Anda di halaman 1dari 54

ETIKA PROFESIONAL AKUNTAN

“Tugas mata kuliah Auditing 1”

Dosen Pengampu:
Drs.Ec. H. Akhmad Sayudi, Ak., M.Si.

Disusun Oleh Kelompok 3:


Halimah 1810313220012
Nor Madina 1810313220017
Risna Rubiati 1810313120002

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN S1 AKUNTANSI
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga
kami diberi kekuatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika
Profesional Akuntan”.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Auditing I yang diampu oleh Bapak Drs.Ec. H. Akhmad Sayudi, Ak., M.Si.
yang merupakan dosen pengampu kami dalam mata kuliah ini. Tak lupa pula
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan
membantu proses penyusunan makalah ini sehingga bisa selesai tepat pada
waktunya.
Kami memiliki harapan yang sangat besar bahwa makalah ini bisa
memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya bagi para pembaca untuk
memperluas wawasan dan juga pengetahuan mengenai pemahaman tentang Etika
Profesional Akuntan. Dalam hal ini pembaca juga bisa mengetahui dan mengkaji
beberapa masalah yang berkaitan dengan Etika Profesional Akuntan.

Banjarmasin, 24 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi Etika..................................................................................................3
2.2 Definisi Kode Etik..........................................................................................4
2.3 Syarat Kode Etik............................................................................................4
2.4 Kode Etik Profesi...........................................................................................6
2.5 Prinsip-Prinsip Etika Profesi..........................................................................6
2.6 Peranan Etika Dalam Profesi Akuntansi........................................................8
2.7 Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia.............................................9
2.7.1 Prinsip Pertama Tanggung Jawab Profesi...............................................9
2.7.2 Prinsip Kedua Kepentingan Publik........................................................10
2.7.3 Prinsip Ketiga Integritas........................................................................10
2.7.4 Prinsip Keempat Obyektivitas...............................................................11
2.7.5 Prinsip Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional..................12
2.7.6 Prinsip Keenam Kerahasiaan.................................................................14
2.7.7 Prinsip Ketujuh Perilaku Profesional....................................................16
2.7.8 Prinsip Kedelapan Standar Teknis.........................................................16
2.8 Kode Etik Akuntan Indonesia......................................................................16
2.9 Rerangka Kode Etik Akuntan Indonesia......................................................18
2.9.1 Pembukaan.............................................................................................18
2.9.2 Kepribadian Akuntan Publik.................................................................19
2.9.3 Kecakapan Profesional Akuntan Publik................................................25
2.9.4 Tanggung Jawab Akuntan Publik..........................................................27
2.9.5 Ketentuan Khusus..................................................................................30
2.9.6 Pelaksanaan Kode Etik..........................................................................34
BAB III PENUTUP...............................................................................................37
3.1 Kesimpulan...................................................................................................37
3.2 Saran.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia selalu dihadapkan pada kebutuhan untuk memilih yang akan


mendatangkan akibat baik bagi mereka sendiri maupun pihak lainnya. Seringkali
dilema etis timbul sebagai aibat dari pemilihan yang baik untuk satu pihak tetapi
tidak baik untuk pihak lainnya. Perlunya penanaman etika yan baik agar seseorang
dapat bertindak tanpa merugikan orang lain, dan tidak merugikan dikedua belah
pihak. Etika berhubungan dengan bagaimana seseorang bertindak terhadap orang
lainnya dan berhubungan langsung dengan moral, tentang baik dan buruknya
suatu tindakan.

Etika profesional mencakup prinsip perilaku untuk orang-orang


profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun tujuan
idealistis. Oleh karena kode etik profesional antara lain dirancang untuk
mendorong perilaku ideal, maka kode etik harus realistis dan dapat dilaksanakan.
Agar bermanfaat, kode etik seyogyanya lebih tinggi dari undang-undang tetapi di
bawah ideal. Alasannya adalah untuk memelihara kepercayaan masyarakat
(public confidence) akan jasa yang diberikan profesi, siapa pun yang
melaksanakannya. Seperti halnya dalam profesi, etika profesi diperlukan agar
pemilihan keputusan saat terjadinya dilema etis terhadap situasi tertentu bagi
seorang akuntan salah satunya sebagai akuntan publik.
Sebagai akuntan publik hal yang membedakan profesi akuntan publik
dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam
melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab profesi akuntan
publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika
bertindak untuk kepentingan publik, setiap Praktisi harus mematuhi dan
menerapkan seluruh pinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode
Etik.

1
1.2 Rumusan Masalah

Beberapa rumusan masalah dalam penulisan makalah, antara lain:

1) Apa yang dimaksud dengan etika?


2) Apa yang dimaksud dengan kode etik?
3) Apa yang dimaksud dengan kode etik profesi?
4) Bagaimana peranan etika dalam profesi akuntansi?
5) Apa saja prinsip etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia?
6) Apa saja kode etik akuntan indonesia?
7) Bagaimana rerangka kode etik akuntan indonesia?
8) Bagaimana kecakapan profesional seorang akuntan publik?
9) Apa tanggung jawab sebagai akuntan publik?
10) Apa saja ketentuan khusus dalam akuntan publik?

1.3 Tujuan Penulisan

Beberapa tujuan penulisan dalam makalah ini, antara lain:

1) Mengetahui definisi dari etika.


2) Mengetahui definisi dari kode etik.
3) Mengetahui isi dari kode etik profesi.
4) Memahami peranan etika dalam profesi akuntansi
5) Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip etika profesi Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI).
6) Mengetahui bagian-bagian kode etik akuntan Indonesia.
7) Memahami rerangka kode etik akuntan Indonesia.
8) Memahami kecakapan profesional seorang akuntan publik.
9) Mengetahui tanggung jawab sebagai akuntan publik.
10) Mengetahui ketentuan khusus dalam akuntan publik.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

Belakangan ini etika profesi akuntan menjadi diskusi berkepanjangan di


tengah-tengah masyarakat. Menyadari hal demikian, etika menjadi kebutuhan
penting bagi semua profesi. Etika merupakan prinsip moral dan standar dalam
berhubungan dengan sesama. Etika profesi termasuk didalamnya standar
kebiasaan yang dilakukan baik untuk tujuan praktik maupun tujuan idealistik.
Pelanggaran etika profesi akuntan di perusahaan memang banyak, tetapi upaya
untuk menegakkan etik perlu digalakkan. Etika profesi tidak akan dilanggar jika
ada aturan dan sangsi. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan
sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.

2.1 Definisi Etika

Kata etik (atau etika) berasal dari ethos (bahasa Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan
dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk
atau baik. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang
terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang
harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan
tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia.

Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika
merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat
mempunyai 5 (lima) ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik
dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki

4
bagaimana pandangan moral yang sebenarnya). Etika akan memberikan semacam
batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam
kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan
seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code)
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common
sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi
dari yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

2.2 Definisi Kode Etik

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik serta apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Kode
etik juga merupakan ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu
profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat
(Bartens K: 2007). Ketaatan tenaga profesional itu terhadap kode etik merupakan
ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga
profesional.

Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena


paksaan. Dengan demikian tenaga profesional akan merasa bila dia melanggar
kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.
Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik
tidak selalu berarti melanggar hukum.

