Dosen Pengampu:
Drs.Ec. H. Akhmad Sayudi, Ak., M.Si.
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga
kami diberi kekuatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika
Profesional Akuntan”.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Auditing I yang diampu oleh Bapak Drs.Ec. H. Akhmad Sayudi, Ak., M.Si.
yang merupakan dosen pengampu kami dalam mata kuliah ini. Tak lupa pula
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan
membantu proses penyusunan makalah ini sehingga bisa selesai tepat pada
waktunya.
Kami memiliki harapan yang sangat besar bahwa makalah ini bisa
memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya bagi para pembaca untuk
memperluas wawasan dan juga pengetahuan mengenai pemahaman tentang Etika
Profesional Akuntan. Dalam hal ini pembaca juga bisa mengetahui dan mengkaji
beberapa masalah yang berkaitan dengan Etika Profesional Akuntan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi Etika..................................................................................................3
2.2 Definisi Kode Etik..........................................................................................4
2.3 Syarat Kode Etik............................................................................................4
2.4 Kode Etik Profesi...........................................................................................6
2.5 Prinsip-Prinsip Etika Profesi..........................................................................6
2.6 Peranan Etika Dalam Profesi Akuntansi........................................................8
2.7 Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia.............................................9
2.7.1 Prinsip Pertama Tanggung Jawab Profesi...............................................9
2.7.2 Prinsip Kedua Kepentingan Publik........................................................10
2.7.3 Prinsip Ketiga Integritas........................................................................10
2.7.4 Prinsip Keempat Obyektivitas...............................................................11
2.7.5 Prinsip Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional..................12
2.7.6 Prinsip Keenam Kerahasiaan.................................................................14
2.7.7 Prinsip Ketujuh Perilaku Profesional....................................................16
2.7.8 Prinsip Kedelapan Standar Teknis.........................................................16
2.8 Kode Etik Akuntan Indonesia......................................................................16
2.9 Rerangka Kode Etik Akuntan Indonesia......................................................18
2.9.1 Pembukaan.............................................................................................18
2.9.2 Kepribadian Akuntan Publik.................................................................19
2.9.3 Kecakapan Profesional Akuntan Publik................................................25
2.9.4 Tanggung Jawab Akuntan Publik..........................................................27
2.9.5 Ketentuan Khusus..................................................................................30
2.9.6 Pelaksanaan Kode Etik..........................................................................34
BAB III PENUTUP...............................................................................................37
3.1 Kesimpulan...................................................................................................37
3.2 Saran.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
Kata etik (atau etika) berasal dari ethos (bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan
dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk
atau baik. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang
terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang
harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan
tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika
merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat
mempunyai 5 (lima) ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik
dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki
4
bagaimana pandangan moral yang sebenarnya). Etika akan memberikan semacam
batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam
kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan
seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code)
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common
sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi
dari yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik serta apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Kode
etik juga merupakan ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu
profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat
(Bartens K: 2007). Ketaatan tenaga profesional itu terhadap kode etik merupakan
ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga
profesional.
5
2.3 Syarat Kode Etik
Ada beberapa syarat agar suatu kode etik dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Syarat-syarat tersebut adalah (Basuki Sulistyo, 2001):
1. Kode etik disusun dan dibuat oleh profesi sendiri sehingga masing-masing
profesi memiliki kode etik tersendiri. Dengan kata lain kode etik harus
menjadi hasil self regulation (pengaturan diri) dari profesi. Misalnya kode
etik akuntan publik harus disusun oleh profesi akuntan publik, kode etik
dokter harus disusun oleh dokter, kode etik guru harus disusun oleh profesi
guru dan seterusnya.
2. Pelaksanaan kode etik harus di awasi terus menerus. Pada umumnya kode
etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggaran kode
etik. Kasus-kasus pelanggaran akan dinilai dan ditindak oleh suatu dewan
kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Salah satu
mekanisme kontrol yang sering dicantumkan dalam kode etik adalah
ketentuan bahwa profesional wajib melapor apabila melihat teman sejawat
melanggar kode etik. Ketentuan ini merupakan akibat logis dari seIf
reguIation yang terwujud dalam kode etik seperti kode itu berasal dari niat
profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan
profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar.
3. Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat, sederhana, jelas dan
konsisten, masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan,
komprehensif dan lengkap dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode
etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai,
6
negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan
bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika
yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan
pada badan yang mempekerjakan profesional.
5. Kode etik bukan merupakan kode yang kaku. Jika kode etik merupakan kode
yang kaku maka akibat perkembangan zaman, kode etik mungkin menjadi
usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kode Etik Profesi IAI menjadi standar umum perilaku yang ideal dan
menjadi peraturan khusus tentang perilaku yang harus dilakukan. Kode etik ini
terdiri dari empat bagian: prinsip-prinsip, peraturan etika, interpretasi atas
peraturan dan kaidah etika. Bagian-bagian ini disusun berdasarkan urutan makin
spesifikasinya standar tersebut, prinsip-prinsip menyediakan standar ideal etika,
sementara kaidah etika menyediakan standar-standar yang sangat spesifik. Kaitan
di antara bagian-bagian tersebut ditampilkan pada gambar berikut.
7
2.5 Prinsip-Prinsip Etika Profesi
8
Peraturan Etika
Para individu yang memiliki sertifikat akuntan publik tetapi tidak benar-
benar berpraktek sebagai akuntan publik harus mematuhi sebagian besar prinsip-
prinsip etika, tetapi tidak semua, ketentuan tersebut. Karena bagian tentang
peraturan etika ini merupakan satu-satunya bagian kode etik yang bersifat praktis,
maka peraturan etika ini dinyatakan dalam ungkapan yang lebih spesifik daripada
ungkapan yang tercantum dalam bagian prinsip. Karena sifat praktisnya pula,
maka banyak praktisi merujuk pada peraturan etika ini sebagai kode etik
profesional IAI.
9
Kaidah Etika
Etika profesi atau etika profesional merupakan suatu bidang etika (sosial)
terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki
posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para
profesional dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan
jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Dalam kaitannya dengan profesi,
10
etika meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita
(luhur) ke dalam praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi
mereka. Norma-norma ini biasanya dimodifikasikan secara formal ke dalam
bentuk kode etik atau kode perilaku profesi yang bersangkutan. Etika profesi
biasanya dibedakan dari etika kerja yang mengatur praktek, hak, dan kewajiban
bagi mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional).
Non-profesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap kurang memiliki
otonomi dan kekuasaan atau kemampuan profesional. Namun demikian, ada
sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk
mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak
terlalu berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima
dari pekerjaan mereka. Masyarakat tidak mencemaskan pengambilalihan
pekerjaan, tetapi masyarakat mencemaskan penyalahgunaan kekuasaan/keahlian.
Pembedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat
aktivitas para profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda
dengan pekerja lain umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari
segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan
klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional.
Ketika seseorang berprofesi sebagai akuntan maka adanya ketentuan umum yang
diantaranya:
11
2. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik lkatan Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik,
pemakai jasa akuntan, dan rekan.
12
2. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, yang terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor,
dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib.
13
2. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur
dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
3. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak
terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat
yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya
dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang
berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas
dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk
maupun jiwa standar teknis dan etika.
1. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip Obyektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,
serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak
lain.
14
2. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Masing-masing
anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan
pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin
masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
15
3. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh
lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
16
2. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memilki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam
semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk
mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa
yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
disyaratkan oleh prinsip etika.
17
b. Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus
mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk diantaranya
pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik
nasional maupun internasional yang relevan.
18
yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
2. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk
mengungkapkan informasi.
19
6. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan dimana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.
20
2.7.8 Prinsip Kedelapan Standar Teknis
21
demikian etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tidak
hanya mengatur anggotanya yang berpraktik dalam berbagai tipe profesi auditor
dan profesi akuntan lain. Ditinjau dari komposisinya, dalam tahun 1994,
persentase terbesar anggota IAI adalah bekerja sebagi auditor pemerintah, dan
persentase terkecil berpraktik sebagai akuntan publik.
