Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK 2

PERPAJAKAN MADYA

Disusun oleh:
Annisa Haryanti (0102268237009)
Putri Alqina Faizi (0102268237011)
Mita Rizki Amalia (0102268237008)
Sriwismi Marlia (01022682327021)
Thessalonica Octaviani (01022682327019)

PROGRAM PASCASARJANA ILMU EKONOMI


BKU AKUNTANSI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
Pertanyaan
1. Susun pointer dan penjelasannya terkait sub pokok bahasan penyusutan
2. Sebutkan permasalahan apa saja yang bisa terjadi terkait penyusutan
3. Sebutkan pointer yang masih belum jelas dipahami !
4. Berikan contoh perencanaan pajak untuk penyusutan pada 5 jenis usaha yang
berbeda

Jawaban
1. Dalam membahas penyusutan ada beberapa poin yang bisa dibahas, diantaranya:
a. Konsep dasar/Pengertian Penyusutan
Penyusutan menurut para Ahli
Weygandt, Kimmel, dan Kieso:
"Penyusutan adalah proses alokasi biaya aset ke sejumlah periode akuntansi."
Horngren, Sundem, dan Elliott:
"Penyusutan menggambarkan alokasi biaya perolehan aset tetap (minus nilai
sisa) selama umur manfaat yang diperkirakan dari aset tersebut."
Belkaoui
"Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah tercatat suatu aset selama umur
manfaatnya."
Menurut Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia yang diatur dalam
PSAK 16 tentang Aset Tetap adalah "Alokasi sistematis dari jumlah tercatat aset
yang dapat diatribusikan sepanjang umur manfaatnya." Dapat ditarik
kesimpulan, konsep dasarnya adalah bahwa semua aset tetap berwujud yang
mempunyai umur manfaat tertentu dan sepanjang umur manfaat tersebut, nilai
aset tetap akan disusutkan secara sistematis
Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan menyatakan bahwa penyusutan
didefinisikan sebagai alokasi biaya perolehan aset tetap berwujud selama jangka
waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh peraturan pajak. Tujuannya adalah
untuk menentukan beban penyusutan yang dapat dikurangkan dari pendapatan
kena pajak dalam menghitung pajak penghasilan. Undang-Undang Pajak
Penghasilan (PPh) No. 36 Tahun 2008 dan peraturan-peraturan pelaksananya
mengatur mengenai penyusutan aset tetap berwujud untuk tujuan perpajakan.
Tarif penyusutan, metode, dan umur ekonomis dari aset tertentu biasanya
ditetapkan dalam peraturan Direktorat Jenderal Pajak

1
b. Karakteristik Aset yang bisa disusutkan
● Digunakan dalam kegiatan usaha.
Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau
menjalankan usaha. Asset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, asset
campuran, dan aset pribadi.
● Nilainya menurun secara bertahap.
Nilai aset yang dapat disusutkan harus diturunkan secara bertahap, baik
karena semakin buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya
tidak menurun secara bertahap maka tidak dapat disusutkan tetapi langsung
dibiayakan. Adapun aset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, aset
pendanaan, barang dagangan, dan persediaan.
● Aset berwujud dan tidak berwujud.
Aset berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih
dari satu periode dapat disusutkan. Untuk aset tidak berwujud penyusutannya
disebut dengan amortisasi.
● Pihak yang berhak melakukan penyusutan Pihak yang berhak melakukan
penyusutan adalah
a) Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha
b) Pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner
● Saat dilakukan penyusutan
Secara umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi
adakalanya pada tahun perolehan.
● Dasar melakukan penyusutan pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga
sebagai berikut:
a) Harga perolehan (historical cost)
Termasuk didalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang dapat
dikreditkan seperti Paiak Pertambahan Nilai (PPN) vang dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga
perolehan.
b) Harga penggantian (replacement cost)
Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk
kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan.

2
c) Revaluasi.
Suatu asset yang telah direvaluasikan biasanya disusutkan berdasarkan
nilai revaluasinya.

c. Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan


Undang-undang pajak penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat
dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal
harus dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat
terjadi karena hal-hal berikut ini.
1. Harta/asset yang masih dalam proses pengerjaan
2. Harta/asset dalam usaha sewa guna usaha (leasing)
3. Wajib pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak.

Harta/Aset dalam Pengerjaan


Untuk harta/aset tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada
tahun selesainya pekerjaan tersebut.

Harta/Aset dalam Usaha Sewa Guna Usaha


Penyusutan terhadap harta dalam usaha sewa guna usaha khususnya sewa guna
usaha tanpa hak opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewagunausahakan.

Persetujuan Dirjen Pajak


Wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak, apabila tidak
mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada
tahun harta/aset tersebut menghasilkan.

3
Pengelompokan Harta Berwujud
Dua pengelompokan harta berwujud :
Harta berwujud kelompok bukan bangunan

Kelompok Bukan Bangunan Masa Manfaat

Kelompok 1 4 Tahun

Kelompok 2 8 Tahun

Kelompok 3 16 Tahun

Kelompok 4 20 Tahun

Harta berwujud kelompok berupa bangunan

Kelompok Bangunan Masa Manfaat

Bangunan parmanen 20 Tahun

Bangunan tidak permanen 10 Tahun

Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal


Mulai tahun 1995, wajib pajak diperkenankan untuk memilih metode
penyusutan fiskal untuk aset tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode saldo
menurun ganda atau metode garis lurus.

Tarif Penyusutan
Kelompok Bukan
Bangunan Metode Garis Lurus Metode Saldo
Menurun

Kelompok 1 25,00% 50,00%

Kelompok 2 12,50% 25,00%

Kelompok 3 6,25% 12,50%

Kelompok 4 5,00% 10,00%

4
Tarif Penyusutan Aset Tetap Berupa Bangunan

Kelompok Bangunan Tarif Penyusutan (Metode Garis


Lurus)

Bangunan parmanen 5%

Bangunan tidak permanen 10%

d. Penyusutan Berdasarkan SAK


SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berlaku di Indonesia merupakan
kumpulan pedoman akuntansi yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI). Untuk masalah penyusutan aset tetap, SAK yang relevan adalah PSAK 16
(revisi 2015) tentang Aset Tetap.