5
2.3 Syarat Kode Etik

Ada beberapa syarat agar suatu kode etik dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Syarat-syarat tersebut adalah (Basuki Sulistyo, 2001):

1. Kode etik disusun dan dibuat oleh profesi sendiri sehingga masing-masing
profesi memiliki kode etik tersendiri. Dengan kata lain kode etik harus
menjadi hasil self regulation (pengaturan diri) dari profesi. Misalnya kode
etik akuntan publik harus disusun oleh profesi akuntan publik, kode etik
dokter harus disusun oleh dokter, kode etik guru harus disusun oleh profesi
guru dan seterusnya.

2. Pelaksanaan kode etik harus di awasi terus menerus. Pada umumnya kode
etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggaran kode
etik. Kasus-kasus pelanggaran akan dinilai dan ditindak oleh suatu dewan
kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Salah satu
mekanisme kontrol yang sering dicantumkan dalam kode etik adalah
ketentuan bahwa profesional wajib melapor apabila melihat teman sejawat
melanggar kode etik. Ketentuan ini merupakan akibat logis dari seIf
reguIation yang terwujud dalam kode etik seperti kode itu berasal dari niat
profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan
profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar.

3. Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat, sederhana, jelas dan
konsisten, masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan,
komprehensif dan lengkap dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode
etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai,

6
negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan
bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika
yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan
pada badan yang mempekerjakan profesional.

4. Kode etik dipakai sebagai bimbingan profesi dalam melaksanakan tugasnya.


Namun demikian hendaknya isi kode etik diungkapkan sedemikian rupa
sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Juga sifat utama
profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik
hendaknya cocok untuk kerja keras. Sebuah kode etik menunjukkan
penerimaan profesi atas tanggung jawab dan kepercayaan masyarakat yang
telah memberikannya.

5. Kode etik bukan merupakan kode yang kaku. Jika kode etik merupakan kode
yang kaku maka akibat perkembangan zaman, kode etik mungkin menjadi
usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.

2.4 Kode Etik Profesi

Kode Etik Profesi IAI menjadi standar umum perilaku yang ideal dan
menjadi peraturan khusus tentang perilaku yang harus dilakukan. Kode etik ini
terdiri dari empat bagian: prinsip-prinsip, peraturan etika, interpretasi atas
peraturan dan kaidah etika. Bagian-bagian ini disusun berdasarkan urutan makin
spesifikasinya standar tersebut, prinsip-prinsip menyediakan standar ideal etika,
sementara kaidah etika menyediakan standar-standar yang sangat spesifik. Kaitan
di antara bagian-bagian tersebut ditampilkan pada gambar berikut.

7
2.5 Prinsip-Prinsip Etika Profesi

Prinsip etika profesi dialamatkan kepada seorang seluruh anggota IAI,


tanpa memperdulikan apakah mereka bekerja bagi kantor akuntan publik, bekerja
sebagai akuntan dalam dunia bisnis atau pemerintahan, terlibat dalam beberapa
aspek bisnis lainnya, atau terlibat dalam dunia pendidikan. Gambar berikut
menampilkan prinsip-prinsip etika.

8
Peraturan Etika

Para individu yang memiliki sertifikat akuntan publik tetapi tidak benar-
benar berpraktek sebagai akuntan publik harus mematuhi sebagian besar prinsip-
prinsip etika, tetapi tidak semua, ketentuan tersebut. Karena bagian tentang
peraturan etika ini merupakan satu-satunya bagian kode etik yang bersifat praktis,
maka peraturan etika ini dinyatakan dalam ungkapan yang lebih spesifik daripada
ungkapan yang tercantum dalam bagian prinsip. Karena sifat praktisnya pula,
maka banyak praktisi merujuk pada peraturan etika ini sebagai kode etik
profesional IAI.

Interpretasi Atas Peraturan Etika

Kebutuhan akan interpretasi peraturan etika yang dipublikasikan timbul


ketika terdapat beragam pertanyaan dari para praktisi tentang suatu peraturan
spesifik. Sebelum interpretasi tersebut disahkan, interpretasi itu dikirimkan
kepada sejumlah individu kunci dalam profesi untuk diminta masukannya.
Rangkaian interpretasi ini secara formal tidak harus dipatuhi, tetapi penyimpangan
dari rangkaian interpretasi ini akan menimbulkan kesulitan jika tidak mustahil
bagi seorang praktisi untuk menyampaikannya dalam dengan pendapat disipliner.

9
Kaidah Etika

Kaidah adalah rangkaian penjelasan oleh komite eksekutif pada divisi


etika profesional tentang situasi spesifik yang nyata. Banyak kaidah etika yang
telah pernah dipublikasikan dimana salah satu contohnya adalah tentang
independensi auditor.

2.6 Peranan Etika Dalam Profesi Akuntansi

Profesi akuntansi mengandung karakteristik pokok suatu profesi,


diantaranya adalah jasa yang sangat penting bagi masyarakat, pengabdian bangsa
kepada masyarakat, dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk
memperoleh jasa para akuntan dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut
mereka untuk bersedia mengorbankan diri. ltulah sebabnya profesi akuntansi
menetapkan standar teknis atau standar etika yang harus dijadikan sebagai
panduan oleh para akuntan, utamanya yang secara resmi menjadi anggota profesi,
dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Jadi, standar etika diperlukan
bagi profesi akuntansi karena akuntan memiliki posisi sebagai orang kepercayaan
dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan. Kode etik atau
aturan etika profesi akuntansi menyediakan panduan bagi para akuntan
professional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.

Etika profesi atau etika profesional merupakan suatu bidang etika (sosial)
terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki
posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para
profesional dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan
jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Dalam kaitannya dengan profesi,

10
etika meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita
(luhur) ke dalam praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi
mereka. Norma-norma ini biasanya dimodifikasikan secara formal ke dalam
bentuk kode etik atau kode perilaku profesi yang bersangkutan. Etika profesi
biasanya dibedakan dari etika kerja yang mengatur praktek, hak, dan kewajiban
bagi mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional).
Non-profesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap kurang memiliki
otonomi dan kekuasaan atau kemampuan profesional. Namun demikian, ada
sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk
mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak
terlalu berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima
dari pekerjaan mereka. Masyarakat tidak mencemaskan pengambilalihan
pekerjaan, tetapi masyarakat mencemaskan penyalahgunaan kekuasaan/keahlian.
Pembedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat
aktivitas para profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda
dengan pekerja lain umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari
segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan
klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional.

2.7 Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia

Ketika seseorang berprofesi sebagai akuntan maka adanya ketentuan umum yang
diantaranya:

1. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan


menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan
peraturan.

11
2. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik lkatan Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik,
pemakai jasa akuntan, dan rekan.

2.7.1 Prinsip Pertama Tanggung Jawab Profesi

1. Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional setiap anggota


harus senantiasa menggunakan pertimbangan moralitas dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.

3. Anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa


profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk
bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi
akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan
tanggungjawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif
semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2.7.2 Prinsip Kedua Kepentingan Publik

1. Setiap dari anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka


pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

12
2. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, yang terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor,
dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib.

3. Dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya, anggota mungkin


menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak
dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota
memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa
terlayani dengan sebaik-baiknya.

4. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan


imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya
dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan prinsip
etika profesi ini.

2.7.3 Prinsip Ketiga Integritas

1. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya


pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.

13
2. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur
dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.

3. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak
terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat
yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya
dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang
berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas
dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk
maupun jiwa standar teknis dan etika.

4. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas


dan kehati-hatian profesional.

2.7.4 Prinsip Keempat Obyektivitas

1. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip Obyektivitas mengharuskan anggota bersikap
adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,
serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak
lain.

14
2. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Masing-masing
anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan
pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin
masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

Dalam menghadapi suatu situasi dan praktik yang secara spesifik


berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan
yang cukup harus diberikan terhadap faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Adakalanya para anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan


mereka menekan tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini
dapat mengganggu obyektivitasnya.

2. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi


di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran
(reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
obyektivitas anggota.

15
3. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh
lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.

4. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang


terlibat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.

5. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment


yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap
pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengan mereka.

6. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi


profesional mereka ternoda.

2.7.5 Prinsip Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

1. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung


jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik.

16
2. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memilki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam
semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk
mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa
yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti
disyaratkan oleh prinsip etika.

Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:

1. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional


pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti
oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-
subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola
pengembangan yang normal untuk anggota.

2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.

a. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar


dan melakukan suatu peningkatan profesional secara berkesinambungan
selama kehidupan profesional anggota.

17
b. Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus
mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk diantaranya
pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik
nasional maupun internasional yang relevan.

c. Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk


memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional
yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu


tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, seorang anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten.

Anggota harus tekun dalam memenuhi semua tanggungjawabnya kepada


penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggungjawab
untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi
standar teknis dan etika berlaku. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota
untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional
yang menjadi tanggungjawabnya.

2.7.6 Prinsip Keenam Kerahasiaan

1. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi


tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional

18
yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.

2. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk
mengungkapkan informasi.

3. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah


pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya
menghormati prinsip kerahasiaan.

4. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.


Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi
selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat
menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan
pihak ketiga.

5. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang


penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu,
anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui
(unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk
pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggungjawab anggota
berdasarkan standar profesional.

19
6. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan dimana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.

Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam


menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.

1. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan


diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak
ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.

2. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh dimana anggota


diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:

a. Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses


hukum; dan

b. Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.

2.7.7 Prinsip Ketujuh Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi


yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban
untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi
oleh anggota sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

20
2.7.8 Prinsip Kedelapan Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan


standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), International Federation of Accountants (IFA), badan pengatur, dan
peraturan perundang-undangan yang relevan.

2.8 Kode Etik Akuntan Indonesia

Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur


perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik profesinya bagi masyarakat.
Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia disebut dengan istilah kode
etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai organisasi profesi
akuntan. Dalam kongresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan lndonesia (IAI) untuk
pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia. Kode
etik ini kemudian disempurnakan dalam kongres IAI than 1981 dan tahun 1986,
dan kemudian diubah lagi dalam kongres IAI tahun 1990 dan 1994. Pembahasan
mengenai kode etik profesi akuntan ini didasarkan pada Kode Etik Akuntan
Indonesia yang baru tersebut.

Sebelum membahas isi Kode Etik Akuntan Indonesia, perlu diketahui


lebih dahulu Ikatan Akuntan Indonesia sebagai satu-satunya organisasi profesi
akuntansi di Indonesia. Ikatan Akuntan lndonesia beranggotakan auditor dari
berbagai tipe (auditor pemerintah, auditor intern, dan auditor independen),
akuntan manajemen, akuntan yang bekerja sebagai pendidik, serta akuntan yang
bekerja di luar profesi auditor, akuntan manajemen, dan pendidik. Dengan

21
demikian etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tidak
hanya mengatur anggotanya yang berpraktik dalam berbagai tipe profesi auditor
dan profesi akuntan lain. Ditinjau dari komposisinya, dalam tahun 1994,
persentase terbesar anggota IAI adalah bekerja sebagi auditor pemerintah, dan
persentase terkecil berpraktik sebagai akuntan publik.

Sebelum tahun 1986, etika profesional yang dikeluarkan oleh IAI diberi
nama Kode Etik lkatan Akuntan Indonesia. Dalam kongresnya tahun 1986, nama
tersebut diubah menjadi Kode Etik Akuntan Indonesia dan sampai sekarang nama
tersebut tetap digunakan. Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang berlaku sejak
tahun 1994, lima pasal pertama mengatur etika anggota IAI pada umumnya
(temasuk anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik). Pasal enam kode
etik tersebut ditujukan khusus untuk mengatur perilaku anggota IAI yang
berpraktik sebagai akuntan publik.

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan


lndonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh
akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode etik ialah
norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan kliennya, antara
akuntan dengan sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat. Di dalam kode
etik terdapat muatan-muatan etika, yang pada dasarnya bertujuan untuk
melindungi kepentingan anggota dan kepentingan masyarakat yang menggunakan
jasa profesi.

Anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik bertanggung jawab


untuk mematuhi pasal-pasal yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan lndonesia.
Kewajiban untuk mematuhi kode etik ini tidak terbatas pada akuntan yang
menjadi anggota IAI saja, namun mencakup pula semua orang yang bekerja dalam
praktik profesi akuntan publiknya, seperti karyawan, partner, dan staf. Anggota
profesi juga tidak diperkenankan membiarkan pihak lain melaksanakan pekerjaan
atas namanya yang melanggar kode etik profesi. Ada dua sasaran pokok dari kode
etik ini yaitu:

22
(1) Kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan
oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum
profesional.

(2) Kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari
perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya
profesional. Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-
kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer
Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Departemen Keuangan RI dan
BPKP. Selain keenam unit organisasi di atas, pengawasan terhadap kode
etik juga dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP.

2.9 Rerangka Kode Etik Akuntan Indonesia

Kode etik akuntan di Indonesia dibagi menjadi 9 bagian berikut ini:

1) Pembukaan,
2) Bab I: Kepribadian,
3) Bab II: Kecakapan professional,
4) Bab III: Tanggung jawab,
5) Bab IV: Ketentuan khusus,
6) Bab V: Pelaksanaan kode etik,
7) Bab VI: Suplemen dan penyempurnaan,
8) Bab VII: Penutup,
9) Bab VIII: Pengesahan.

23
2.9.1 Pembukaan

Kode Etik Akuntan lndonesia diawali dengan pembukaan yang berisi latar
belakang diperlukannya kode etik bagi profesi akuntan indonesia dan definisi
kode etik. Latar belakang diperlukannya kode etik bagi profesi akuntan lndonesia
disebutkan berikut ini:

1. Setiap manusia yang menyediakan jasa berdasarkan pengetahuan dan


keahliannya kepada masyarakat harus memiliki rasa tanggung jawab kepada
masyarakat tersebut.

2. Undang-undang No. 34 tahun 1954 dikeluarkan oleh Pemerintah untuk


menjamin masyarakat untuk mendapatkan layanan jasa dari orang-orang
yang memiliki pengetahuan dan keahlian memadai. Dengan demikian dalam
menjalankan pekerjaannya, akuntan harus mengutamakan kepentingan
masyarakat pemakai jasanya.

Dalam pembukuan didefinisikan kode etik sebagai pedoman bagi para anggota
IAI untuk bertugas secara bertanggung jawab.

2.9.2 Kepribadian Akuntan Publik

Dalam Bab I Kepribadian dicantumkan dua pasal mengatur:

1. Kewajiban semua anggota IAI untuk menjaga nama baik profesi dan
menjunjung tinggi etika profesional serta hukum yang berlaku di tempat
anggota menjalankan profesinya.

