinya buruh perempuan

terkait hak-hak yang seharusnya mereka terima. Pemerintah yang diharapkan

sebagai penyelamat nasib buruh perempuan seakan berpihak kepada perusahaan

untuk menjaga pemasukan dari investasi dan industri. Kinerja pemerintah dinilai

kurang maksimal dan lalai pada fungsi sebenarnya sebagai pengawas dan

pelindung buruh, khususnya buruh perempuan.

Selanjutnya penelitian dari Ulifa Arifina (2014) mengenai kondisi

kelayakan kerja buruh tetap berdasarkan indikator International Labour

Organization. Penelitian ini dilakukan agar mampu menjawab pelaksanaan

kelayakan kerja di perusahaan seperti hak-hak dan kewajiban yang pantas

33
Universitas Sumatera Utara
diterima oleh buruh karena dari sudut pandang buruh, ada ketidaksesuaian

masalah kelayakan kerja. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Tenun Agung

Saputra Tex. Dari hasil penelitian, peneliti menyatakan perusahaan belum

memberikan kelayakan kerja bagi buruh. Hanya ada beberapa aspek yang sudah

sesuai dengan kelayakan kerja yaitu penciptaan lapangan kerja, pemberian hak

dalam hal menyuarakan pendapat, waktu istirahat, dan fasilitas. Namun, lain

halnya dengan perspektif buruh tetap dalam menilai pelaksanaan kondisi

kelayakan kerja yang ada di perusahaan.

Menurut buruh indikator pertama tidak menimbulkan masalah, seperti

dalam hal memenuhi persyaratan kerja. Indikator yang kedua adalah perlindungan

sosial. Menurut buruh, perusahaan kurang memenuhi kelayakan kerja karena

belum adil dalam melaksanakan penerapan jamsostek, misalnya pendaftaran gaji

buruh ke PT. Jamsostek tidak sesuai dengan gaji bulanan yang mereka terima.

Indikator ketiga adalah hak di tempat kerja. Menurut buruh perusahaan belum

memenuhi semua hak buruh di tempat kerja seperti upah dan promosi jabatan.

Upah yang diberikan perusahaan tidak didasarkan pada keterampilan tertentu pada

bagian montir, cucuk, operator tenun,dan potong kain. Pemberian hak perusahaan

sudah sesuai dalam hal menyuarakan pendapat, waktu istirahat, waktu bekerja dan

fasilitas yang diberikan oleh perusahaan. Sedangkan promosi jabatan di

perusahaan tidak ada. Yang ada malah penurunan status kerja. Indikator keempat

adalah penerapan dialog yang ada di perusahaan karena perusahaan hanya

menerapkan saran yang menguntungkan perusahaan; demikian sebaliknya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan peneliti, dapat

disimpulkan bahwa kelayakan kerja buruh tetap di Perusahaan Tenun Agung

34
Universitas Sumatera Utara
Saputra Tex berdasarkan perspektif kepuasan buruh yang telah dibahas

sebelumnya, indikator penciptaan lapangan kerja, perlindungan sosial, hak

istirahat, hak menyuarakan pendapat, tiadanya kerja paksa, hak fasilitas, dan hak

upah (pada bagian warping, palet, boomstel, dan kanji). Lain halnya menurut

standar kelayakan kerja bahwa ada beberapa aspek yang sudah sesuai seperti

beberapa aspek yang memenuhi kelayakan kerja, yaitu indikator penciptaan

lapangan kerja, hak istirahat, hak menyuarakan pendapat, tiadanya kerja paksa,

dan hak fasilitas. Kedua pandangan tersebut yang membedakan adalah mengenai

hak upah.

Menurut pendapat buruh, pemberian hak upah dirasa sudah sesuai ada

pada empat bagian kerja sedangkan empat bagian kerja lainnya dirasa kurang

sesuai. Ada juga indikator yang dirasa kurang sesuai baik menurut perspektif

buruh maupun menurut standar kelayakan kerja seperti pada hak upah, jaminan

sosial, dan dialog sosial. Keempat hal itu dirasa belum sesuai karena sebagian

besar komentar dari buruh mengenai ketidakpuasan kebijakan perusahaan pada

empat hal itu yang dirasa merugikan buruh. Masalah itu juga diperkuat dari

standar kelayakan kerja perusahaan bahwa ada hal-hal yang tidak sesuai, yaitu

pada jam kerja, hak upah, jaminan sosial, dan dialog sosial.

35
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Agar penelitian mencapai tujuan penelitian, maka dipergunakan sebuah

metode (Moleong, 2012). Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif

dengan pendekatan kuantitatif dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan

metode survey kepada pekerja perkebunan dengan variabel mandiri/ tunggal yaitu

pekerjaan layak. Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status

kelompok manusia, objek, kondisi, dan sistem pemikiran yang bertujuan membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki (Nazir, 2011).

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survey, dimana

penelitian dilakukan dalam ruang alamiah atau bukan buatan dan peneliti

melakukan perlakuan dalam pengumpulan data. Seperti yang dikemukakan oleh

Sugiyono (2011) bahwa: Metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari

tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan

dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test,

wawancara terstruktur dan sebagainya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan disekitaran PT. Socfindo Indonesia

Kabupaten Aceh Tamiang Kecamatan Kejuruan Muda Kelurahan Sei Liput.

Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini sebagai lokasi penelitian adalah :

36
Universitas Sumatera Utara
1. Dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang didalamnya terdapat

perusahaan kelapa sawit, Aceh Tamiang merupakan kabupaten yang

paling banyak memiliki perusahaan kelapa sawit yang beroperasi, yang

artinya penyerapan tenaga kerja dalam perusahaan kelapa sawit lebih besar

di Aceh Tamiang.

2. Kabupaten Aceh Tamiang adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh

Timur yang masih tergolong daerah yang minim perkembangannya dan

juga masih sangat sedikit dijadikan sebagai lokasi penelitian, padahal

perusahaan/industri milik pemerintah maupun swasta cukup banyak yang

beroperasi di daerah tersebut. Karna hal itu, peneliti ingin meneliti tentang

masalah pekerja yang ada disalah satu perusahaan di kabupaten tersebut.

3. Lokasi tersebut ditempati oleh sebagian besar pekerja yang akan menjadi

fokus penelitian. Peneliti sudah mengetahui daerah lokasi penelitian dan

masyarakat/pekerja didaerah tersebut.

3.3 Populasi

Menurut Sugiyono (2015 : 90) populasi merupakan wilayah generalisasi

yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik suatu

kesimpulan.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pekerja perkebunan kelapa sawit Afdeling I PT.

Socfindo Indonesia Sei Liput Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh

Tamiang Provinsi Aceh yang terdiri dari 160 pekerja.

37
Universitas Sumatera Utara
3.4 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan dengan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini, pemilihan

sampel/responden diambil berdasarkan teknik probability sampling; simple

random sampling, dimana peneliti memberikan peluang yang sama bagi setiap

unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel yang dilakukan

secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu sendiri. Jadi,

sampel dalam penelitian ini adalah pekerja yang terpilih secara acak. Jumlah

sampel ditetapkan dengan Metode Slovin (Umar, 2004), yaitu :

n = N

1 + N (e2)

Keterangan :

n = Ukuran sampel yang dicari

N = Jumlah populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian pengambilan sampel (%)

Berdasarkan jumlah pekerja perkebunan PT. Socfindo Indonesia Sei Liput

tahun 2017 sebesar 284 pekerja dan e = 5%, diperoleh jumlah sampel sebesar :

n = 160

1 + 160 (0,052)

n = 114,28 = 114 orang

Berdasarkan perhitungan di atas sampel yang menjadi responden dalam

penelitian ini sebanyak 114 orang. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan

teknik insidental. Sampling insidental adalah penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/ insidental bertemu dengan

38
Universitas Sumatera Utara
peneliti maka dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2011:85).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data

pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Adapun metode

pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah :

1. Kuisioner, yaitu dengan menyebarkan kuisioner/angket dengan

bentuk pertanyaan tertutup, dimana alternatif jawaban yang harus

dijawab responden telah tertera di kuisioner tersebut.

2. Wawancara, yaitusalah satu cara pengumpulan data dalam suatu

penelitian. Karena menyangkut data, maka wawancara merupakan

salah satu elemen penting dalam proses penelitian. Wawancara

dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mendapatkan

informasi (data) dari para informan dengan cara bertanya langsung

secara bertatap muka (face to face). Namun demikian, teknik

wawancara ini dalam perkembangannya tidak harus dilakukan

secara berhadapan langsung, melainkan dapat saja dengan cara

memanfaatkan sarana komunikasi lain, misalnya telepon dan

internet tetapi untuk mendapatkan hasil wawancara yang efektif

dan bagus dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan wawancara

langsung karena peneliti dapat melihat langsung ekspresi dari

39
Universitas Sumatera Utara
informan dalam menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang diberikan dalam penelitian (dalam Bungin, 2001).

3. Dokumentasi, pengamatan dan pengambilan gambar yang

dilakukan atau diambil langsung dari lokasi penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari

sumber data kedua atau dari sumber-sumber yang telah ada. Data

sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan pencatatan

dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi dari buku-

buku referensi, dokumen, majalah, jurnal, atikel, maupun internet yang

isinya sesuai dengan masalah yang diteliti.

3.6 Alat Bantu Penelitian

Untuk meningkatkan validitas hasil penelitian, peneliti membutuhkan alat

bantu penelitian berupa kamera dan buku catatan serta alat tulis. Kamera

digunakan untuk membantu peneliti merekam kejadian dalam bentuk

gambar/visual. Buku catatan serta alat tulis digunakan untuk mencatat segala hal

penting yang berguna untuk peningkatan hasil penelitian.

3.7 Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran

3.7.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011). Dengan

kata lain, instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data dan melakukan pengukuran. Instrumen penelitian yang digunakan dalam

40
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini adalah kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan defenisi

operasional variabel sebagai tolak ukurnya. Kuisioner berisi pertanyaan dan

pernyataan mengenai pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT.

Socfindo Indonesia Sei Liput.

3.7.2 Skala Pengukuran

Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan

untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur,

sehingga alat ukur tersebut jika digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan

data kuantitatif (Sugiyono, 2010). Setiap instrumen harus mempunyai skala

pengukuran untuk mempermudah dalam setiap penghitungannya. Skala

pengukuran merupakan acuan untuk menentukan jumlah jawaban yang digunakan

pada sebuah instrumen. Skala pengukuran yang digunakan oleh peneliti adalah

skala Guttman. Menurut Sugiyono (2010:96) bahwa “Skala pengukuran dengan

tipe ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu ya-tidak; benar-salah; pernah-tidak

pernah; positif-negatif ”. Lebih lanjut Sugiyono (2010:26) menjelaskan “selain

dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk

checklist. Untuk kategori uraian tentang alternatif jawaban dalam angket, penulis

menetapkan :

 Ya = 1

 Tidak = 0

Kategori tersebut disusun untuk membiarkan skor terhadap jawaban yang

diberikan responden, sehingga melalui skor-skor yang terdapat dalam tabel, dapat

disusun dan ditetapkan suatu penilaian mengenai tingkat pekerjaan layak pada

pekerja perkebunan.

41
Universitas Sumatera Utara
3.8. Pengolahan Data dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti dapat mengumpulkan data dari kuisioner

yang bersifat pertanyaan tertutup. Data tersebut umumnya masih dalam bentuk

hasil penelitian langsung, oleh karena itu diperlukan seleksi dan pengkategorian

agar hasil penelitian langsung dapat diolah sedemikian rupa untuk kemudian

dipelajari, ditelaah dan dianalisis secara kuantitatif dengan seksama agar

memperoleh kesimpulan atau hasil akhir yang baik. Dimana pengkategorian

tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penelitian yakni pekerjaan yang layak

pada pekerja perkebunan kelapa sawit. Pengolahan data di penelitian ini

menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 20.

Untuk teknik analisis kuantitatif menggunakan deskriptif yang melibatkan

semua pertanyaan dalam kertas kuesioner yang sudah disediakan. Menarik

kesimpulan dan verifikasi, merupakan satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh

selama penelitian berlangsung, sedangkan verifikasi merupakan kegiatan

pemikiran kembali yang melintas di pemikiran penganalisis selama peneliti

mencatat, atau suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau peninjauan

kembali serta tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengembangkan

“intersubjektif” dengan kata lain makna yang muncul dari data harus diuji

kebenarannya, kekokohannya, dan validitasnya. Dalam hal proses pengolahan

data kuantitatif, terdapat dua tahap yang dilakukan. Tahap yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah tahap pengolahan data dan tahap analisis data.

3.8.1 Pengolahan data

Proses pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap

sebagai berikut:

42
Universitas Sumatera Utara
1. Pengeditan Data (Editing)

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah

diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan

konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian.

2. Pengkodean Data (Coding)

Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat

analisis data dan juga mempercepat pada saat pemasukan data, yaitu dengan

memberikan kode pada pertanyaan penelitian dalam kuesioner

3. Pemasukkan Data (Entry)

Tahapan ini dilakukan dengan cara menghitung data secara statistik untuk

diolah dan dianalisis menggunakan SPSS.

4. Pengecekan Data (Cleaning)

Tahapan ini adalah pengecekan data yang sudah dimasukkan, apakah ada

kesalahan atau tidak.

3.8.2 Analisis Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian

ini akan dianalisa menggunakan analisis tabel tunggal. Analisis tabel tunggal

merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel

penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel

tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari kolom,

sejumlah frekuensi dan presentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995).

Data yang diperoleh dari hasil kuisioner kemudian akan dianalisis

menggunakan data kuantitatif, untuk mengetahui pandangan pekerja tentang

43
Universitas Sumatera Utara
tingkat pekerjaan layak. Jawaban kuisioner respon tersebut menggunakan skala

guttman yang menggunakan dua kategori yang dibuat dalam bentuk pilihan, yaitu

pilihan “Ya atau Tidak”.

3.9. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.9.1 Uji Validitas

Validitas instrumen berhubungan dengan kesesuaian dan ketepatan fungsi

alat ukur yang digunakannya. Maka dari itu sebelum instrument tersebut

digunakan di lapangan perlu adanya pengujian validitas terhadap instrument

tersebut. Uji Validitas adalah prosedur untuk memastikan apakah kuesioner yang

akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak. Kuesioner

dikatakan valid apabila dapat mempresentasikan atau mengukur apa yang hendak

diukur (variabel penelitian). Dengan kata lain validitas adalah ukuran yang

menunjukkan kevalidan dari suatu instrumen yang telah ditetapkan. Kuesioner

yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Validitas internal

atau rasional, bila kriteria yang ada dalam kuesioner secara rasional (teoritis) telah

mencerminkan apa yang diukur, sedangkan validitas eksternal bila kriteria

didalam kuesioner disusun berdasarkan fakta-fakta emperis yang telah ada

(eksternal). Suatu instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan. Dengan kata lain mampu memperoleh data yang tepat dari variabel

yang diteliti. Uji validitas ini akan diterapkan dalam menghitung kevaliditasan

kuisioner. Uji validitas pada penelitian ini menggunakan teknik analisis product

moment pearson untuk menghitung korelasi masing-masing pertanyaan dengan

skor total dengan rumus sebagai berikut :

44
Universitas Sumatera Utara
r= n (Σ XY) – (Σx) (Σy)
√{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi tiap butir

x = skor tiap item

y = skor total

n = jumlah responden (uji coba 25 responden)

Kemudian menghitung harga thitung (uji t) dengan rumus :

thitung = r √n-2
√1-r2
Keterangan :

thitung = uji signifikansi korelasi

r = koefisien korelasi

n = jumlah responden (uji coba 25 responden)

Hasil thitung kemudian dikonsuktasikan dengan harga ttabel dengan taraf

signifikansi (α) = 0,05 serta derajat kebebasan (dk) = n – 2.