Berikut adalah poin-poin penting terkait penyusutan berdasarkan PSAK 16:


1. Komponen Penyusutan:
Aset tetap seperti bangunan atau mesin mungkin memiliki komponen-
komponen dengan umur manfaat berbeda. Komponen-komponen tersebut
harus disusutkan secara terpisah.

2. Metode Penyusutan:
Metode penyusutan yang dapat diterapkan oleh entitas adalah berdasarkan
pola konsumsi manfaat ekonomik yang diharapkan dari aset tetap tersebut.
Beberapa metode penyusutan yang umum digunakan dan diakui oleh PSAK
16 adalah sebagai berikut:

1) Metode Garis Lurus (Straight-Line Method):


Ini adalah metode yang paling sering digunakan. Dalam metode ini, biaya
perolehan aset tetap (dikurangi nilai sisa) disusutkan secara merata selama
umur manfaat aset tetap tersebut. Jadi, jumlah penyusutan setiap tahunnya
tetap selama umur manfaat aset.

2) Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method):


Dalam metode ini, penyusutan dihitung berdasarkan persentase tertentu
dari nilai buku aset setiap tahunnya. Akibatnya, beban penyusutan akan

5
lebih tinggi di tahun-tahun awal dan akan menurun seiring berjalannya
waktu.

3) Metode Jumlah Angka Tahun (Sum-of-the-Years'-Digits Method):


Meskipun metode ini kurang populer dibandingkan dengan dua metode
sebelumnya, tetapi metode ini juga dikenal. Dalam metode ini, penyusutan
dihitung dengan mengalikan biaya perolehan aset dengan fraksi yang
didasarkan pada jumlah angka tahun. Misalnya, jika umur manfaat aset
adalah 5 tahun, maka jumlah angka tahunnya adalah 5 + 4 + 3 + 2 + 1 =
15. Pada tahun pertama, penyusutan adalah 5/15 dari biaya perolehan, pada
tahun kedua 4/15, dan seterusnya.

4) Metode Satuan Produksi (Units-of-Production Method):


Metode ini menghitung penyusutan berdasarkan jumlah produksi atau
penggunaan aset tetap selama periode tertentu. Biasanya digunakan untuk
alat berat atau mesin yang penyusutannya lebih terkait dengan seberapa
sering mesin tersebut digunakan daripada seberapa lama umur waktunya.

Metode yang paling sering digunakan adalah metode garis lurus. Namun,
metode lain seperti saldo menurun juga bisa digunakan jika lebih
mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomik dari aset.

3. Umur Manfaat:
Penyusutan dimulai saat aset siap untuk digunakan sesuai maksud
penggunaannya dan dihentikan pada saat penghapusan aset atau saat aset
diklasifikasikan sebagai aset yang dijual, tergantung yang lebih awal. Umur
manfaat aset tetap harus ditinjau ulang setidaknya setiap akhir periode
pelaporan tahunan. Jika ekspektasi berbeda dari estimasi sebelumnya,
perubahan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi.

4. Nilai Sisa:
Nilai sisa aset tetap juga harus ditinjau pada setiap tanggal pelaporan. Jika
ekspektasi berbeda dari estimasi sebelumnya, perubahan tersebut
diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi.

6
5. Pengakuan Penyusutan:
Biaya penyusutan dari aset tetap harus diakui sebagai beban, kecuali
disertakan dalam jumlah tercatat aset lain.

6. Penurunan Nilai:
Jika ada indikasi bahwa aset tetap mengalami penurunan nilai, maka entitas
harus melakukan tes penurunan nilai sesuai dengan PSAK 48 tentang
Penurunan Nilai Aset. Jika nilai tercatat aset melebihi jumlah terpulihkannya,
maka nilai tercatat aset harus diturunkan menjadi jumlah terpulihkannya.

7. Penghentian Pengakuan:
Pada saat penghapusan aset atau saat aset tidak lagi memberikan manfaat
ekonomi dan biaya untuk pelepasannya, aset tersebut harus dihentikan
pengakuannya.

e. Perencanaan dalam penyusutan


Perencanaan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara berdasarkan
peraturan perundang-undangan, diantaranya menghitung penyusutan aktiva
tetap perusahaan dengan metode tertentu, penilaian kembali (revaluasi) aktiva
tetap perusahaan, penentuan harga transfer (transfer pricing) perusahaan,
manajemen persediaan, mendefinisikan revenue dan expense perusahaan,
pembelian aktiva, pemberian tunjangan berupa natura atau non natura,
menangguhkan pendapatan dan mempercepat atau membiayakan pengeluaran..
Perencanaan pajak merupakan salah satu cara untuk mengoptimalkan laba
karena pajak merupakan beban/ pengeluaran yang mengurangi pendapatan
sehingga upaya mengurangi pembayaran pajak sering dilakukan perusahaan,
salah satu cara untuk melaksanakannya yaitu melalui pemilihan metode
penyusutan aktiva tetap.
Lazimnya perhitungan penghematan pajak yang akan didapat dengan
membandingkan metode perhitungan penyusutan. Selain pemilihan metode,
perusahaan juga dapat mencari celah dalam peraturan pajak sebelum membayar
kewajiban pajak dan sebelum mengajukan laporan pajak, caranya adalah
denganmempertimbangkan nilai waktu uang (time of money value) dalam
menghitung penyusutan aktiva tetap karena nilai uang hari ini akan berbeda

7
dengan nilai uang besok atau masa yang akan datang. Nilai waktu uang (time of
money value) merupakan salah satu kebijakan akuntansi yang jarang sekali
diterapkan di perusahaan. Bagi perusahaan nilai waktu uang (time of money
value) memakai diskon rate yang cukup rumit apabila diakumulasikan dengan
biaya depresiasi aktiva tetap (Arniati, 2013) .
Berikut ilustrasi Perencanaan Pajak Atas Penyusutan dengan
mempertimbangkan nilai uang dalam pemilihan metode penyusutan aset tetap.
Diketahui PT. X membeli aset tetap berupa mesin, dengan harga perolehan
Rp1.000.000.000,00. Mesin tersebut dalam aset tetap kelompok I. Besarnya
beban penyusutan dapat dilihat pada tabel berikut:

Metode Penyusutan
Tahun
Garis Lurus Saldo Menurun

1 250.000.000 500.000.000

2 250.000.000 250.000.000

3 250.000.000 125.000.000

4 250.000.000 125.000.00

Akum. Penyusutan 1.000.000.000 1.000.000.000

Dari tabel I dapat dilihat bahwa besarnya beban penyusutan per tahun
berbeda-beda tetapi pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) jumlah akumulasi
penyusutan adalah sama. Sehingga dalam perpajakan perbedaan besarnya beban
penyusutan ini dikenal dengan istilah beda waktu/beda sementara (timing
difference/temporary difference). Walaupun berdasarkan nilai nominal pada
akhir masa manfaat besarnya akumulasi beban penyusutan sama, namun jika
ditinjau dari nilai tunai (present value) jumlahnya akan menjadi berbeda.