24
2. Kewajiban semua anggota IAI untuk mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam menjalankan tugasnya.

Integritas dan objektivitas adalah sangat penting dalam kehidupan


profesional seorang akuntan. Bagi akuntan yang berpraktik sebagai auditor, di
samping integritas dan objektivitas sangat dibutuhkan independensi.

Integritas adalah unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang


untuk mewujudkan apa yang telah disanggupinya dan diyakini kebenarannya ke
dalam kenyataan. Objektivitas adalah unsur karakter yang menunjukkan
kemampuan seseorang untuk menyatakan kenyataan sebagaimana adanya,
terlepas dari kepentingan pribadi yang melekat pada fakta yang dihadapinya.
Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain. Dari definisi independensi dan objektivitas ini dapat
di ambil suatu kesimpulan bahwa independensi lebih banyak ditentukan oleh
faktor di luar diri auditor, sedangkan objektivitas lebih banyak bersumber dalam
diri auditor sendiri. Auditor yang independen adalah auditor yang tidak
terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar
diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit.
Auditor yang objektif adalah yang secara jujur mempertimbangkan fakta seperti
apa adanya, dan memberikan pendapat berdasarkan fakta yang seperti apa adanya
tersebut. Auditor yang berintegritas adalah auditor yang memiliki kemampuan
untuk mewujudkan apa yang telah diyakini kebenarannya tersebut ke dalam
kenyataan.

Independensi dan objektivitas adalah tulang punggung profesi akuntan


publik. Telah dijelaskan bahwa profesi akuntan publik ini timbul karena suatu

25
kebutuhan masyarakat tentang pihak yang dapat dipercaya, untuk menilai
kewajaran informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam laporan
keuangan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, profesi akuntan
publik harus mempertahankan independensi dan objektivitasnya dalam
mempertimbangkan fakta-fakta yang dijumpai dalam melaksanakan pekerjaan
auditnya. Tanpa adanya jaminan independensi dan objektivitas profesi akuntan
publik, masyarakat akan meragukan pendapat yang diberikan oleh auditor
independen atas kewajaran laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, IAI
mencantumkan aturan mengenai independensi anggotanya dalam standar auditing
dan lebih dirinci lagi dalam Pernyataan Etika Profesi No. 1 Integritas,
Objektivitas, dan Independensi.

Independensi auditor mempunyai tiga aspek:

1. Independensi dalam diri auditor yang berupa kejujuran dalam diri auditor
dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya dalam auditnya.
Aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam
kenyataan atau independence in fact.

2. Independensi ditinjau dari sudut pandangan pihak lain yang mengetahui


informasi yang bersangkutan dengan diri auditor. Aspek independensi ini
disebut dengan istilah independensi dalam penampilan atau juga disebut
perceived independence atau independence in appearance. Auditor yang
mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dipimpin oleh ayahnya,
kemungkinan dapat mempertahankan aspek independensi yang pertama
(independence in fact), karena ia benar-benar jujur dalam mengemukakan
hasil auditnya, Namun, dipandang dari pihak pemakai laporan audit yang
mengetahui fakta, bahwa auditor tersebut memiliki hubungan istimewa
dengan pimpinan perusahaan yang di auditnya (hubungan ayah-anak),
independensi auditor tersebut pantas untuk diragukan. Dengan demikian

26
auditor tersebut dapat dianggap gagal untuk memenuhi aspek independensi
yang kedua, sehingga dengan demikian tidak dapat memenuhi standar
umum kedua dalam standar auditing dan Pasal 1 Ayat 2 Kode Etik Akuntan
Indonesia. Menurut Pernyataan Etika Profesi No. 1 Integritas, Objektivitas,
dan Independensi, dalam keadaan seperti pada contoh di atas, auditor harus
menolak atau harus mengundurkan diri dari penugasan audit atas laporan
keuangan perusahaan yang di pimpin oleh ayahnya tersebut.

3. Independensi dipandang dari sudut keahliannya. Seseorang dapat


mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian
mengenai audit atas fakta tersebut. Seorang auditor yang tidak menguasai
pengetahuan mengenai bisnis asuransi, tidak akan dapat mempertimbangkan
dengan objektif informasi yang tercantum dalam laporan keuangan
perusahaan asuransi. Auditor tersebut tidak memiliki independensi bukan
karena tidak adanya kejujuran dalam dirinya, melainkan karena tidak adanya
keahlian mengenai objek yang di auditnya. Kompetensi auditor menentukan
independen atau tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta
yang di auditnya. Jika auditor tidak memiliki kecakapan profesional yang
diperlukan untuk mengerjakan penugasan yang diterimanya, ia melanggar
pasal kode etik yang bersangkutan dengan independensi (Pasal 1 ayat 2
Kode Etik Akuntan lndonesia) dan yang bersangkutan dengan kecakapan
profesional (Pasal 2 Ayat 3 Kode Etik Akuntan Indonesia).

Independensi ini merupakan hal yang unik di dalam profesi akuntan publik.
Auditor dituntut untuk memenuhi keinginan kliennya, karena klienlah yang
membayar fee jasa yang disediakan oleh auditor tersebut. Di lain pihak, auditor
harus independen dari klien. Petunjuk pelaksanaan mengenai independensi ini
telah dikeluarkan oleh IAI dalam Pernyataan Etika Profesi No. 1 Integritas,

27
Objektivitas, dan Independensi. Contoh-contoh penerapan yang berlaku untuk
akuntan publik diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Hubungan keuangan dengan klien;

b. Kedudukan dalam perusahaan;

c. Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten;

d. Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit;

e. Hubungan keluarga dan pribadi;

f. Imbalan atas jasa professional;

g. Penerimaan barang atau jasa dari klien;

h. Pemberian barang atau jasa kepada klien.

2.9.2.1 Hubungan Keuangan Dengan Klien

1. Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan


dapat mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa objektivitas auditor
tidak dapat dipertahankan. Contoh hubungan keuangan antara lain:

a. Kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung dengan klien;

28
b. Pinjaman dari atau kepada para klien, karyawan, direktur atau pemegang
saham utama dalam perusahaan klien.

2. Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas berkepentingan


dengan laporan audit yang akan diterbitkan. Hubungan keuangan tidak
langsung mencakup kepentingan keuangan oleh suami, isteri, keluarga
sedarah semenda, sampai garis kedua auditor yang bersangkutan.

3. Jika saham yang dimiliki merupakan bagian yang material dari:

a. Modal saham perusahaan klien, atau;

b. Aktiva yang dimiliki pimpinan atau rekan pimpinan atau kantor akuntan
publik suami atau isteri, keluarga sedarah-semendanya sampai dengan
garis kedua. Kondisi ini bertentangan dengan integritas, objektivitas dan
independensi auditor tersebut. Konsekuensinya, auditor harus menolak
atau tidak melanjutkan penugasan audit yang bersangkutan, kecuali jika
hubungan keuangan tersebut diputuskan.

4. Pemilikan saham di perusahaan klien secara langsung atau tidak langsung


mungkin diperoleh melalui warisan, perkawinan dengan pemegang saham
atau pengambilalihan. Dalam hal seperti itu, pemilikan saham harus
dihilangkan atau secepat mungkin auditor yang bersangkutan harus menolak
penugasan audit atas laporan keuangan perusahaan tersebut.