Kemudian membandingkan thitung dengan ttabel. Jika thitung > ttabel maka item

tersebut valid.

3.9.2 Uji Reliabilitas

Menurut Sujarweni dan Endrayanto (2012:186), reliabilitas (keandalan)

merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab

hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi

suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Uji reliabilitas

45
Universitas Sumatera Utara
instrumen penelitian digunakan untuk mengetahui ketepatan pengukuran objek

yang dikaji untuk menentukan sejauh mana alat ukur dapat dipertanggung

jawabkan ataupun jika diulangi pengukurannya akan menghasilkan data yang

tidak berbeda (Kerlinger, 2000).

Dengan kata lain, uji reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat

kepercayaan atau keterandalan instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul

data. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan alat ukur Alpha

Cronbanch. Menurut Nunnally (dalam Ghozali, 2011) suatu konstruk atau

variabel dapat dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60

pada hasil pengujian. Nilai tingkat keandalan Cronbach’s Alpha dapat ditunjukan

pada tabel berikut ini .

Tabel 3.1. Tingkat Keandalan Cronbach’s Alpha


Nilai Cronbach‟s Alpha Tingkat Keandalan

0.0 - 0.20 Kurang Andal

>0.20 – 0.40 Agak Andal

>0.40 – 0.60 Cukup Andal

>0.60 – 0.80 Andal

>0.80 – 1.00 Sangat Andal

(Arikunto, 2008: 75)

46
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Uji Reliabilitas
Cronbach's
Alpha N of Items
0,846 56
Sumber: Data Excell 2018

Dalam penelitian ini, untuk tingkat reliabilitas dikatakan reliable dan bahkan

termasuk dalam tingkat sangat reliabel atau sangat andal. Uji reliabilitas terhadap

variabel penelitian memperlihatkan hasil nilai Alpha‟s Cronbach sebesar 0,846

dengan 56 item pertanyaan. Dengan demikian alat ukur yang digunakan

penelitian dalam mengukur tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan

kelapa sawit PT. Socfindo sangat reliabel (handal).

3.10 Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan penelitian mencakup uraian tentang keterbatasan dan

hambatan yang ditemui dalam penelitian, baik yang berkaitan dengan metode dan

teknik penulisan yang digunakan, maupun keterbatasan peneliti

sendiri.Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan karena terbatasnya

kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan

kegiatan penelitian ilmiah. Selain itu, peneliti juga belum menguasai secara penuh

teknik dan metode penelitian, sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam

menyajikan dan mengolah data, akan tetapi kendala tersebut dapat diatasi melalui

proses bimbingan skripsi dan peneliti berusaha untuk mencari informasi dari

berbagai sumber yang mendukung proses penelitian ini. Walaupun terdapat

berbagai keterbatasan, peneliti tetap berusaha semaksimal mungkin dalam

mengumpulkan informasi dari responden dan narasumber, serta informasi yang

diperoleh dapat dipertanggung jawabkan validitasnya.

47
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya, keterbatasan peneliti mencakup 3 hal yang mendasar

yaitu waktu, tenaga dan biaya. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk

mendapatkan informasi dan data primer di lapangan secara langsung baik dengan

membagikan kuesioner ataupun wawancara. Selain itu, berbagai referensi juga

sudah dicari oleh peneliti untuk melengkapi proses pengolahan data agar hasil

penelitian dapat disampaikan dengan baik kepada para pembaca.

48
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum/Profil Aceh Tamiang

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten

Aceh Timur. Kabupaten ini berada di jalur Timur Sumatera yang strategis, dan

hanya berjarak lebih kurang 136 km dari Kota Medan ibukota Sumatera Utara.

Kabupaten Aceh Tamiang secara hukum memperoleh status Kabupaten definitif

berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan

Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya,

Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam.

Kabupaten Aceh Tamiang terletak pada koordinat 030 53’ – 040 32’

Lintang Utara dan 970 43’ - 980 14’ Bujur Timur, dengan luas wilayah 1.957,025

Km2 yang sebagian besar terdiri dari wilayah perbukitan. Kabupaten ini

berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara dan merupakan pintu

gerbang memasuki Provinsi Aceh.

Satuan Wilayah Sungai yang terbesar yang terdapat di Wilayah Kabupaten

Aceh Tamiang adalah Satuan Wilayah Sungai Tamiang dan sungai-sungai kecil

lainnya (Sungai Simpang Kiri dan Kanan serta Sungai Iyu) yang mengalir ke

pantai Timur, sungai-sungai di kabupaten ini merupakan sumber untuk pengairan

ke persawahan dan perkebunan baik yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan

swasta. Aliran hidrologi dari sungai yang ada kemudian mengaliri irigasi semi

teknis maupun irigasi sederhana di Kabupaten Aceh Tamiang sehingga sebagian

49
Universitas Sumatera Utara
besar sawah di kabupaten ini dapat ditanami 3 (tiga) kali setahun. Sungai-sungai

di Kabupaten Aceh Tamiang sebagian besar berhulu di pegunungan Kecamatan

Tamiang Hulu yang terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang. Kondisi ini

mengakibatkan fluktuasi air sungai sangat di pengaruhi oleh kondisi penggunaan

lahan wilayah aliran sungai (WAS) atau di hulunya.

Dari segi penggunaan lahan di Kabupaten Aceh Tamiang secara garis

besar dibagi menjadi luas lahan pertanian sawah, luas lahan pertanian bukan

sawah dan luas lahan non pertanian dengan luas masing-masing sebesar 21.919

Ha, 153.515,5 Ha dan 20.370,5 Ha. Sedangkan secara terperinci wilayah

Kabupaten Aceh Tamiang dibagi menjadi wilayah gosong pasir, hutan bakau,

hutan primer, hutan sekunder, hutan terdegradasi, ladang, perkebunan kelapa

sawit, pemukiman, rawa, sawah dan tambak.

Unsur yang sangat berperan dalam menentukan klasifikasi dan tipe iklim

adalah curah hujan. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh langsung

terhadap kondisi fisik dan lingkungan lahan/tanah. Menurut sistem klasifikasi

Schmidt dan Ferguson, wilayah Tamiang tergolong dalam tipe yang relatif kering

sampai basah. Namun, disisi lain curah hujannya terdistribusi merata sepanjang

tahun.

Administratif
Secara geografis batas-batas administrasi wilayah Kabupaten Aceh

Tamiang adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa

dan Selat Malaka.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pinding Kabupaten Gayo

Lues dan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

50
Universitas Sumatera Utara
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan

Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera

Utara dan Selat Malaka.

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang

banyak bermukim etnis Melayu (60%). Walaupun dalam jumlah populasi suku

Jawa (20%) lebih banyak dibandingkan dengan etnis Melayu, namun dalam

pemerintahan orang Melayu lebih dominan. Selain kedua etnis tersebut, suku

Aceh (15%) juga banyak dijumpai di kabupaten ini. Adapun berikut ini adalah

jumlah penduduk 15 tahun keatas di Kabupaten Aceh Tamiang menurut lapangan

pekerjaan utama :

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk 15 Tahun Keatas Di Kabupaten Aceh Tamiang


Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
No. Kecamatan Tani Tambang Industri Konstruksi Dagang Jasa Jumlah

1. Tamiang Hulu 6,412 38 31 64 489 700 7,734

2. Bandar Pusaka 4,499 3 19 65 380 463 5,429

3. Kejuruan Muda 8,616 44 479 522 1,582 1,581 12,824

4. Tenggulun 5,408 18 221 47 356 460 6,510

5. Rantau 5,725 1,048 400 844 2,268 1,941 12,226

6. Kota Kuala Simpang 256 58 174 259 2,895 1,276 4,918

7. Seruway 6,057 87 315 281 1,197 985 8,922

8. Bendahara 5,161 35 183 284 1,046 832 7,541

9. Banda Mulia 2,691 21 75 400 495 452 4,134

10. Karang Baru 6,309 341 376 695 2,193 2,488 12,402

51
Universitas Sumatera Utara
11. Sekerak 2,230 90 6 30 169 269 2,794

12. Manyak Payed 5,160 35 412 704 1,644 1,346 9,301

Jumlah 58,524 1,818 2,691 4,195 14,714 12,793 94,735

Sumber : Data BPS Aceh Tamiang, 2017

Berdasarkan tabel diatas, dapat terlihat bahwa pekerjaan utama yang

paling banyak dilakukan bagi masyarakat Aceh Tamiang adalah di sektor

pertanian. Jumlah masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian cukup tinggi

yaitu mencapai 58.524 orang, dan jumlah ini memiliki perbedaan angka yang

cukup jauh dibandingkan dengan jenis-jenis sektor pekerjaan yang lain. Sektor

pekerjaan kedua yang paling banyak dipilih oleh masyarakat Aceh Tamiang

adalah perdagangan yaitu sebanyak 14.714 orang, dan kemudian disusul dengan

pekerjaan di sektor jasa dengan jumlah 12.793 orang.

52
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah peta wilayah administrasi Kabupaten Aceh Tamiang :

REVIEW RENCANA TATA RUANG W ILAYAH


97°43 '10 " 97°49 '20 " 97°55 '30 " 98°1'40" 98°7'50" 98°14 '00 " 98°20 '10 "
KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2007 - 2027
4°32'30"

4°32'30"
Pe ta : 1

S Batas Administrasi Kabupaten Aceh Tamiang


el
at
M
al
ak KETERANGAN :
a Batas Provins i
Batas ka bupaten
Kec Langsa Timur Batas Keca ma ta n
KOTA LANGSA Jala n Arteri
Jala n Kolek tor
Jala n La in
%%
4°26'20"

4°26'20"
%%% % Renc ana Rel KA
%
% %%
% % %%%%%%%%
%
%%
%
%
%%%
%
%
%
%%%%
% % #%%Telaga Meuku Sungai

%%%%%
%%%
%
%
%% %
Kec B and ah ara
[ Ibuk ota Kabupaten
%
%% %
%% %
%
Tualang
%
%%
%%
%
%
%%
%Cut
%
Kec B and am u lia # Kota
%% %
%%%
%
# %
%%
%
% %
%%
# Sungai Iyu % Perka mpungan
%%%%%
%% %% %%% %
%%%
% %%%% % %% Pemukiman
%
% %
% %
Kec Serbajadi dan Birem Bayeum Kec M a nyak Pa ye d % % %%% %
%%

Kabupaten Aceh Timur


# Seruw
%
%%%ai
%%
Kec K ara ng B aru %
% %%
Alur Cucur %%% % %%
%% %%
%% %
%%%
%%
%%%
4°20'10"

4°20'10"
Kec S eker ak
# Kec
%%%
%%
%%
%
%S%%
%%% %
eru w ai
%%
%
%%
% %
%%
%%%%
%% %%% %%%
%% %
%%
%%%%%%
%%%
%%%%
%%
%%
% % [
% Kec R a ntau
#%%% Babo Kec K ual a Sim pan g
%
% #
% Kuala Simpang
#
Sekerak Kanan
Kec B and ar P usaka

#
4°14'00"

4°14'00"
Sungai Liput
%
%
Kec K eju rua n%%%%M ud a

# %
Kec Tam ian g H ulu Pulau Tiga Sumber Peta :
%
%% 1. Penyusunan Inventarisasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
%
%
% %
%
Kabupaten Aceh Tamiang
% % %%% 2. Hasil R encana Tim R TRW
%
%%%
% % %%%%
%%% %%
%%
%%
%% %%
Sabang
#
KOTA SABA NG
Dia gra m Peta :
%
%
% BandaAceh
[
%
KOTA BAND AA CEH
4°7'50"

4°7'50"
# ACEH BESA R

# Jant hoi
#Sigli
#
Bir euen
#
Lhoseum awe

Sim pang Kiri PIDI E BIRE UEN


KOTA LHOK SEUM AWE

ACEH UTAR A

# Lhoksukon # Idi Rayeuk


ACEH JAYA
Sim pangTiga Redel ong
# BENER M ERI AH
Takengon
#Calang # ACEH TI MUR

Kabupaten Langkat ACEH BAR AT


ACEH TENG AH Langsa
KOTA LANG SA

NAGA NR AYA
# Karang Baru
ACEH TAM IAN G

Provinsi Sumatera Utara #Meulaboh


#
Jeur am
#GBlAYOangLUEKejerSen
ACEH BAR ATD AYA
Blang Pidie
#
%%%

PROVINSI SUMATERAUTARA
%
%%%
Kec T en%%%gg ulu n
Kutacane
#
%% ACEH TENG GAR A

%% %%%
%%
% # Tapaktuan

%
% %%
%
%% %
% ACEH SELAT AN
%
%%% %%
% %%%
%% %%
% %%
%%
%
%%%%
% %% %%
SIM EULUE

% #
Sinabang

Kec Pinding
Subulussalam

%%% ACEH SI NGKI L


% %% #
Singkil

ACEH SI NGKI L
%
Kabupaten Gayo Luwes
4°1'40"

4°1'40"

%
%
%
%%
%
%
% % %
%
%
%%

%
%
%%
%
%
%%%%
%%%
U

Skala : 1:300000

10000 0 10000 Meters


3°55'30"

3°55'30"

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH


KABUPATEN ACEH TAMIANG
97°43 '10 " 97°49 '20 " 97°55 '30 " 98°1'40" 98°7'50" 98°14 '00 " 98°20 '10 "
2007

Gambar : 4.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Aceh Tamiang

4.1.2 Profil PT. Socfindo ( Socfin Indonesia)

Salah satu perusahaan swasta dengan komoditas kelapa sawit di Aceh

Tamiang adalah PT. Socfindo (Socfin Indonesia). PT. Socfindo merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, khususnya perkebunan kelapa

sawit dan karet dan sudah berdiri lebih dari 100 tahun. Adrien Hallet sebagai

pendiri Socfin telah memulai perkebunan komersil karet di Indonesia sejak 1909

dan perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1911 di Sei Liput & Medang Ara yang

terletak di Aceh Tamiang, Deli Muda dan Tanah Itam Ulu di Sumatera Utara.

53
Universitas Sumatera Utara
Kini, setelah lebih dari 100 tahun perjalanannya, PT. Socfindo telah mengelola

sekitar 48 ribu hektar areal perkebunan yang terdiri dari kelapa sawit dan karet.

Terdapat 9 perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Provinsi Aceh dan Sumatera

Utara, dan 5 perkebunan karet yang tersebar di Sumatera Utara.

PT Socfin Medan didirikan pada tahun 1930 dengan nama Socfin Medan

(Socliete Finaciere Des Conchocs Medan Siciete Anonyme). Perusahaan

inididirikan berdasarkan Akte Notaris William Leo No. 45 tanggal 7 Desember

1930 dan merupakan perusahaan yang mengelola perusahaan perkebunan

didaerah Sumatera Utara, Aceh Selatan, dan Aceh Timur. Pada tahun 1965

berdasarkan penetapan Presiden no. 6 tahun 1965, keputusan Presiden kabinet

Dwikora no. A/d/50/65, Instruksi Menteri Perkebunan no. 20/MPR/M.Perk./65,

no. 29/Mtr/M.perk/65 dan SK no.100/M.Perk/65 semua perkebunan yang dikelola

PT Socfin Medan berada di bawah pengawasan Pemerintah Republik

Indonesia.Tanggal 29 April 1968 dicapai suatu persetujuan antara pemerintah RI

dengan PT Socfin Medan dengan tujuan mendirikan perusahaan perkebunan

Belgia dalam bentuk Joint Venture dengan komposisi modal 60 persen bagi

Pengusaha Belgia dan 40 persen Pemerintah Indonesia. Sejalan dengan

perkembangan PT Socfin Medan berubah nama menjadi PT Socfin

Indonesia(Socfindo), pada tahun 2001 anggaran dasar PT Socfindo mengalami

beberapa perubahan berdasarkan akta perubahan dari Notaris Ny. R.Arie

Soetardjo mengenai komposisi saham menjadi 90 persen bagi Pengusaha Belgia

dan 10 persen bagi Pemerintah Indonesia.