8
Dalam contoh ini, untuk mengetahui nilai tunai (present value) tingkat
diskon yang digunakan adalah 20%. (Lihat tabel).
Metode Penyusutan
Tingkat
Tahun Garis Lurus Saldo Menurun Diskon
(20%)
Nominal PV PV Nominal PV PV
1 250.000.000 208.333.333,30 500.000.000 416.666.666,70 0,83333
2 250.000.000 173.611.111,10 250.000.000 173.611.111,10 0,69444
3 250.000.000 144.675.925,90 125.000.000 72.337.963,00 0,5787
4 250.000.000 120.563.271,60 125.000.000 60.281.636,80 0,48225
1.000.000.000 647.183.642,90 1.000.000.000 722.897.337,60

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mesin yang pada saat perolehannya
sebesar Rp 1.000.000.000,00 dan pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) dengan
discount factor 20% jumlah nilai tunai (present value) dari akumulasi beban
penyusutan mesin dengan menggunakan metode garis lurus sebesar Rp
647.183.642.00 dan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp
722.897.76,50 .
Tabel (Perbandingan besar penghematan pajak antara metode garis lurus
dan metode saldo menurun dengan tingkat diskonto 20%).
Garis Lurus
Keterangan
Nominal PV PV Nominal PV PV
Harga Perolehan 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00 500.000.000,00 416.666.666,70
Biaya Penyusutan 1.000.000.000,00 647.183.641,98 1.000.000.000,00 722.897.337,60
PPh 30% 300.000.000,00 194.115.095,59 300.000.000,00 216.869.212,96

Penghematan Pajak = 216.869.212,96 - 194.115.095,59 = 22.714.120,37

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh besarnya penghematan pajak yang


dapat dilakukan jika perusahaan memilih metode saldo menurun dalam
menghitung besarnya beban penyusutan. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif
pajak tertinggi yaitu 30% karena diasumsikan bahwa perusahaan telah mencapai
laba di atas Rp 100.000.000. Dengan tingkat diskon 20% besar penghematan
pajak adalah Rp 216.869.212.96 Rp 194.115.092,59 = Rp 22.714.120,37

9
2. Permasalahan penyusutan yang biasa terjadi dilapangan salah satunya yaitu pada
pengklasifikasian asset tetap khususnya pada asset tetap bangunan. Dimana masih
banyak yang salah dalam mengkategorikan aset tetap yang seharusnya memiliki
umur ekonomi 20 tahun tetapi sering dikategorikan sebagai aset tetap yang
memiliki umur ekonomi 10 tahun. Hal tersebut jika kita tidak konsisten pada saat
pengklasifikasian asset maka akan berdampak pada perhitungan penyusutannya.
Adapun beberapa permasalahan yang juga akan menjadi kendala dalam
penerapan penyusutan pada Aset Tetap pemerintah yang berdampak pada
ketidakakuratan laporan keuangan antara lain:
a. Belum semua Aset Tetap tercatat dalam daftar Aset Tetap dan belum memiliki
harga perolehan yang dianggap wajar.
Keberadaan bukti perolehan sangat diperlukan untuk mencatat Aset
Tetap pada satuan kerja pemerintah. Sementara itu, masih banyak dijumpai
dropping barang dari unit kerja atasan yang tidak dilengkapi dengan dokumen
tersebut, sehingga menyulitkan pencatatan dan pengakuan nilai Aset Tetap.
Pada satuan kerja yang melakukan pencatatan aset tersebut biasanya diberi
nilai Rp1,00/unit yang secara otomatis tidak dapat dilakukan penyusutan.
Padahal, barangnya dalam kondisi baik dan dioperasionalkan.
b. Pencatatan Aset Tetap belum sesuai kelompok dan belum terinci per unit.
Kalau dilihat dari daftar aset yang dibuat satuan kerja, masih banyak
dijumpai pencatatan Aset Tetap secara gabungan dan belum per unit. Sebagai
contoh meubelair satu unit dengan nilai sampai ratusan juta yang pada
kenyataannya terdiri atas banyak unit dan dari berbagai kelompok Aset Tetap.
Dengan demikian apabila penyusutan dilakukan berdasarkan kelompok aset
akan terjadi salah tarif penyusutan.
c. Keberadaan dan kondisi Aset Tetap masih diragukan.
Daftar Aset Tetap pada satuan kerja yang seharusnya mencerminkan
keberadaan dan kondisi aset pada satuan kerja menjadi informasi yang sering
diragukan, karena banyak Aset Tetap tidak di-update kondisinya. Selain itu,
ada Aset Tetap yang telah berpindah ke satuan kerja lain tetapi masih tercatat
di satuan kerja yang lama. Untuk perpindahan Aset Tetap antar satuan kerja
tidak segera ditindaklanjuti dengan dokumen penetapan status penggunaan aset
kepada satuan kerja tujuan.

10
d. Kesulitan menentukan umur manfaat.
Faktor umur manfaat merupakan hal yang sangat penting terkait dengan
penerapan penyusutan Aset Tetap. Namun pada kenyataannya dengan
banyaknya jenis, type dan bahan baku akan menjadi hal yang dapat
diperdebatkan dalam menentukan umur manfaat Aset Tetap.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/KMK.6/2013 tentang Tabel
Masa Manfaat dalam Rangka Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset
Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat, merupakan kebijakan yang dapat menjadi
acuan walaupun pada kenyataan di lapangan nanti akan ada perdebatan. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan persepsi penentuan umur manfaat berdasarkan
kelompok aset. Kalau dilihat lebih detail atas rincian per unit barang, terdapat
barang yang memiliki masa manfaat tidak sama dengan bila dilihat per
kelompok.