29
2.9.2.2 Kedudukan Dalam Perusahaan

Jika seorang auditor dalam atau segera setelah periode penugasan,


menjadi: (1) anggota dewan komisaris, direksi atau karyawan dalam manajemen
perusahaan klien, atau (2) rekan usaha atau karyawan salah satu anggota dewan
komisaris, direksi atau karyawan perusahaan klien, maka ia dianggap memiliki
kepentingan yang bertentangan dengan objektivitas dalam penugasan. Dalam
keadaan demikian, ia harus mengundurkan diri atau menolak semua penugasan
audit atas laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.

2.9.2.3 Keterlibatan Dalam Usaha yang Tidak Sesuai

1. Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain yang
dapat menimbulkan pertentangan kepentingan atau mempengaruhi
independensi dalam pelaksanaan jasa profesional.

2. Seorang auditor tidak dapat melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan


klien atau dengan salah satu eksekutif atau pemegang saham utama.

2.9.2.4 Pelaksanaan Jasa Lain Untuk Klien Audit

30
Jika seorang auditor di samping melakukan audit, juga melaksanakan jasa
lain untuk klien yang sama, maka Ia harus menghindari jasa yang menuntut
dirinya untuk melaksanakan fungsi manajemen atau melakukan keputusan
manajemen.

Contoh berikut ini menyebabkan auditor tidak Independen:

1. Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien,


menandatangani bukti kas keluar (voucher) untuk pembayaran dan
menyusun laporan operasional berkala, sedangkan pada saat yang
bersamaan dia juga melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan
klien tersebut;

2. Jika perusahaan klien akan go public, suatu kantor akuntan publik tidak
dapat menjadi konsultan keuangan (financial consultant) sekaligus auditor
bagi klien tersebut, walaupun partner yang ditugasi untuk melakukan audit
berbeda dengan partner yang melaksanakan penugasan konsultasi.

2.9.2.5 Hubungan Keluarga dan Pribadi

1. Hubungan keluarga dan pribadi dapat mempengaruhi objektivitas, oleh


karena itu auditor harus menghidari penugasan audit atas laporan keuangan
kliennya jika ia memiliki hubungan keluarga atau hubungan pribadi;

2. Hubungan keluarga yang pasti akan mengancam sikap independensi adalah


seperti akuntan publik yang bersangkutan, atau staf yang terlibat dalam
penugasan itu, merupakan suami atau isteri, keluarga sedarah-semenda klien

31
sampai dengan garis kedua. Termasuk dalam pengertian klien disini pemilik
perusahaan, pemegang saham utama, direksi dan eksekutif lainnya;

3. Hubungan pribadi yang bisa mempengaruhi independensi adalah seperti


usaha kerja sama antara akuntan publik dengan kliennya di perusahaan yang
tidak di audit. Pengertian klien di sini adalah sama dengan definisi di atas.

2.9.2.6 Fee Atas Jasa Profesional

1. Fee jasa profesional tidak boleh tergantung pada hasil atau temuan
pelaksanaan jasa tersebut.

2. Akuntan publik tidak boleh mendapatkan klien yang telah diaudit oleh
kantor akuntan publik lain dengan cara menawarkan atau menjanjikan fee
yang jauh lebih rendah dari pada fee yang diterima oleh kantor akuntan
publik sebelumnya.

3. Seorang akuntan publik tidak boleh memberikan jasa profesionalnya tanpa


menerima fee, kecuali untuk yayasan (non-profit organization).

32
4. Jika klien belum membayar fee jasa seorang akuntan publik sejak beberapa
tahun yang lalu (lebih dari satu tahun), maka dapat dianggap bahwa akuntan
publik tersebut memberikan pinjaman kepada kliennya. Hal tersebut
melanggar independensi.

5. Jika akuntan publik bertindak sebagai konsultan keuangan dalam suatu


perusahaan yang akan go public, maka akuntan publik tersebut tidak boleh
menentukan fee jasa profesionalnya berdasarkan persentase tertentu dari
hasil emisi saham.

6. Akuntan publik tidak boleh menerima komisi dari penjualan produk


langganan atau jasa/barang yang dijual oleh kliennya pada saat dia
melakukan pekerjaan audit.

2.9.2.7 Penerimaan Barang Atau Jasa Dari Klien

Akuntan publik, suami atau isterinya dan keluarga sedarah-semendanya


sampai dengan garis kedua tidak boleh menerima barang atau jasa dari klien yang
dapat mengancam independensinya, yang diterima dengan syarat yang tidak
wajar, yang tidak lazim dalam kehidupan sosial.

2.9.2.8 Pemberian Barang Atau Jasa Kepada Klien

33
Akuntan publik, suami atau isterinya, dan keluarga sedarah-semendanya
sampai dengan garis kedua tidak boleh menerima barang atau jasa kepada klien,
dengan syarat pemberian yang tidak wajar, yang tidak lazim dalam kehidupan
sosial.

2.9.3 Kecakapan Profesional Akuntan Publik

Dalam Kode Etik Akuntan lndonesia Bab II Kecakapan Profesional


dicantumkan dua pasal. Pasal 2 dalam kode etik tersebut mengatur:

1. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk melaksanakan pekerjaannya


berdasarkan standar profesional yang berlaku bagi pekerjaannya tersebut.

2. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk mengikat orang-orang lain yang
bekerja dalam pelaksanaan tugas profesionalnya untuk mematuhi Kode Etik
Akuntan Indonesia.

3. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk senantiasa meningkatkan


kecakapan profesionalnya.

4. Kewajiban untuk menolak setiap penugasan yang tidak sesuai dengan


kecakapan profesionalnya.

34
Dalam Pasal 2 Ayat 1a Kode Etik Akuntan Indonesia diatur mengenai
kewajiban akuntan publik untuk melaksanakan pekerjaanya berdasarkan standar
profesional yang berlaku bagi pekerjaannya tersebut. Pada saat buku ini disusun,
organisasi IAI telah menerbitkan buku Standar Profesional Akuntan Publik yang
berisi tiga standar: (1) standar auditing, (2) standar atestasi, (3) standar jasa
akuntansi dan review. Akuntan publik diwajibkan untuk melaksanakan
pekerjaannya berdasarkan standar profesional yang berlaku pada saat itu. Jika
akuntan publik menerima pekerjaan yang berkaitan dengan atestasi terhadap asersi
selain yang disajikan dalam laporan keuangan historis (misalnya asersi yang
berkaitan dengan laporan keuangan projeksian), ia harus melaksanakan
pekerjaannya berdasarkan standar atestasi yang berlaku pada saat itu. Jika akuntan
publik menerima pekerjaan yang berkaitan dengan non atestasi (misalnya
kompilasi laporan keuangan atau review atas informasi keuangan), ia harus
melaksanakan pekerjaannya berdasarkan standar akuntansi dan review yang
berlaku pada saat itu.

Dalam pasal 2 Ayat 1b Kode Etik Akuntan Indonesia diatur mengenai


kewajiban akuntan publik untuk menjelaskan kepada staf dan ahli lainnya yang
bekerja padanya mengenal keterikatan mereka terhadap Kode Etik Akuntan di
Indonesia. Seperti telah disebutkan dimuka, Kode Etik Akuntan Indonesia tidak
hanya mengikat akuntan yang menjadi anggota IAI, namun juga mengikat orang
lain yang bekerja pada kantor akuntan publik untuk mematuhi pasal-pasal Kode
Etik Akuntan lndonesia. Jika dalam menjalankan pekerjaan auditnya, auditor
memerlukan tenaga ahli lain (selain ahli akuntansi dan audit) ia tetap bertanggung
jawab atas hasil pekerjaan ahli tersebut.