PT Socfindo merupakan sebuah perusahaan perkebunan dengan komoditi

utamanya yaitu Kelapa Sawit dan Karet yang terletak di wilayah

54
Universitas Sumatera Utara
ProvinsiSumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan total areal seluruhnya

49,548.96 Ha. Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan industri perkebunan

kelapa sawit dan karet kelas dunia yang efisien dalam produksi dan memberikan

keuntungan kepada para stake holder. Misi perusahaan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan bisnis dan memberikan keuntungan bagi pemegang

saham

2. Memberlakukan sistem manajemen yang mengacu pada standar

internasional dan acuan yang berlaku di bisnisnya

3. Menjalankan operasi dengan efisien dan hasil yang tertinggi (mutu

danproduktivitas) serta harga yang kompetitif

4. Menjadi tempat kerja pilihan bagi karyawannya, aman dan sehat

5. Penggunaan sumber daya yang efisien dan minimalisasi limbah

6. Membagi kesejahteraan bagi masyarakat dimana kami beroperasi

PT Socfin Indonesia berkantor pusat di Medan beralamatkan Jalan

K.L.Yos Sudarso no. 106 Medan dipimpin oleh seorang Principal Director

yangditetapkan oleh Komisaris atau pemilik saham dan seorang General

Manager, keduanya disebut Direksi. Penyelengaraan kegiatan perusahaan

dilakukan Direksi dengan dibantu oleh Kepala-Kepala Bagian Departemen dan

Group Manager yang memimpin satu rayon perkebunan dimana PT Socfindo

memiliki tiga rayon perkebunan (Group I,II,III). Masing-masing Grup Manager

memimpin beberapa perkebunan di grup masing-masing.

4.2 Analisis Data

Dalam sub-bab ini akan dilakukan tahap menganalisis data-data yang telah

diperoleh dari hasil penelitian dengan menyebarkan angket (kuesioner) kepada

55
Universitas Sumatera Utara
para masyarakat yang termasuk sebagai pekerja yang ada di PT. Socfindo

Indonesia. Adapun jumlah pekerja yang berada di PT Socfindo Indonesia yang

telah ditetapkan sebagai responden ada sebanyak 114 orang responden dengan

komposisi jumlah responden laki-laki sebanyak 94 orang dan responden

perempuan sebanyak 20 orang. Menganalisis data merupakan suatu upaya untuk

menata dan mengelompokkan data menjadi satu bagian-bagian tertentu

berdasarkan jawaban responden. Analisis data yang dimaksud adalah interpretasi

langsung berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dilapangan. Adapun

data-data yang dianalisis pada bab ini adalah sebagai berikut :

4.2.1 Karakterisitik Responden

Dalam penelitian ini, karakteristik responden di lihat berdasarkan usia

(umur) responden, jenis kelamin responden, jenjang pendidikan responden,

jabatan kerja responden, dan lama kerja responden.

4.2.2 Identitas Responden berdasarkan Umur

Tabel 4.2. Umur Responden


Umur F %
21-30 Tahun 14 12,3
31-40 Tahun 49 43,0
> 40 Tahun 51 44,7
Total 114 100
Sumber : Data SPSS, 2018

Dalam penelitian ini, responden yang mendominasi adalah para pekerja yang ada

dalam kelompok usia lebih dari (>) 30 tahun yaitu responden berusia 31-40 tahun

dengan jumlah 49 orang pekerja dengan persentase 43,0%, dan responden yang

56
Universitas Sumatera Utara
berusia lebih dari 40 tahun dengan jumlah 51 orang pekerja dengan persentase

44,7%. Sedangkan responden dalam kelompok usia 21-30 tahun dengan jumlah

paling sedikit yaitu 14 orang pekerja dengan persentase 12,3%. Dari data ini

dapat disimpulkan, bahwa mayoritas pekerja di perusahaan ini berusia produktif

dan menunjukkan bahwa PT. Socfindo tidak mempekerjakan pekerja anak (usia

dibawah 18 tahun).

4.2.3 Identitas Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.3 JenisKelamin Responden


Jenis kelamin F %
Laki-laki 94 82,5
Perempuan 20 17,5
Total 114 100
Sumber : Data SPSS, 2018

Dalam penelitian ini, karakteristik responden juga ditentukan berdasarkan

jenis kelamin responden. Responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih

mendominasi dengan jumlah sebesar 94 orang pekerja, sedangkan responden

dengan jenis kelamin perempuan sebesar 20 orang pekerja. Adapun persentase

responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 82,5%, dan persentase

responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 17,5%. Hal ini menunjukkan

bahwa para pekerja laki-laki lebih mendominasi dari segi kuantitas dibandingkan

dengan para pekerja perempuan. Fenomena ini mungkin ada kaitannya karena

budaya setempat yang menyatakan bahwa laki-laki lebih terbiasa bekerja di luar

rumah (sektor publik) daripada perempuan yang biasanya lebih aktif dalam

mengurus pekerjaan rumah tangga (sektor domestik). Dari data ini, komposisi

pekerja berdasarkan jenis kelamin tidak seimbang, akan tetapi hal ini tidak terlalu

berpengaruh terhadap pekerjaan, karena jenis-jenis pekerjaan yang ada umumnya

biasa dilakukan oleh laki-laki.

57
Universitas Sumatera Utara
4.2.4 Identitas Responden berdasarkan Jenjang Pendidikan

Tabel 4.4 Jenjang Pendidikan Responden


Jenjang Frequency %
Pendidikan
SD 20 17,5
SMA 91 79,8
PT 3 2,7
Total 114 100
Sumber : Data SPSS, 2018

Karakteristik ke tiga adalah pengelompokkan responden berdasarkan

tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan dapat menunjang kemampuan

seseorang dalam bekerja. Biasanya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka semakin mudah dalam mengaplikasikan pekerjaan, karena pengetahuan

yang dimilikinya semakin banyak. Dalam penelitian ini, responden dengan tingkat

pendidikan terakhir di sekolah menengah (SMP dan SMA) lebih mendominasi

dengan jumlah yang cukup tinggi yaitu 91 orang pekerja atau dengan persentase

sebesar 79,8%. Selanjutnya, responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD

berjumlah 20 orang pekerja dengan persentase 17,5%, dan responden yang

menyelesaikan pendidikan di tingkat PT (perguruan tinggi) yang berjumlah 3

orang pekerja dengan persentase 2,7%.

4.2.5 Identitas Responden berdasarkan Jabatan Kerja

Tabel 4.5 Jabatan Kerja Responden


Jabatan Kerja Frequency %
Divisi Kebun 58 50,9
Divisi Pabrik 49 43,0
Divisi Kantor 7 6,1
Total 114 100,0
Sumber : Data SPSS, 2018

Berdasarkan tabel di atas, pekerja PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec.

Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh mayoritas adalah pekerja di divisi

58
Universitas Sumatera Utara
kebun karena memang core bisnisnya adalah perkebunan. Berdasarkan jabatan

kerja, responden terbanyak terdiri dari pekerja yang berasal dari divisi kebun yang

berjumlah 58 orang pekerja dengan persentase 50,9%, kemudian responden yang

terdiri dari pekerja yang berasal dari divisi pabrik berjumlah 49 orang dengan

persentase 43%, dan responden yang terdiri dari pekerja yang berasal dari divisi

kantor dengan jumlah yang paling kecil yaitu sebanyak 7 orang dengan persentase

6,1%.

4.2.6 Identitas Responden berdasarkan Lama Kerja

Tabel 4.6 Lama Kerja Responden


Lama Kerja Frequency %
1-10 tahun 48 42,1
11-20 Tahun 42 36,8
> 20 tahun 24 21,1
Total 114 100,0
Sumber : Data SPSS, 2018

Karakteristik responden yang terakhir ditentukan berdasarkan lama kerja.

Responden terbanyak terdiri dari pekerja dari kelompok lama kerja 1-10 tahun

yang berjumlah 48 pekerja dengan persentase 42,1%, kemudian responden dari

kelompok lama kerja 11-20 tahun berjumlah 42 pekerja dengan persentase 36,8%,

dan responden dengan lama kerja lebih dari (>) 20 tahun yang berjumlah 24

pekerja dengan persentase 21,1%. Berdasarkan data di atas dapat terlihat bahwa

mayoritas pekerja PT. Socfindo Indonesia Sei Liput, Kec. Kejuruan Muda, Aceh

Tamiang, Provinsi Aceh menjalani masa kerja yang cukup lama di perusahaan.

59
Universitas Sumatera Utara
4.3. Pandangan Responden
4.3.1 Pandangan Responden tentang Kesempatan kerja
Tabel 4.7 Kesempatan Kerja
Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan

Pertanyaan Jawaban Freq Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
(%) Kebun Pabrik Kantor SMA

Apakah perusahaan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


melakukan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
rekrutmen tunggal?
Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah perusahaan Ya 20 18 2 4 12 4 11 6 3 10 9 1 3 16 1
melakukan (17,5%) 15,8% 1,7% 3,5% 10,5% 3,5% 9,6% 5,3% 2,6% 8,8% 7,9% 0,9% 2,6% 14% 0,9%
rekrutmen melalui
pihak ketiga Tidak 94 76 18 10 37 47 37 36 21 48 40 6 17 75 2
(outsourcing)? (82,5%) 66,7% 15,8% 8,8% 32,4% 41,3% 32,4% 31,6% 18,4% 42,1% 35,1% 5,3% 14,9% 65,8% 1,7%

Dalam hal Ya 107 87 20 12 46 49 44 39 24 56 45 6 19 86 2


pembagian kerja, (93,9%) 76,4% 17,5% 10,5% 40,3% 43% 38,6% 34,2% 21% 49,1% 39,5% 5,3% 16,7% 75,4% 1,7%
apakah sangat merata
dalam 1 bulan sekali? Tidak 7 (6,1%) 7 0 2 3 2 4 3 0 2 4 1 1 5 1
6,1% 1,7% 2,6% 1,7% 3,5% 2,6% 1,7% 3,5% 0,9% 0,9% 4,4% 0,9%
Dalam hal Ya 82 70 12 8 37 37 35 29 18 38 38 6 12 67 3
pembagian kerja, (71,9%) 61,4% 10,5% 7,1% 32,4% 32,4% 30,7% 25,4% 15,8% 33,3% 33,3% 5,3% 10,5% 58,8% 2,6%
apakah beban kerja
tidak tumpang Tidak 32 24 8 6 12 14 13 13 6 20 11 1 8 24 0
tindih? (28,1%) 21% 7,1% 5,3% 10,5% 12,3% 11,4% 11,4% 5,3% 17,5 9,6% 0,9% 7,1% 21%

Dalam hal Ya 33 30 3 12 15 6 22 7 4 11 16 6 2 28 3
penerimaan kerja, (28,9%) 26,3% 2,6% 10,5% 13,1% 5,3% 19,3% 6,1% 3,5% 9,6% 14% 5,3% 1,7% 24,6% 2,6%

60
Universitas Sumatera Utara
apakah HRD hadir Tidak 81 64 17 2 34 45 26 35 20 47 33 1 18 63 0
pada saat rekrutmen? 56,1% 14,9% 1,7% 29,8% 39,5% 22,8% 30,7% 17,5% 41,3% 28,9% 0,9% 15,8% 55,3%
(71,1%)

Dalam hal Ya 90 73 17 14 38 38 41 33 16 43 40 7 15 72 3
penerimaan kerja, (78,9%) 64% 14,9% 12,3% 33,35 33,3% 36% 28,9% 14% 37,7% 35,1% 6,1% 13,1% 63,1% 2,6%
apakah lokasi
rekrutmen di tempat Tidak 24 21 3 0 11 13 7 9 8 15 9 0 5 19 0
yang nyaman? (21,1%) 18,4% 2,6% 9,6% 11,4% 6,1% 7,9% 7% 13,1% 7,9% 4,45 16,7%

Dalam hal Ya 107 88 19 13 46 48 44 41 22 54 47 6 18 87 2


penerimaan kerja, (93,9%) 77,2% 13,2% 11,4% 40,3% 42,1% 38,6% 36% 19,3% 47,4% 41,2% 5,3% 15,8% 60,4% 1,7%
apakah penempatan
kerja sesuai dengan Tidak 7 (6,1%) 6 1 1 3 3 4 1 2 4 2 1 2 4 1
keahlian pekerja? 5,3% 0,9% 0,9% 2,6% 2,6% 3,5% 0,9% 1,7% 3,5% 1,7% 0,9% 1,7% 3,5% 0,9%
Apakah perusahaan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
memberikan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
pelatihan untuk
keselamatan kerja? Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah perusahaan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


menyediakan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
peralatan
keselamatan kerja? Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sumber : Data SPSS, 2018

61
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kriteria jenis kelamin, umur, lama kerja, jabatan kerja, dan

jenjang pendidikan, seluruh responden menyatakan bahwa PT. Socfindo

melakukan perekrutan dengan rekrutmen tunggal. Namun, perusahan sepertinya

tidak melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing). Ini terlihat dari

frekuensi jawaban “tidak” dari responden yang cukup tinggi yaitu sebesar 94

responden, yang terdiri dari 76 responden laki-laki dan 18 responden perempuan

10 responden dengan umur 21-30 tahun, 37 responden dengan umur 31-40 tahun,

47 reponden dengan umur lebih dari 40 tahun. Angka tersebut pun terdiri dari

reponden dengan lama kerja 1-10 tahun sebesar 37 responden, 36 responden

dengan lama kerja 11-20 tahun, 21 responden dengan lama kerja lebih dari 20

tahun, 48 responden dari divisi kebun , 40 dari divisipabrik, dan 6 dari divisi

kantor, juga 17 responden dengan jenjang pendidikan di tingat SD, 75 responden

dari kelompok yang jenjang pendidikan terakhir adalah sekolah menengah, dan 2

responden dari kelompok jenjang pendidikan akhir di tingkat Perguruan Tinggi

(PT).

Kesempatan kerja yang terbuka serta mempromosikan pekerjaan yang

produktif merupakan salah satu komponen penting untuk mencapai kerja layak.

Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa keterbukaan kesempatan kerja atau

penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat luas oleh perusahaan masih sangat

rendah. Padahal, kesempatan kerja yang terbuka mampu membantu mengurangi

angka pengangguran. Dalam hal ini, PT. Socfindo memang melakukan rekrutmen

tunggal, namun berdasarkan temuan data dilapangan, proses rekrutmen tersebut

tidak terbuka untuk umum seperti adanya pemasangan iklan lowongan kerja.

Menurut para pekerja, mereka awalnya bisa masuk ke perusahaan karna

62
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan tawaran pekerjaan dari kerabat mereka yang lebih dulu telah bekerja

di perusahaan, bukan karna mengetahui sendiri bahwa ada lowongan pekerjaan

yang dibuka oleh perusahaan. Hal itu juga yang dimaksudkan oleh beberapa

pekerja yang menganggap bahwa proses yang demikian merupakan proses

rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing), karna perusahaan tidak secara

langsung melakukan rekrutmen tapi melalui pihak lain. Berbeda halnya dalam

pembagian kerja, frekuensi jawaban positif jauh lebih tinggi daripada jawaban

negatif, artinya perusahaan sudah melakukan pembagian kerja dengan cukup baik.