3. Berdasarkan poin-poin pembahasan penyusutan ada beberapa hal yang menurut


kami masih belum bisa dipahami dengan baik
a. Berdasarkan SAK Umum, umur ekonomis suatu aset tidak diatur, sehingga
standar memberikan keleluasaan kepada manajemen dalam menentukan
sendiri estimasi umur manfaat suatu aset. Apakah bisa menjadi sebuah
keuntungan bagi perusahaan apabila penentuan umur ekonomis suatu aset
berbeda dengan peraturan perpajakan?
b. Apakah dengan mempertimbangkan nilai uang untuk penghematan pajak pada
aktiva tetap tertentu bisa mengubah kebijakan penyusutan penyusutan?

4. Berikut merupakan contoh perencanaan pajak untuk penyusutan pada 5 jenis usaha
yang berbeda
a. Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Aktiva Tetap Untuk
Menghitung PPh Badan Pada PT Bank Sulut (Perbankan)
Giantino A. Ratag (2013), melakukan penelitian mengenai Perencanaan
Pajak Melalui Metode Penyusutan Aktiva Tetap Untuk Menghitung PPh Badan
Pada PT. Bank Sulut Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui PT. Bank Sulut
menggunakan metode saldo menurun untuk aktiva tetap non bangunan dan
metode garis lurus untuk bangunan baik dalam laporan komersial maupun
laporan fiskal sehingga menghasilkan beban penyusutan aktiva tetap untuk tahun

11
2012 adalah sebesar Rp. 9,155,670,438 untuk laporan fiskal. Jika dilakukan
perhitungan kembali penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode
penyusutan garis lurus untuk aktiva tetap non bangunan dan bangunan maka
akan menghasilkan beban penyusutan sebesar Rp. 9,891,611,643 yang dapat
dilihat pada Tabel.1 berikut:

Tabel. 1. Beban Penyusutan Aktiva Tetap 2012 Menggunakan Metode Garis


Lurus

Sumber: Giantino A. Ratag (2013),

Setelah dilakukan penghitungan penyusutan aktiva tetap dengan metode


garis lurus pada PT. Bank Sulut, maka terlihat jumlah beban penyusutan aktiva
tetap yang dapat dikurangkan di penghasilan bruto menjadi lebih besar, jika
dibandingkan dengan beban penyusutan berdasarkan perusahaan yang
menggunakan saldo menurun. Akibat adanya perbedaan besarnya jumlah beban
penyusutan ini, maka perlu dilakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi PT.
Bank Sulut sehingga dapat diketahui atas besarnya laba yang menjadi dasar
perhitungan beban pajak terutang. Laporan laba rugi PT. Bank Sulut besarnya
beban penyusutan sebesar Rp.9,155,670,438, setelah dilakukan penghitungan
kembali dengan metode garis lurus maka besarnya penyusutan menjadi
Rp.9,891,611,643 (tabel 1). Oleh karena itu atas beban penyusutan dilakukan
koreksi fiskal negatif sebesar Rp.735,941,205 sehingga jumlah laba kena pajak
yang semula Rp.236,056,312,758 menjadi Rp.235,320,371,553. maka beban
pajak terutang yang akan ditanggung sebagai berikut:
Laba Kena Pajak x tarif PPh badan = Rp. 235,320,371,553 x 25%
= Rp.58,830,092,888

12
dan dikurangi dengan pajak tangguhan perusahaan sebesar Rp.1,492,280,143
sehingga besar beban pajak penghasilan menjadi Rp.57,337,812,745.
Efesiensi yang dapat diperoleh dari perencanaan pajak yaitu dengan
memanfaatkan peraturan undangundang PPh No.36 tahun 2008. Sebagaimana
peraturan yang disebutkan pada pasal 11 ayat 1 dan 2 dapat diartikan bahwa
selain bangunan, undang-undang mengijinkan perusahaan dapat memilih antara
metode penyusutan saldo menurun aktiva tetap ataupun metode garis lurus
dalam hal ini perusahaan melakukannya secara taat asas. Berdasarkan peraturan
itu maka PT. Bank Sulut dapat memanfaatkan pemilihan metode penyusutan
aktiva tetap untuk mengefesiensi beban pajak penghasilan perusahaan. Berikut
akan disajikan perbandingan antara perusahaan yang menggunakan metode
penyusutan garis lurus untuk bangunan dan saldo menurun untuk non bangunan
dengan hasil atas perhitungan metode penyusutan garis lurus untuk seluruh
aktiva tetap yang dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan metode garis lurus dan saldo menurun Perusahaan

Sumber: Giantino A. Ratag (2013)

Tabel 2, terlihat jelas bahwa metode penyusutan garis lurus yang lebih baik
digunakan PT. Bank Sulut sebesar Rp.9,891,611,643 jika dibandingkan dengan
metode saldo menurun non bangunan yang digunakan perusahaan sebesar
Rp.9,155,670,438, karena bila perusahaan menggunakan metode penyusutan
garis lurus aktiva tetap, maka dapat mengurangi laba kena pajak perusahaan
berkurang sebesar Rp.735,941,205 yang menurut perusahaan adalah
Rp.236,056,312,758 menjadi Rp.235,320,371,553 sehingga perusahaan dapat
menghemat PPh badan sebesar Rp.183,985,302 dari Rp.57,521,798,047

13
berkurang menjadi Rp.57,337,812,745. Hasil sebelumnya maka bisa dikatakan
bahwa besarnya beban penyusutan yang dikurangkan dari penghasilan bruto
mempengaruhi laba kena pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh
Badan yang terutang, semakin besar beban penyusutan yang dikurangkan dari
penghasilan bruto, maka besarnya laba yang menjadi dasar perhitungan pajak
semakin kecil, sehingga pajak penghasilan perusahaan akan berkurang.
Dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak atas aktiva tetap pada PT.
Bank Sulut sebenarnya dapat dilakukan dengan cara memilih metode
penyusutan aktiva tetap secara tepat, yaitu dengan menggunakan Metode
Penyusutan garis lurus.

b. Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Aset Tetap Untuk Efisiensi


Pembayaran Pajak Di PT Dapur Sarwo Ono (Restoran)
Dwi Firmansyah dan Nurwati (2020) melakukan penelitian mengenai
Analisis Penerapan Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Aset Tetap
Untuk Efisiensi Pembayaran Pajak Di PT. Dapur Sarwo Ono. Penelitian ini
meneliti perbedaan antara penggunaan penyusutan aktiva tetap berwujud
menurut perpajakan, yaitu antara metode penyusutan garis lurus dengan metode
penyusutan saldo menurun selama 1 tahun yang berguna untuk memperoleh
penghematan (tax saving) bagi Perusahaan.