Sebelum tahun 1986, etika profesional yang dikeluarkan oleh IAI diberi
nama Kode Etik lkatan Akuntan Indonesia. Dalam kongresnya tahun 1986, nama
tersebut diubah menjadi Kode Etik Akuntan Indonesia dan sampai sekarang nama
tersebut tetap digunakan. Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang berlaku sejak
tahun 1994, lima pasal pertama mengatur etika anggota IAI pada umumnya
(temasuk anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik). Pasal enam kode
etik tersebut ditujukan khusus untuk mengatur perilaku anggota IAI yang
berpraktik sebagai akuntan publik.
22
(1) Kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan
oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum
profesional.
(2) Kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari
perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya
profesional. Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-
kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer
Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Departemen Keuangan RI dan
BPKP. Selain keenam unit organisasi di atas, pengawasan terhadap kode
etik juga dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP.
1) Pembukaan,
2) Bab I: Kepribadian,
3) Bab II: Kecakapan professional,
4) Bab III: Tanggung jawab,
5) Bab IV: Ketentuan khusus,
6) Bab V: Pelaksanaan kode etik,
7) Bab VI: Suplemen dan penyempurnaan,
8) Bab VII: Penutup,
9) Bab VIII: Pengesahan.
23
2.9.1 Pembukaan
Kode Etik Akuntan lndonesia diawali dengan pembukaan yang berisi latar
belakang diperlukannya kode etik bagi profesi akuntan indonesia dan definisi
kode etik. Latar belakang diperlukannya kode etik bagi profesi akuntan lndonesia
disebutkan berikut ini:
Dalam pembukuan didefinisikan kode etik sebagai pedoman bagi para anggota
IAI untuk bertugas secara bertanggung jawab.
1. Kewajiban semua anggota IAI untuk menjaga nama baik profesi dan
menjunjung tinggi etika profesional serta hukum yang berlaku di tempat
anggota menjalankan profesinya.
24
2. Kewajiban semua anggota IAI untuk mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam menjalankan tugasnya.
25
kebutuhan masyarakat tentang pihak yang dapat dipercaya, untuk menilai
kewajaran informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam laporan
keuangan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, profesi akuntan
publik harus mempertahankan independensi dan objektivitasnya dalam
mempertimbangkan fakta-fakta yang dijumpai dalam melaksanakan pekerjaan
auditnya. Tanpa adanya jaminan independensi dan objektivitas profesi akuntan
publik, masyarakat akan meragukan pendapat yang diberikan oleh auditor
independen atas kewajaran laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, IAI
mencantumkan aturan mengenai independensi anggotanya dalam standar auditing
dan lebih dirinci lagi dalam Pernyataan Etika Profesi No. 1 Integritas,
Objektivitas, dan Independensi.
1. Independensi dalam diri auditor yang berupa kejujuran dalam diri auditor
dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya.
Aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam
kenyataan atau independence in fact.
26
auditor tersebut dapat dianggap gagal untuk memenuhi aspek independensi
yang kedua, sehingga dengan demikian tidak dapat memenuhi standar
umum kedua dalam standar auditing dan Pasal 1 Ayat 2 Kode Etik Akuntan
Indonesia. Menurut Pernyataan Etika Profesi No. 1 Integritas, Objektivitas,
dan Independensi, dalam keadaan seperti pada contoh di atas, auditor harus
menolak atau harus mengundurkan diri dari penugasan audit atas laporan
keuangan perusahaan yang di pimpin oleh ayahnya tersebut.
Independensi ini merupakan hal yang unik di dalam profesi akuntan publik.
Auditor dituntut untuk memenuhi keinginan kliennya, karena klienlah yang
membayar fee jasa yang disediakan oleh auditor tersebut. Di lain pihak, auditor
harus independen dari klien. Petunjuk pelaksanaan mengenai independensi ini
telah dikeluarkan oleh IAI dalam Pernyataan Etika Profesi No. 1 Integritas,
27
Objektivitas, dan Independensi. Contoh-contoh penerapan yang berlaku untuk
akuntan publik diklasifikasikan sebagai berikut:
28
b. Pinjaman dari atau kepada para klien, karyawan, direktur atau pemegang
saham utama dalam perusahaan klien.
b. Aktiva yang dimiliki pimpinan atau rekan pimpinan atau kantor akuntan
publik suami atau isteri, keluarga sedarah-semendanya sampai dengan
garis kedua. Kondisi ini bertentangan dengan integritas, objektivitas dan
independensi auditor tersebut. Konsekuensinya, auditor harus menolak
atau tidak melanjutkan penugasan audit yang bersangkutan, kecuali jika
hubungan keuangan tersebut diputuskan.