Selain itu, terlihat bahwa sebagian besar pekerja melewati proses

penerimaan kerja tanpa adanya seleksi dari HRD. Hal ini terlihat dari frekuensi

jawaban “Tidak” yang lebih besar yaitu sebanyak 81, dan jawaban “Ya” yang

hanya “33” untuk pertanyaan “Apakah HRD hadir pada saat rekrutmen?”.

Frekuensi jawaban “Tidak” tersebut terdiri dari 64 responden laki-laki dan 17

responden perempuan, 2 responden dari kelompok umur 21-30 tahun, 34

responden dari kelompok umur 31-40 tahun, 45 responden dari kelompok umur

lebih dari 40 tahun, 26 responden dari kelompok lama kerja 1-10 tahun, 35

responden dari kelompok umur 11-20 tahun, 20 responden dari kelompok masa

kerja lebih dari 20 tahun, 47 responden dari kelompok divisi kebun, 33 dari divisi

pabrik, dan 1 dari divisi kantor. Berdasarkan kriteria jenjang pendidikan

responden, frekuensi responden yang menjawab “tidak” tersebut juga terdiri dari

18 responden dari jenjang pendidikan SD, 63 responden dari jenjang pendidikan

sekolah menengah (SMP/SMA), dan tak ada responden dari jenjang pendidikan

perguruan tinggi.

63
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan temuan data di lapangan, sebagian besar pekerja yang

menjawab “Ya” adalah yang masa/lama kerja nya diperusahaan masih kurang dari

(<) 5 tahun. Hal ini mungkin karena baru beberapa tahun belakangan ini

perusahaan memperhatikan proses rekrutmen agar mampu menyesuaikan dengan

standar kelayakan kerja di Indonesia. Berikut kutipan wawancara dengan salah

seorang responden :

...“Setau saya gak pernah terima pekerja besar-besaran gitu,


cuma dari mulut ke mulut bilangnya kalo pabrik lagi ada
lowongan. Itu pun kalau kebetulan kita ada yang kenal sama
yang kerja disitu. Bapak sama ibu, ya sama-sama
dimasukkan kesitu (bekerja di pabrik) sama paklek (paman)
nya ibu, tapi paklek dulu di pabrik dia. Mandor ngolah di
pabrik. Payah memang masuk sini nak, kan orang-orang pun
ngomong gitu, kan? Payah masuk Socfin kalau gak ada yang
kenal...”
Di sisi lain, mengenai kenyamanan lokasi perekrutan, persentase jawaban positif

(ya) jauh lebih tinggi daripada persentase jawaban negatif (tidak). Menurut

keterangan responden, mereka menjawab “Tidak” bukan karna lokasi benar-benar

tidak nyaman, melainkan karena saat mereka direkrut mereka tidak dikumpulkan

dalam suatu lokasi seperti proses rekrutmen pada umumnya. Jadi karna

ketidaktahuan mereka atas hal tersebut dan karna tidak melewati proses itu, tidak

merasakan bagaimana lokasi rekrutmen, mereka memilih untuk menjawab

“Tidak”. Namun, penempatan posisi kerja yang dilakukan perusahaan terlihat

sudah cukup baik, begitu pula dengan pelatihan keselamatan kerja dan juga

ketersediaan peralatan keselamatan di tempat kerja.

4.3.2 Pandangan Responden Tentang Jaminan Sosial

Akses terhadap jaminan sosial adalah salah satu hak asasi manusia.

UUD’45 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan sosial.

64
Universitas Sumatera Utara
4.3.2 Pandangan Responden tentang Jaminan Sosial
Tabel 4.8 Jaminan Sosial
Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%)
Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA

Apakah anda Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


memperoleh jaminan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
kecelakaan kerja?
Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah anda Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


memperoleh jaminan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
kematian?
Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah anda Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


memperoleh jaminan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
hari tua?
Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah anda Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


memperoleh jaminan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
kesehatan?
Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sumber : Data SPSS, 2018

65
Universitas Sumatera Utara
Di bawah UU No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Pekerja, pemberi kerja dengan

10 karyawan atau lebih atau dengan pembayaran gaji bulanan lebih dari 1 juta

rupiah diwajibkan untuk mengikutsertakan karyawannya dalam program jaminan

sosial. Berdasarkan ketentuan tersebut, PT. Socfindo wajib mengikutsertakan

pekerjanya ke dalam program jaminan sosial.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa para pekerja perkebunan yang

menjadi responden dari penelitian ini 100% menjawab “Ya”. Hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi tanggungjawabnya dengan

cukup baik kepada para pekerja terkait pemberian jaminan sosial. Adapun jaminan

sosial yang diberikan pihak perusahaan kepada pekerja adalah jaminan kecelakaan

kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan kesehatan. Hal ini juga

didukung oleh pernyataan dari salah seorang responden saat diwawancarai,

berikut kutipan wawancaranya :

...“Semua ada kok, jaminan kesehatan, kecelakaan kerja,


pensiun (jaminan hari tua), jaminan kematian, semua ada.
Kalau soal itu, masih aman lah pabrik ini, memang hak kita
itu ya dikasih semua. Kayak yang kecelakaan di pabrik itu
kan, ya ditanggung perusahaan semua sampai baik betul dia.
Santunan dikasih, pengobatan juga ditanggung semua,
fasilitas rumahsakit nya ya bagus. Ya memang bertanggung
jawab penuh lah perusahaan pasti. Makanya pun aman aman
aja kami, orang sakit berobat gampang, ada ini itu semua
udah dijamin perusahaan. Makanya yang udah kerja disini,
pasti diusahakannya keluarganya juga masuk sini...”

Berdasarkan pernyataan dan data tabel diatas, terlihat bahwa perusahaan

telah mampu menjaga komitmen untuk bertanggung jawab atas jaminan sosial

kepada para pekerjanya dengan baik.

66
Universitas Sumatera Utara
4.3.3 Pandangan Responden tentang Hak Dasar Di Tempat Kerja

Tabel 4.9 Hak Dasar Di Tempat Kerja


Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%)
Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA

Apakah Ya 7 (6,1%) 5 2 0 5 2 4 2 1 0 0 7 0 4 3
andamemiliki 4,4% 1,7% 4,4% 1,7% 3,5% 1,7% 0,9% 6,1% 3,5% 2,6%
konrrak kerja dengan Tidak 107 89 18 14 44 49 44 40 23 58 49 0 20 87 0
perusahan? (93,9%) 78,1% 15,8% 12,3% 38,6% 43% 38,6% 35,1% 20,2% 50,95 43% 17,5% 76,3%

Apakah kontrak kerja Ya 7 (6,1%) 5 2 0 5 2 4 2 1 0 0 7 0 4 3


memiliki kepastian 4,4% 1,7% 4,4% 1,7% 3,5% 1,7% 0,9% 6,1% 3,5% 2,6%
hukum? Tidak 107 89 18 14 44 49 44 40 23 58 49 0 20 87 0
(93,9%) 78,1% 15,8% 12,3% 38,6% 43% 38,6% 35,1% 20,2% 50,95 43% 17,5% 76,3%

Apakah anda Ya 7 (6,1%) 5 2 0 5 2 4 2 1 0 0 7 0 4 3


memperoleh hak 4,4% 1,7% 4,4% 1,7% 3,5% 1,7% 0,9% 6,1% 3,5% 2,6%
yang ditentukan Tidak 107 89 18 14 44 49 44 40 23 58 49 0 20 87 0
dalam kontrak kerja? (93,9%) 78,1% 15,8% 12,3% 38,6% 43% 38,6% 35,1% 20,2% 50,95 43% 17,5% 76,3%

Apakah menurut Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


anda tunjangan yang (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
anda peroleh sudah
sesuai dengan status Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
pekerjaan anda?
Apakah perusahaan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
melibatkan pekerja (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
dalam musyawarah?
Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

67
Universitas Sumatera Utara
Apakah anda Ya 56 50 6 5 17 34 11 27 18 26 26 4 12 43 1
berpartisipasi dalam (49,1%) 43,8% 5,3% 4,4% 14,9% 29,8% 9,6% 23,7% 15,8% 22,8% 22,8% 3,5% 10,5% 37,7% 0,9%
musyawarah?
Tidak 58 44 14 9 32 17 37 15 6 32 23 3 8 48 2
(50,9%) 38,6% 12,3% 7,9% 28,1% 14,9% 32,4% 13,1% 5,3% 28,1% 20,1% 2,6% 7% 42,1% 1,7%

Apakah anda Ya 56 50 6 5 17 34 11 27 18 26 26 4 12 43 1
berpartisipasi dalam (49,1%) 43,8% 5,3% 4,4% 14,9% 29,8% 9,6% 23,7% 15,8% 22,8% 22,8% 3,5% 10,5% 37,7% 0,9%
pengambilan
keputusan? Tidak 58 44 14 9 32 17 37 15 6 32 23 3 8 48 2
(50,9%) 38,6% 12,3% 7,9% 28,1% 14,9% 32,4% 13,1% 5,3% 28,1% 20,1% 2,6% 7% 42,1% 1,7%

Sumber : Data SPSS, 2018

68
Universitas Sumatera Utara
Dari data diatas, dapat kita ketahui bahwa hampir 100% pekerja di

perusahaan ini tidak memiliki kontrak kerja. Dari total 114 responden,107

mengaku tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan. 107 responden tersebut

terdiri dari 89 laki-laki dan 18 perempuan. Berdasarkan kriteria umur, ada 14

responden dari umur 21-30, 44 responden dari umur 31-40, dan 49 responden dari

umur lebih dari 40 tahun. Berdasarkan lama kerja, ada 44 responden dari

kelompok lama kerja 1-10 tahun, 40 responden dari kelompok lama kerja11-20

tahun,dan 23 responden dari kelompok lama kerjalebih dari 20 tahun. Berdasarkan

jenjang pendidikan terakhir, ada 20 responden dari jenjang pendidikan SD, dan 87

responden dari jenjang pendidikan sekolah menengah (SMP/SMA), dan tidak ada

dari jenjang pendidikan perguruan tinggi,juga dari divisi pabrik.

Berdasarkan hasil temuan lain dilapangan, ternyata 100% pekerja dari

divisi pabrik dan kebun tidak memiliki kontrak kerja, termasuk security (satpam).

Pekerja yang memiliki kontrak kerja hanya mereka yang ada di divisi pabrik.

Namun para pekerja mengaku, tidak masalah tidak memiliki kontrak kerja dan

hubungan kerja mereka tidak memiliki kepastian hukum karena sistem kerja di

perusahaan ini adalah para pekerja boleh bekerja diperusahaan hingga 25 tahun

masa kerja atau bekerja hingga sampai usia pensiun (60 tahun), dan ini sudah

berlaku sejak lama. Menurut para pekerja, segala tunjangan/bonus yang mereka

peroleh dari perusahaan juga sudah cukup sesuai meskipun tanpa adanya

perjanjian tertulis/kontrak kerja. Mungkin hal ini juga yang menjadi alasan tidak

adanya protes dari para pekerja meskipun mereka bekerja tanpa kontrak yang

memiliki kepastian hukum, dan menganggap kontrak kerja hanya sekedar

formalitas yang tidak terlalu penting.

69
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan juga melibatkan pekerja dalam musyawarah, ini terlihat dari

100% jawaban “Ya” dari para pekerja. Meskipun terlihat bahwa pekerja yang

tidak berpartisipasi dalam musyawarah dan pengambilan keputusan frekuensi nya

lebih tinggi daripada yang ikut berpartisipasi yaitu sebanyak 58 pekerja sedangkan

yang ikut berpartisipasi angkanya sedikit lebih rendah yaitu sebanyak 56 pekerja.

Dari tabel diatas, terlihat bahwa responden dengan umur 21-30 dan 31-40, tingkat

partisipasi nya dalam bermusyawarah terkait pekerjaan jauh lebih rendah

dibandingkan dengan responden umur lebih dari 40 tahun dengan frekuensi untuk

responden umur 21-30 hanya 5 responden, dan responden umur 31-40 hanya 17

reponden, sedangkan responden dengan umur lebih dari 40 tahun frekuensi nya

jauh lebih besar yaitu 34 responden.

Berdasarkan temuan di lapangan, pekerja yang enggan berpartisipasi

beranggapan bahwa pekerja dengan umur yang lebih tua daripada mereka pasti

lebih memahami topik dan permasalahan yang perlu didiskusikan, jadi mereka

merasa tidak perlu ikut berpartisipasi karena sudah merasa terwakilkan. Hal ini

didukung oleh pernyataan responden saat wawancara, berikut kutipannya :

...“Urusan diskusi atau nego-nego gitu, biar yang tua aja


lah. Nanti keputusannya gimana, ya kami yang muda-muda
ini tinggal ngikut aja. Yang tua kan pasti lebih ngerti kalau
ada masalah-masalah gitu. Tapi ya ada juga lah pasti yang
muda yang ikut pertemuan gitu, yang mau ikut kan gak
dilarang. Yang gak mau pun ya gak dipaksa...”

Hal ini memperlihatkan bahwa kesadaran para pekerja akan pentingnya


dialog sosial masih sangat rendah, padahal dalam hal ini perusahaan telah
membuka kesempatan tersebut. Hal ini bisa saja terpengaruh dengan tingkat
pendidikan, sehingga para pekerja belum memahami pentingnya dialog sosial
dalam hubungan industrial.

70
Universitas Sumatera Utara
4.3.4 Pandangan Responden tentang Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan

Tabel 4.10 Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan


Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%)
Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA

Selama bekerja, Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
apakah anda pernah
mengalami Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
kekerasan? (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Apakah anda pernah Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


mendapat ancaman
dari perusahaan? Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
(100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Apakah anda pernah Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


mengalami
pembebanan hutang Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
dengan bunga tinggi? (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Apakah gaji anda Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


pernah dtahan atau
tidak dibayar? Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
(100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Apakah dokumen Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

71
Universitas Sumatera Utara
identitas ditahan oleh Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
perusahaan? (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Apakah perusahaan Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
pernah melakukan
penahanan barang Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
berharga? (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Apakah perusahaan Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
mempekerjakan
pekerja usia kurang Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
dari (<) 18 tahun? (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Sumber : Data SPSS, 2018

72
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang sudah peneliti bahas di bab awal, bahwa defenisi dari

pekerjaan layak atau decent work sendiri secara sederhana adalah pekerjaan yang

dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, berupah atau memberikan

penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup secara layak, serta terjaminnya

keamanan dan keselamatan fisik maupun psikologis. Sedangkan pekerja paksa

artinya pekerja tidak melakukan pekerjaan dengan atas kemauan atau pilihan

sendiri, dan pekerja anak sangat rentan terancam keselamatan fisik maupun

psikologis. Jika dalam sebuah perusahaan terdapat pekerja anak atau pekerja

paksa, ini mengindikasikan bahwa pekerjaan dalam perusahaan tersebut adalah

pekerjaan yang tidak layak karna bertolakbelakang langsung dengan defenisi

pekerjaan layak itu sendiri. Selain itu, adanya intimidasi yang dilakukan oleh

perusahaan kepada pekerja juga mengindikasikan ketidaklayakan pekerjaan di

tempat tersebut.

Namun, berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tidak ada pekerjaan

yang harus dihapuskan dari PT. Socfindo ini. Item pertanyaan dari indikator ini

mengharapkan pernyataan/respon negatif (jawaban “tidak”) dari responden.