Tabel 1. Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Metode Garis Lurus

Tabel 2. Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Metode Saldo Menurun

Seperti yang sudah dijelaskan di atas sebelumnya, perusahaan dapat


memilih metode penyusutan untuk aktiva tetap berwujud yang dimilikinya,
maka apabila kita membandingkan antara kedua metode tersebut, terdapat

14
perbedaan beban penyusutan yang dihasilkan pada setiap tahunnya. Dimana
metode garis lurus akan menghasilkan pembebanan yang tepat selama masa
umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Sedangkan metode saldo
menurun menghasilkan pembebanan yang terus menurun selama masa umur
manfaat.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh penulis terhadap metode
penyusutan aktiva tetap berwujud pada PT. Dapur Sarwo Ono Permai, terdapat
selisih antara metode garis lurus dengan metode saldo menurun. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 1 Selisih tersebut antara lain:
1. Pada tahun 2018, besarnya penyusutan pada metode garis lurus adalah
sebesar Rp. 119,365,072,- sedangkan pada metode saldo menurun adalah
sebesar Rp. 114,126,792,.- Terdapat selisih sebesar Rp. 5,238,280 (Tabel 1
dan 2).
2. Hal ini membuktikan bahwa dengan membandingkan menggunakan
metode garis lurus dan metode saldo menurun, beban penyusutan aktiva
perusahaan pada awal periode menjadi lebih besar dibandingkan dengan
menggunakan metode penyusutan saldo garis lurus.
3. Dengan diadakannya pemilihan terhadap metode penyusutan ini,
dimaksudkan agar dapat dianalisis, metode penyusutan manakah yang dapat
berdampak pada optimalnya beban penyusutan yang bertujuan untuk
mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan. Karena jika penghasilan
kena pajak semakin kecil, maka beban pajak yang ditanggung oleh
perusahaan juga akan semakin kecil. Sehingga perusahaan dapat
menghemat beban pajak penghasilan perusahaan.
Berdasarkan hasil perhitungan total Pajak Penghasilan Badan yang
dilakukan oleh penulis, dilihat bahwa terdapat selisih antara penggunaan metode
penyusutan garis lurus dengan metode penyusutan saldo menurun, dimana
terjadinya penghematan pajak yang dapat diperoleh jika perusahaan memilih
metode garis lurus dalam penghitungan besarnya beban penyusutan. Dengan
besar penghematan pajak yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp. 1,309,570
(Rp.128,366,517 -Rp.129,676,087). Sehingga, apabila dilihat dari sudut
pandang perencanaan pajak, maka perusahaan disarankan untuk menggunakan
metode garis lurus

15
c. Perencanaan Pajak melalui Metode Penyusutan Aset Tetap untuk Efisiensi
Pembayaran Pajak Pada PT. Ace Hardware Indonesia TBK (Perdagangan
Ritel)
Perusahaan dapat memilih metode penyusutan yang tepat sesuai dengan
peraturan undang – undang perpajakan, dimana perusahaan menerapkan metode
garis lurus dalam melakukan penyusutan aset tetap perusahaan. Dengan
melakukan analisis penerapan metode penyusutan menggunakan data laporan
keuangan PT. Ace Hardware Indonesia Tbk pada tahun 2018 – 2020 Sebagai
berikut:
a. Penerapan Melalui Metode Garis Lurus Tahun 2018
Pendapatan Rp. 7.397.616.107
Beban Pokok Penjualan (Rp. 3.796.596.070)
Beban usaha sebelum penyusutan (Rp. 2.281.986.667)
Laba usaha sebelum penyusutan Rp. 1. 319.033.370
Beban Penyusutan (Rp. 90.032.298)
Laba usaha kena pajak Rp. 1. 299.001.072
Pajak Penghasilan
(30% x Rp. 1.229.001.072) (Rp. 368. 000.322)
Laba bersih Setelah Pajak Rp. 860.300.750

b. Penerapan Melalui Metode Saldo Menurun Tahun 2018


Pendapatan Rp. 7.397.616.107
Beban Pokok Penjualan (Rp. 3.796.596.070)
Beban usaha sebelum penyusutan (Rp. 2.281.986.667)
Laba usaha sebelum penyusutan Rp. 1. 319.033.370
Beban Penyusutan (Rp. 180.064.601)
Laba usaha kena pajak Rp. 1. 138.968.769
Pajak Penghasilan
(30% x Rp. 1.138.968.769) (Rp. 341.690.631)
Laba bersih Setelah Pajak Rp. 797.278.138

c. Penerapan Melalui Metode Garis Lurus Tahun 2019


Pendapatan Rp. 8.302.893.658
Beban Pokok Penjualan (Rp. 4.255.626.726)
Beban usaha sebelum penyusutan (Rp. 2.652.012.358)
Laba usaha sebelum penyusutan Rp. 1. 395.254.573
Beban Penyusutan (Rp. 90.032.298)
Laba usaha kena pajak Rp. 1. 305.222.275
Pajak Penghasilan
(30% x Rp. 1.305.222.275) (Rp. 391.566.683)
Laba bersih Setelah Pajak Rp. 913.655.593

16
d. Penerapan Melalui Metode Saldo Menurun Tahun 2019
Pendapatan Rp. 8.302.893.658
Beban Pokok Penjualan (Rp. 4.255.626.726)
Beban usaha sebelum penyusutan (Rp. 2.652.012.358)
Laba usaha sebelum penyusutan Rp. 1. 395.254.573
Beban Penyusutan Rp. (139.101.718)
Laba usaha kena pajak Rp. 1. 256.152.855
Pajak Penghasilan
(30% x Rp. 1.256.152.855) (Rp. 376.845.857)
Laba bersih Setelah Pajak Rp. 879.306.999

e. Penerapan Melalui Metode Garis Lurus Tahun 2020


Pendapatan Rp. 7.554.622.610
Beban Pokok Penjualan (Rp. 3.753.585.066)
Beban usaha sebelum penyusutan (Rp. 2.716.064.856)
Laba usaha sebelum penyusutan Rp. 1. 084.972.688
Beban Penyusutan (Rp. 90.032.298)
Laba usaha kena pajak Rp. 994.940.390
Pajak Penghasilan
(30% x Rp. 994.940.390) (Rp. 298.482.117)
Laba bersih Setelah Pajak Rp. 696.458.273

f. Penerapan Melalui Metode Saldo Menurun Tahun 2020


Pendapatan Rp. 7.554.622.610
Beban Pokok Penjualan (Rp. 3.753.585.066)
Beban usaha sebelum penyusutan (Rp. 2.716.064.856)
Laba usaha sebelum penyusutan Rp. 1. 084.972.688
Beban Penyusutan (Rp. 110.287.372)
Laba usaha kena pajak Rp. 974.685.316
Pajak Penghasilan
(30% x Rp. 974.685.316) (Rp. 292.405.595)
Laba bersih Setelah Pajak Rp. 682.279.721

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dilihat bahwa dengan menggunakan


metode saldo menurun akan memperbesar beban penyusutan dibandingkan
dengan metode garis lurus. Dengan demikian besar pajak penghasilan badan
yang dibayar PT. Ace Hardware Indonesia Tbk pun akan lebih kecil. Sehingga
diketahui bahwa perencanaan pajak melalui metode penyusutan aset tetap dapat
membantu meminimalisir pajak penghasilan perusahaan. Agar terlihat
perbedaan selisih diantara dua metode penyusutan aset tetap tersebut setelah
adanya perencanaan dalam pajak penghasilan. Berikut disajikan tabel perbedaan
pajak penghasilan dengan metode penyusutan garis lurus dan metode saldo
menurun.

17
Tabel 2. Selisih Perencanaan Pajak Pengahasilan

Tahun Pajak Pengahasilan


Selisih
Garis Lurus Saldo Menurun
2018 Rp368.000.322 Rp341.690.631 Rp26.309.691
2019 Rp391.566.683 Rp376.845.857 Rp14.720.826
2020 Rp298.482.117 Rp292.405.595 Rp6.076.522

Tabel 2. menunjukkan perbedaan dari perencanaan penyusutan aset tetap.


Pada Tahun 2018 pajak penghasilan dengan metode garis lurus menghasilkan
pajak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode saldo menurun,
sehingga dengan menggunakan metode saldo menurun dapat menghemat biaya
sebesar Rp. 26.309.691. Lanjut ke tahun 2019 diketahui bahwa pajak
penghasilan lebih tinggi dari tahun sebelumnya hal ini terjadi karena penjualan
di tahun 2019 mengalami kenaikan sehingga pajak yang diperoleh tinggi, pajak
penghasilan yang dapat dihemat dengan menggunakan saldo menurun sebesar
Rp. 14.720.826. Namun pada tahun 2020 perusahaan merasakan dampaknya dari
pandemi penjualan yang menurun dan beban pengeluaran yang cukup signifikan
sehingga laba dan pajak penghasilan lebih kecil dari tahun sebelumnya, dengan
menggunakan metode saldo menurun perusahaan dapat menghemat pajak
sebesar Rp. 6.076.522. Penelitian ini menghasilkan beban penyusutan dan pajak
penghasilan PT. Ace Hardware Indonesia Tbk dengan hasil yang menunjukkan
bahwa metode saldo menurun dapat menghemat pajak penghasilan dan metode
garis lurus memperoleh pajak penghasilan yang lebih besar. berdasarkan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6, yang mengatakan bahwa
penyusutan menjadi salah satu alternatif dalam perencanaan pajak untuk
menghemat pajak penghasilan yang akan dibayarkan perusahaan.
Dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa metode depresiasi dengan
menggunakan metode saldo menurun menghasilkan biaya depresiasi yang lebih
tinggi dan pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan metode garis lurus. PT.
Ace Hardware Indonesia Tbk saat ini menggunakan metode garis lurus dan perlu
mengubah metode depresiasinya untuk mencapai perencanaan pajak yang
efektif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perencanaan pajak melalui metode
depresiasi dapat membantu mengurangi pembayaran pajak dan mencapai
efisiensi pajak.

18
d. Perencanaan Pajak (Tax Planning) Dalam Meminimalkan Pembayaran
Pajak Penghasilan (PPh) Badan Pada PT. Karimun Aromatics Medan
Dalam penelitian ini PT. Karimun Aromatics menggunakan Metode
Penyusutan aktiva tetap sebagai berikut :
1. Metode Garis lurus, digunakan untuk menghitung penyusutan bangunan
2. Metode saldo menurun, digunakan untuk menghitung penyusutan Mesin,
Kendaraan, Peralatan Tanaman Menghasilkan, dan Instalasi.

Tabel 1. Daftar Aset Tetap Bukan Bangunan pada PT.Karimun Aromatics


Medan Tahun 2019

Harga Masa
Nama Aset Kelompok
Perolehan Manfaat
Kendaraan dan Pengangkutan 6,257,454,84 2 8 tahun
Inventaris Kantor 355,208,00 2 8 tahun
Jumlah 6,612,662,84

Berdasarkan tabel 1 yang menunjukkan jumlah asset tetap bukan bangunan


pda PT.Karimun Aromatics sebesar Rp. 6,612,662,842. Masa manfaat aktiva
bukan bangunan tersebut adalah 8 tahun. Dengan menggunakan nilai nominal
yang diperoleh, besarnya akumulasi beban penyusutan yang diperoleh akan
sama pada akhir masa manfaat. Namun jika dihitung menggunakan nilai tunai
(present value), maka jumlah akumulasi beban penyusutan yang diperoleh akan
berbeda.
Perhitungan nilai tunai (present value) untuk aktiva tetap bukan untuk
bangunan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tingkat diskon yang digunakan
dalam perhitungan nilai adalah 20%.

19
Table 2. Menghitung Nilai Nominal Aktiva tetap ke Nilai Tunai (present value)
Metode Penyusutan
Tahun Garis Lurus Saldo Menurun
Nominal PV PV Nominal PV PV
1 826,582,855 688,819,045.83 1,653,165,710 1,377,638,091.66
2 826,582,855 574,015,871.52 1,239,874,283 861,023,807.63
3 826,582,855 463,851,209.31 929,905,712 538,139,879.62
4 826,582,855 398,622,133.00 697,429,284 336,337,424.76
5 826,582,855 332,185,110.83 523,071,963 210,210,890.48
6 826,582,855 276,820,925.69 392,303,972 131,381,806.46
7 826,582,855 230,684,104.74 294,227,979 82,113,629.04
8 826,582,855 192,236,753.95 882,683,937 205,284,072.60
6,612,662,842 3,157,235,154.87 6,612,662,842 3,742,129,602.25

Dari tabel 2 diatas diketahui bahwa aset tetap dengan harga perolehan
sebesar Rp. 6,612,662,842 dan discount factor 20% maka akumulasi beban
penyusutan asset tetap dengan menggunakan metode garis lurus adalah sebesar
Rp. 3,157,235,154.87, sedangkan dengan metode saldo menurun sebesar Rp.
3,742,129,602.25.
Berikut perbandingan besar penghematan pajak penghasilan (PPh) badan
pada PT. Karimun Aromatics Medan dengan menggunakan metode garis lurus
dan metode saldo menurun dengan tingkat diskonto 20% dan tarif pajak
penghasilan (PPh) badan 25% dapat dilihat di tabel dibawah ini:
Tabel 3. Analisis Pemilihan Metode Penyusutan Aktiva Tetap
Garis Lurus Saldo Menurun
Keterangan
Nominal PV PV Nominal PV PV
Harga Perolehan 6,612,662,842 6,612,662,842
Biaya Penyusutan 6,612,662,842 3,157,235,154.87 6,612,662,842 3,742,129,602.25
PPh 25% 1,653,165,710.5 789,308,788.71 1,653,165,710.5 935,532,400.56

Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa besarnya penghematan pajak


jika perusahaan memilih menggunakan metode saldo menurun dalam
menghitung besar beban penyusutan adalah Rp.935,532,400.56 –
Rp.789,308,788.71 = Rp. 146,223,611.85. Hal ini menunjukan bahwasanya
pemilihan metode penyusutan yang dilakukan oleh PT. Karimun Aromatics

20
Medan yang memilih menggunakan metode saldo menurun meminimalkan
pembayaran dapat pajak sebesar penghasilan (PPh) badan sebesar
Rp.146,223,611.85.
Dapat disimpulkan penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan strategi
tax planning yang baik dan benar dapat membantu PT. Karimun Aromatics
Medan dalam meminimalkan pembayaran pajak penghasilan perusahaan.
Perusahaan menggunakan metode penyusutan saldo menurun untuk aset tetap,
yang mengurangi beban pajak. Selain itu, perusahaan juga menerapkan metode
gross up untuk menghitung PPh Pasal 21 (pajak penghasilan karyawan), yang
meningkatkan penghasilan bersih karyawan. Analisis menunjukkan bahwa
metode-metode tax planning ini membantu mengurangi pembayaran pajak oleh
perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Kesimpulannya,
perusahaan sebaiknya menerapkan strategi tax planning yang efektif untuk
meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar peraturan perpajakan.

e. Penerapan Tax Planning terhadap Metode Penyusutan Aktiva Tetap pada


PT. Perkebunan Nusantara IV
Tarwiyah dan Sipur, mahasiswa program Studi Akuntansi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Humaniora, Universitas IBBI melakukan penelitian di PT.
Perkebunan Nusantara IV Medan. Dari penelitian yang telah dilaksanakan
diperoleh hasil bahwa PTPN IV menggunakan metode penyusutan garis lurus
untuk menyusutkan aktiva tetapnya. Dan juga tax planning dapat tercapai jika
PTPN IV menggunakan metode penyusutan saldo menurun (pajak) ke dalam
penyusutan aktiva tetapnya dengan memperoleh laba yang lebih tinggi dari
metode garis lurus (pajak) dan tetap melakukan kewajibannya sebagai wajib
pajak. Meskipun kekurangan yang dimiliki metode saldo menurun (pajak) ini
adalah penyusutan pertahunnya yang besar diawal dan mengecil seiring
berjalannya waktu. Menjadikan metode ini efektif untuk mengurangi beban
pajak namun tidak efisien dalam penyusutan pertahunnya.
Dari sekian banyaknya daftar aktiva tetap milik PT. Perkebunan Nusantara IV,
peneliti mengambil 7 (tujuh) inventaris aktiva tetap yang menjadi bahan
penelitian dan data tersebut berasal dari pihak PT. Perkebunan Nusantara IV

21
Tabel 1. Daftar Aktiva Tetap PT. Perkebunan Nusantara IV Tahun 2017
Kode Masa Akumulasi
Jenis Aktiva Harga Perolehan Nilai Sisa
Akun Manfaat Penyusutan
003.00 Rumah Karpim 20 tahun 8.353.032.487,00 5.493.583.381,00 2.859.449.106,00
003.02 Pesanggrahan/ Mess 20 tahun 5.334.158.396,00 2.763.079.797,00 2.571.078.599,00
004.01 Gedung Kantor 20 tahun 89.944.233.857,00 35.334.366.200,00 54.609.857.654,00
008.01 Inventaris dan Perlengkapan Kantor 5 tahun 28.322.635.042,00 26.147.993.626,00 2.174.641.416,00
008.08 Inventaris dan Perlengkapan Pesanggrahan/Mess 5 tahun 2.698.578.973,00 2.563.179.869,00 135.399.104,00
008.10 Peralatan dan Perlengkapan Komputer 5 tahun 38.844.831.904,00 28.616.353.809,00 10.228.478.095,00
008.11 Alat Perlengkapan Komunikasi 5 tahun 2.362.928.190,00 2.062.881.786,00 300.046.404,00
Total 175.860.398.849,00 102.981.438.468,00 72.878.950.378,00

Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV, 2017

Analisis Metode Penyusutan yang Digunakan oleh PT. Perkebunan


Nusantara IV

Dari hasil perhitungan yang telah peneliti jabarkan, metode garis lurus
memiliki kesamaan dengan data yang peneliti dapatkan dari PTPN IV dari segi
akumulasi penyusutan dan nilai buku akhir tahunnya. Sedangkan metode saldo
menurun berganda dan metode jumlah angka tahun memiliki akumulasi
penyusutan dan nilai buku akhir tahun yang berbeda dari data yang peneliti
peroleh dari PTPN IV. Tidak ada kemiripan sama sekali antara kedua metode ini
dengan data yang peneliti peroleh.
Sehingga jelaslah bahwa metode garis lurus yang menjadi metode
penyusutan PTPN IV dalam menyusutkan aktiva tetapnya dengan pertimbangan
akumulasi penyusutan serta nilai buku akhir tahun 2017 yang memiliki
kesamaan, selain perhitungannya yang mudah dan sederhana, juga penyusutan
pertahunnya yang stabil dari tahun ke tahun. Alasan tersebut menjadi bukti
bahwa garis lurus sudah tepat dibandingkan dengan metode penyusutan lainnya
yang sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan data yang diberikan oleh
PTPN IV.

Menentukan Tax Planning Berupa Metode Penyusutan yang Diatur Oleh


Pajak Dalam Menyusutkan Aktiva Tetap Milik PT. Perkebunan Nusantara
IV
Pajak hanya mengakui dua metode penyusutan yaitu metode garis lurus
(pajak) dan saldo menurun (pajak) yang penyusutan pertahunnya menggunakan
tarif persentase sesuai dengan kelompok aktiva tetap tersebut yang telah diatur

22
oleh pihak pajak. Kemudian akumulasi tiap-tiap aktiva tetapnya di jumlahkan
sehingga keseluruhannya diperoleh total akumulasi penyusutan sebesar Rp.
98.136.830.294,00.
Sementara itu untuk metode saldo menurun (pajak) jika akumulasi tiap-
tiap aktiva tetapnya di jumlahkan sehingga keseluruhannya diperoleh total
akumulasi penyusutan sebesar Rp. 95.672.377.859,22.
Selisih antara metode garis lurus (pajak) dengan saldo menurun (pajak)
sebesar Rp. 2.464.452.434,78. Dengan menerapkan metode saldo menurun
(pajak) yang total akumulasi penyusutannya lebih kecil daripada garis lurus
(pajak) maka PTPN IV telah menghemat pajak sebesar Rp. 2.464.452.434,78
sehingga tax planning sudah dapat tercapai jika PTPN IV menerapkan metode
penyusutan saldo menurun (pajak) ke dalam penyusutan aktiva tetapnya.
Meskipun kekurangan yang dimiliki metode saldo menurun (pajak) ini adalah
penyusutan pertahunnya yang besar diawal dan mengecil seiring berjalannya
waktu. Menjadikan metode ini efektif untuk mengurangi beban pajak namun
tidak efisien dalam penyusutan pertahunnya.
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. :

1. Dari hasil perhitungan yang telah peneliti jabarkan, metode garis lurus
memiliki kesamaan dengan data yang peneliti dapatkan dari PTPN IV dari
segi akumulasi penyusutan dan nilai buku akhir tahunnya. Selain
perhitungannya yang mudah dan sederhana, juga penyusutan pertahunnya
yang stabil dari tahun ke tahun.
2. Selisih antara metode garis lurus (pajak) dengan saldo menurun (pajak)
sebesar Rp. 2.464.452.434,78. Dengan menerapkan metode saldo menurun
(pajak) yang total akumulasi penyusutannya lebih kecil daripada garis lurus
(pajak) maka PTPN IV telah menghemat laba sebesar Rp. 2.464.452.434,78
sehingga tax planning sudah dapat tercapai jika PTPN IV menerapkan metode
penyusutan saldo menurun (pajak) ke dalam penyusutan aktiva tetapnya
dengan memperoleh laba yang tinggi dari metode garis lurus (pajak) dan tetap
melakukan kewajibannya sebagai wajib pajak. Meskipun kekurangan yang
dimiliki metode saldo menurun (pajak) ini adalah penyusutan pertahunnya
yang besar di awal dan mengecil seiring berjalannya waktu. Menjadikan

23
metode ini efektif untuk mengurangi beban pajak namun tidak efisien dalam
penyusutan pertahunnya.

Daftar Pustaka
AGUNG, J. N. (2021). ANALISISPERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING)
DALAM MEMINIMALKAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN (PPh)
BADAN PADA PT. KARIMUN AROMATICS MEDAN.
Arniati, A., & Windariyani, F. (2013). Penerapan Konsep Nilai Waktu Uang Pada
Penyusutan Aktiva Tetap dan Pengaruhnya Terhadap Kewajiban Pajak pada PT
Synergy Indonesia. Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 1(1), 20-30.
Firmansyah, D., & Nurwati, N. (2020). Analisis Penerapan Perencanaan Pajak Melalui
Metode Penyusutan Aset Tetap Untuk Efisiensi Pembayaran Pajak di PT. Dapur
Sarwo Ono. Indonesian Journal of Economics Application (IJEA), 2(1), 16-23.
Horngren, C. T., Sundem, G. L., & Elliott, J. A. (1993). Introduction to financial
accounting. Prentice Hall.
Ratag, G. A. (2013). Perencanaan pajak melalui metode penyusutan aktiva tetap untuk
menghitung PPh badan pada PT. Bank Sulut. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(3).
Riahi-Belkaoui, A. (2000). Accounting theory 5th edition.
Simanjuntak, J. E., Shelly, S., & Salihi, S. (2022). Analisis Perencanaan Pajak Melalui
Metode Penyusutan Aset Tetap Untuk Efisiensi Pembayaran Pajak Pada PT. Ace
Hardware Indonesia Tbk. Jurnal Mirai Management, 7(2), 218-225.
Standar Akuntansi Keuangan (2020). Ikatan Akuntan Indonesia
Tarwiyah, T., & Sipur, S. (2022). Penerapan Tax Planning terhadap Metode Penyusutan
Aktiva Tetap pada PT. Perkebunan Nusantara IV. Jurnal Ilmiah Core IT: Community
Research Information Technology, 10(3).
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) No. 36 Tahun 2008.
Weygandt, J.J., Kimmel, P.D., & Kieso, D.E. (2015). Financial Accounting (9th ed.). John
WILEY

24
25

Anda mungkin juga menyukai