Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENYUSUTAN PAJAK

Oleh :
Febi Kurniawan
NIM: 18104169

PROGAM STUDI MANAJEMEN BISNIS


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MANDALA JEMBER
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan pajak (tax
deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang,
membayar tenaga kerja, maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional.
Pengakuan biayanya sederhana tergantung apakah perusahaan menggunakan dasar kas
atau dasar akrual dalam pembukuannya. Namun ada jasa yang digunakan dalam kegiatan
operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung, mesin, dan tanah. Pengeluaran kas
untuk hal tersebut memberikan manfaat lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak,
perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan
pajak penghasilan. Menurut Undang-Undang pajak penghasilan, penyusutan atau depresiasi
merupakan konsep alokasi harga perolehan harga tetap berwujud dan amortisasi merupakan
konsep alokasi harga perolehan harga tetap tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber
alam.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian penyusutan pajak?


2. Apa saja Kebijakan Pajak untuk Penyusutan?
3. Bagaimana Karakteristik Dari Aset yang Dapat Disusutkan?
4. Apa saja Pengelompokan Harta berwujud?
5. Bagaimana metode dan tarif penyusutan pajak?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian penyusutan pajak
2. Untuk mengetahui Kebijakan Pajak untuk Penyusutan
3. Untuk mengetahui Karakteristik Dari Aset yang Dapat Disusutkan
4. Untuk mengetahui Pengelompokan Harta berwujud
5. Untuk mengetahui metode dan tarif penyusutan pajak
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyusutan Pajak

 Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau deperesiasi merupakan


konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Untuk menghitung besarnya
penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Harta berwujud
yang bukan berupa bangunan, Harta berwujud yang berupa bangunan.
 Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa
manfaat yang diestimasi (PSAK17). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang
diberikan dan nilai dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset
dibebankan secara bertahap.
 Sedangkan yang dimaksud dengan penyusutan menurut Akuntansi Perpajakan terapan
adalah sebagai berikut : “Proses alokasi sebagian harga perolehan aktiva menjadi biaya
(costallocation), sehingga biaya tersebut mengurangi laba usaha” (Prabowo, Yusdianto,
Op.cit, Hal 22).

B. Kebijakan Pajak untuk Penyusutan

1. Keadilan pajak (tax equity)

Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah perusahaan
manufaktur atau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya, padat modal, atau padat karya.
Dengan adanya penyusutan maka kegiatan usaha manufaktur dn jenis usaha yang padat modal
akan lebih diuntungkan dibanding dengan yang lainnya.

2. Kebijakan ekonomi

Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal. Jika penyusutan besar
maka laba setelah pajak juga besar, sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan
perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis dapat diatur
dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau menghambat suatu peningkatan
modal. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi :

a. Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas;


b. Penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu;
c. Penyusutan berdasarkan jenis aset;
d. Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil)
3. Administrasi

Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan kompleks.
Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang kompleks, bergantung pada
beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia, dan kepatuhan dari
wajib pajak.

C. Karakteristik Dari Aset yang Dapat Disusutkan

 Digunakan dalam kegiatan usaha

Aset yang boleh disusutkan adalah asset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan usaha. Aset
ini dapat dibedakan menjadi asset bisnis, asset campuran, dan asset pribadi.

Untuk asset bisnis dapat disustkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh disusutkan
sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha.

 Nilainya menurun secara bertahap

Nilai asset yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruk
fisiknya atau karena faktor kualitas.

Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap makan tidak dapat disusutkan tetapi langsung
dibiayakan, sedangkan untuk aset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, asset pendanaan,
barang dagangan dan persediaan.

 Aset berwujud dan Aset tidak berwujud

Aset berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode
yang disusutkan. Untuk asset yang tidak berwujud penyusutannya disebut dengan amortisasi.
 Pihak yang berhak melakukan penyusutan

1. Pihak yang menggunakan asset tersebut untuk kegiatan usaha

2. Pemilik dapat dibagi menjadi Legal Owner dan Beneficial owner

 Dasar untuk melakukan penyusutan

1. Harga perolehan (historical cost)

Termasuk didalamnya adalah harga, ongkos dan pajak. Pajak yang dapat dikreditkan, seperti
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang tidak
termasuk dalam harga perolehan.

2. Harga pergantian (replacement cost)

Pada prinsipnya harga perhgantian tidak diperkenankan, Karen untuk kepentingan pencatatan
menggunakan harga perolehan.

3. Revaluasi (revaluation)

Suatu asset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai revaluasinya.

D. Pengelompokan Harta berwujud

1. Harta berwujud kelompok bukan bangunan

Kelompok Bukan Bangunan Masa Manfaat


Kelompok 1 4 tahun

Kelompok 2 8 tahun

Kelompok 3 16 tahun

Kelompok 4 20 tahun

2. Harta berwujud kelompok bangunan


Kelompok Bukan Bangunan Masa Manfaat
Bangunan permanen 20 tahun

Bangunan tidak permanen 10 tahun

E. Metode dan Tarif Penyusutan Pajak

a. Metode garis lurus (straight line method)

Metode ini dasar penyusutannya adalah harga perolehan dengan menganggap aktiva tetap akan
memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya,
sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke
periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya.

Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”,
metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak
terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : bangunan,
peralatan kantor.

Contoh :

PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud
seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan
aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :

Tahu Harga Perolehan Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku


n
2009 Rp.100.000.000 25% Rp.12.500.000 Rp.87.500.000
2010 25% Rp.25.000.000 Rp.62.500.000
2011 25% Rp.25.000.000 Rp.37.500.000
2012 25% Rp.25.000.000 Rp.12.500.000
2013 25% Rp.12.500.000 Rp. 0

Keterangan :

Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena
pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan
Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan
dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan
Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.

b. Metode saldo menurun (declining balance method)

Metode ini dasar penyusutannya adalah nilai sisa buku fiskal, aktiva tetap dianggap akan
memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya, dan akan
mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan
semakin berkurangnya umur ekonomis atas aktiva tersebut.

Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya
tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.

Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang disusutkan
dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang
disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan sekaligus.

Contoh :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :

Tahu Harga Penyusutan Biaya Nilai Sisa Buku


n Perolehan Penyusutan
2009 Rp.100.000.000 50% Rp.25.000.000 Rp.75.000.000
2010 50% Rp.32.500.000 Rp.32.500.000
2011 50% Rp.16.250.000 Rp.16.250.000
2012 50% Rp. 8.125.000 Rp. 8.125.000
2013 50% Rp. 8.125.000 Rp. 0
Keterangan :

Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena
pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan
Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.

 Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Bukan Bangunan


Kelompok Bukan
Tarif Penyusutan
Bangunan Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun
Kelompok 1 25,00% 50,00%

Kelompok 2 12,50% 25,00%

Kelompok 3 6,25% 12,50%

Kelompok 4 5% 10,00%

 Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Berupa Bangunan

Kelompok Bangunan Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus)


Bangunan Permanen 5%

Bangunan tidak permanen 10%

Daftar Pustaka

http://riskymahira.blogspot.com/2012/11/perencanaan-pajak-atas-penyusutan.html

http://rizal-fathoni-pemasaran.blogspot.com/2016/04/makalah-penyusutan-dan-amortisasi.html

http://www.nusahati.com/2013/04/sekilas-tentang-penyusutan-dalam-perpajakan/

https://keuanganlsm.com/penyusutan-depresiasi-menurut-perpajakan/

https://dokumen.tips/documents/makalah-penyusutan.html

Anda mungkin juga menyukai