29
2.9.2.2 Kedudukan Dalam Perusahaan
1. Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain yang
dapat menimbulkan pertentangan kepentingan atau mempengaruhi
independensi dalam pelaksanaan jasa profesional.
30
Jika seorang auditor di samping melakukan audit, juga melaksanakan jasa
lain untuk klien yang sama, maka Ia harus menghindari jasa yang menuntut
dirinya untuk melaksanakan fungsi manajemen atau melakukan keputusan
manajemen.
2. Jika perusahaan klien akan go public, suatu kantor akuntan publik tidak
dapat menjadi konsultan keuangan (financial consultant) sekaligus auditor
bagi klien tersebut, walaupun partner yang ditugasi untuk melakukan audit
berbeda dengan partner yang melaksanakan penugasan konsultasi.
31
sampai dengan garis kedua. Termasuk dalam pengertian klien disini pemilik
perusahaan, pemegang saham utama, direksi dan eksekutif lainnya;
1. Fee jasa profesional tidak boleh tergantung pada hasil atau temuan
pelaksanaan jasa tersebut.
2. Akuntan publik tidak boleh mendapatkan klien yang telah diaudit oleh
kantor akuntan publik lain dengan cara menawarkan atau menjanjikan fee
yang jauh lebih rendah dari pada fee yang diterima oleh kantor akuntan
publik sebelumnya.
32
4. Jika klien belum membayar fee jasa seorang akuntan publik sejak beberapa
tahun yang lalu (lebih dari satu tahun), maka dapat dianggap bahwa akuntan
publik tersebut memberikan pinjaman kepada kliennya. Hal tersebut
melanggar independensi.
33
Akuntan publik, suami atau isterinya, dan keluarga sedarah-semendanya
sampai dengan garis kedua tidak boleh menerima barang atau jasa kepada klien,
dengan syarat pemberian yang tidak wajar, yang tidak lazim dalam kehidupan
sosial.
2. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk mengikat orang-orang lain yang
bekerja dalam pelaksanaan tugas profesionalnya untuk mematuhi Kode Etik
Akuntan Indonesia.
34
Dalam Pasal 2 Ayat 1a Kode Etik Akuntan Indonesia diatur mengenai
kewajiban akuntan publik untuk melaksanakan pekerjaanya berdasarkan standar
profesional yang berlaku bagi pekerjaannya tersebut. Pada saat buku ini disusun,
organisasi IAI telah menerbitkan buku Standar Profesional Akuntan Publik yang
berisi tiga standar: (1) standar auditing, (2) standar atestasi, (3) standar jasa
akuntansi dan review. Akuntan publik diwajibkan untuk melaksanakan
pekerjaannya berdasarkan standar profesional yang berlaku pada saat itu. Jika
akuntan publik menerima pekerjaan yang berkaitan dengan atestasi terhadap asersi
selain yang disajikan dalam laporan keuangan historis (misalnya asersi yang
berkaitan dengan laporan keuangan projeksian), ia harus melaksanakan
pekerjaannya berdasarkan standar atestasi yang berlaku pada saat itu. Jika akuntan
publik menerima pekerjaan yang berkaitan dengan non atestasi (misalnya
kompilasi laporan keuangan atau review atas informasi keuangan), ia harus
melaksanakan pekerjaannya berdasarkan standar akuntansi dan review yang
berlaku pada saat itu.
35
Pasal 2 ayat 3 Kode Etik Akuntan lndonesia melarang akuntan publik
menerima pekerjaan jika ia atau kantornya diperkirakan tidak akan mampu
menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan kompetensi profesional Akuntan publik
dapat dikatakan memiliki kompetensi profesional jika ia mampu melaksanakan
pekerjaan auditnya sesuai dengan standar auditing, mampu melaksanakan
pekerjaan atestasinya sesuai dengan standar atestasi, mampu melaksanakan
pekerjaan akuntansi dan review sesuai dengan standar akuntansi dan review, dan
mampu melaksanakan pekerjaan jasa konsultasi sesuai dengan standar jasa
konsultasi.