Artinya, semakin tinggi persentase jawaban “tidak” mengindikasikan semakin

tinggi tingkat kelayakan dari indikator ini. Seluruh item pertanyaan dari aspek ini

memperoleh jawaban dari responden sebesar 114 atau 100% sesuai dengan

jawaban yang diharapkan . Berdasarkan jenis kelamin, responden yang menjawab

dengan jawaban tersebut terdiri dari 94 laki-laki dan 20 perempuan. Berdasarkan

kriteria umurresponden, responden yang menjawab jawaban tersebut terdiri dari

14 responden umur 21-30 tahun, 49 responden umur 31-40 tahun,dan 51

responden umur lebih dari 40 tahun. Berdasarkan kriteria lama kerja, terdiri dari

73
Universitas Sumatera Utara
48 responden dengan lama kerja 1-10 tahun, 42 responden dengan lama kerja 11-

20 tahun, dan 24 responden dengan lama kerja lebih dari 20 tahun.

Kemudian,berdasarkan jabatan kerja, terdiri dari 58 responden dari divisi kebun,

49 responden dari divisi pabrik, dan 7 responden dari divisi kantor. Sedangkan

berdasarkan kriteria jenjang pendidikan, terdiri dari 20 responden di kelompok

jenjang pendidikan terakhir SD, 91 responden dari kelompok jenjang pendidikan

terakhir sekolah menengah (SMP/SMA), dan 3 responden dari kelompok jenjang

pendidikan terakhir di Perguruan Tinggi (PT).

Pekerjaan yang harus dihapuskan itu sendiri meliputi pekerja anak dan

pekerja paksa, penahanan gaji, pembebanan hutang dengan bunga tinggi, atau

penahanan dokumen identitas dan barang berharga. Selain itu berdasarkan

jawaban dari seluruh responden, terlihat bahwa perusahaan tidak pernah

melakukan kekerasan atau ancaman kepada para pekerja. Menurut informasi

tambahan dari beberapa responden, pihak perusahaan PT. Socfindo hanya

mengancam pekerja-pekerja yang ketahuan berbuat kecurangan, contohnya seperti

pekerja yang mencuri buah. Perusahaan akan memberikan pilihan kepada si

pekerja yang curang itu untuk berhenti/mengundurkan diri dari perusahaan atau

menyelesaikan permasalahan tersebut kepada pihak yang berwajib. Ini yang

disebut mereka sebagai bentuk ancaman. Berikut adalah kutipan wawancara

dengan salah seorang responden :

...“Ya yang diancam gitu ya cuma yang nyuri-nyuri itu aja,


nyuri buah itu biasanya. Itu pun yang nyuri nyuri sampai
bertandan-tandan dek, yang buah besar. Kalau cuma ngutip
berondolan aja belum pernah ada lah itu sampai dilapor-
laporin polisi apa dipecat gitu. Kalau ketauan kan, ya
diancam mau keluar (mengundurkan diri) apa mau dilaporin
polisi. Ya itu aja lah palingan. Kalau yang lain-lain ya gak

74
Universitas Sumatera Utara
ada, baik-baik aja semua dari dulu. Ya asal kita gak jahat,
perusahaan pun kan ya baik-baik aja sama kita. Wong dari
dulu bapak (ayah responden) kerja disini gak pernah ada
aneh-aneh, baik-baik aja. Ya sampai sekarang. Beda lah kita
kalau sama pabrik tetangga itu. Hehehe...”

Berdasarkan temuan data dilapangan, menunjukkan bahwa perusahaan

juga mampu menjaga komitmen dan standar kelayakan kerja dari aspek ini

dengan cukup baik. Hal ini juga mungkin yang menjadi salah satu alasan

hubungan antara pihak pekerja dengan perusahaan tidak pernah memanas.

75
Universitas Sumatera Utara
4.3.5 Pandangan Responden tentang Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama

Tabel 4.11 Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama


Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%)
Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA

Apakah pemilihan Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
dan penempatan
posisi kerja Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
didasarkan pada (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
suku?
Apakah pemilihan Ya 103 86 17 13 43 47 41 40 22 49 47 7 18 82 3
dan penempatan (90,4%) 75,4% 14,9% 11,4% 37,7% 41,2% 36% 35,1% 19,3% 43% 41,3% 6,1% 15,8% 71,9% 2,6%
posisi kerja
didasarkan pada jenis Tidak 11 8 3 1 6 4 7 2 2 9 2 0 2 9 0
kelamin? (9,6%) 7% 2,6% 0,9% 5,3% 3,5% 6,1% 1,7% 1,7% 7,9% 1,7% 1,7% 7,9%

Apakah pemilihan Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
dan penempatan
posisi kerja Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
didasarkan pada (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
agama yang dianut?
Apakah ada Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
perbedaan perlakuan
karna suku? Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
(100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Apakah ada Ya 28 24 4 4 12 12 12 8 8 13 14 1 5 23 0
perbedaan perlakuan (24,6%) 21% 3,5% 3,5% 10,5% 10,5% 10,5% 7% 7% 11,4% 12,3% 0,9% 4,4% 20,2%
karna jenis kelamin?
Tidak 86 70 16 10 37 39 36 34 16 45 35 6 15 68 3
61,4% 14% 8,77% 32,4% 34,2% 31,6% 29,8% 14% 39,5% 30,7% 5,3% 13,1 59,6% 2,6%

76
Universitas Sumatera Utara
(75,4%)

Apakah ada Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
perbedaan perlakuan
karna agama yang Tidak 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
dianut? (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Sumber : Data SPSS, 2018

77
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa perusahaan tidak ada

membeda-bedakan kesempatan atau perlakuan kepada para pekerja dikarenakan

suku atau agama yang dianut, tapi ada perbedaan kesempatan dan perlakuan

karena jenis kelamin. Menurut responden, perbedaan penempatan posisi kerja atau

perlakuan karena jenis kelamin itu adalah hal wajar karena jenis pekerjaan yang

ada sebagian besar lebih aman dan lebih baik jika dikerjakan oleh jenis kelamin

tertentu dan malah akan lebih beresiko dalam hal keselamatan kerja dan

menghambat produktivitas jika dilakukan penyamarataan untuk seluruh jenis

kelamin. Jadi menurut responden, ada perbedaan kesempatan dan perlakuan

karena jenis kelamin memang sudah sewajarnya dilakukan mengingat banyak

jenis pekerjaan yang tidak aman atau resiko berbahayanya lebih tinggi jika

dikerjakan oleh pekerja perempuan.

Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan responden :

...“Memang harus dibedainlah. Kan banyak kerjaan yang


gak boleh juga untuk perempuan. Bahaya. Yang ada
malah nambah kerjaan aja nanti dek kalo sama rata gitu
dibikin semua. Kan gak mungkin yang perempuan-
perempuan itu „ngegrek‟ kan? Gak mungkin yang
perempuan-perempuan itu betulin kabel? Ya bahaya,
manjat sana sini. Makanya ya harus dibeda-bedain lah
memang. Makanya yang di kebun ini paling
perempuannya jadi mandor, nyemprot, ya kerja dirumah
asisten bantu-bantu. Kan adek udah tau sendiri kan? Gak
mungkin perempuan ngangkat buah, dek. Di pabrik pun
gitu juga, itu lebih bahaya lagi kerjaannya untuk
perempuan. Di kantor lah itu baru beda, perempuan
disitu ya gakpapa, gak bahaya kerjaannya, kertas
semua...”

Kemudian disusul oleh pernyataan dari salah seorang responden yang

lainnya :

78
Universitas Sumatera Utara
...“Makin gak adil kalau sama semua dek, gak dibedain
mana kerjaan untuk laki-laki mana untuk perempuan.
kalau pabrik lain ya lain cerita ya, ini kan pabrik
perkebunan dek. Kalau pabrik baju tadi, entah pabrik
sepatu, disamain semua ya gak papa ya. Yang penting
kan gaji sama aja dek, sesuai, gak ada dikurang-
kurangin karna kerjaannya ringan. Sama-sama kerja kan
sama aja capeknya...”

Adanya perbedaan kesempatan dan perlakuan memang mengindikasikan

rendahnya tingkat kelayakan kerja. Namun, di PT. Socfindo ini jika pekerja

perempuan diberikan kesempatan kerja yang sama seperti pekerja laki-laki malah

akan meningkatkan resiko yang berbahaya untuk pekerja perempuan itu sendiri.

Diluar hal itu, perusahaan tetap memberikan hak yang seimbang antara pekerja

laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan perlakuan atau hak-hak yang

diperoleh.

79
Universitas Sumatera Utara
4.3.6 Pandangan Responden tentang Jam Kerja Layak
Tabel 4.12 Jam Kerja Layak

Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%) Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA
Jam kerja yang Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
ditetapkan perusahaan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
sesuai dengan UU Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ketenagakerjaan?
Perusahaan tidak Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
mengharuskan pekerja (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
untuk mengambil jam Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kerja berlebih
(lembur)?
Untuk jam kerja Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
berlebih, akan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
diberikan tambahan Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
upah per jam (upah
lembur)?
Jam kerja lembur hanya Ya 60 48 12 7 24 29 24 23 13 36 20 4 13 45 2
dilakukan diluar (52,6%) 42,1% 10,5% 6,1% 21% 25,4% 21% 20,2% 11,4% 31,6% 17,5% 3,5% 11,4% 39,5% 1,7%
istirahat mingguan atau Tidak 54 46 8 7 25 22 24 19 11 22 29 3 7 46 1
libur resmi? (47,4%) 40,3% 7% 6,1% 21,9% 19,3% 21% 16,7% 9,6% 19,3% 25,4% 2,6% 6,1% 40,3% 0,9%
Jam kerja lembur Ya 85 66 19 10 35 40 34 33 18 53 26 6 16 66 3
maksimal 14 jam dalam (74,6%) 57,9% 16,7% 8,8% 30,7% 35,1% 29,8% 28,9% 15,8% 46,5% 22,8% 5,3% 14% 57,9% 2,6%
seminggu? Tidak 29 28 1 4 14 11 14 9 6 5 23 1 4 25 0
(25,4%) 24,6% 0,9% 3,5% 12,3% 9,6% 12,3% 7,9% 5,3% 4,4% 20,2% 0,9% 3,5% 21,9%

Sumber : Data SPSS, 2018

80
Universitas Sumatera Utara
Jam kerja merupakan bagian penting dari pekerjaan yang layak. Dengan

adanya indikator jam kerja layak, kita dapat mengetahui apakah kehidupan pribadi

dan profesional para pekerja seimbang, dan juga apakah periode istirahat harian,

mingguan, dan tahunan para pekerja memadai. Terkait jam kerja layak,

perusahaan ini memang telah menetapkan jam kerja sesuai dengan UU

Ketenagakerjaan, dan untuk pekerja yang mengambil jam kerja berlebih (lembur)

maka akan diberikan tambahan upah lembur. Namun menurut data tabel diatas,

jam kerja lembur tidak hanya dilakukan diluar istirahat mingguan/libur resmi dan

beberapa pekerja menyatakan jam kerja lembur lebih dari 14jam dalam seminggu.

Hal ini tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan yang mana sudah ditetapkan jika

jam kerja lembur hanya boleh dilakukan diluar istirahat mingguan/libur resmi dan

maksimal jam kerja lembur adalah 14 jam/minggu.

Dari data diatas, terlihat bahwa ada hampir separuh dari total seluruh

responden yang menjawab “tidak” di item pertanyaan jam kerja lembur hanya

dilakukan diluar istirahat mingguan atau libur resmi. Jawaban tersebut terdiri dari

54 responden, yang mana sebanyak 46 adalah responden laki-laki, dan 8

responden perempuan. Berdasarkan kriteria umur, jawaban tersebut terdiri dari 7

responden dengan kelompok umur 21-30 tahun, 25 responden dengan kelompok

umur 31-40 tahun, dan 22 responden dengan kelompok umur lebih dari 40 tahun.

Berdasarkan kriteria lama kerja, jawaban tersebut terdiri dari responden dengan

lama kerja 1-10 tahun sebanyak 24 responden, responden dengan lama kerja 11-

20 tahun sebanyak 19 responden, dan responden dengan lama kerja lebih dari 20

tahun sebanyak 11 responden. Berdasarkan kriteria jabatan kerja, jawaban tersebut

terdiri dari responden yang bekerja di divisi kebun sebanyak 22 responden,

81
Universitas Sumatera Utara
responden yang bekerja di divisi pabrik sebanyak 29 responden, dan responden

yang bekerja di divisi kantor sebanyak 3 responden. Sedangkan jika berdasarkan

kriteria jenjang pendidikan, jawaban tersebut terdiri dari responden dengan

jenjang pendidikan SD sebanyak 7 responden, responden dengan jenjang

pendidikan Sekolah Menengah (SMP/SMA) sebanyak 46 responden, dan

responden dengan jenjang pendidikan perguruan tinggi sebanyak 1 responden.

Berdasarkan data dari tabel diatas, dengan jam kerja lembur yang masih

ada dilakukan ketika istirahat mingguan/libur resmi dan jam kerja lembur/minggu

lebih dari (>) 14 jam, artinya periode istirahat yang seharusnya menjadi hak

pekerja telah terganggu. Hal ini tentunya akan mengganggu keseimbangan antara

kehidupan pribadi dan kehidupan profesional pekerja, pekerja menjadi

kekurangan waktu untuk beristirahat dan berinteraksi yang cukup dengan

keluarga, yang biasanya dengan kegiatan sederhana yang demikian ini mampu

memulihkan kondisi fisik dan mental pekerja yang sudah lelah bekerja. Karena

itu, dampak dari jam kerja berlebih malah akan mengurangi produkifitas pekerja

itu sendiri.

Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan salah seorang responden :

...“Ya kadang dek namanya awak tukang ngelas, ya kalau


ada memang yang harus dibetulkan memang itu kerjaan kami
ya minggu pun jadi masuk. Kadang di telpon dimintain
tolong biar senin siap langsung kan, ya gak mungkin awak
tolak kalo itu kepala mekanik yang nyuruh. Memang sih gak
sering, tapi ya udah beberapa kali juga lah. Hahahaha.
Dibayar ya dibayar tetap, gak pernah gak biayar, ya tetap
dihitung lembur...”

82
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan temuan peneliti dilapangan, terlihat bahwa PT. Socfindo

Indonesia Sei Liput memang tidak mengharuskan pekerja untuk bekerja lembur.

Pekerja melakukan kerja lembur hanya jika pekerja itu sendiri telah melakukan

kesepakatan untuk mengambil jam kerja lembur. Sebagian besar pekerja bersedia

mengambil jam kerja lembur adalah karena adanya tambahan upah untuk itu.

Namun, meskipun upah lembur yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja

telah sesuai, jam kerja lembur yang diberikan tetap melebihi dari apa yang telah

diatur dalam UU ketenagakerjaan, dan sayangnya para pekerja kurang paham

mengenai hal ini, padahal dengan jam kerja lembur yang berlebih artinya

perusahaan telah mengganggu hak istirahat pekerja. Dalam hal seperti inilah,

komitmen yang kuat dan peran dari pengawas ketenagakerjaan sangat penting.

Mereka dibutuhkan bukan hanya untuk memantau tapi juga untuk membantu

menegakkan pelaksanaan agenda pekerjaan layak agar dapat mencapai jam kerja

layak dengan cara yang adil.