Dalam pasal 2 Ayat 2 Kode Etik Akuntan di lndonesia, akuntan publik


diwajibkan untuk memelihara dan meningkatkan kecakapan profesionalnya agar
jasa yang dihasilkan senantiasa relevan dengan kebutuhan pemakai jasanya.
Pemeliharaan dan peningkatan kecakapan profesional seorang auditor
dilaksanakan melalui program pendidikan profesional berkelanjutan yang
diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

35
Pasal 2 ayat 3 Kode Etik Akuntan lndonesia melarang akuntan publik
menerima pekerjaan jika ia atau kantornya diperkirakan tidak akan mampu
menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan kompetensi profesional Akuntan publik
dapat dikatakan memiliki kompetensi profesional jika ia mampu melaksanakan
pekerjaan auditnya sesuai dengan standar auditing, mampu melaksanakan
pekerjaan atestasinya sesuai dengan standar atestasi, mampu melaksanakan
pekerjaan akuntansi dan review sesuai dengan standar akuntansi dan review, dan
mampu melaksanakan pekerjaan jasa konsultasi sesuai dengan standar jasa
konsultasi.

Pasal 3 Kode Etik Akuntan lndonesia berisi larangan bagi anggota IAI
yang tidak bekerja sebagai akuntan publik untuk memberikan pernyataan
pendapat atas asersi yang dibuat oleh pihak lain, kecuali bagi akuntan yang
menurut perundang-undangan yang berlaku harus memberikan pernyataan
pendapat akuntan.

2.9.4 Tanggung Jawab Akuntan Publik

Dua tanggung jawab yang harus dipikul oleh akuntan publik dalam
menjalankan pekerjaan profesionalnya:

1. Menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya;

2. Menjaga mutu pekerjaan profesionalnya.

Pasal 4 Kode Etik Akuntan Indonesia telah mengatur mengenai penjagaan


kerahasiaan informasi yang diperoleh akuntan publik selama penugasan
profesionalnya. Informasi yang diperoleh akuntan publik selama ia menjalankan

36
pekerjaanya tidak boleh diungkapkan kepada pihak ketiga, kecuali atas izin
kliennya. Namun jika hukum atau Negara menghendaki akuntan publik
mengungkapkan informasi yang diperolehnya selama penugasannya, akuntan
publik berkewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut, tanpa harus
mendapatkan persetujuan dari kliennya. Dalam rangka pengendalian mutu kantor
akuntan publik, IAI menyusun Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik
(berupa Pernyataan Standar Pengendalian Mutu). Dalam sistem tersebut,
pekerjaan seorang akuntan publik dapat direview oleh akuntan publik lain atau
institusi yang berwenang (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau
BPKP).

Dalam Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik tersebut,


informasi yang diperoleh auditor dalam pelaksanaan auditnya dapat diungkapkan
kepada reviewer, tanpa harus meminta izin dari klien.

Pernyataan Kode Etik No. 3 Pengungkapan Informasi Rahasia Klien


menjelaskan tanggung jawab auditor dalam menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama penugasan auditor.

1. Yang dimaksud dengan dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau


Negara adalah:

a. Kewajiban anggota dalam mematuhi setiap panggilan sidang atau


tuntutan pengadilan.

b. Setiap anggota tidak boleh menghalangi atau menghindari pelaksanaan


review dari anggota lainnya yang berwenang atau yang ditunjuk oleh IAI
dan instansi lainnya yang mempunyai otoritas untuk itu (BPKP).

c. Setiap anggota tidak boleh menghindari atau menghalangi penyelidikan


Dewan Pertimbangan Profesi terhadap keluhan-keluhan yang ada.

37
2. Anggota Dewan Pertimbangan Profesi sebagai reviewer tidak boleh
memanfaatkan atau mengungkapkan informasi klien, kecuali atas tuntutan
hukum atau pengadilan.

3. Anggota yang mereview sehubungan dengan pembelian, penjualan atau


merger seluruh atau bagian sebuah perusahaan harus melakukan pencegahan
yang diperlukan (appropriate pre-cautions). Contoh: membuat Written
Confidentially Agreement (perjanjian tertulis untuk merahasiakan informasi
yang diterima).

4. Auditor boleh mengungkapkan nama-nama klien kepada pihak lain tanpa


meminta izin dari klien, kecuali bila pengungkapan nama tersebut membuka
informasi rahasia tentang kliennya. Contohnya: Pengungkapan nama klien
yang sedang mengalami kesulitan keuangan.

a. Auditor tidak boleh memberikan informasi dalam kepada pihak lain


mengenai klien yang go public.

b. Auditor pendahulu harus bersedia memperlihatkan kertas kerja


sebelumnya kepada auditor pengganti, berdasarkan permintaan klien.

c. Auditor dapat menggunakan jasa tenaga ahli lainnya, namun harus


menjaga informasi rahasia klien tidak terungkap dengan penggunaan
tenaga ahli lainnya tersebut.

38
d. Auditor yang menarik diri dari penugasannya karena menemukan
pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah harus
memperlihatkan aspek hukum atas status dan kewajibannya bila auditor
penggantinya ingin mengetahui alasan penarikan diri auditor tersebut.
Auditor pendahulu dapat menganjurkan kepada auditor penggantinya
untuk meminta izin dari klien untuk dapat membicarakan secara bebas
tentang segala masalah yang ada pada klien.

Kewajiban menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam


pelaksanaan tugas profesionalnya ini tidak hanya merupakan kewajiban akuntan
publik, namun juga merupakan kewajiban bagi semua staf dan karyawan yang
bekerja di kantor akuntan publik. Akuntan publik bertanggung jawab atas
dipatuhinya pasal ini oleh staf dan karyawan yang bekerja di kantornya.

Pasal 5 Kode Etik Akuntan Indonesia mengatur kewajiban akuntan publik


untuk menjaga mutu pekerjaan profesionalnya. Setiap akuntan publik harus bisa
mempertanggungjawabkan mutu pekerjaan atau pelaksanaan tugasnya. Ia tidak
boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain pada saat yang bersamaan, yang
bisa menyebabkan penyimpangan objektivitas atau ketidakkonsistenan dalam
pekerjaannya.

2.9.5 Ketentuan Khusus

Ketentuan khusus dalam Kode Etik Akuntan Indonesia berisi pasal yang
mengatur perilaku anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik. Dalam
pasal 6 Kode Etik Akuntan Indonesia, akuntan publik diharuskan untuk:

1. Mempertahankan sikap independen.

39
2. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
yang berlaku.

3. Memberi penjelasan yang cukup mengenai tujuan pembubuhan tanda tangan


dalam laporan yang dibuat sebagai hasil pelaksanaan penugasannya.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik, akuntan publik dapat
menerima berbagai jenis penugasan dari kliennya: auditing, atestasi,
akuntansi dan review, atau jasa konsultasi. Dalam setiap jenis penugasan
tersebut akuntan publik dituntut untuk memberikan keyakinan apapun. Oleh
karena itu, setiap kali akuntan publik membuat laporan hasil pelaksanaan
penugasan yang diterima dari kliennya, ia harus secara jelas menguraikan
tujuan pembubuhan tanda tangannya dalam laporan tersebut.

4. Menegaskan bahwa ia tidak menjamin terwujudnya ramalan atau projeksi,


jika ia melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan ramalan atau
projeksi.

5. Memelihara hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku
bila ia mengganti atau diganti oleh rekan seprofesi atau bila ada kebutuhan
untuk bekerjasama. Pasal 6 Ayat 6 Kode Etik Akuntan Indonesia mengatur
hubungan antar rekan seprofesi. Auditor berkewajiban memelihara
hubungan baik antar rekan seprofesi.

40
Adakalanya klien memutuskan untuk mengganti auditornya dengan auditor
yang lain. Untuk mencegah timbulnya hubungan yang tidak baik antara para
auditor pendahulu dengan kelompok auditor pengganti (untuk menghilangkan
kesan adanya penyerobotan klien misalnya), auditor pengganti berkewajiban
memelihara hubungan baik dengan auditor pendahulu, yang secara eksplisit diatur
dalam Pernyataan Etika Profesi No. 5 Komunikasi Antar akuntan Publik.

1. Setiap auditor harus memelihara hubungan baik dengan rekan seprofesi.


Auditor yang ditunjuk sebagai auditor pengganti untuk melakukan
penugasan pada klien yang sama, harus mengirimkan surat pemberitahuan
kepada auditor pendahulu dan menanyakan apakah ada keberatan
profesional dalam penggantian penugasan ini. Jika diperlukan, auditor
pendahulu harus bersedia memperlihatkan kertas kerja audit tahun
sebelumnya kepada auditor pengganti, hanya jika hal ini diminta oleh klien
yang bersangkutan. Mengenai komunikasi antara auditor pengganti dengan
auditor pendahulu di atur lebih rinci dalam SA Seksi 315 Komunikasi antara
Auditor Pendahulu dengan Auditor Pengganti.

2. Setiap auditor tidak boleh memberi saran atau pandangan mengenai masalah
akuntansi atau masalah audit kepada orang atau badan yang diaudit oleh
auditor lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan auditor yang
bersangkutan.

3. Auditor pengganti tidak boleh menerima penugasan atas klien tersebut


timbul masalah audit fee yang belum diselesaikan.

41
Pasal 6 Kode Etik Akuntan lndonesia, berisi berbagai larangan bagi akuntan
publik.

1. Auditor dilarang menerima fee selain audit fee dalam penugasan audit atas
laporan keuangan. Di samping itu, auditor dilarang menetapkan audit fee-
nya berdasarkan jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor atas
laporan kliennya. Seperti yang telah diuraikan bahwa dalam audit atas
laporan keuangan, auditor dapat menyatakan pendapat wajar tanpa
pengecualian, wajar dengan pengecualian, klien dibebani audit fee lebih
rendah bila dibandingkan dengan pengecualian, klien dibebani audit fee
lebih rendah dibandingkan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.

2. Auditor dilarang memberi saran atau pandangan mengenai masalah


akuntansi atau masalah audit kepada orang atau badan yang sedang diaudit
oleh auditor lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan auditor yang
bersangkutan. Jika orang atau badan yang sedang diaudit oleh auditor lain
tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan auditor yang bersangkutan. Jika
orang atau badan yang sedang diaudit oleh suatu kantor akuntan publik yang
sedang melakukan audit tersebut. Etika Profesi No.6 Perpindahan
Partner/Staf dari Satu Kantor Akuntan Publik ke Kantor Akuntan Publik
Lain, yang mewajibkan auditor memberitahukan kepada rekan seprofesinya,
jika ia akan menerima partner/staf rekan seprofesinya tersebut sebagai
partner/ staf dalam kantor nya. Pengaturan perpindahan partner dan staf
tersebut adalah sebagai berikut:

a. Partner/staf pada suatu kantor akuntan publik yang akan pindah bekerja
pada kantor akuntan publik yang lain harus:

42
1) Mengajukan permohonan selambat-lambatnya 1 s.d. 2 bulan untuk
staf dan 6 bulan untuk partner kepada kantor akuntan publik tempat
kerjanya semula.

2) Dengan persetujuan kantor akuntan publik tempat kerjanya semula.

b. Partner/staf dari suatu kantor akuntan publik tertentu yang pindah


bekerja ke kantor akuntan publik lain tidak boleh memperlihatkan/
membawa/menggunakan kertas kerja audit, management letters
dan/atau informasi lainnya ke kantor akuntan publik tempat kerjanya
yang baru. Yang dimaksud dengan informasi lainnya adalah seluruh
informasi, baik lisan maupun tertulis, yang diperoleh selama melakukan
pemeriksaan pada kantor akuntan publik terdahulu.

c. Kantor akuntan publik yang akan menerima partner/staf dari kantor


akuntan publik lain wajib mengkomunikasikan penerimaan tersebut.

3. Akuntan publik dilarang mengiklankan atau mengizinkan orang lain untuk


mengiklankan nama atau jasa yang diberikannya, kecuali iklan yang sifatnya
pemberitahuan (Pasal 6 Ayat 8 Kode Etik Akuntan lndonesia). Profesi
akuntan publik di U.S.A. pernah menerapkan larangan yang serupa dengan
Pasal 6 Ayat 8 tersebut, namun sejak tahun 1978, larangan tersebut dihapus
dari The AICPA Code of Profesional Ethics. Pernyataan Etika Profesi No. 4
Iklan Bagi Kantor Akuntan Publik mengatur secara rinci larangan bagi
akuntan publik dalam mengiklankan diri.

43
a. Akuntan publik dilarang membuat iklan menipu atau bentuk pendekatan
lain yang palsu atau menyesatkan karena bertentangan dengan
kepentingan umum. Contoh-contoh iklan dan bentuk-bentuk yang
palsu, menipu atau menyesatkan antara lain:

(1) Memberikan janji-janji muluk

(2) Menggambarkan seolah-olah dapat mempengaruhi keputusan


pejabat pengadilan, badan pengatur atau badan/instansi lain yang
serupa.

(3) Membuat pernyataan yang tidak didukung oleh fakta yang dapat di
buktikan kebenarannya.

(4) Membuat perbandingan dengan akuntan publik lainnya yang tidak


didasarkan pada fakta yang dapat diverifikasi.

(5) Memilih pernyataan bahwa jasa profesional spesifik sedang/akan


diberikan dengan fee tertentu yang dapat dinaikkan jumlahnya dan
calon kliennya tidak diberi tahu mengenai kemungkinan kenaikan
ini.

(6) Membuat pernyataan yang dapat mengakibatkan orang lain tertipu


atau salah menafsirkannya.

b. Akutan publik dilarang menawarkan jasanya secara tertulis kepada


calon klien, kecuali atas permintaan calon klien. Dalam hal ini kantor
akuntan publik diperkenankan untuk memberikan profil perusahaan
(company profile). Penawaran jasa kepada klien hanya dapat dilakukan

44
jika klien meminta hal tersebut dalam rangka mempertimbangkan
pembelian jasa akuntan publik. Dalam rangka pemilihan akuntan
publik, perusahaan besar umumnya mengadakan tender pekerjaan
tersebut. Dalam hal ini perusahaan tersebut mengirimkan undangan
tertulis kepada beberapa kantor akuntan publik untuk mengikuti tender
tersebut.

Dalam hal ini auditor mengajukan penawaran jasanya secara tertulis


kepada calon klien tanpa melanggar Pasal 6 Ayat 8 Kode Etik Akuntan
lndonesia. IAI tidak melarang sama sekali iklan yang dapat dilakukan
oleh akuntan publik. Contoh-contoh iklan yang diperbolehkan yang
sifatnya pemberitahuan antara lain:

(1) Pemberitahuan pindah alamat, telepon, fax, dan telex.

(2) Perekrutan pegawai dan staf baik untuk kantornya sendiri maupun
untuk kliennya.

(3) Pemasangan iklan untuk penjualan perusahaan atau aktiva klien


akuntan publik dalam kapasitas profesinya yang bertindak sebagai
likuidator.

(4) Pemasangan iklan untuk seminar dan penataran bagi masyarakat


umum, kecuali yang diselenggarakan secara gratis.

(5) Pemberian kartu ucapan kepada klien kantor akuntan publik.

4. Akuntan publik dilarang memberikan fee dalam bentuk apapun kepada


pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung turut menentukan

45
penugasan, dalam usaha memperoleh penugasan tersebut. Dalam hal
pengambilalihan sebagian atau seluruh pekerjaan akuntan publik lain,
akuntan publik dapat memberikan fee kepada akuntan publik yang diganti.

2.9.6 Pelaksanaan Kode Etik

Pada Pasal 7 Kode Etik Akuntan Indonesia telah mengatur mengenai


pelaksanaan etika profesional berikut ini:

1. Setiap anggota wajib menghayati dan mengamalkan kode etik ini dengan
penuh rasa tanggung jawab, baik secara perorangan maupun bersama
dengan rekan anggota lainnya.

2. Setiap anggota harus selalu berusaha untuk saling mengingatkan sesama


anggota terhadap tindakan-tindakan yang dinilai tidak etis.

3. Setiap anggota harus meminta petunjuk dari Komite Kode Etik Akuntan
lndonesia, dalam hal adanya masalah yang tidak jelas pengaturannya.

4. Setiap anggota harus melaporkan setiap tindakan yang melanggar kode etik
ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Pengawasan kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik oleh akuntan


publik dilaksanakan oleh dua lembaga: Badan Pengawas Profesi dan Dewan
Pertimbangan Profesi. Badan Pengawas Profesi adalah badan yang dibentuk
di tingkat kompartemen Akuntan Publik untuk:

a. Mengawasi kepatuhan dan melakukan penilaian pelaksanaan pada Kode


Etik Akuntan Indonesia dan Standar Profesional Akuntan Publik oleh
para akuntan publik.

46
b. Menangani semua kasus pengaduan dari anggota Kompartemen Akuntan
Publik dan masyarakat tentang pelanggaran akuntan publik terhadap
Kode Etik Akuntan Indonesia dan/atau Standar Profesional Akuntan
Publik.

c. Menetapkan sanksi kepada akuntan publik yang melanggar Kode Etik


Akuntan Indonesia dan/atau Standar Profesional Akuntan Publik.

d. Mengajukan usul dan saran mengenai pengembangan kode etik akuntan


kepada Komite Kode Etik.

6. Jika atas keputusan sanksi yang dijatuhkan oleh Badan Pengawas Profesi,
akuntan publik yang terkena sanksi mengajukan banding, maka kasus ini
kemudian ditangani oleh lembaga banding yaitu Dewan Pertimbangan
Profesi. Dewan ini antara lain memiliki wewenang:

a. Menangani semua kasus pelanggaran kode etik dan/atau Standar


Profesional Akuntan Publik pada tingkat banding, setelah keputusan yang
dibuat oleh Badan Pengawas Profesi tidak dapat diterima oleh akuntan
publik yang terkena sanksi.

b. Menetapkan sanksi terhadap akuntan publik atas pelanggaran kode etik


dan/atau Standar Profesional Akuntan Publik. Keputusan yang dijatuhkan
oleh Dewan Pertimbangan Profesi bersifat final. Berdasarkan Anggaran
Rumah Tangga lAl tahun 1996, telah dibentuk Badan Pengawas Profesi
di tingkat Kompartemen Akuntan Publik (KAP) dan Dewan
Pertimbangan Profesi di tingkat organisasi IAI untuk menjaga kepatuhan

47
terhadap Kode Etik Akuntan lndonesia dan/atau Sandar Profesional
Akuntan Publik. Badan Pengawas Profesi terdiri dari tokoh-tokoh yang
dihormati dan berasal dari kalangan akuntan di Kompartemen Akuntan
Publik (KAP) yang diusulkan dan diangkat oleh Rapat Anggota
Kompartemen tersebut. Dewan Pertimbangan Profesi beranggotakan
tokoh-tokoh profesi yang dihormati dari berbagai kalangan akuntan,
pejabat pemerintah, kalangan pemakai jasa akuntan, dan tokoh
masyarakat. Dewan Pertimbangan Profesi diangkat oleh kongres IAI dan
bertanggungjawab kepada kongres tersebut. Masa jabatan Dewan
Pertimbangan Profesi ditetapkan selama masa diantara dua kongres
(empat tahun).

7. Dalam menjalankan tugas, Dewan Pertimbangan Profesi dapat mengenakan


sanksi atas pelanggaran kode etik, berupa pemberhentian keanggotaan
sementara atau pemberhentian keanggotaan tetap, sebagaimana di atur
dalam Anggaran Rumah Tangga Ikatan Akuntan Indonesia tahun 1996 pasal
2. Dewan Pertimbangan Profesi IAI bertindak atas dasar pengaduan tertulis
mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia yang
dilakukan oleh anggota IAI atau atas permintaan Pengurus IAI.

48
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Kode
etik juga merupakan ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu
profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.

Profesi akuntansi mengandung karakteristik pokok suatu profesi,


diantaranya adalah jasa yang sangat penting bagi masyarakat, pengabdian bangsa
kepada masyarakat, dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk
memperoleh jasa para akuntan dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut
mereka untuk bersedia mengorbankan diri. ltulah sebabnya profesi akuntansi
menetapkan standar teknis atau standar etika yang harus dijadikan sebagai
panduan oleh para akuntan, utamanya yang secara resmi menjadi anggota profesi,
dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Jadi, standar etika diperlukan
bagi profesi akuntansi karena akuntan memiliki posisi sebagai orang kepercayaan
dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan. Kode etik atau
aturan etika profesi akuntansi menyediakan panduan bagi para akuntan
professional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.

Di indonesia ada 8 prinsip yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi


Indonesia untuk para akuntan menyatakan pengakuan profesi akan
tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan.

49
3.2 Saran

Penanaman etika harus dimulai dari pendidikan yang dienyam oleh para
generasi muda agar saat terjun ke dunia kerja dapat meminimalisir dilema etik di
berbagai profesi. Sebagai generasi akuntan indonesia selanjutnya, penting
mempelajari etika profesi agar dilema-dilema pengambilan keputusan dapat
diambil sesuai etika atau aturan yang telah ditetapkan. Tidak hanya sebagai
akuntan publik, profesi lainpun juga memiliki etika profesinya dalam mengatur
ketetepan dalam bekerja guna mencapai kesinambungan dalam masyarakat tanpa
menghalangi dan mengusik hak orang lain.

50
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, Arfan, Surbakti Karo-Karo, Nurna Aziza, Heny Zurika Lubis, Lili Safrida,
Sumartono, and Putri Kemala Dewi. 2018. Auditing Pemeriksaan Akuntansi.
Medan: Madenatera

Yusup, Al Haryono. 2014. Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Yogakarta:


Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

51

Anda mungkin juga menyukai