Pasal 3 Kode Etik Akuntan lndonesia berisi larangan bagi anggota IAI
yang tidak bekerja sebagai akuntan publik untuk memberikan pernyataan
pendapat atas asersi yang dibuat oleh pihak lain, kecuali bagi akuntan yang
menurut perundang-undangan yang berlaku harus memberikan pernyataan
pendapat akuntan.
Dua tanggung jawab yang harus dipikul oleh akuntan publik dalam
menjalankan pekerjaan profesionalnya:
36
pekerjaanya tidak boleh diungkapkan kepada pihak ketiga, kecuali atas izin
kliennya. Namun jika hukum atau Negara menghendaki akuntan publik
mengungkapkan informasi yang diperolehnya selama penugasannya, akuntan
publik berkewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut, tanpa harus
mendapatkan persetujuan dari kliennya. Dalam rangka pengendalian mutu kantor
akuntan publik, IAI menyusun Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik
(berupa Pernyataan Standar Pengendalian Mutu). Dalam sistem tersebut,
pekerjaan seorang akuntan publik dapat direview oleh akuntan publik lain atau
institusi yang berwenang (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau
BPKP).
37
2. Anggota Dewan Pertimbangan Profesi sebagai reviewer tidak boleh
memanfaatkan atau mengungkapkan informasi klien, kecuali atas tuntutan
hukum atau pengadilan.
38
d. Auditor yang menarik diri dari penugasannya karena menemukan
pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah harus
memperlihatkan aspek hukum atas status dan kewajibannya bila auditor
penggantinya ingin mengetahui alasan penarikan diri auditor tersebut.
Auditor pendahulu dapat menganjurkan kepada auditor penggantinya
untuk meminta izin dari klien untuk dapat membicarakan secara bebas
tentang segala masalah yang ada pada klien.
Ketentuan khusus dalam Kode Etik Akuntan Indonesia berisi pasal yang
mengatur perilaku anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik. Dalam
pasal 6 Kode Etik Akuntan Indonesia, akuntan publik diharuskan untuk:
39
2. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
yang berlaku.
5. Memelihara hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku
bila ia mengganti atau diganti oleh rekan seprofesi atau bila ada kebutuhan
untuk bekerjasama. Pasal 6 Ayat 6 Kode Etik Akuntan Indonesia mengatur
hubungan antar rekan seprofesi. Auditor berkewajiban memelihara
hubungan baik antar rekan seprofesi.
40
Adakalanya klien memutuskan untuk mengganti auditornya dengan auditor
yang lain. Untuk mencegah timbulnya hubungan yang tidak baik antara para
auditor pendahulu dengan kelompok auditor pengganti (untuk menghilangkan
kesan adanya penyerobotan klien misalnya), auditor pengganti berkewajiban
memelihara hubungan baik dengan auditor pendahulu, yang secara eksplisit diatur
dalam Pernyataan Etika Profesi No. 5 Komunikasi Antar akuntan Publik.
2. Setiap auditor tidak boleh memberi saran atau pandangan mengenai masalah
akuntansi atau masalah audit kepada orang atau badan yang diaudit oleh
auditor lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan auditor yang
bersangkutan.
41
Pasal 6 Kode Etik Akuntan lndonesia, berisi berbagai larangan bagi akuntan
publik.
1. Auditor dilarang menerima fee selain audit fee dalam penugasan audit atas
laporan keuangan. Di samping itu, auditor dilarang menetapkan audit fee-
nya berdasarkan jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor atas
laporan kliennya. Seperti yang telah diuraikan bahwa dalam audit atas
laporan keuangan, auditor dapat menyatakan pendapat wajar tanpa
pengecualian, wajar dengan pengecualian, klien dibebani audit fee lebih
rendah bila dibandingkan dengan pengecualian, klien dibebani audit fee
lebih rendah dibandingkan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.
a. Partner/staf pada suatu kantor akuntan publik yang akan pindah bekerja
pada kantor akuntan publik yang lain harus:
42
1) Mengajukan permohonan selambat-lambatnya 1 s.d. 2 bulan untuk
staf dan 6 bulan untuk partner kepada kantor akuntan publik tempat
kerjanya semula.
43
a. Akuntan publik dilarang membuat iklan menipu atau bentuk pendekatan
lain yang palsu atau menyesatkan karena bertentangan dengan
kepentingan umum. Contoh-contoh iklan dan bentuk-bentuk yang
palsu, menipu atau menyesatkan antara lain:
(3) Membuat pernyataan yang tidak didukung oleh fakta yang dapat di
buktikan kebenarannya.
44
jika klien meminta hal tersebut dalam rangka mempertimbangkan
pembelian jasa akuntan publik. Dalam rangka pemilihan akuntan
publik, perusahaan besar umumnya mengadakan tender pekerjaan
tersebut. Dalam hal ini perusahaan tersebut mengirimkan undangan
tertulis kepada beberapa kantor akuntan publik untuk mengikuti tender
tersebut.
(2) Perekrutan pegawai dan staf baik untuk kantornya sendiri maupun
untuk kliennya.
45
penugasan, dalam usaha memperoleh penugasan tersebut. Dalam hal
pengambilalihan sebagian atau seluruh pekerjaan akuntan publik lain,
akuntan publik dapat memberikan fee kepada akuntan publik yang diganti.
1. Setiap anggota wajib menghayati dan mengamalkan kode etik ini dengan
penuh rasa tanggung jawab, baik secara perorangan maupun bersama
dengan rekan anggota lainnya.
3. Setiap anggota harus meminta petunjuk dari Komite Kode Etik Akuntan
lndonesia, dalam hal adanya masalah yang tidak jelas pengaturannya.
4. Setiap anggota harus melaporkan setiap tindakan yang melanggar kode etik
ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
46
b. Menangani semua kasus pengaduan dari anggota Kompartemen Akuntan
Publik dan masyarakat tentang pelanggaran akuntan publik terhadap
Kode Etik Akuntan Indonesia dan/atau Standar Profesional Akuntan
Publik.
6. Jika atas keputusan sanksi yang dijatuhkan oleh Badan Pengawas Profesi,
akuntan publik yang terkena sanksi mengajukan banding, maka kasus ini
kemudian ditangani oleh lembaga banding yaitu Dewan Pertimbangan
Profesi. Dewan ini antara lain memiliki wewenang:
47
terhadap Kode Etik Akuntan lndonesia dan/atau Sandar Profesional
Akuntan Publik. Badan Pengawas Profesi terdiri dari tokoh-tokoh yang
dihormati dan berasal dari kalangan akuntan di Kompartemen Akuntan
Publik (KAP) yang diusulkan dan diangkat oleh Rapat Anggota
Kompartemen tersebut. Dewan Pertimbangan Profesi beranggotakan
tokoh-tokoh profesi yang dihormati dari berbagai kalangan akuntan,
pejabat pemerintah, kalangan pemakai jasa akuntan, dan tokoh
masyarakat. Dewan Pertimbangan Profesi diangkat oleh kongres IAI dan
bertanggungjawab kepada kongres tersebut. Masa jabatan Dewan
Pertimbangan Profesi ditetapkan selama masa diantara dua kongres
(empat tahun).
48
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Kode
etik juga merupakan ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu
profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.
49
3.2 Saran
Penanaman etika harus dimulai dari pendidikan yang dienyam oleh para
generasi muda agar saat terjun ke dunia kerja dapat meminimalisir dilema etik di
berbagai profesi. Sebagai generasi akuntan indonesia selanjutnya, penting
mempelajari etika profesi agar dilema-dilema pengambilan keputusan dapat
diambil sesuai etika atau aturan yang telah ditetapkan. Tidak hanya sebagai
akuntan publik, profesi lainpun juga memiliki etika profesinya dalam mengatur
ketetepan dalam bekerja guna mencapai kesinambungan dalam masyarakat tanpa
menghalangi dan mengusik hak orang lain.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ikhsan, Arfan, Surbakti Karo-Karo, Nurna Aziza, Heny Zurika Lubis, Lili Safrida,
Sumartono, and Putri Kemala Dewi. 2018. Auditing Pemeriksaan Akuntansi.
Medan: Madenatera
51