83
Universitas Sumatera Utara
4.3.7 Pandangan Responden tentang Pendapatan/upah Yang Mencukupi
Tabel 4.12 Pendapatan/upah Yang Mencukupi
Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%)
Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA

Apakah upah dibayar Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


teratur? (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah upah yang Ya 107 87 20 13 44 50 43 40 24 58 42 7 20 84 3


diberikan tidak (93,9%) 76,3% 17,5% 11,4% 38,6% 43,8% 37,7% 35,1% 21% 50,9% 36,8% 6,1% 17,5% 73,7% 2,6%
dibawah upah
minimum yang telah Tidak 7 (6,1%) 7 0 1 5 1 5 2 0 0 7 0 0 7 0
diatur oleh UU 6,1% 0,9% 4,4% 0,9% 4,4% 1,7% 6,1% 6,1%
Ketenagakerjaan?
Upah lembur telah Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
sesuai dengan yang (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
diatur dalam UU
Ketenagakerjaan? Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apabila ada Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


pengurangan upah,hal (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
itu dilakukan secara
transparan? Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Menurut anda, apakah Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


nilai upah yang anda (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
terima telah sesuai
dengan pekerjan yang Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
anda lakukan?
Sumber : Data SPSS, 2018

84
Universitas Sumatera Utara
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepkatan, atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh

dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Upah merupakan tujuan utama bagi pekerja/buruh untuk bekerja. PT. Socfindo

Sei Liput melakukan sistem pembayaran upah di tiap bulan dalam bentuk uang

secara langsung kepada para pekerja. Saat pembayaran upah, bagi pekerja yang

memiliki pinjaman di koperasi akan langsung dipotong dari upah yang akan

diterima.

Berdasarkan tabel diatas, PT. Socfindo melakukan pembayaran upah

kepada pekerja secara teratur ditiap bulannya. Upah lembur yang diberikan

kepada para pekerja juga dianggap telah sesuai dengan yang diatur dalam UU

Ketenagakerjaan, dan apabila ada pengurangan upah maka itu dilakukan dengan

transparan dengan cara memberi rincian biaya potongan upah tersebut. Selain itu,

melihat hasil data tabel diatas, 100% pekerja yang menjadi responden merasa

bahwa nilai upah yang mereka terima telah sesuai dengan pekerjaan mereka,

walaupun ada 6,1% responden (7 orang pekerja) yang mengatakan bahwa upah

yang mereka terima masih berada dibawah upah minimum regional (UMR).

Responden yang menjawab bahwa upah yang mereka dapatkan masih dibawah

upah minimum terdiri dari 7 responden laki-laki, 1 responden dari kelompok umur

21-30 tahun, 5 responden dari kelompok umur 31-40 tahun, dan 1 responden dari

kelompok umur diatas 40 tahun. Dilihat dari kriteria lama kerja, responden yang

menjawab demikian berasal dari kelompok lama kerja 1-10 tahun sebanyak 5

85
Universitas Sumatera Utara
responden, dan dari kelompok lama kerja 11-20 tahun sebanyak 2 responden, dan

seluruhnya adalah responden dengan jenjang pendidikan terakhir di sekolah

menengah (SMP/SMA). Responden yang menjawab demikian merupakan pekerja

PT. Socfindo yang berasal dari divisi pabrik, yaitu di bidang elektromekanika.

Mereka mengatakan bahwa upah yang mereka terima masih dibawah UMR yaitu

sebesar Rp 2.200.000, sedangkan UMR Provinsi Aceh adalah Rp 2.700.000. Nilai

upah ini naik sebesar Rp 200.000 dari nilai UMR tahun 2017 yang sebesar Rp

2.500.000. Tapi mereka menganggap bahwa upah yang mereka terima telah sesuai

dengan pekerjaan mereka. Berikut kutipan wawancara dengan salah seorang

responden :

...“Gaji saya masih dibawah UMR dek, orang dua juta dua
ratus kok. kan dibawah UMR itu kan? UMR Aceh kan gak
segitu, malah mau naik ini 2018 ini. Tapi ya orang kerjanya
pun nggak ada dek, kalo gak ada yang mau dipasang, gak
ada yang diperbaiki, ya gak ada yang dikerjain walaupun
tiap hari ya harus ke pabrik. Beda sama orang pabrik yang
di pengolahan, itu memang capek dek. Ngedur kerja. Buah
masuk terus. Kami ya namanya tukang listrik kan gak
mungkin kami ngerontokin buah juga hehehe..”

Dari pernyataan dan data tabel diatas, terlihat bahwa PT. Socfindo telah

memberikan pendapatan/upah yang sesuai untuk pekerja nya, namun masih ada

yang menerima upah dengan nilai dibawah UMR. Artinya, ada ketidakmerataan

yang terjadi dalam pemberian upah, walaupun persentasenya cukup kecil. Tapi

dengan adanya tunjangan-tunjangan atau bonus lain yang sering diberikan

perusahaan kepada pekerja juga mempengaruhi pilihan pekerja untuk tetap

mempertahankan pekerjaannya di perusahaan ini, dan persentase ketidamerataan

nilai upah yang cukup kecil tersebut mampu tertutupi oleh upah tambahan yang

diperoleh pekerja dari perusahaan.

86
Universitas Sumatera Utara
4.3.8 Pandangan Responden tentang Stabilitas & Jaminan Pekerjaan

Tabel 4.13 Stabilitas & Jaminan Pekerjaan


Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%)
Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA

Dalam hal pemutusan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


hubungan kerja, (100% 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
perusahaan tidak
melakukan PHK Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kepada pekerja yang
berhalangan kerja
karna pekerja sakit?
Dalam hal pemutusan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
hubungan kerja, (100% 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
perusahaan tidak
melakukan PHK Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kepada pekerja yang
berhalangan kerja
karna pekerja
menjalankan ibadah?
Dalam hal pemutusan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
hubungan kerja, (100% 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
perusahaan tidak
melakukan PHK Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kepada pekerja yang
berhalangan kerja
karna pekerja
menikah?
Dalam hal pemutusan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
hubungan kerja, (100% 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%

87
Universitas Sumatera Utara
perusahaan tidak Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
melakukan PHK
kepada pekerja yang
berhalangan kerja
karna pekerja
perempuan
hamil/melahirkan?
Apakah perusahaan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
bersedia bernegosiasi (100% 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
dengan pekerja dan
serikat pekerja Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
sebelum melakukan
PHK?
Apakah pekerja Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
menerima uang (100% 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
pesangon setelah usai
masa kerja? Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah uang Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


pesangon yang (100% 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
diberikan sesuai
dengan masa kerja? Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sumber : Data SPSS, 2018

88
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan beresiko mengacu kepada pekerjaan tanpa stabilitas. Di

Indonesia, kerja lepas mewakili pekerjaan beresiko. Pekerja yang bekerja baik

sebagai pekerja bebas di pertanian atau pekerja bebas di non pertanian,tidak

memiliki hubungan kerja permanen, namun dipekerjakan bila diperlukan, yang

biasanya secara jangka pendek. Selain itu, karena mereka direkrut begitu saja,

mereka jarang dilindungi oleh jaminan sosial. Di PT. Socfindo, hampir seluruh

pekerja tidak memiliki kontrak kerja, namun mereka dipekerjakan hingga habis

masa kerja atau hingga pekerja mencapi usia pensiun. Perusahaan ini tidak ada

lagi mempekerjakan pekerja bebas (buruh lepas), karna semua yang awalnya

hanya menjadi pekerja harian telah diangkat menjadi karyawan pada akhir tahun

2017.

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa pekerja di PT. Socfindo merasa

sudah memperoleh stbilitas dan jaminan kerja yang baik. Perusahaan ini sendiri

tidak pernah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan semena-mena

yang dapat merugikan pekerja, perusahaan akan lebih dulu mendiskusikan dengan

pekerja sebelum akhirnya melakukan PHK. Perusahaan cukup menoleransi jika

ada pekerjanya yang sedang menikah, sakit dan juga memberikan toleransi

kepada pekerja wanita yang sedang hamil. Selain itu, bagi pekerja di PT.

Socfindo yang berhenti bekerja karna habisnya masa kerja (pensiun) maka pihak

perusahaan akan memberikan pesangon sesuai dengan jabatan kerja dan lamanya

masa kerja. Pesangon merupakan salah satu jaminan sosial yang berhak diterima

oleh pekerja, dan perusahaan ini terlihat telah mampu menjaga stabilitas dan

jaminan kerja para pekerjanya dengan baik.

89
Universitas Sumatera Utara
4.3.9 Pandangan Responden tentang Dialog Sosial

Tabel 4.14 Dialog Sosial


Pertanyaan Jawaban Freq Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan
(%)
Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Div. Div. SD SMP/ PT
Kebun Pabrik Kantor SMA

Dalam hal Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3


berserikat/berorganis (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
asi, apakah
perusahaan Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
mengizinkan pekerja
untuk berserikat?
Dalam hal Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
berserikat/berorganis (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
asi, apakah
perusahaan tidak Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
membatasi ruang
untuk berserikat?
Apakah perusahaan Ya 59 44 15 7 21 31 18 26 15 37 17 5 16 41 2
bersedia melibatkan (51,8%) 38,6% 13,1% 6,1% 18,4% 27,2% 15,8% 22,8 13,1% 32,4% 14,9% 4,4% 14% 36% 1,7%
pekerja dalam
berdiskusi dengan Tidak 55 50 5 7 28 20 30 16 9 21 32 2 4 50 1
pihak pemerintah (48,2%) 43,8% 4,4% 6,1% 24,6% 17,5% 26,3% 14% 7,9% 18,4% 28,1% 1,7% 3,5% 43,8% 0,9%
terkait pekerjaan?
Apakah perusahaan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
membebaskan (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
pekerja untuk
mengajukan Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
pendapat saat
berdiskusi

90
Universitas Sumatera Utara
terkaitpekerjaan?
Apakah perusahaan Ya 114 94 20 14 49 51 48 42 24 58 49 7 20 91 3
membentuk/mendrik (100%) 82,5% 17,5% 12,3% 43% 44,7% 42,1% 36,8% 21,15 50,9% 43% 6,1% 17,5% 79,8% 2,6%
an serikat perusahaan
dibawah kendali Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
manajemen
perusahaan?
Sumber : Data SPSS, 2018

91
Universitas Sumatera Utara
Dialog sosial adalah salah satu indikator dari agenda pekerjaan layak.

Dialog sosial dapat mencakup segala bentuk negosiasi, konsultasi, dan pertukaran

informasi antara perwakilan pemerintah, pengusaha, dan pekerja pada isu-isu yang

melibatkan kepentingan bersama. Dialog yang efektif mengharuskan adanya

kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan suatu kelompok untuk

mempromosikan dan mempertahankan kepentingan pekerjaan. Berdasarkan data

dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa PT. Socfindo mengizinkan para

pekerjanya untuk berserikat/berorganisasi serta tidak memberikan batasan ruang

kepada pekerjanya dalam hal tersebut.Para pekerja juga tidak berada dibawah

tekanan perusahaan dalam berserikat, dapat dilihat dari tidak adanya organisasi

yang didirikan dan dikendalikan oleh perusahaan. Para pekerja juga diberikan

kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan solusi dalam berdiskusi.

Namun, berdasarkan data di atas, PT. Socfindo malah masih tertutup untuk

mengikutsertakan pekerja dalam berdiskusi dengan pihak pemerintah. Hal ini

terlihat dari persentase jawaban responden yaitu sebanyak 59 responden atau

51,8% untuk pilihan jawaban “Ya”, dan sebanyak 55 responden atau 48,2%

untuk pilihan jawaban “Tidak”. Berdasarkan jenis kelamin, jawaban “tidak”

tersebut terdiri dari responden laki laki sebanyak 50 responden, dan responden

perempuan sebanyak 5 responden. Berdasarkan kriteria umur, jawaban tersebut

terdiri dari responden dengan kelompok umur 21-30 sebanyak 7 responden,

responden dengan kelompok umur 31-40 sebanyak 28 responden, dan responden

dengan kelompok umur lebih dari 40 tahun sebanyak 20 responden. Berdasarkan

kriteria lama kerja, jawaban responden tersebut terdiri dari responden dengan

lama kerja 1-10 tahun sebanyak 30 responden, responden dengan lama kerja 11-

92
Universitas Sumatera Utara
20 tahun sebanyak 16 responden, dan responden dengan lama kerja lebih dari 20

tahun sebanyak 9 responden. Berdasarkan kriteria jabatan kerja, jawaban

responden tersebut terdiri dari responden yang bekerja di divisi kebun sebanyak

21 responden, responden yang bekerja di divisi pabrik sebanyak 32 responden,

dan responden di dvisi kantor sebanyak 2 responden. Sedangkan berdasarkan

jenjang pendidikan terakhir, responden dengan pendidikan terakhir SD menjawab

“tidak” sebanyak 4 orang, responden dengan pendidikan terakhir sekolah

menengah (SMP/SMA) sebanyak 50 orang, dan responden dengan pendidkan

terakhir di tingkat Perguruan Tinggi (PT) hanya 1 responden dari total 3

responden.

Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan salah seorang responden

yang menjawab “Tidak” namun kerap berpartisipasi dalam musyawarah:

“Gak pernah ya (dilibatkan diskusi dengan pihak


pemerintah), setau saya. Kalau diskusi sama pihak
pemerintah itu ya perwakilan perusahaan aja mungkin, kami
gak dilibatkan. Memang gak tiap-tiap rapat lah saya ikut,
tapi ya sering juga. Selama saya ikut itu, ya gak pernah.Gak
pernah tau lah saya ini ada pertemuan dengan pemerintah
atau nggak, gitu loh.”

Dari pernyataan dan data tabel diatas, dapat terlihat bahwa dialog sosial

yang terjadi di PT. Socfindo telah berada di jalur yang benar, namun masih ada

yang harus diperbaiki. Pihak perusahaan harus lebih mempromosikan dan

membuka ruang untuk seluruh lapisan pekerja agar mampu mencapai dialog sosial

yang lebih baik lagi, terutama untuk berdialog dengan pihak pemerintah.

93
Universitas Sumatera Utara
4.4 Pembahasan

Fenomena yang biasanya terjadi seperti aksi yang dilakukan oleh para

buruh mengindikasikan bahwa pihak perusahaan tidak memenuhi kewajiban

mereka untuk memfasilitasi pekerja dengan sebaik-baiknya dan menggenapi hak-

hak para buruh tersebut dengan layak. Pada 1 Mei (May Day), di Indonesia kerap

terjadi aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh guna menuntut

terpenuhinya hak-hak mereka atau memprotes kebijakan-kebijakan yang

mengancam kesejahteraan hidup mereka. Mengetahui beberapa data permasalahan

tersebut di atas, timbul pertanyaan apakah hal serupa juga dialami oleh pekerja di

PT. Socfindo kebun Sei Liput. Karena setelah cukup lama berdiri, hubungan antar

perusahaan dan pekerja terlihat tidak pernah memanas. Hal ini terlihat dari tidak

adanya aksi-aksi protes yang dilakukan para buruh PT. Socfindo kepada

perusahaan.

Berikut ini akan dijelaskan secara sub bab materi pembahasan yang

penting untuk ditelaah kembali.

4.4.1 Tingkat pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT.

Socfindo

Pekerjaan layak merupakan pilar utama perusahaan dan pemerintah

sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan,

khususnya bagi para pekerja atau buruh. Pekerjaan Layak adalah pekerjaan yang

dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, tanpa paksaan atau tekanan,

memberikan upah atau memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai

dan mencukupi hidup secara layak, serta terjaminnya kesejahteraan, keamanan,

dan keselamatan fisik maupun psikologis para pekerja. Berdasarkan temuan data

94
Universitas Sumatera Utara
di lapangan, dapat terlihat bahwa beberapa indikator dari pekerjaan layak sudah

diterapkan dengan cukup baik oleh PT. Socfindo Sei Liput. Namun beberapa dari

indikator tersebut juga masih membutuhkan perbaikan.

Adapun indikator-indikator yang sudah diterapkan dengan cukup baik

adalah indikator jaminan sosial, pekerjaan yang harus dihapuskan, pendapatan dan

upah layak, serta stabilitas dan jaminan pekerjaan. Persentase jawaban/respon

responden untuk tiap item pertanyaan di indikator-indikator tersebut mencapai

100% (rata-rata diatas 90%) sesuai dengan pilihan jawaban yang diharapkan. Pada

indikator jaminan sosial, pendapatan dan upah layak, dan stabilitas dan jaminan

pekerjaan, semakin tinggi persentase jawaban “ya” (respon positif) dari responden

menunjukkan semakin baik pula penerapan indikator pekerjaan layak tersebut.

Sedangkan untuk indikator pekerjaan yang harus dihapuskan, tiap item

pertanyaannya mengharapkan jawaban “tidak” (respon negatif). Jadi, semakin

tinggi persentase jawaban “tidak” (respon negatif) dari responden, menunjukkan

semakin baik pula penerapan indikator ini.

Namun berbeda halnya dengan beberapa indikator lain yaitu kesempatan

kerja, hak dasar di tempat kerja, kesempatan dan perlakuan yang sama, jam kerja

layak, dan dialog sosial. Persentase jawaban dari responden pada beberapa item

pertanyaan dalam indikator tersebut mengindikasikan bahwa penerapannya masih

kurang baik. Pada aspek kesempatan kerja, terlihat bahwa perusahaan tidak

melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing) yang artinya kesempatan

kerja tidak terbuka untuk masyarakat luas. Selain itu responden juga berpendapat

bahwa saat proses rekrutmen, HRD kerap tidak hadir di lokasi dan lokasi

rekrutmen tersebut tidak di tempat yang nyaman. Berdasarkan data tersebut, dapat

95
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa aspek kesempatan kerja ini penerapannya masih kurang baik.

Begitu juga pada aspek hak dasar di tempat kerja, dapat terlihat bahwa hampir

seluruh pekerja tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan. Padahal kontrak

kerja merupakan hal yang memberi kepastian hukum dari hubungan antara

pekerja dengan perusahaan.

Selain itu, pada aspek jam kerja layak, dapat diketahui bahwa jam kerja

lembur yang diberikan perusahaan kerap kali melebihi batas jam kerja lembur

maksimum seperti yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan dilakukan

saat libur mingguan atau libur resmi. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan aspek

jam kerja layak yang merupakan indikator pekerjaan layak karna mengganggu hak

istirahat pekerja. Sedangkan pada aspek kesempatan & perlakuan yang sama dan

dialog sosial, terlihat bahwa ada satu item pertanyaan dari aspek tersebut yang

mendapat jawaban/respon negatif (bukan jawaban yang diharapkan). Meskipun

tidak ada pembedaan penempatan posisi kerja dan perlakuan karna agama atau

suku, namun PT. Socfindo membedakan penempatan posisi kerja berdasarkan

jenis kelamin. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh stigma tentang perempuan yang

lebih baik bekerja di sektor domestik (merawat, mengasuh) sehingga posisi kerja

di perusahaan ini sebagian besar diisi oleh pekerja laki-laki. Pada aspek dialog

sosial, meskipun PT. Socfindo sudah memberikn kebebasan berpendapat dan

berserikat untuk seluruh pekerjanya, namun dalam hal berdiskusi dengan pihak

pemerintah masih cenderung tertutup. Padahal sudah menjadi kewajiban bagi

pengusaha untuk membuka ruang seluas-luasnya untuk berdiskusi dan

memfasilitasi seluruh pekerjanya dalam melaksanakan dialog sosial dengan pihak

manapun terkait kepentingan pekerjaan.

96
Universitas Sumatera Utara
Secara keseluruhan, tingkat pekerjaan layak di PT. Socfindo masih

tergolong rendah karena hanya 4 aspek dari indikator-indikator pekerjaan layak

yang diterapkan dengan cukup baik.

4.4.2 Realitas penerapan konsep pekerjaan layak pada pekerja perkebunan

kelapa sawit PT. Socfindo

Salah satu hak asasi manusia adalah hak untuk memperoleh pekerjaan dan

penghidupan yang layak. Hal ini tertuang dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Di

Indonesia sendiri, tidak ada larangan bagi setiap orang untuk bekerja, namun hak

untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan layaklah yang masih sulit

didapatkan. Bahkan jika pun seseorang sudah bekerja, belum tentu pekerjaan itu

adalah pekerjaan layak yang mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Di

PT Socfindo, penerapan indikator-indikator pekerjaan layak berdasarkan konsep

ILO masih memerlukan perbaikan dan pengawasan. Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa proses rekrutmen yang dilakukan perusahaan masih sangat

tertutup. Perusahaan tidak melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga ataupun

melakukan pemasangan iklan lowongan pekerjaan. Mereka melakukannya dengan

cara tertutup, melalui mulut ke mulut. Tak mengherankan jika yang bekerja di

perusahaan tersebut sebagian besar memiliki hubungan kekerabatan antara satu

sama lain, dan hampir seluruh pekerja adalah penduduk di sekitar pabrik atau

sekitar lahan pertanian milik perusahaan saja. Selain itu, hanya pekerja yang baru

bekerja di perusahaan saja yang melewati proses rekrutmen secara formal seperti

adanya HRD di lokasi rekrutmen dan melewati proses interview. Hal ini

bertentangan dengan aspek kesempatan kerja yang sesuai dengan indikator

pekerjaan layak.

97
Universitas Sumatera Utara
Pada aspek hak dasar di tempat kerja, didapati bahwa hampir seluruh

pekerja tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan yang artinya hubungan

kerja antara pekerja dan pemberi kerja tidak memiliki kepastian hukum. Bekerja

tanpa kontrak kerja umumnya akan merugikan pekerja, namun pada penelitian ini

didapati bahwa pekerja PT. Socfindo tidak merasa dirugikan karna hal tersebut

tidak mengurangi hak-hak yang memang sudah seharusnya mereka terima sebagai

pekerja seperti jaminan sosial, upah yang layak, tidak adanya diskriminasi dan

pekerjaan yang harus dihapuskan, juga stabilitas dan jaminan pekerjaan yang

cukup baik. Bahkan, pada waktu tertentu perusahaan kerap memberikan

tunjangan-tunjangan yang berupa biaya untuk membantu memenuhi kebutuhan

hidup pekerja dan keluarga, seperti beasiswa pendidikan untuk anak dari pekerja

yang berprestasi, penghargaan untuk pekerja dengan kriteria rumah terbersih, dll.

Dalam pertukaran sosial yang dijelaskan oleh Homans, faktor utama yang

menentukan perilaku manusia adalah motivasi terhadap benefit (manfaat) atau

value (nilai) yang akan diterima dari prilakunya tersebut. Benefit tersebut bukan

hanya dalam bentuk ekonomi saja, bisa juga dalam bentuk-bentuk lainnya seperti

pujian, perhatian, tepuk tangan, senyuman, dan sebagainya. Dalam penelitian ini,

teori pertukaran sosial didasarkan pada prinsip transaksi ekonomis elementer,

dimana perbuatan yang berkenaan dengan kemauan mengakibatkan adanya

reward dan punishment dari orang lain. Yang dimaksudkan yaitu antara

pengusaha dan pekerja terdapat hubungan kerja yang masing-masing berkaitan

dengan hak dan kewajiban yang dijalankan. Pekerja mengorbankan tenaga untuk

menjalankan proses produksi, dan pengusaha memberikan imbalan, bisa saja

dengan profit bagi pekerja, atas pengorbanan (pekerjaan) tersebut.

98
Universitas Sumatera Utara
Dalam pertukaran sosial, sebuah pengorbanan (cost) harus memperoleh

imbalan (reward) yang seimbang agar pelaku pertukaran bersedia untuk menetap

pada hubungan tersebut. Bagi pekerja PT. Socfindo, apa yang mereka kerjakan

telah mendapatkan imbalan yang setimpal. Mereka merasa telah mendapat upah

yang cukup, dilengkapi dengan jaminan-jaminan pekerjaan yang diberikan oleh

perusahaan. Hal ini yang mempengaruhi lamanya masa kerja mereka, yang

berdasarkan data penelitian diatas, diketahui rata-rata pekerja PT. Socfindo telah

bekerja cukup lama di perusahaan ini. Hal ini pula yang mempengaruhi tindakan

pekerja yang tidak pernah melakukan aksi-aksi untuk menuntut perusahaan

memenuhi hak-hak mereka, meskipun berdasarkan realitas yang ditemukan

peneliti di lapangan, perusahaan mengganggu hak istirahat mereka sebagai

pekerja dengan melakukan jam kerja lembur yang diluar batas maksimal dan saat

libur mingguan atau libur resmi. Padahal istirahat dari pekerjaan merupakan hal

penting bagi pekerja untuk memulihkan diri dan menghilangkan rasa penat setelah

lelah bekerja, serta untuk menjaga keselarasan hubungan antara kehidupan pribadi

dan pekerjaan. Namun pekerja merasa itu bukan permasalahan yang berarti,

karena upah lembur dibayarkan sesuai waktu dan nilai yang dijanjikan.

Terkait proses pertukaran sosial antara pekerja dan pengusaha PT.

Socfindo ini, masih terjadi ketidak seimbangan karna beberapa hak pekerja masih

belum dipenuhi dengan layak oleh perusahaan. Namun pekerja sebagai pihak

yang lebih memiliki banyak kepentingan terhadap perusahaan, tidak

mempermasalahkan hal tersebut karena turut mempertimbangkan profit

(keuntungan) yang mereka peroleh dari perusahaan diluar imbalan yang

seharusnya mereka terima sebagai bayaran atas pekerjaan (pengorbanan) mereka.

99
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian di lapangan, pekerja tidak merasa keberatan dengan jam

kerja lembur yang sudah melampaui batas jam kerja lembur per minggu sesuai

dengan yang ditetapkan di UU Ketenagakerjaan karna selain memperoleh upah

lembur yang sesuai, jika jam lembur sudah berlebih maka akan diberikan

tambahan bonus untuk upah lembur tersebut. Hal ini mungkin juga disebabkan

oleh ketidaktahuan para pekerja atas apa saja yang sebenarnya menjadi hak

mereka sebagai pekerja yang tidak boleh diusik oleh perusahaan, dan karna

merekaa merasa kesejahteraan hidup mereka dari segi ekonomi baik-baik saja,

sehingga mereka tidak mempermasalahkan hal-hal tersebut.

100
Universitas Sumatera Utara
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Salah satu hak asasi manusia adalah hak untuk memperoleh pekerjaan dan

penghidupan yang layak. Hal ini tertuang dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

Pekerjaan layak merupakan pilar utama perusahaan dan pemerintah sebagai upaya

untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, khususnya bagi

para pekerja atau buruh. Pekerjaan Layak adalah pekerjaan yang dilakukan atas

kemauan atau pilihan sendiri, tanpa paksaan atau tekanan, memberikan upah atau

memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai dan mencukupi hidup

secara layak, serta terjaminnya kesejahteraan, keamanan, dan keselamatan fisik

maupun psikologis para pekerja. Di Indonesia sendiri, tidak ada larangan bagi

setiap orang untuk bekerja, namun hak untuk memperoleh pekerjaan dan

penghidupan layaklah yang masih sulit didapatkan. Bahkan jika pun seseorang

sudah bekerja, belum tentu pekerjaan itu adalah pekerjaan layak yang mampu

meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa

kondisi pekerjaan layak pada pekerja perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo

belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Beberapa

indikator dari pekerjaan layak sdah diterapkan dengan cukup baik, namun

selebihnya masih membutuhkan perbaikan dan pengawasan. Adapun indikator-

indikator yang sudah diterapkan dengan cukup baik adalah indikator jaminan

sosial, pekerjaan yang harus dihapuskan, pendapatan dan upah layak, serta

101
Universitas Sumatera Utara
stabilitas dan jaminan pekerjaan. Persentase jawaban/respon responden untuk tiap

item pertanyaan di indikator-indikator tersebut mencapai 100% (rata-rata diatas

90%) sesuai dengan pilihan jawaban yang diharapkan. Namun berbeda halnya

dengan beberapa indikator lain yaitu kesempatan kerja, hak dasar di tempat kerja,

kesempatan dan perlakuan yang sama, jam kerja layak, dan dialog sosial.

Kesempatan kerja pada perusahaan ini masih sangat tertutup. Berdasarkan

hasil penelitian, diketahui bahwa proses rekrutmen yang dilakukan perusahaan

masih sangat tertutup. Perusahaan tidak melakukan rekrutmen melalui pihak

ketiga ataupun melakukan pemasangan iklan lowongan pekerjaan. Mereka

melakukannya dengan cara tertutup, melalui mulut ke mulut. Begitupun mengenai

aspek hak dasar di tempat kerja, hampir seluruh dari pekeja PT. Socfindo tidak

memiliki kontrak kerja dengan perusahaan yang artinya hubungan kerja antara

pekerja dan pengusaha tidak memiliki kepastian hukum. Selain itu, pada aspek

jam kerja layak, dapat diketahui bahwa jam kerja lembur yang diberikan

perusahaan kerap kali melebihi batas jam kerja lembur maksimum seperti yang

telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan dilakukan saat libur mingguan atau

libur resmi. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan aspek jam kerja layak yang

merupakan indikator pekerjaan layak karna mengganggu hak istirahat pekerja.

Sedangkan pada aspek kesempatan & perlakuan yang sama dan dialog

sosial, terlihat bahwa ada satu item pertanyaan dari aspek tersebut yang mendapat

jawaban/respon negatif (bukan jawaban yang diharapkan). Meskipun tidak ada

pembedaan penempatan posisi kerja dan perlakuan karna agama atau suku, namun

PT. Socfindo membedakan penempatan posisi kerja berdasarkan jenis kelamin.

Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh stigma tentang perempuan yang lebih baik

102
Universitas Sumatera Utara
bekerja di sektor domestik (merawat, mengasuh) sehingga posisi kerja di

perusahaan ini sebagian besar diisi oleh pekerja laki-laki yang dianggap lebih

superior. Dan yang terakhir, pada aspek dialog sosial, meskipun PT. Socfindo

sudah memberikan kebebasan berpendapat dan berserikat untuk seluruh

pekerjanya, namun dalam hal berdiskusi dengan pihak pemerintah masih

cenderung tertutup. Padahal sudah menjadi kewajiban bagi pengusaha untuk

membuka ruang seluas-luasnya untuk berdiskusi dan memfasilitasi seluruh

pekerjanya dalam melaksanakan dialog sosial dengan pihak manapun terkait

kepentingan pekerjaan. Secara keseluruhan, tingkat pekerjaan layak di PT.

Socfindo masih tergolong rendah karena hanya 4 aspek dari indikator-indikator

pekerjaan layak yang sudah diterapkan dengan cukup baik dan sesuai dengan

kualitas yang diharapkan. Padahal seharusnya ada 9 indikator yang harus

diterapkan dengan sebaik-baiknya untuk dapat mencapai sebuah pekerjaan layak.

Dalam penelitian ini, teori pertukaran sosial didasarkan pada prinsip

transaksi ekonomis elementer, dimana perbuatan yang berkenaan dengan kemauan

mengakibatkan adanya reward dan punishment dari orang lain. Yang

dimaksudkan yaitu antara pengusaha dan pekerja terdapat hubungan kerja yang

masing-masing berkaitan dengan hak dan kewajiban yang dijalankan. Dalam

pertukaran sosial, sebuah pengorbanan (cost) harus memperoleh imbalan (reward)

yang seimbang agar pelaku pertukaran bersedia untuk menetap pada hubungan

tersebut. Bagi pekerja PT. Socfindo, apa yang mereka kerjakan telah mendapatkan

imbalan yang setimpal. Hal ini yang mempengaruhi lamanya masa kerja mereka,

yang berdasarkan data penelitian diatas, diketahui rata-rata pekerja PT. Socfindo

telah bekerja cukup lama di perusahaan ini. Hal ini pula yang mempengaruhi

103
Universitas Sumatera Utara
tindakan pekerja yang tidak pernah melakukan aksi-aksi untuk menuntut

perusahaan memenuhi hak-hak mereka, meskipun berdasarkan realitas yang

ditemukan peneliti di lapangan, perusahaan mengganggu hak istirahat mereka

sebagai pekerja serta tanpa kontrak kerja.

Melihat fenomena ini berdasarkan teori pertukaran sosial antara pekerja

dan pengusaha PT. Socfindo ini, masih terjadi proses pertukaran yang tidak

seimbang karna beberapa hak pekerja masih belum dipenuhi dengan layak oleh

perusahaan. Namun pekerja tidak mempermasalahkan hal tersebut karena turut

mempertimbangkan profit (keuntungan) yang mereka peroleh dari perusahaan

diluar imbalan yang seharusnya mereka terima sebagai bayaran atas pekerjaan

(pengorbanan) mereka. Profit bagi pekerja dalam penelitian ini adalah berbagai

bonus dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan. Tidak adanya aksi-aksi

protes yang dilakukan pekerja kepada perusahaan atas ketidakseimbangan tersebut

mungkin juga disebabkan oleh ketidaktahuan para pekerja atas apa saja yang

sebenarnya menjadi hak mereka sebagai pekerja yang tidak boleh diusik oleh

perusahaan, dan karna mereka merasa kesejahteraan hidup mereka dari segi

ekonomi terpenuhi dengan baik.

5.2 Saran

1. Bagi pemerintah, direkomendasikan untuk lebih memaksimalkan

pengawasan penerapan-penerapan agenda pekerjaan layak guna

menciptakan kerja layak bagi seluruh masyarakat.

2. Bagi pengusaha, direkomendasikan lebih memperhatikan kondisi

kelayakan kerja bagi buruh sebab pencapaian kelayakan kerja tersebut

104
Universitas Sumatera Utara
pada kelanjutannya juga akan berdampak positif bagi tumbuh kembang

perusahaan seiring dengan terciptanya kepuasan kerja pekerja di

perusahaan tersebut.

3. Bagi Dinas Tenaga Kerja, direkomendasikan agar lebih bersikap tegas

dan adil dalam memperhatikan dan menyikapi berbagai permasalahan

buruh yang terdapat di perusahaan.

4. Bagi pekerja, direkomendasikan untuk turut membantu mengawasi

penerapan agenda kerja layak di perusahaan dan turut berpartisipasi

dalam dialog sosial.

105
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun

Lampiran 2. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun

Lampiran 3. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun

106
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Foto Tampak Depan Rumah Bagi Pekerja

Lampiran 5. Foto Perumahan Bagi Pekerja

Lampiran 6. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kebun

107
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Pabrik

Lampiran 8. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Pabrik

Lampiran 9. Foto Tampak Depan Rumah Bagi Pekerja

108
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kantor

Lampiran 11. Foto Peneliti Dengan Responden Dari Divisi Kantor

109
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Kuisioner Penelitian

KUESIONER TERTUTUP

PENELITIAN SKRIPSI MAHASISWA


DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2018

PEKERJAAN LAYAK PADA PEKERJA PERKEBUNAN


KELAPA SAWIT
(Survey Pada Pekerja PT Socfindo Indonesia Sei Liput Kecamatan Kejuruan
Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh)

PETUNJUK PENGISIAN:
1. BACALAH PERTANYAAN DENGAN BAIK DAN SEKSAMA
2. ISILAH MASING - MASING PERTANYAAN DENGAN
MEMBERIKAN KODE PADA PILIHAN JAWABAN YANG
SESUAI DENGAN KEADAAN YANG SEBENAR-BENARNYA,
SESUAI PERINTAH DARI MASING-MASING PERTANYAAN
3. PENELITIAN INI MURNI UNTUK KEPERLUAN SKRIPSI
DAN TIDAK AKAN BERPENGARUH APAPUN BAGI
SAUDARA, SEHINGGA DIMOHON DENGAN SANGAT
DALAM AGAR MENJAWAB PERTANYAAN DENGAN JUJUR
DAN APA ADANYA, AGAR TUJUAN PENELITIAN INI BISA
DICAPAI

110
Universitas Sumatera Utara
KETERANGAN RESPONDEN

Isilah sesuai dengan data pribadi masing-masing responden.

1. NAMA :
2. UMUR :
3. JENIS KELAMIN :
4. PENDIDIKAN :
5. JABATAN KERJA :
6. LAMA KERJA :

PEKERJAAN LAYAK

Berikanlah tanda silang (×) pada pilihan jawaban yang disediakan sesuai
dengan keadaan anda yang sebenar-benarnya.

KESEMPATAN KERJA

1. Apakah perusahaan melakukan rekrutmen tunggal?


a. ya b. tidak
2. Apakah perusahaan melakukan rekrutmen melalui pihak ketiga (outsourcing)?
a. ya b. tidak
3. Dalam hal pembagian kerja, apakah :
1. sangat merata dalam 1 bulan sekali? a. ya b. tidak
2. beban kerja tidak tumpang tindih? a. ya b. tidak
4. Dalam hal penerimaan kerja, apakah :
1. HRD hadir pada saat rekrutmen?
a. ya b. tidak
2. Lokasi rekrutmen di tempat yang nyaman?
a. ya b. tidak
3. Penempatan kerja sesuai dengan keahlian pekerja?
a. ya b. tidak
5. Apakah perusahaan memberikan pelatihan untuk keselamatan kerja?
a. ya b. tidak
6. Apakah perusahaan menyediakan peralatan keselamatan umum di tempat kerja?
a. ya b. tidak

111
Universitas Sumatera Utara
JAMINAN SOSIAL
7. Apakah anda memperoleh jaminan kecelakaan kerja? a. ya b. tidak
8. Apakah anda memperoleh jaminan kematian? a. ya b. tidak
9. Apakah anda memperoleh jaminan hari tua? a. ya b. tidak
10. Apakah anda memperoleh jaminan kesehatan? a. ya b. tidak
HAK DASAR DI TEMPAT KERJA
11. Apakah anda memiliki kontrak kerja dengan perusahaan? a. ya b. tidak
12. Apakah kontrak kerja memiliki kepastian hukum? a. ya b. tidak
13. Apakah anda memperoleh hak yang ditentukan dalam kontrak? a. ya b. tidak
14. Apa status pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan anda? a. ya b. tidak
15. Apakah menurut anda tunjangan yang anda peroleh sudah
sesuai dengan status pekerjaan anda? a. ya b. tidak
16. Apakah perusahaan melibatkan pekerja dalam musyawarah? a. ya b. tidak
17. Apakah anda berpartisipasi dalam musyawarah? a. ya b. tidak
20. Apakah anda berpartisipasi dalam pengambilan keputusan? a. ya b. tidak
PEKERJAAN YANG HARUS DIHAPUSKAN
21. Selama bekerja, apakah anda pernah mengalami kekerasan? a. ya b. tidak
22. Apakah anda pernah mendapat ancaman dari perusahaan? a. ya b. tidak
23. Apakah anda pernah mengalami pembebanan hutang dengan-
bunga tinggi? a. ya b. tidak
24. Apakah gaji anda pernah ditahan/tidak dibayar? a. ya b. tidak
25. Apakah dokumen identitas ditahan oleh perusahaan? a. ya b. tidak
26. Perusahaan pernah melakukan penahanan barang berharga? a. ya b. tidak
27. Perusahaan mempekerjakan pekerja usia dibawah (<) 18 tahun? a. ya b. tidak
KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA
28. Apakah pemilihan & penempatan posisi kerja didasarkan pada suku?
a. ya b. tidak
29. Apakah pemilihan & penempatan posisi kerja didasarkan pada jenis kelamin?
a. ya b.tidak
30. Apakah pemilihan & penempatan posisi kerja didasarkan pada agama yang
dianut? a. ya b. Tidak

112
Universitas Sumatera Utara
31. Apakah ada perbedaan perlakuan karena suku?
a. ya b. tidak
32. Apakah ada perbedaan perlakuan karena jenis kelamin?
a. ya b. tidak
33. Apakah ada perbedaan perlakuan karena agama yang dianut?
a. ya b. tidak
JAM KERJA LAYAK
Dalam hal jam kerja, sesuai dengan UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal
7 (2) yang menyatakan bahwa 40 jam dalam seminggu (7 jam/hari untuk 6 hari
kerja/minggu, atau 8 jam/hari untuk 5 hari kerja/minggu) sebagai jam kerja
maksimum, Apakah :
34. Jam kerja yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan UU ketenagakerjaan?
a. ya b. tidak
35. Perusahaan tidak mengharuskan pekerja untuk mengambil jam kerja berlebih
(lembur)? a. ya b. tidak
36. Untuk jam kerja berlebih, akan diberikan tambahan upah per jam (upah
lembur) ? a. ya b. tidak
37. Jam kerja lembur hanya dilakukan diluar istirahat mingguan atau libur resmi?
a. ya b. tidak
38. Jam kerja lembur maksimal 14 jam dalam seminggu?
a. ya b. tidak
PENDAPATAN/UPAH YANG MENCUKUPI
39. Apakah upah dibayar teratur?
a. ya b. tidak
40. Apakah upah yang diberikan tidak dibawah upah minimum yang telah diatur
oleh UU ketenagakerjaan?
a. ya b. tidak
41. Upah lembur telah sesuai dengan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan?
a. ya b. tidak
42. Apabila ada pengurangan upah, hal itu dilakukan secara transparan?
a. ya b. tidak

113
Universitas Sumatera Utara
43. Menurut anda, apakah nilai upah yang anda terima telah sesuai dengan
pekerjaan yang anda lakukan?
a. ya b. tidak
STABILITAS DAN JAMINAN PEKERJAAN
44. Dalam hal pemutusan hubungan kerja, perusahaan tidak melakukan PHK
kepada pekerja yang berhalangan kerja karena :
1. Pekerja sakit? a. ya b. tidak
2. Pekerja menjalankan ibadah? a. ya b. tidak
3. Pekerja menikah? a. ya b. tidak
4. Pekerja perempuan hamil/melahirkan? a. ya b. tidak
45. Apakah perusahaan bersedia bernegosiasi dengan pekerja
dan serikat pekerja sebelum melakukan PHK? a. ya b. tidak
46. Apakah menerima uang pesangon setelah usai masa kerja? a. ya b. tidak
47. Apakah uang pesangon yang diberikan sesuai dengan
lamanya masa kerja? a. ya b. tidak
DIALOG SOSIAL
48. Dalam hal berserikat/berorganisasi, apakah perusahaan :
1. Mengizinkan pekerja untuk berserikat? a. ya b. tidak
2. Tidak membatasi ruang untuk berserikat? a. ya b. tidak
49. Apakah perusahaan bersedia melibatkan pekerja dalam berdiskusi dengan
pihak pemerintah terkait pekerjaan? a. ya b. tidak
50. Apakah perusahaan membebaskan pekerja untuk mengajukan pendapat saat
berdiskusi terkait pekerjaan? a. ya b. tidak
51. Apakah perusahaan membentuk/mendirikan serikat pekerja dibawah kendali
manajemen perusahaan? a. ya b. tidak

TERIMAKASIH

114
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Agusmidah, 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Medan.

Analisa. 2016. Ratusan Karyawan PT MPLI Mogok Kerja.


http://harian.analisadaily.com/aceh/news/ratusan-karyawan-pt-mpli-
mogok-kerja/264088/2016/09/20 (diakses pada 17 Mei 2017)

Anker, Richard. 2001. ILO Multi-Country Databases. Geneva: ILO.

Asyhadie, Zaeni, 2013. Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja.


Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada.

BPS Aceh Tamiang, 2013. http://acehtamiang.bps.go.id (diakses pada 20 April


2017)

BPS Survei Perusahaan Perkebunan, 2017. http://bps.go.id (diakses pada 20 April


2017)

BPS, 2015. http://bps.go.id (diakses pada 20 April 2017)

DIRJENBUN, 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit


2014 – 2016. Jakarta : Kementerian Pertanian.

Ghai, Dharam. 2003. Decent Work: Concept and Indicators. Geneva: ILO.

Ikhwan, 2016. BPS Mencatat 87 Perusahaan Sawit Berada Di Aceh.


http://www.acehterkini.com/2016/09/bps-mencatat-87-perusahaan-sawit-
berada.html (diakses pada 22 April 2017)

ILO. 2007. Sekilas Tentang ILO. Jakarta:ILO.

ILO. 2011. Profil Pekerjaan Layak di Indonesia. Jakarta:ILO.

Kerlinger, Fred N. 2000. Penelitian Behavioral. Universitas Gajah Mada,


Yogyakarta.

115
Universitas Sumatera Utara
Kusyuniati. (2010). Peran ILO dalam Upaya Pemberdayaan Tenaga Kerja
Indonesia. http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content
&view=article&id=14:peran-ilo-dalam-upaya-pemberdayaan-tenaga-kerja-
indonesia-&catid=34:mkp&Itemid=61 (diakses pada tanggal 5 Juni 2017)

Lintas Atjeh. 2017. Pospera Hentikan Praktek Perbudakan Terhadap Buruh


Perkebunan Sawit. http://www.lintasatjeh.com/2017/03/pospera-hentikan-
praktek-perbudakan-terhadap-buruh-perkebunan-sawit.html (diakses pada
22 April 2017)

Maleong, Lexy j. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung : Remaja


Rodaskarya

Nasir, Muhammad. 2016. Dihalangi Berserikat, Buruh Adukan PT MPLI ke


DPRK Tamiang. Serambi Indonesia.

Prajuliyanto, Agung, 2016. Kondisi Kerja Layak Buruh Perempuan PT.”PM”Tex,


Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang Jawa Tengah (Tesis).
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Ritonga, Razali. 2017. Tuntutan Pekerjaan Layak. http://www.republika.co.id/


berita/koran/opini-koran/14/06/17/n7ar8727-tuntutan-pekerjaan-layak
(diakses pada 18 April 2017)

Ritzer, G & Douglas, J. Goodman, 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta :


Kencana.

Serambi Indonesia, 2016. Aceh Tamiang Dikepung HGU.


http://aceh.tribunnews.com/2016/04/08/aceh-tamiang-dikepung-hgu.
(diakses pada 19 April 2017)

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta :
Pustaka LP3ES Indonesia

SPN, 2016. Pekerjaan Layak Atau Decent Work. http://spn.or.id/pekerjaan-layak-


atau-decent-work/ (diakses pada 18 April 2017)

116
Universitas Sumatera Utara
Status Aceh. 2015. Tuntut Alokasi CSR Tepat Sasaran, Massa Kepung PTPN-1.
http://www.statusaceh.net/2015/12/tuntut-alokasi-csr-tepat-sasaran-
massa.html (diakses pada 20 Mei 2017)

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sugiyono. 2015. Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Cetakan
ketiga. Bandung : Penerbit Alfabeta

Umar, Husein, 2009. Metode Penelitian untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.

Widarti, Sri. 2006. Pekerjaan Yang Layak: Asian Decade Decent Work 2006-
2015. ILO.

Wikipedia, 2011. https://id.wikipedia.org/wiki/Buruh (diakses pada 18 April


2017)

117
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai