Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

TUJUAN PENGAUDITAN DAN


TANGGUNG JAWAB AUDITOR

Dosen Pengampu:
Bapak Drs. Ec. H. Akhmad Sayudi M.Si., Ak.
Ibu Dra. Rasidah M.Si., Ak.
Disusun Oleh:
Kelompok 5

Mohammad Jefrie Mustaqim (1810313310004)


Muhaimin (1810313210051)
Muhammad Raihan (1810313210010)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas kelompok untuk mata kuliah Auditing, dengan judul:
“TUJUAN PENGAUDITAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR”.

Kami juga menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penggarapan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu
kami Bapak Drs. Ec. H. Akhmad Sayudi M.Si., Ak.. dan Ibu Dra. Rasidah M.Si.,
Ak.. Sehingga kami mampu melaksanakan tugas mata kuliah ini.

Kami memohon maaf kepada semuanya apabila dalam makalah yang kami
buat ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu kami akan terbuka terhadap kritik maupun
saran dari semua pembaca agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih
baik lagi. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.

Banjarmasin, 10 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan Makalah.....................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................3
TUJUAN PENGAUDITAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR............................3
2.1 Tujuan Pelaksanaan Audit....................................................................................3
2.2 Tanggung Jawab Manajemen...............................................................................3
2.3 Tanggung Jawab Auditor......................................................................................4
2.4 Pendekatan Siklus dalam Pengauditan..............................................................18
2.5 Penetapan Tujuan Audit......................................................................................21
2.6 Asersi Manajemen................................................................................................22
2.7 Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Transaksi..............................................27
2.9 Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Penyajian dan Pengungkapan............35
2.10 Bagaimana Memenuhi Tujuan Audit.................................................................36
BAB 3 PENUTUP................................................................................................................40
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................41

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga agar
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat dipercaya,
sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk memperoleh
keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan
dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil oleh mereka. Baik
manajemen perusahaan maupun pihak luar perusahaan yang berkepentingan
terhadap perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga yang dapat dipercaya. Tanpa
menggunakan jasa auditor independen, manajemen perusahaan tidak akan dapat
meyakinkan pihak luar perusahaan bahwa laporan keuangan yang disajikan berisi
informasi yang dapat dipercaya, karena dari sudut pandang pihak luar, manajemen
perusahaan mempunyai kepentingan, baik kepentingan keuangan maupun
kepentingan yang lain.

Karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk menilai
keandalan pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam
laporan keuangannya, keadaan ini memicu timbulnya kebutuhan jasa profesi
akuntan publik. Profesi ini merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi
akuntan publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam
laporan keuangan. Karena Auditor memiliki peran yang penting untuk perusahaan,
maka Auditor memiliki tujuan dan tanggung jawab.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Apa Tujuan Audit?
2. Apa Tanggung Jawab Manajemen dan Auditor?
3. Apa Saja Tujuan Audit Terhadap Laporan Keuangan Perusahaan?

1
4. Bagaimana Memenuhi Tujuan Audit?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan dalam makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Untuk memahami apa tujuan audit.
2. Untuk mengetahui apa tanggung jawab manajemen dan auditor.
3. Untuk mengetahui tujuan audit terhadap laporan keuangan perusahaan.
4. Untuk mengetahui bagaimana tujuan audit dipenuhi.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
TUJUAN PENGAUDITAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR

2.1 Tujuan Pelaksanaan Audit


Tujuan pelaksanaan audit atas laporan keuangan menurut Standar Audit 200
(Paragraf 3) adalah untuk meningkatkan keyakinan pengguna laporan keuangan yang
dituju. Hal itu dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan
keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang beraku. Auditor mengumpulkan bukti untuk membuat kesimpulan tentang
apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan untuk menentukan keefektifan
pengendalian internal, sesudah itu baru menerbitkan laporan audit yang tepat.

Langkah-langkah yang dilakukan auditor untuk mengembangkan tujuan audit


adalah sebagai berikut:

1. Memahami tujuan dan tanggung jawab audit.


2. Membagi laporan keuangan menjadi siklus – siklus.
3. Mengetahui asersi manajemen tentang laporan keuangan.
4. Mengetahui tujuan umum audit untuk kelompok golongan transaksi, akun-akun
dan pengungkapan.
5. Mengetahui tujuan khusus (spesifik) audit untuk kelompok golongan transaksi,
akun-akun dan pengungkapan.

2.2 Tanggung Jawab Manajemen


Tanggung jawab manajemen adalah tanggung jawab untuk mengadopsi kebijakan
akuntansi yang tepat, menyelenggarakan pengendalian internal yang memadai, dan
menyajikan laporan keuangan yang wajar. Standar Audit 200 (Paragraf A2) menyatakan
bahwa suatu audit berdasarkan SA dilaksanakan dengan premis bahwa manajemen dan jika
relevan juga pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, mengakui dan
memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk :

1. Menyusun laporan keuangan sesuai dengan kerangka laporan keuangan yang


berlaku.

3
2. Menetapkan dan menjalankan pengendalian internal yang dipandang perlu oleh
manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola untuk
memungkinkan penyusunan laporan keuangan yang bebas dari kesalahan
penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.
3. Menyediakan hal-hal di bawah ini bagi auditor :
a. Akses ke seluruh informasi seperti catatan akuntansi, dan lain-lain.
b. Informasi tambahan yang diminta auditor untuk tujuan audit.
c. Akses tidak terbatas ke orang-orang dalam entitas yang diperlukan oleh
auditor untuk memproleh bukti audit.

2.3 Tanggung Jawab Auditor


A. Kesalahan penyajian material
Sebagai basis untuk opini auditor, SA mengharuskan auditor untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara
keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh
kecurangan maupun kesalahan. Meskipun tidak mudah untuk mengidentifikasi
ukuran materialitas, auditor bertanggungjawab untuk mendapatkan keyakinan
memadai bahwa persyaratan materialitas ini telah terpenuhi. Akan menjadi sangat
mahal (atau bahkan barang kali tidak mungkin) bagi auditor seandainya auditor
bertanggungjawab untuk menemukan semua kesalahan dan kecurangan yang tidak
material.
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor dalam perencanaan dan
pelaksanaan audit, serta dalam pengevaluasian dampak kesalahan penyajian dalam
audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi (jika ada), yang teridentifikasi
terhadap laporan keuangan. Pada umumnya, kesalahan penyajian, termasuk
penghilangan penyajian, dipandang material jika baik secara individual maupun
kolektif, kesalahan penyajian tersebut diperkirakan secara wajar akan dapat
memengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang dituju yang diambil berdasarkan
laporan keuangan.

4
B. Keyakinan Memadai
Keyakinan memadai merupakan suatu tingkat keyakinan tinggi. Keyakinan
tersebut diperoleh ketika auditor telah mendapatkan bukti audit yang cukup dan
tepat untuk menurunkan risiko audit (risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini
yang tidak tepat ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian
material) ke suatu tingkat rendah yang bisa diterima. Namun, keyakinan memadai
bukan merupakan suatu tingkat keyakinan absolut. Keyakinan ini menunjukkan
bahwa auditor bukanlah penjamin atau pemberi garansi tentang kebenaran laporan
Keuangan. Jadi suatu audit yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing, bisa
gagal untuk mendeteksi kesalahan penvajian material. Auditor bertanggungjawab
untuk keyakinan memadai. Bukan keyakinan absolut, karena alasan-alasan berikut:
1. Kebanyakan bukti audit diperoleh dari pengujian atas suatu sampel dari
suatu populasi, seperti misalnya piutang usaha atau persediaan. Sampling tak
terelakkan mengandung sejumlah risiko akan tidak ditemukannya suatu
kesalahan penyajian material. Selain itu, wilayah yang diuji, jenis, luas, dan
saat pengujian, serta evaluasi atas hasil pengujian membutuhkan
pertimbangan auditor yang signifikan. Meskipun dengan kejujuran dan
integritas, auditor bisa melakukan kesalahan dan kekeliruan dalam membuat
pertimbangan.
2. Akuntansi berisi estimasi yang kompleks, yang mengandung ketidakpastian
dan bisa dipengaruhi oleh kejadian kejadian di masa datang. Akibatnya
auditor hanya bisa mengandalkan pada bukti yang persuasif, tetapi tidak
meyakinkan.
3. Penyajian laporan keuangan yang mengandung kecurangan sangat sulit (atau
bahkan hampir tidak mungkin untuk dideteksi) terutama bila terdapat kolusi
di kalangan manajemen.

Apabila auditor bertanggungjawab untuk mendapat kepastian tentang


kebenaran seluruh asersi dalam laporan keuangan, maka jenis dan jumlah bukti
yang diperlukan dan biaya untuk menyelenggarakan audit akan menjadi sedemikian
tinggi sehingga audit menjadi tidak praktis. Oleh karena itu, auditor tidak mungkin
menemukan seluruh kesalahan penyajian material dalam setiap audit. Namun

5
demikian, audit bisa diterima masyarakat sepanjang audit itu dilaksanakan sesuai
dengan standar auditing.

C. Skeptisisme Profesional

Standar auditing mensyaratkan agar suatu audit dirancang untuk


mendapatkan keyakinan memadai untuk mendeteksi kesalahan dan kecurangan
material yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk mencapai hal tersebut, audit
harus dirancang dan dilaksanakan dengan sikap skeptisisme profesional dalam
semua aspek pengauditan. Skeptisisme profesional adalah suatu sikap yang
mencakup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap kondisi
yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang
disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan penilaian penting atas suatu
bukti audit.

Skeptisisme profesional terdiri dari dua komponen utama, yaitu suatu


pikiran yang selalu mempertanyakan dan sikap waspada atau kritis dalam menilai
bukti audit. Walaupun auditor bersikap percaya bahwa organisasi yang telah
diterimanya sebagai klien memiliki integritas dan jujur, namun dengan selalu
berpikiran mempertanyakan akan membantu auditor dalam menghilangkan bias
alami untuk percaya pada klien. Sikap selalu mempertanyakan adalah pendekatan
audit auditor dengan pandangan mental "percaya tetapi tetap memeriksa". Demikian
pula ketika mendapatkan dan mengevaluasi bukti pendukung tentang jumlah-jumlah
dan pengungkapan dalam laporan keuangan, skeptisisme profesional juga meliputi
penilaian kritis atas bukti-bukti yang mencakup pertanyaan yang menyelidik dan
perhatian terhadap kemungkinan inkonsistensi. Apabila auditor melaksanakan
tanggung jawabnya dengan menjaga sikap berpikiran mempertanyakan dan secara
krirtis mengevaluasi bukti, auditor akan dapat mengurangi secara signifikan
kemungkinan kegagalan audit selama audit berlangsung.

Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap antara lain hal-hal


sebagai berikut:

1. Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh

6
2. Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalandokumen
dan tanggapan terhadap permintaan keterangan yang digunakan
sebagai bukti audit.
3. Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan.
4. Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain
prosedur yang disyaratkan oleh SA.
Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit diperlukan jika
auditor berusaha untuk mengurangi risiko seperti misalnya:
1. Kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi tidak lazim.
2. Terlalu menyamaratakan kesimpulan ketika menarik kesimpulan
tersebut dari observasi audit.
3. Menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam menetapkan sifat,
saat, dan luas prosedur audit serta penilaian atas hasilnya.
D. Pertimbangan Profesional
Paragraf 16 SA200 menetapkan sebagai berikut:
Auditor harus menggunakan pertimbangan profesional dalam merencanakan
dan melaksanakan audit atas laporan keuangan.
Pertimbangan profesional merupakan hal penting untuk melakukan audit
secara tepat. Hal ini karena interpretasi ketentuan etika dan SA relevan, serta
keputusan yang telah diinformasikan yang diharuskan selama audit tidak dapat
dibuat tanpa penerapan pengetahuan dan pengalaman yang relevan pada fakta dan
kondisi terkait. Pertimbangan profesional terutama diperlukan dalam membuat
keputusan tentang:
1. Materialitas dan risiko audit.
2. Sifat, saat, dan luas prosedur audit yang digunakan untuk memenuhi
keperluan SA dan mengumpulkan bukti audit.
3. Pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah
diperoleh, dan apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk
mencapai tujuan SA dan tujuan keseluruhan auditor.
4. Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam menerapkan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas.

7
5. Penarikan kesimpulan berdasarkan bukti yang diperoleh, sebagai contoh,
penilaian atas kewajaran estimasi yang dibuat oleh manajemen dalam
menyusun laporan keuangan.

Karakteristik pertimbangan profesional yang diharapkan dan seorang auditor


adalah pertimbangan yang dibuat oleh seorang auditor yang pelatihan,
pengetahuan, dan pengalamannya telah membantu pengembangan kompetensi
yang diperlukan untuk mencapai pertimbangan pertimbangan wajar yang
dibuatnya.

Pertimbangan profesional perlu dilakukan sepanjang audit. Pertimbangan


profesional juga perlu didokumentasikan dengan tepe Dalam hal ini, auditor
diharuskan untuk membuat dokumentasi audit yang cukup untuk
memungkinkan seorang auditor lain yang berpengalaman yang sebelumnya
tidak mempunyai hubungan dengan audit tersebut memahami pertimbangan
profesional yang signifikan yang dibuat dalam menarik kesimpulan atas hal-hal
signifikan yang timbul selama audit. Pertimbangan profesional tidak untuk
digunakan sebagai justifikasi untuk keputusan yang tidak didukung oleh fakta
dan kondisi perikatan atau bukti audit yang tidak cukup dan tidak tepat.

E. Tanggung Jawab Auditor untuk Menemukan Kesalahan dan Kecurangan


Material
Standar auditing membedakan dua tipe salah saji, yaitu kesalahan dan
kecurangan. Kedua tipe salah saji ini bisa material dan bisa juga tidak material.
Kesalahan adalah salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja,
sedangkan kecurangan adalah salah saji yang disengaja. Contoh kesalahan,
misalnya salah dalam melakukan perkalian antara jumlah unit dengan harga per unit
dalam membuat faktur penjualan, salah dalam menerapkan metoda harga wajar
persediaan untuk persediaan yang telah lama tidak laku.
Kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau
lebih dalam manajemen, pihak yang bertanggungjawab atas data kelola, karyawan
atau pihak ketiga, yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh
suatu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum. Kecurangan dibedakan

8
menjadi (1) penyalahgunaan aset, dan (2) pelaporan keuangan yang mengandung
kecurangan. Jenis kesalahan penyajian yang terakhir ini lebih sering dilakukan oleh
manajemen (atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola), oleh karena itu
disebut juga kecurangan manajemen. Contoh kecurangan dalam pelaporan
keuangan adalah secara sengaja membuat lebih saji penjualan menjelang tanggal
neraca untuk meningkatkan laba bersih dalam laporan keuangan.
Auditor menghabiskan sebagian besar waktu dalam perencanaan dan
pelaksanaan auditnya untuk menemukan kekeliruan tak disengaja yang dilakukan
oleh manajemen dan karyawan. Auditor menemukan berbagai jenis kesalahan yang
disebabkan oleh kekeliruan dalam melakukan perhitungan, penghilangan,
kesalahpengertian dan kesalahan dalam penerapan standar akuntansi, dan
pembuatan ringkasan dan penjelasan yang keliru. Dalam buku ini kita akan melihat
bagaimana
auditor merencanakan dan melaksanakan audit untuk mendeteksi baik kesalahan
maupun kecurangan
Standar auditing tidak membedakan antara tanggungjawab auditor untuk
mencari kesalahan dan kecurangan. Baik untuk kesalahan maupun kecurangan,
auditor harus mendapat keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas
dari kesalahan penyajian material. Standard juga mengakui bahwa kecurangan
seringkali lebih sulit ditemukan karena manajemen atau karyawan yang melakukan
kecurangan akan berusaha untuk menutupi kecurangan. Namun demikian, kesulitan
untuk mendeteksi kecurangan tidak mengubah tanggungjawab auditor untuk
merencanakan dan melaksanakan audit dengan tepat guna mendeteksi kesalahan
penyajian material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan.
F. Tanggungjawab untuk Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan

SA 240 (Paragraf 4) menyebutkan sebagai berikut:

Tanggungjawab utama untuk pencegahan dan pendeteksian kecurangan


berada pada dua pihak yaitu yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas dan
manajemen. Merupakan hal penting bahwa manajemen, dengan pengawasan oleh
pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, menekankan pencegahan

9
kecurangan, yang dapat mengurangi peluang terjadinya kecurangan, dan
pencegahan kecurangan yang dapat membujuk individu-individu agar tidak
melakukan kecurangan karena kemungkinan akan terdeteksi dan terkena hukuman.
Hal ini memerlukan komitmen untuk menciptakan budaya jujur dan perilaku etis
yang dapat ditegakkan dengan pengawasan aktif oleh pihak yang bertanggungjawab
atas tata kelola. Pengawasan oleh pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola
meliputi pertimbangan tentang potensi pengesampingan pengendalian atau
pengaruh tidak patut atas proses pelaporan keuangan seperti usaha manajemen
untuk mengelola laba dengan tujuan untuk memengaruhi persepsi analis kinerja dan
probabilitas entitas.

Paragraf 5 SA 240 menyebutkan:

Auditor yang melaksanakan audit berdasarkan SA bertanggung jawab untuk


memperoleh keyakinan memadai apakah laporan keuangan secara keseluruhan
bebas dari kesalahan penyajian material, yang disebabkan oleh kecurangan atau
kesalahan. Karena keterbatasan bawaan suatu audit, maka selalu ada risiko yang
tidak terhindarkan bahwa beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan
keuangan mungkin tidak akan terdeteksi, walaupun audit telah direncanakan dan
dilaksanakan dengan baik berdasarkan SA.

Dampak potensial akibat keterbatasan adalah signifikan khususnya dalam


kasus kesalahan penyajian yang disebabkan oleh kecurangan. Risiko tidak
terdeteksinya kesalahan penyajian material yang diakibatkan oleh kecurangan lebih
tinggi daripada risiko tidak terdeteksinya kesalahan penyajian material yang
diakibatkan oleh kesalahan. Hal ini disebabkan kecurangan mungkin melibatkan
skema yang canggih dan terorganisasi secara cermat yang dirancang untuk
menutupinya, seperti pemalsuan. secara sengaja gagal mencatat transaksi, atau
penyajian keliru yang disengaja kepada auditor. Usaha-usaha penyembunyian
tersebut mungkin akan lebih sulit untuk diditeksi jika disertai dengan kolusi. Kolusi
dapat menyebabkan auditor percaya bahwa bukti audit meyakinkan, walaupun pada
kenyataannya bukti tersebut palsu. Kemampuan auditor untuk mendeteksi
kecurangan tergantung pada faktor-faktor seperti kemahiran pelaku, frekuensi dan

10
luasnya manipulasi, tingkat keterlibatan kolusi, ukuran relatif jumlah individual
yang dimanipulasi, dan senioritas individu-individu yang terlibat. Meskipun auditor
mungkin dapat mengidentifikasi peluang potensial terjadinya kecurangan, sulit bagi
auditor untuk menentukan apakah kesalahan penyajian dalam area pertimbangan
seperti estimasi akuntansi disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan.

Dalam memperoleh keyakinan memadai auditor bertanggungjawab untuk


menjaga skeptisisme profesional selama audit, mempertimbangkan potensi
terjadinya pengabaian pengendalian oleh manajemen, dan menyadari adanya fakta
bahwa prosedur audit yang efektif untuk mendeteksi kesalahan mungkin tidak akan
efektif dalam mendeteksi kecurangan. Ketentuan dalam SA dirancang untuk
membantu auditor dalam mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian
material yang diakibatkan oleh kecurangan dan dalam merancang prosedur untuk
mendeteksi kesalahan penyajian tersebut.

Karakteristik Kecurangan

Kecurangan, apakah dalam pelaporan keuangan atau penyalahgunaan aset,


dapat terjadi karena: (1) dorongan (insentif) atau tekanan untuk melakukan
pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan (2) peluang untuk melakukan
kecurangan, dan (3) pembenaran atas tindakan tersebut. Sebagai contoh:

 Dorongan atau tekanan untuk melakukan pelaporan keuangan yang


mengandung kecurangan dapat timbul ketika manajemen berada
dalam tekanan, baik dari pihak luar maupun di dalam entitas, untuk
mencapai suatu harapan (dan mungkin tidak realistis) target laba atau
hasil keuangan, terutama jika konsekuensi bagi manajemen yang
gagal dalam mencapai target keuangan mungkin signifikan. Sama
halnya bisa juga terjadi pada individu yang mungkin memiliki
dorongan untuk menyalahgunakan aset, misalnya karena individu
tersebut memiliki gaya hidup yan melebihi kemampuannya.
 Peluang untuk melakukan kecurangan mungkin ada jika individu
percaya bahwa pengendalian internal dapat diabaikannya, misalnya,
karena individu tersebut berada dalam posisi yang dipercayai atau

11
memiliki pengetahuan mengenai defisiensi spesifik dalam
pengendalian internal.
 Individu mungkin dapat mengemukakan alasan untuk pembenaran
tindakan kecurangan. Beberapa individu memiliki tingkah laku,
karakter, atau serangkaian nilai etika yang memungkinkan mereka
secara sadar dan sengaja melakukan tindakan yang tidak jujur.
Namun, mereka yang jujur sekalipun dapat melakukan kecurangan
dalam lingkungan yang memberikan tekanan cukup besar kepada
mereka.

Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan mencakup kesalahan


penyajian yang disengaja termasuk penghilangan suatu jumlah alau pengungkapan
dalam laporan keuangan untuk memengaruhi persepsi para pengguna laporan
keuangan. Hal ini dapat disebabkan usaha manajemen untuk mengelola laba dengan
tujuan mengelabui para pengguna laporan keuangan dengan memengaruhi persepsi
mereka terhadap kinerja dan probabilitas entitas. Pengelolaan laba seperti itu dapat
dimulai dari tindakan-tindakan kecil atau penyesuian asumsi yang tidak tepat dan
perubahan pertimbangan oleh manajemen. Dorongan dan insentif dapat
menyebabkan tindakan-tindakan ini meningkat sampai pada tahap terjadinya
pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan.

 Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan dapat dilakukan


dengan cara sebagai berikut:
 Manipulasi, pemalsuan (termasuk peniruan), atau pengubahan
catatan akuntansi atau dokumentasi pendukung yang menjadi dasar
penyusunan laporan keuangan.
 Pernyataan salah, atau penghilangan secara sengaja atas peristiwa,
transaksi, atau informasi signifikan lain dalam laporan keuangan.
 Penerapan salah yang disengaja atas prinsip akuntansi yang berkaitan
dengan jumlah, klasifikasi, penyajian atau pengungkapan.

Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan seringkali melibatkan


pengabaian pengendalian oleh manajemen walaupun pengendalian tersebut tampak

12
beroperasi dengan efektif. Kecurangan dapat dilakukan melalui pengabaian
pengendalian oleh manajemen dengan beberapa teknik sebagai berikut:

 Mencatat jurnal fiktif, terutama menjelang akhir periode akuntansi,


untuk memanipulasi hasil operasi atau untuk mencapai tujuan
lainnya,
 Menyesuaikan asumsi secara tidak tepat dan mengubah
pertimbangan yang telah digunakan untuk mengestimasi saldo akun.
 Menghilangkan, mengakui lebih dahulu atau menunda pengakuan di
dalam laporan keuangan atas peristiwa dan transaksi yang telah
terjadi selama periode pelaporan.
 Menyembunyikan, atau tidak mengungkapkan, fakta yang dapat
memengaruhi suatu jumlah yang tercatat dalam laporan keuangan.
 Menggunakan transaksi yang kompleks yang disusun untuk
menyajikan posisi atau kinerja keuangan entitas yang salah.
 Mengubah catatan dan ketentuan yang terkait dengan transaksi
signifikan dan tidak biasa.

Penyalahgunaan aset mencakup pencurian aset entitas dan seringkali


dilakukan oleh karyawan dalam jumlah yang relatif kecil dan tidak material.
Namun, hal tersebut juga dapat melibatkan manajemen yang biasanya lebih dapat
menutupi atau menyembunyikan penyalahgunaan dengan cara yang lebih sulit
untuk terdeteksi.

Penyalahgunaan aset dapat dilakukan dengan berbagai cara meliputi:

 Menggelapkan penerimaan (sebagai contoh, menyalahgunakan


penagihan piutang usaha atau mengalihkan penerimaan yang
berkaitan dengan akun yang telah dihapus ke rekening bank pribadi).
 Mencuri aset fisik atau kekayaan intelektual (sebagai contoh,
mencuri persediaan untuk kepentingan pribadi atau untuk dijual,
mencuri barang sisa untuk dijual kembali, berkolusi dengan pesaing

13
dengan cara mengungkapkan data teknologi entitas untuk
mendapatkan uang).
 Menyebabkan entitas membayar untuk barang dan jasa yang tidak
pernah diterima (sebagai contoh, pembayaran kepada pemasok fiktif,
uang suap yang dibayar oleh pemasok kepada staf pembelian entitas
sebagai balas jasa karena telah meninggikan harga, pembayaran
kepada karyawan fiktif).
 Menggunakan aset entitas untuk kepentingan pribadi (sebagi contoh,
menggunakan aset entitas sebagai jaminan bagi pinjaman pribadi
atau pinjaman kepada pihak yang berelasi)

Penyalahgunaan aset yang seringkali disertai dengan catatan atau dokumen


palsu untuk menyembunyikan fakta bahwa aset tersebut telah hilang atau telah
dijaminkan tanpa otorisasi semestinya.

G. Tanggung Jawab Auditor Tentang Pertibangan atas Perungdang-Undangan


dalam Audit atas Laporan Keuangan
Dalam mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas
dari kesalahan penyajian material, auditor harus memperhatikan kerangka peraturan
atau perundangan-undangan yang relevan dengan klien. Dampak peraturan
perundang-undangan terhadap laporan keuangan sangat bervariasi. Peraturan
perundang-undangan tersebut bersifat mengikat dan merupakan kerangka
perundang-undangan bagi suatu entitas. Ketentuan dalam beberapa peraturan
perundang-undangan ada yang berdampak langsung terhadap laporan keuangan
yang menentukan jumlah dan pengungkapan yang dilaporkan dalam laporan
keuangan suatu entitas. Peraturan perundang-undangan lain merupakan peraturan
yang harus dipatuhi oleh manajemen atau menetapkan ketentuan yang mengatur
entitas dalam menjalankan bisnisnya, namun tidak berdampak langsung temadap
laporan keuangan suatu entitas. Beberapa entitas beroperasi dalam industri yang
diatur secara ketat (seperti bank dan perusahaan kimia). Sementara entitas lain
hanya diatur oleh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan aspek umum
operasi bisnis (seperti aspek yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan, serta

14
pemberian kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan). Ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan dapat mengakibatkan denda, litigasi, atau
konsekuensi lain bagi entitas yang dapat menimbulkan kesalahan penyajian material
terhadap laporan keuangan.
Tanggungjawab untuk Mematuhi Peraturan Perundang-undangan adalah
merupakan tanggungjawab manajemen, dengan pengawasan dari pihak yang
bertanggungjawab atas tala kelola, untuk memastikan bahwa operasi entitas
dijalankan dengan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk
kepatuhan terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
menentukan jumlah dan pengungkapan yang harus dilaporkan dalam laporan
keuangan suatu entitas.
Standar Audit (SA) 250 mengatur tentang Pertimbangan Atas Peraturan
Perundang-undangan Dalam Audit Atas Laporan Keuangan. Ketentuan dalam SA
tersebut dirancang untuk membantu auditor dalam mengidentifikasi kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan. Namun, auditor tidak bertanggungjawab
untuk mencegah dan tidak dapat diharapkan untuk mendeteksi ketidakpatuhan
terhadap semua peraturan perundang-undangan.
Di atas telah disebutkan bahwa dalam melaksanakan audit atas laporan
keuangan, auditor harus mempertimbangkan kerangka peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Oleh karena keterbatasan bawaan yang melekat dalam
audit, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari bahwa beberapa kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan mungkin tidak dapat terdeteksi
walaupun audit telah direncanakan secara tepat dan dilaksanakan berdasarkan SA.
Dalam konteks dengan peraturan perundang-undangan, sebagai akibat keterbatasan
bawaan ini, dampak potensial terhadan kemampuan auditor untuk mendeteksi
kesalahan penyajian material adalah lebih besar, yang disebabkan beberapa alasan
berikut :
 Ada banyak peraturan perundang-undangan, yang secara prinsip
berhubungan dengan aspek operasi sebuah entitas, yang umumnya

15
tidak berdampak terhadap laporan keuangan dan tidak dicakup oleh
sistem informasi entitas yang terkait dengan pelaporan keuangan.
 Ketidakpatuhan dapat melibatkan perilaku yang secara sengaja
dirancang untuk menyembunyikan ketidakpatuhan tersebut seperti
kolusi, pemalsuan, kesengajaan untuk tidak mencatat transaksi,
kesengajaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian yang ada
atau pernyataan salah yang secara sengaja dibuat untuk auditor.
 Keputusan apakah suatu tindakan merupakan ketidakpatuhan pada
akhirnya merupakan sebuah hal yang harus diputuskan secara hukum
oleh pengadilan.
Biasanya makin jauh hubungan antara ketidakpatuhan dengan peristiwa dan
transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan, makin kecil pula kemungkinan
auditor untuk menyadari atau mengetahui terjadinya ketidakpatuhan tersebut.
SA 250 (Para. 6) membedakan tanggung jawab auditor dalam kaitannya
dengan kepatuhan terhadap dua kategori peraturan perundang-undangan yang
berbeda d bawah ini:
(a) Ketentuan perundang-undangan yang secara umum berdampak langsung
dalam menentukan jumlah dan pengungkapan material dalam laporan keuangan,
seperti perundang-undangan pajak dan dana pensiun; dan
(b) Peraturan perundang-undangan lain yang tidak mempunyai dampak
langsung terhadap penentuan jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan,
namun kepatuhannya merupakan bagian penting bagi aspek kegiatan operasi bisnis,
bagi kemampuan entitas untuk melanjutkan usahanya, atau untuk menghindari
terjadinya sanksi berat (sebagai contoh, kepatuhan terhadap ketentuan solvabilitas
yang diwajibkan oleh regulator atau kepatuhan terhadap undang-undang lingkungan
hidup) ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut di atas
dapat mengakibatkan dampak material terhadap laporan keuangan.
Dalam SA ini ketentuan yang berbeda diterapkan untuk setiap kategori
peraturan perundang-undangan yang disebutkan di atas. Untuk kategori yang
dijelaskan dalam paragraf 6 (a), tanggungjawab auditor adalah untuk memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat terkait dengan kepatuhan terhadap ketentuan

16
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Untuk kategori yang dijelaskan
dalam paragraf 6 (b), tanggung jawab auditor terbatas pada pelaksanaan prosedur
audit berikut ini untuk membantu mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang mungkin berdampak material terhadap laporan
keuangan:
(a) Meminta keterangan kepada manajemen dan, apabila relevan, pihak-
pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, mengenai tingkat kepatuhan entitas
terhadap peraturan perundang-undangan tersebut.
(b) Menginspeksi korespondensi, jika ada, dengan pihak berwenang yang
menerbitkan izin atau peraturan.

Prosedur Audit pada Saat Ketidakpatuhan Teridentifikasi atau Diduga


Terjadi

Jika auditor mengetahui informasi mengenai suatu kejadian ketidakpatuhan


atau dugaan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, auditor harus
memperoleh:
(a) Pemahaman atas sifat ketidakpatuhan dan kondisi terjadinya
ketidakpatuhan, dan
(b) Informasi lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak yang mungkin terjadi
terhadap laporan keuangan.
Jika auditor menduga kemungkinan terjadi ketidakpatuhan, maka auditor
harus membahas hal tersebut dengan manajemen dan, jika relevan dengan pihak-
pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola. Jika manajemen atau, jika relevan,
pihak-pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola tidak dapat memberikan
informasi memadai yang mendukung kepatuhan entitas terhadap peraturan
perundang-undangan dan dalam pertimbangan auditor, dampak dugaan
ketidakpatuhan tersebut material terhadap laporan keuangan, maka auditor harus
mempertimbangkan keputusan untuk memperoleh advis hukum.
Jika informasi tentang dugaan aane ketidakpatuhan tidak cukup diperoleh,
auditor harus mengevaluasi dampak tidak memadainya bukti audit yang cukup dan
tepat tersebut terhadap opini auditor.

17
Auditor harus melakukan evaluasi atas implikasi ketidakpatuhan terhadap
aspek-aspek lain dalam audit, termasuk penilaian risiko yang dilakukan auditor dan
keandalan representasi tertulis.

Pelaporan atas Ketidakpatuhan yang Diidentifikasi atau Diduga Terjadi

Kecuali jika semua pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola ikut
terlibat dalam manajemen entitas, dan oleh karena itu mereka menyadari
permasalahan yang terkait dengan ketidakpatuhan yang terjadi atau diduga terjadi
yang sudah dikomunikasikan oleh auditor, maka auditor harus mengomunikasikan
kepada pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola permasalahan yang berkaitan
dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ditemukan
auditor selama pelaksanaan audit, kecuali jika permasalahan tersebut secara jelas
tidak penting.
Apabila berdasarkan pertimbangan auditor, ketidakpatuhan seperti yang
disebutkan di atas dilakukan secara sengaja dan bersifat material, maka auditor
harus mengomunikasikan dengan segera hal tersebut kepada pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola.
Sesuai dengan SA 705, jika auditor menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan
berdampak material terhadap laporan keuangan, dan belum tercermin secara
memadai dalam laporan keuangan, maka auditor dapat menyatakan suatu opini
wajar dengan pengecualian atau suatu opini tidak wajar atas laporan keuangan
tersebut.
Jika auditor dihalangi oleh manajemen atau pihak yang bertanggungjawab
atas tata kelola untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat untuk mengevaluasi
apakah ketidakpatuhan yang mungkin berdampak material terhadap laporan
keuangan telah atau kemungkinan telah terjadi, maka auditor harus menyatakan
opini wajar dengan pengecualian atau pernyataan tidak memberikan opini atas
laporan keuangan karena adanya pembatasan ruang lingkup audit.

2.4 Pendekatan Siklus dalam Pengauditan


Audit atas laporan keuangan biasanya dilakukan dengan cara “memecah" laporan
keuangan menjadi segmen-segmen atau komponen yang lebih kecil. Dengan pemecahan

18
semacam ini audit menjadi lebih mudahdilaksanakan, dan mempermudah pembagian tugas
diantara para anggota tim audit. Tiap segmen diaudit secara terpisah, tetapi bukan berarti
masing-masing segmen berdiri sendiri. Setelah setiap segmen selesai diaudit, termasuk
audit hubungan antar-segmen dengan segmen lainnya, maka hasilnya digabungkan.
Selanjutnya ditarik kesimpulan tentang laporan keuangan sebagai keseluruhan.

Terdapat berbagai cara untuk melakukan segmentasi audit. Salah satu cara adalah
dengan memperlakukan setiap akun dalam laporan keuangan sebagai suatu segmen
tersendiri. Segmentasi dengan cara semacam itu sudah dianggap kuno dan dipandang tidak
efisien. Dengan cara ini, akun yang berkaitan sangat erat seperti persediaan dan harga
pokok penjualan akan diaudit secara terpisah.

Segmentasi Audit Dengan Pendekatan Siklus

Dewasa ini cara yang lazim untuk memecah suatu audit adalah dengan
menempatkan jenis (atau kelompok) transaksi dan saldo akun yang berkaitan erat dalam
segmen yang sama. Cara semacam ini disebut pendekatan siklus. Sebagai contoh,
penjualan, retur penjualan penerimaan kas, dan penghapusan piutang tak tertagih adalah
empat golongan transaksi yang menyebabkan akun piutang usaha bertambah atau
berkurang. Oleh karena itu keempat transaksi tersebut ditempatkan dalam siklus penjualan
dan pendapatan. Demikian pula, transaksi penggajian dan utang gaji merupakan bagian dari
siklus penggajian dan

personalia.

Dengan menggunakan pendekatan siklus, proses pengauditan bisa berjalan lebih


efisien, karena pendekatan ini mengikuti aliran pencatatan dalam jurnal dan peringkasannya
di buku besar serta laporan keuangan.

Sepanjang dimungkinkan, pendekatan siklus menggabungkan transaksi-transaksi


yang dicatat dalam jurnal yang berbeda-beda dengan saldo akun buku besar yang dihasilkan
dari transaksi-transaksi tersebut. Auditor bisa memecah aktivitas entitas yang diauditnya
menjadi siklus-siklus. Salah satu contoh siklus yang ditetapkan auditor dalam pengauditan
laporan keuangan adalah:

19
 Siklus penjualan dan pengumpulan piutang
 Siklus pembelian dan pembayaran
 Siklus penggajian dan personalia.
 Siklus persediaan dan penggudangan
 Siklus perolehan modal dan pengembaliannya

ALIRAN TRANSAKSI DARI JURNAL KE LAPORAN KEUANGAN

Hubungan antar Siklus Transaksi

Perhatikan bahwa siklus-siklus tidak memiliki awal dan akhir, kecuali pada
saat awal perusahaan didirikan dan ketika perusahaan dibubarkan. Perusahaan mulai

20
aktivitasnya dengan mencari modal, biasanya dalam bentuk kas. Dalam perusahaan
manufaktur, kas digunakan untuk membeli bahan baku, aset tetap (misalnya, tanah,
gedung, mesin-mesin, peralatan, dan sebagainya), dan barang serta jasa lainnya
untuk menghasilkan barang (siklus pembelian dan pembayaran) Kas juga digunakan
untuk mendapatkan tenaga kerja dengan tujuan yang sama (siklus penggajian dan
personalia). Pembelian dan pengeluaran kas dan penggajian dan personalia
mempunyai kesamaan, tetapi fungsinya cukup berbeda, sehingga penggajian dan
personalia beralasan untuk dijadikan siklus tersendiri. Hasil penggabungan kedua
siklus ini adalah persediaan (siklus persediaan dan penggudangan). Tahap
selanjutnya adalah penjualan persediaan yang menimbulkan tagihan serta
penerimaan kas (siklus penjualan dan pengumpulan piutang). Kas yang dihasilkan
selanjutnya digunakan untuk membayar dividen dan bunga, atau ekspansi modal,
dan untuk memulai kembali siklus. Dalam perusahaan jasa, siklus-siklus juga
berhubungan satu sama lain seperti halnya dalam perusahaan manufaktur, walaupun
tidak memiliki siklus persediaan.

Siklus transaksi merupakan hal yang sangat penting dalam mengorganisasi


suatu audit. Dalam banyak hal, auditor memperlakukan setiap siklus terpisah selama
audit berlangsung. Meskipun auditor harus memperhatikan hubungan antar-siklus,
namun biasanya auditor memperlakukan setiap siklus secara independen sejauh
dimungkinkan agar audit berjalan efektif.

HUBUNGAN ANTAR SIKLUS TRANSAKSI

21
2.5 Penetapan Tujuan Audit
Dalam pengauditan laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan siklus,
auditor melakukan hal-hal berikut:

(1) pengujian atas transaksi-transaksi yang membentuk saldo saldo akhir akun.

(2) pengujian audit atas saldo akhir akun,

(3) pengujian atas pengungkapan saldo akhir dalam laporan keuangan

Untuk setiap golongan transaksi tertentu, perlu dipenuhi sejumlah tujuan audit
sebelum auditor dapat menarik kesimpulan bahwa transaksi telah dicatat dengan tepat. Hal
tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk golongan transaksi. Sebagai contoh, ada
sejumlah tujuan spesifik audit untuk transaksi penjualan, dan ada sejumlah tujuan spesifik
audit untuk transaksi retur penjualan.

Demikian pula, sejumlah tujuan audit tertentu perlu dipenuhi untuk setiap saldo
akun. Hal tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk saldo. Sebagai contoh, ada
sejumlah tujuan spesifik untuk audit saldo piutang usaha dan sejumlah tujuan spesifik untuk

22
audit saldo utang usaha. Dalam uraian di belakang nanti akan kita lihat bahwa tujuan
spesifik audit untuk transaksi sedikit berbeda dibandingkan dengan tujuan spesifik audit
untuk saldo walaupun keduanya berkaitan erat.

Tujuan audit kategori ketiga berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan


informasi dalam laporan keuangan. Hal ini disebut tujuan spesifik audit penyajian dan
pengungkapan. Sebagai contoh, ada tujuan spesifik audit untuk penyajian dan
pengungkapan piutang usaha, dan ada tujuan spesifik audit untuk penyajian dan
pengungkapan persediaan.

Sebelum membahas tujuan audit secara lebih rinci, berikut ini kita bahas lebih
dahulu asersi-asersi manajemen yang menjadi dasar penetapan tujuan audit.

2.6 Asersi Manajemen


SA 315 (Para. 25) menyatakan sebagi berikut:

Auditor harus mengidentifikasi dan meniiai risiko kesalahan penyajian material


pada:

(a) Tingkat laporan keuangan

(b) Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan, untuk
menyadiakan suatu basis bagi perancangan, dan pelaksanaan prosedur audit lanjutan

Asersi manajemen (manajement assertions) adalah representasi pernyataan yang


tersirat atau diekspresikan oleh manajemen tentang golongan transaksi dan akun serta
pengungkapan yang terkait dalam laporan keuangan. Asersi manajemen berkaitan langsung
dengan kerangka pelaporan keuangan yang digunakan perusahaan (Standar Akuntansi
Keuangan Indonesia atau IFRS), karena hal itu merupakan bagian dari kriteria yang
digunakan manajemen untuk mencatat dan mengungkapkan informasi akuntansi dalam
laporan keuangan. Definisi pengauditan menyebutkan bahwa auditing adalah perbandingan
antara informasi (laporan keuangan) dengan kriteria yang telah ditetapkan (asersi-asersi
yang ditetapkan menurut standar akuntansi). Oleh karena itu, dalam melaksanakan
pengauditan, auditor perlu memahami asersi-asersi manajemen yang secara implisit
maupun eksplisit melekat pada laporan keuangan.

23
SA 315 (Para. A111) mengelompokkan asersi-asersi menjadi menjadi tiga kategori:

1. Aseri-asersi tentang golongan transaksi dan kejadian untuk periode yang diaudit.

2. Asersi-asersi tentang saldo akun pada akhir periode.

3. Asersi-asersi tentang penyajian dan pengungkapan.

A. Asersi-Asersi Tentang Golongan Transaksi dan Kejadian

Manajemen membuat berbagai asersi tentang transaksi. Asersi-asersi tersebut juga


diterapkan pada kejadian lain yang tercermin dalam catatan akuntansi, seperti misalnya
pencatatan depresiasi atau pengakuan kewajiban pensiun.

1. Keterjadian

Asersi keterjadian berhubungan dengan apakah transaksi yang telah dibukukan dan
dicantumkan dalam laporan keuangan sungguh-sungguh terjadi pada periode akuntansi
yang bersangkutan. Sebagai contoh manajemen menyatakan bahwa transaksi penjualan
yang telah dicatat mencerminkan pertukaran barang dan jasa yang sungguh-sungguh
terjadi.

2. Kelengkapan

Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh transaksi yang seharusnya


dicantumkan dalam laporan keuangan benar-benar telah dibukukan. Sebagai contoh,
manajemen menyatakan bahwa seluruh penjualan barang dan jasa telah dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan.

Asersi kelengkapan mengarah pada kejadian-kejadian yang berlawanan dengan


asersi keterjadian. Asersi kelengkapan berhubungan dengan kemungkinan penghilangan
transaksi yang seharusnya dicatat, sedangkan asersi keterjadian berhubungan dengan
kemungkinan dimasukkannya transaksi yang tidak seharusnya dicatat. Ini berarti bahwa
asersi keterjadian berhubungan dengan lebihsaji akun, sedangkan asersi kelengkapan
berkaitan dengan penghilangan transaksi sehingga menimbulkan kurangsaji akun.
Pencatatan suatu penjualan yang tidak pemah terjadi merupakan pelanggaran atas asersi

24
keberadaan, sedangkan kesalahan tidak mencatat suatu penjualan yang telah terjadi
merupakan pelanggaran terhadap asersi kelengkapan.

3. Keakurasian

Asersi keakurasian berhubungan dengan apakah transaksi-transaksi telah dibukukan


dengan jumlah yang benar. Penggunaan harga yang salah untuk mencatat sebuah
transaksi penjualan dan suatu kesalahan dalam membuat perkalian antara harga dengan
kuantitas adalah conton pelanggararan asersi keakurasian.

4. Penggolongan

Asersi klasifikasi berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan dalam


akun yang tepat. Pencatatan transaksi pembayaran gaji pegawai bagian administrasi
yang dibukukan sebagai harga pokok penjualan adalah contoh pelanggaran atas asersi
klasifikasi.

5. Pisah Batas

Asersi pisah batas berhubungan dengan apakah transaksi-transaksi dibukukan pada


periode akuntansi yang tepat Sebagai contoh, pencatatan transaksi penjualan di bulan
Desember padahal barang baru dikirim pada bulan Januari merupakan pelanggaran atas
asersi pisah batas.

B. Asersi-Asersi Tentang Saldo Akhir Tahun


Asersi-asersi tentang saldo akun akhir tahun berhubungan dengan keberadaan,
kelengkapan, penilaian dan pengalokasian, dan hak dan kewajiban.

1. Keberadaan

Asersi keberadaan berhubungan dengan apakah aset, liabilitas, dan ekuitas yang
dicantumkan dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca. Sebagai contoh,
manajemen menyatakan bahwa persediaan barang dagangan yang dicantumkan dalam
neraca benar-benar ada dan tersedia untuk dijual pada tanggal neraca.

25
2. Kelengkapan

Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh akun dan seluruh jumlah yang
seharusnya dicantumkan dalam laporan keuangan sungguh sungguh telah tercantum.
Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa utang wesel di neraca telah mencakup
seluruh kewajiban yang seharusnya dilaporkan pada tanggal neraca.

Asersi kelengkapan mengarah pada kejadian-kejadian yang berlawanan dengan


asersi keberadaan. Asersi kelengkapan berhubungan dengan kemungkinan
penghilangan sesuatu dari laporan keuangan yang seharusnya dimasukkan, sedangkan
asersi keberadaan berhubungan dengan kemungkinan dimasukkannya suatu jumlah
yang seharusnya tidak dimasukkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pelanggaran atas asersi keberadaan berkaitan dengan lebihsaji akun, sedangkan
pelanggaran atas asersi kelengkapan berkaitan dengan kurangsaji akun. Memasukkan
piutang kepada pelanggan yang sesungguhnya tidak ada merupakan pelanggaran
terhadap asersi keberadaan, sedangkan tidak memasukkan piutang kepada pelanggan
merupakan pelanggaran asersi kelengkapan.

3. Penilaian dan Pengalokasian

Asersi penilaian dan pengalokasian berhubungan dengan apakah aset, liabilitas, dan
ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang tepat, termasuk
semua penyesuaian penilaian agar jumlah aset mencerminkan nilai bersih bisa
terealisasi. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa properti dicatat sebesar
biaya historis dan biaya tersebut secara sistematis dialokasikan ke periode-periode
akuntansi yang sesuai melalui depresiasi. Demikian pula, manajemen menyatakan
bahwa piutang usaha dicantumkan dalam neraca sebesar nilai bersih bisa terealisasi.

4. Hak dan Kewajiban

Asersi ini berhubungan dengan apakah aset adalah hak entitas dan apakah liabilitas
merupakan kewajiban entitas pada tanggal neraca. Sebagai contoh, manajemen
menyatakan bahwa aset adalah milik perusahaan, atau bahwa jumlah kapitalisasi untuk

26
lease di neraca mencerminkan biaya perolehan dari hak perusahaan atas lease properti
dan bahwa kewajiban lease yang berkaitan mencerminkan kewajiban entitas.

C. Asersi-Asersi Tentang Penyajian dan Pengungkapan

Dengan semakin meningkatnya kompleksitas transaksi dan semakin bertambahnya


kebutuhan akan pengungkapan atas transaksi-transaksi tersebut, maka asersi penyajian
dan pengungkapan menjadi bertambah penting. Asersi-asersi tersebut meliputi
keterjadian, hak & kewajiban, kelengkapan, keakurasian dan penilaian, dan klasifikasi
dan

keterpahaman.

1. Keterjadian dan Hak & Kewajiban

Asersi ini berhubungan dengan apakah kejadian yang diungkapkan telah terjadi dan
merupakan hak dan kewajiban dan entitas. Sebagai contoh. apabila klien
mengungkapkan bahwa klien telah membeli perusahaan lain. Asersi ini menyetakan
bahwa transaksi telah berlangsung (telah selesai dilaksanakan).

2. Kelengkapan

Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh pengungkapan yang disyaratkan


telah dicantumkan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, manajemen menyatakan
bahwa seluruh transaksi material dengan pihak pihak yang mempunyai hubungan
istimewa telah diungkapkan dalam laporan keuangan.

3. Keakurasian dan Penilaian

Asersi keakurasian dan penilaian berhubungan dengan apakah informasi keuangan


telah diungkapkan dengan wajar dan dengan jumlah yang lepas Contoh asersi ini,
misalnya manajemen mengungkapkan asumsi yang digunakan yang mendasari jumlah-
jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.

4. Klasifikasi dan Keterpahaman

Asersi ini berkaitan dengan apakah jumlah-jumlah telah digolongkan dengan tepat
dalam laporan keuangan dan catatan kaki, dan apakah penjelasan atas saldo dan

27
pengungkapannya dapat dipahami. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
penggolongan persediaan menjadi persediaan barang jadi, persediaan barang dalam
proses, dan persediaan bahan baku adalah tepat, dan pengungkapan metode yang
digunakan untuk penilaian persediaan bisa dipahami.

Auditor harus mempertimbangkan relevansi setiap asersi untuk setiap golongan


transaksi, saldo akun, dan penyajian dan pengungkapan yang signifikan. Asersi relevan
memiliki makna karena berpengaruh pada apakah suatu akun ditetapkan secara wajar
dan digunakan dalam menetapkan risiko salah saji material dan dalam merancang serta
melaksanakan prosedur audit. Sebagai contoh, asersi penilaian besar kemungkinan
merupakan asersi relevan untuk akun piutang usaha, tetapi tidak untuk kas. Setelah
asersi-asersi relevan ditetapkan, selanjutnya auditor dapat merumuskan tujuan audit
untuk setiap kategori aset. Tujuan audit yang ditetapkan auditor mengikuti dan berkaitan
erat dengan asersi-asersi manajemen. Hal ini tidak mengherankan karena tanggung
jawab utama auditor adalah menentukan apakah asersi-asersi manajemen tentang
laporan keuangan dapat diterima. Alasan menggunakan tujuan audit, dan bukannya
menggunakan asersi-asersi, adalah untuk memberikan kerangka kerja bagi auditor dalam
mengumpulkan bukti kompeten yang cukup dan menetapkan bukti yang tepat yang
harus dikumpulkan sesuai dengan keadaan penugasan yang dihadapi. Tujuan audit tidak
berbeda antara audit yang satu dengan audit lainnya, tetapi bukti yang harus
dikumpulkan bisa berbeda-beda tergantung keadaan yang dihadapi.

2.7 Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Transaksi


Tujuan audit atas golongan transaksi yang ditetapkan auditor, mengikuti dan
berhubungan erat dengan asersi-asersi manajemen untuk golongan golongan transaksi. Ada
perbedaan antara tujuan umum audit golongan transaksi dan tujuan spesifik audit transaksi
untuk tiap-tiap golongan transaksi. Enam tujuan umum audit transaksi yang akan dibahas di
bawah ini berlaku untuk semua golongan transaksi dan dirumuskan secara umum. Tujuan
spesifik audit transaksi juga diterapkan untuk setiap golongan transaksi, tetapi dirumuskan
secara lebih khusus sesuai transaksi yang diaudit. Apabila auditor telah merumuskan tujuan
umum audit transaksi, maka auditor dapat mengembangkannya untuk merumuskan tujuan
spesifik audit transaksi untuk setiap golongan transaksi yang akan diaudit.

28
Tujuan Umum Audit Transaksi

Keterjadian - Transaksi yang dibukukan benar-benar terjadi. Tujuan audit ini


berkaitan dengan apakah transaksi yang dibukukan sungguh sungguh telah terjadi.
Membukukan suatu transaksi penjualan dalam jurnal penjualan padahal tidak terjadi
transaksi demikian, merupakan pelanggaran terhadap tujuan keterjadian. Tujuan audit yang
ditetapkan auditor ini sejalan dengan asersi yang ditetapkan manajemen untuk golongan
transaksi yaitu asersi keterjadian.

Kelengkapan - Transaksi yang terjadi telah dibukukan. Tujuan audit ini


berhubungan dengan apakah semua transaksi yang seharusnya dibukukan ke dalam jurnal,
sungguh-sungguh telah dibukukan. Tidak membukukan suatu transaksi penjualan (sengaja
atau tidak disengaja) ke dalam jurnal penjualan dan buku besar padahal transaksi penjualan
sungguh-sungguh terjadi, merupakan pelanggaran atas tujuan kelangkapan. Tujuan audit ini
sejalan dengan asersi manajemen untuk golongan transaksi yaitu asersi kelengkapan.

Tujuan audit keterjadian dan tujuan audit kelengkapan mempunyai sasaran yang
berkebalikan. Keterjadian berkaitan dengan potensi terjadinya lebih saji, sedangkan
kelengkapan berkaitan dengan terjadinya kurang saji.

Keakurasian - Transaksi telah dicatat dengan jumlah yang benar. Tujuan audit ini
berkaitan dengan keakurasian informasi untuk transaksi transaksi akuntansi dan merupakan
satu bagian dari asersi keakurasian untuk golongan transaksi. Dalam hal transaksi
penjualan, tujuan ini menjadi tidak tercapai apabila kuantitas barang yang dikirim berbeda
dengan kuantitas menurut faktur, atau harga barang yang tercantum dalam faktur tidak
sesuai dengan barang sesungguhnya, atau terjadi kekeliruan dalam mengalikan atau
menjumlahkan dalam faktur, atau digunakan jumlah yang salah dalam membuat jurnal.

Perlu dibedakan antara keakurasian dengan keterjadian atau kelengkapan. Sebagai


contoh, apabila suatu jurnal penjualan telah dibuat padahal seharusnya tidak dibuat
demikian, karena barang dikirim sebagai konsinyasi, maka tujuan keberadaan tidak
terpenuhi, walaupun jumlah dalam faktur telah dihitung dengan benar. Apabila jurnal
penjualan telah dibuat untuk mencatat sebuah transaksi yang sah tetapi jumlahnya tidak

29
benar, maka tujuan keakurasian tidak tecapai, tetapi tujuan keberadaan terpenuhi.
Hubungan yang sama terjadi untuk kelengkapan dan keakurasian.

Posting dan Pengikhtisaran - Transaksi yang dicatat telah dimasukkan dengan


benar ke dalam Master File dan dibuat ikhtisarnya dengan benar. Tujuan ini berhubungan
dengan keakurasian transfer informasi dari catatan transaksi dalam jurnal ke buku besar dan
buku pembantu. Tujan ini juga merupakan bagian dari asersi keakurasian untuk golongan
transaksi. Sebagai contoh, apabila sebuah transaksi penjualan dicatat dalam buku pembantu
piutang kepada pelanggan yang salah, atau dicatat dengan jumlah yang salah dalam master
file, atau penjumlahan seluruh transaksi penjualan dari jurnal ke buku besar keliru, maka
tujuan keakurasian tidak tercapai. Karena posting transaksi dari jurnal ke buku pembantu,
buku besar, dan master file yang berkaitan lainnya dilakukan secara otomatis, maka risiko
posting akibat kesalahan manusia bisa berkurang. Apabila auditor telah dapat memastikan
bahwa komputer klien berfungsi dengan baik, kekhawatiran auditor akan kekeliruan
posting bisa berkurang juga.

Penggolongan - Transaksi yang dicatat dalam jurnal klien telah dogolongkan


dengan tepat. Tujuan ini berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan dalam akun
yang tepat. Contoh kesalahan dalam penggolongan, misalnya transaksi penjualan tunai
dicatat sebagai penjualan kredit, atau penjualan aset tetap dimasukkan sebagai pendapatan
penjualan.

Ketepatan waktu - Transaksi telah dibukukan pada tanggal yang tepat. Tujuan
audit ini berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan pada tanggal yang tepat.
Tujuan ini selaras dengan asersi manajemen tentang pisah batas pembukuan transaksi.
Kesalahan saat pembukuan terjadi misalnya apabila transaksi tidak dibukukan pada saat
terjadinya transaksi tersebut. Sebagai contoh, transaksi penjualan harus dibukukan pada
tanggal pengiriman.

Tujuan Spesifik Audit Transaksi

30
Setelah tujuan umum audit untuk transaksi ditetapkan, selanjutnya dapatlah
ditentukan tujuan spesifik audit transaksi untuk setiap golongan transaksi yang
material. Golongan golongan transaksi spesifik tersebut biasanya meliputi penjualan
penerimaan kas, pembelian barang dan jasa, penggajian, dan sebagainya. Paling
sedikit ada satu tujuan spesifik audit transaksi dapat dimasukkan untuk setiap tujuan
umum audit transaksi, kecuali bila auditor yakin bahwa tujuan audit umum transaksi
tidak relevan atau tidak penting dalam hal yang dihadapi.

Tujuan Spesifik Audit Transaksi Penjualan :

Keterjadian – Penjualan yang telah dibukukan adalah transaksi pengiriman


barang kepada pembeli asli (bukan fiktif).

Kelengkapan – Transaksi penjualan yang telah dibukukan.

Keakurasian – Penualan yang telah dibukukan adlaah untuk jumlah barang


yang telah dikirim dan telah difaktur serta dibukukan dengan benar.

Posting dan Peringkasan – Transaksi penjualan telah dimasukkan dengan


benar ke dalam master file dan diringkas dengan benar.

Penggolongan – Transaksi penjualan telah digolongkan dengan benar.

Ketepatan Waktu – Transaksi penjualan dibukukan pada tanggal yang


tepat

2.8 Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Saldo Akun

Tujuan audit saldo akun serupa dengan tujuan audit golongan transaksi seperti telah
diuraikan di atas. Tujuan audit ini juga mengikuti asersi-asersi manajemen dan memberi
kerangka kerja untuk membantu auditor dalam mengumpulkan bukti kompeten yang cukup
untuk saldo-saldo akun yang bersangkutan. Tujuan audit saldo akun juga terbagi atas tujuan
umum audit saldo akun dan tujuan spesifik audit saldo akun.

Ada dua perbedaan antara tujuan audit untuk saldo akun bila bandingkan dengan
tujuan audit untuk golongan transaksi. Pertama, seperti tercermin dari namanya, tujuan
audit untuk saldo akun diterapkan untuk saldo-saldo akun tertentu, seperti misalnya saldo

31
akun piutang usaha, akun persediaan barang, bukan pada golongan transaksi seperti
misalnya golongan transaksi penjualan, atau golongan transaksi pembelian barang. Kedua,
tujuan audit untuk saldo akun terdiri dari delapan tujuan, sedangkan tujuan audit golongan
transaksi hanya enam tujuan.

Tujuan audit saldo akun hampir selalu diterapkan pada saldo akhir akun-akun yang
tercantum di neraca, seperi misalnya piutang usaha, persediaan, atau utang wesel. Namun
demikian, beberapa tujuan audit saldo akun juga diterapkan pada akun-akun tertentu yang
tercantum dalam laporan laba-rugi. Hal ini biasanya bersangkutan dengan akun-akun yang
timbul dari transaksi tidak rutin dan beban tak terduga, seperti misalnya beban penasehat
hukum atau beban reparasi & pemeliharaan Akun-akun rugi-laba lainnya berkaitan erat
dengan akun neraca tertentu, dan biasanya diperiksa secara serentak, seperti misalnya
beban depresiasi bersamaan dengan akumulasi depresiasi, dan beban bunga wesel
bersamaan dengan utang wesel.

Dalam menerapkan tujuan audit saldo akun untuk mengaudit saldo saldo akun,
auditor mengumpulkan bukti untuk memeriksa rincian yang mendukung saldo akun, tidak
semata-mata memeriksa saldo akun itu sendiri. Sebagai contoh, dalam mengaudit piutang
usaha, auditor mendapatkan master file daftar piutang usaha yang harus cocok dengan saldo
di buku besar. Tujuan audit saldo piutang usaha diterapkan pada akun-akun pelanggan yang
tercantum dalam daftar tersebut.

Tujuan Umum Audit Saldo Akun

Keberadaan. Tujuan ini berhubungan dengan apakah jumlah yang


dicantumkan dalam laporan keuangan memang seharusnya dimasukkan. Sebagai
contoh, dimasukannya suatu piutang kepada pelanggan dalam daftar piutang usaha,
padahal tidak ada piutang kepada pelanggan tersebut merupakan pelanggaran
terhadap tujuan keberadaan. Tujuan audit ini sejalan dengan asersi manajemen
tentang keberadaan untuk saldo akun

Kelengkapan. Tujuan ini berhubungan dengan apakah semua jumlah yang


seharusnya dimasukkan telah diikutsertakan dengan jumlah yang benar. Tidak
memasukkan suatu piutang usaha kepada seorang pelanggan dalam daftar piutang

32
usaha, padahal piutang kepada pelanggan tersebut sungguh-sungguh ada,
merupakan pelanggaran atas tujuan kelengkapan. Tujuan audit ini sejalan dengan
asersi manajemen tentang kelengkapan saldo akun.

Tujuan keberadaan dan tujuan kelengkapan masing-masing menekankan


pada hal yang berkebalikan. Keberadaan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
lebihsaji, sedangkan kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan kurang saji.

Keakurasian. Tujuan ini berkaitan dengan apakah jumlah yang


dicantumkan telah dinyatakan dalam jumlah yang benar. Sejenis barang dalam
daftar persediaan klien bisa salah karena jumlah unit barang yang ada dalam
persediaan telah salah hitung, atau harga per unitnya salah, atau penjumlahannya
keliru. Semua kesalahan tersebut bisa menjaci pelanggaran atas tujuan keakurasian.
Keakurasian merupakan satu bagian dari asersi penilaian dan pengalokasian untuk
saldo akun.

Penggolongan. Tujuan ini menyangkut penentuan apakah hal-hal yang


dimasukkan dalam daftar oleh klien telah dimasukkan dalam akun yang benar di
buku besar. Sebagai contoh, dalam daftar piutang usaha, piutang harus dipisahkan
menjadi piutang jangka pendek dan piutang jangka panjang, dan piutang kepada
perusahaan afiliasi, kepada karyawan, dan direksi, harus dipisahkan dari piutang
usaha. Penggolongan juga merupakan bagian dari asersi penilaian dan
pengalokasian. Tujuan audit penggolongan saldo akun berkaitan erat dengan tujuan
audit penyajian dan pengungkapan, tetapi menyangkut tentang bagaimana saldo-
saldo digolongkan di buku besar sehingga saldo-saldo tersebut disajikan dan
diungkapkan dengan tepat dalam laporan keuangan.

Pisah Batas. Dalam melakukan pengujian tentang pisah batas saldo saldo
akun, tujuan auditor adalah menentukan apakah transaksi telah dibukukan dan
dimasukkan ke dalam saldo akun pada periode yang tepat. Saldo sebuah akun sering
menjadi salah saji disebabkan oleh transaksi transaksi yang terjadi menjelang akhir
periode akuntansi. Pengujian pisah batas dapat dipandang sebagai bagian dari
pemeriksaan atas saldo akun akun di neraca atau transaksi-transaksi yang berkaitan,
tetapi para auditor biasanva melakukan pengujian tersebut sebagai bagian dari

33
pengauditan atas saldo akun. Dengan alasan tersebut pisah batas dimasukkan
sebagai tujuan audit saldo akun berkaitan dengan asersi penilaian dan
pengalokasian. Tujuan ketepatan waktu dalam audit atas transaksi bersangkutan
dengan ketepatan waktu pembukuan transaksi sepanjang tahun, sedangkan tujuan
pisah batas untuk tujuan audit saldo akun hanya untuk transaksi yang terjadi
mendekati akhir periode. Sebagai contoh, dalam suatu audit untuk tahun yang
berakhir tanggal 31 Desember, sebuah transaksi penjualan yang pengirimannya
dilakukan pada bulan Februari tetapi baru dicatat pada bulan Maret, merupakan
suatu kesalahan ditinjau dari tujuan audit transaksi, tetapi tidak demikian ditinjau
dari sudut tujuan audit saldo akun.

Kecocokan. Saldo-saldo akun yang tercantum dalam laporan keuangan


didukung oleh catatan rinci di dalam master file dan daftar yang dibuat klien.
Tujuan kecocokan berkaitan dengan apakah daftar saldo yang rinci telah dibuat
dengan tepat dan teliti, dijumlah dengan benar, seria cocok dengan saldo di buku
besar. Sebagai contoh, akun piutang individual dalam daftar piutang harus sama
dengan akun-akun piutang usaha dalam master file, dan totalnya harus sama dengan
saldo akun kontrol piutang usaha di buku besar. Kecocokan juga merupakan bagian
dari asersi penilaian dan pengalokasian untuk saldo akun.

Nilai Bersih Bisa Terealisasi. Tujuan ini berkaitan dengan apakah suatu
saldo akun telah diturunkan dari biaya perolehan historis (cost) menjadi nilai bersih
bisa terealisasi atau bila standar akuntansi mengharuskan menjadi nilai pasar.
Contoh penerapan tujuan ini adalah pada waktu auditor memeriksa kecukupan
cadangan kerugian piutang atau menurunkan nilai persediaan untuk persediaan yang
sudah kuno. Tujuan ini hanya diterapkan pada akun aset dan juga merupakan suatu
bagian dari asersi penilaian dan pengalokasian untuk saldo akun.

Hak dan kewajiban. Selain harus ada, sebagian besar aset harus dimiliki
sebelum bisa dimasukkan ke dalam laporan keuangan. Demikian pula, kewajiban
harus benar-benar merupakan utang perusahaan. Hak milik selalu dikaitkan dengan
aset, sedangkan kewajiban selalu berkaitan dengan utang. Tujuan ini sejalan dengan
asersi manajemen tentang hak dan kewajiban untuk saldo akun.

34
Tujuan Spesifik Audit Saldo Akun

Seperti halnya tujuan audit golongan transaksi, setelah ditentukan


tujuan umum audit saldo akun, dapatlah dikembangkan tujuan spesifik audit
saldo untuk setiap akun yang tercantum dalam laporan keuangan. Paling
sedikit satu tujuan spesifik audit saldo akun harus dimasukkan untuk setiap
tujuan umum audit saldo akun, kecuali bila auditor berkeyakinan bahwa
tujuan umum audit saldo akun tidak relevan atau tidak penting untuk saldo
akun tertentu. Di lain sisi mungkin terdapat lebih dari satu tujuan spesifik
audit saldo akun untuk tujuan umum audit saldo akun. Sebagai contoh,
tujuan spesifik audit saldo akun untuk hak dan kewajiban atas persediaan
pada sebuah perusahaan manufaktur bisa meliputi (1) perusahaan harus
memiliki hak kepemilikan atas semua barang yang tercantum dalam dolar
persediaan, dan (2) persediaan tidak dijadikan jaminan atas pinjaman,
kecuali diungkapkan dalam laporan.

Tujuan Spesifik Audit Saldo untuk Persediaan :

Keberadaan - Semua persediaan yang tercantum dalam laporan


benar-benar ada pada tanggal neraca.

Kelengkapan - Semua persediaan yang ada telah dihitung dan


tercantum dalam daftar persediaan.

Keakurasian - Kuantitas persediaan dalam catalan perpetual cocok


dengan jumlah fisik persediaan yang sesungguhnya ada. Harga yang
digunakan untuk penilaian persediaan secara material benar.
Perkalian harga dengan kuantitas dilakukan dengan benar demikian
pula penjumlahannya.

Penggolongan - Persediaan dikelompokkan menjadi bahan baku,


barang dalam proses, dan barang jadi.

Pisah batas - Pembelian pada akhirtahun telah dilakukan dengan


tepat. Pisah batas penjualan pada akhir tahun telah dilakukan dengan
tepat.

35
Kecocokan - Total saldo semua persediaan yang tercantum di buku
pembantu cocok dengan buku besar.

Nilai Bisa Direalisasi - Persediaan telah diturunkan nilainya agar


mencerminkan nilai bersih yang bisa direalisasi.

Hak dan Kewajiban - Perusahaan memiliki hak kepemilikan atas


semua persediaan yang tercantum dalam laporan. Persediaan tidak
dijadikan jaminan pinjaman

2.9 Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Penyajian dan Pengungkapan


Tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan biasanya identik
dengan asersi manajemen untuk penyajian dan pengungkapan yang diterapkan pada tujuan
audit yang berkaitan dengan saldo. Tujuan ini menghubungkan empat tujuan audit yang
berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan dengan asersi manajemen atas penyajian
dan pengungkapan.

Tujuan Umum Audit Penyajian den Pengungkapan

Keterjadian serta hak dan kewajiban – Aktiva dan kewajiban entitas ada pada
tanggal tertentu, transaksi pendapatan, dan biaya terjadi pada periode tertentu.
Kelengkapan – Semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan dalam
laporan keuangan.
Keakurasian dan Penilaian– Komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya
telah disajikan dalam laporan keuangan dengan jumlah sebenarnya.
Penggolongan dan Kejelasan – Komponen tertentu laporan keuangan telah
digolongkan, digambarkan , dan diungkapkan secara semestinya.

Tujuan Spesifik Audit Penyajian den Pengungkapan yang diterapkan pada


wesel bayar
Keterjadian serta hak dan kewajiban – Wesel bayar sebagaimana diuraikan
dalam catatan kaki ada dan merupakan kewajiban perusahaan.
Kelengkapan – Semua pengungkapan yang diperlukan terkait dengan wesel bayar
terkait dengan wesel bayar telah dicatat dalam catatan kaki atas laporan keuangan.
Keakurasian dan Penilaian – Pengungkapan catatan kaki yang berkaitan dengan

36
wesel bayar sudah akurat.
Penggolongan dan Kejelasan - Wesel bayar secara tepat diklasifikasikan sebagai
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dan pengungkapan laporan keuangan
yang berkaitan dapat dipahami.

2.10 Bagaimana Memenuhi Tujuan Audit


Auditor harus mendapat bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
semua asersi manajemen dalam laporan keuangan. Hal ini dilakukan dengan
mengumpulkan bukti dalam mendukung perpaduan sejumlah tujuan audit transaksi
dan tujuan audit atas saldo akun. Hak dan kewajiban adalah satu-satunya asersi
tentang saldo akun yang tidak ada padanannya dalam asersi tentang transaksi.
Tujuan audit tentang presentasi dan pengungkapan sangat erat hubungannya dengan
tujuan audit saldo akun.

Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti yang harus
dikumpulkan untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut untuk setiap audit. Untuk
melakukan hal itu, auditor harus mengikuti suatu proses audit, yaitu metoda yang
dirancang dengan cermat untuk menghargai audit untuk memastikan diperolehnya
bukti kompeten yang cukup, dan tercapainya semua tujuan audit yang diperlukan.
Proses audit memiliki empat tahapan, yaitu :

1. Perencanaan dan Perancangan Suatu Pendekatan Audit (Tahap l)

Ada berbagai cara yang dapat ditempuh auditor dalam mengumpulkan bukti
untuk memenuhi tujuan akhir suatu audit yaitu memberi pendapat atas laporan
keuangan. Dua hal penting yang harus selalu dipertimbangkan auditor dalam setiap
audit adalah memilih:

1. Bukti yang cukup dan tepat harus dikumpulkan untuk memenuhi tanggungjawab
profesional auditor.

2. Biaya pengumpulan bukti harus seminimal mungkin.

Hal pertama adalah yang terpenting, tetapi meminimumkan biaya juga perlu
dilakukan apabila kantor akuntan publik ingin bersaing dan memperoleh laba.

37
Apabila tidak ada masalah dalam pengendalian biaya, pengambilan keputusan
tentang bukti dapat mudah dilakukan. Auditor bisa menambah bukti yang
diperlukan, tanpa khawatir dengan masalah efisiensi, sampai akhirnya auditor cukup
puas bahwa tidak terdapat kesalahan penyajian material dalam audit yang sedang
dihadapinya.

Persoalan pengumpulan bukti yang cukup dan tepat serta pengendalian biaya
audit adalah dua hal penting dalam membuat perencanaan suatu penugasan
Perencanaan harus menghasilkan suatu pendekatan audit yang efektif pada tingkat
biaya yang masuk akal Perencanaan dan perancangan suatu pendekatan audit dapat
dipecah menjadi beberapa bagian.

Mendapatkan pemahaman tentang Entitas dan Lingkungannya

Agar dapat menetapkan risiko salah saji dalam laporan keuangan secara
memadai dan membuat kesimpulan atas informasi yang diperoleh selama audit
berlangsung, auditor harus memiliki pemahaman yang cukup tentang bisnis klien
dan lingkungan yang bersangkutan, termasuk pengetahuan tentang strategi dan
proses. Auditor harus mempelajari model bisnis klien, melaksanakan prosedur
review analitis dan membuat perbandingan dengan kompetitor. Auditor juga harus
memahami persyaratan akuntansi yang unik untuk beberapa bidang usaha klien.

Memahami Pengendalian Internal dan Menetapkan Resiko Pengendalian

Resiko salah saji dalam laporan keuangan akan dapat terkurangi apabila
klien memiliki pengendalian yang efektif atas operasi dan pengolahan transaksi. Di
muka telah disinggung bagaimana kemampuan pengendalian internal klien dalam
menghasilkan laporan keuangan yang bisa dipercaya dan mengamankan aset serta
catatan-catatan merupakan hal paling penting dan diakui secara luas dalam praktik
pengauditan Auditor harus mengidentifikasi pengendalian internal dan
mengevaluasi efektivitasnya, suatu proses yang disebut menetapkan risiko
pengendalian. Apabila pengendalian internal dipandang efektif risiko pengendalian
direncanakan bisa diturunkan dan jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan dapat

38
dikurangi secara signifikan dibandingkan dengan bilamana pengendalian internal
tidak memadai.

Menetapkan Risiko Kesalahan Penyajian Material

Auditor menggunakan pemahaman tentang bidang usaha dan strategi bisnis


klien, serta efektivitas pengendalian, untuk menetapkan risiko kesalahan penyajian
material dalam laporan keuangan. Penetapan ini selanjutnya akan mempengaruhi
rencana audit dan sifat, saat, serta luasnya prosedur audit. Sebagai contoh, apabila
klien meningkatkan penjualan dengan menerima pelanggan baru yang peringkat
kreditnya rendah, maka auditor harus menetapkan risiko salahsaji yang lebih tinggi
untuk nilai bersih bisa direalisasi piutang usaha dan merencanakan untuk
memperluas pengujian di bidang ini.

2. Pengujian Pengendalaian dan Pengujian Substantif Golongan Transaksi


(Tahap ll)

Sebelum auditor memutuskan untuk menurunkan risiko pengendalian


direncanakan, seandainya pengendalian internal dinilai efektif, auditor pertama-
tama harus menguji efektivitas pengendalian tersebut. Prosedur untuk jenis
pengujian semacam ini disebut pengujian pengendalian. Sebagai contoh,
pengendalian internal klien mensyaratkan dilakukan verifikasi oleh petugas
independen atas semua harga jual per unit atas barang yang dijual sebelum faktur
dikirimkan kepada pembeli. Pengendalian ini secara langsung mempengaruhi tujuan
audit transaksi tentang keakurasian atas penjualan. Auditor bisa menguji efektivitas
pengendalian ini dengan memeriksa file transaksi penjualan untuk membuktikan
bahwa harga jual per unit sungguh-sungguh telah diverifikasi.

Auditor juga menilai catatan transaksi yang dibuat klien dengan melakukan
verifikasi atas jumlah-jumlah rupiah transaksi, suatu proses yang disebut pengujian
substantif transaksi. Sebagai contoh, untuk menguji keakurasian transaksi
penjualan, auditor bisa menggunakan perangkat lunak komputer untuk
membandingkan antara harga jual per unit yang tercantum dalam arsip faktur

39
dengan suatu file elektronik yang berisi harga jual per unit yang telah diotorisasi
manajemen perusahaan. Seperi halnya pengujian pengendalian yang diterangkan
dalam paragraf di atas, pengujian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi tujuan
audit keakurasian transaksi penjualan. Demi efisiensi, auditor kadang kadang
melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif pada waktu yang
bersamaan.

3. Prosedur Analitis dan Pengujian Rinci Saldo (Tahap lll)

Ada dua kategori umum dalam prosedur-prosedur tahap I. Prosedur analitis


menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menetapkan apakah saldo-saldo
akun dan data lainnya nampak masuk akal. Sebagai contoh, untuk mendapatkan
keyakinan tentang tujuan keakurasian baik untuk transaksi penjualan (tujuan audit
transaksi) maupun piutang usaha (tujuan audit saldo akun), auditor bisa memeriksa
transaksi penjualan dalam jurnal penjualan untuk penjualan-penjualan yang
jumlahnya tak lazim dan juga membandingkan total penjualan bulanan dengan
tahun tahun yang lalu. Apabila perusahaan secara konsisten menggunakan harga
jual yang tidak benar atau salah dalam mencatat penjualan, akan terlihat perbedaan
yang signifikan.

Pengujian rinci saldo adalah prosedur spesifik yang dimaksudkan untuk


menguji salahsaji material dalam saldo-saldo yang tercantum dalam laporan
keuangan. Sebagai contoh berkaitan dengan tujuan keakurasian untuk piutang usaha
(tujuan audit saldo akun) adalah melakukan komunikasi langsung dengan pelanggan
klien untuk mengidentifikasi adanya jumlah yang keliru, Pengujian rinci atas saldo
akhir sangat pentingdalam pelaksanaan audit karena kebanyakan bukti diperoleh
dan sumber independen dan oleh karenya merupakan bukti berkualitas tinggi.

4. Penyelesaian Audit dan Penerbitan Laporan Audit (Tahap IV)

Setelah auditor menyelesaikan semua prosedur untuk setiap tujuan audit dan
untuk setiap akun laporan keuangan beserta pengungkapan yang bersangkutan,
auditor harus mengumpulkan semua hasil dan menyimpulkan berdasarkan sistem
audit yang ada .

40
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makalah ini telah membahas tanggung jawab manajemen atas laporankeuangan dan
pengendalian internal serta tanggung jawab auditor untuk mengaudit laporan keuangan dan
keefektifan pengendalian internal ataslaporan keuangan, makalah ini juga membahas asersi
manajemen dantujuan yang berkaitan dengan audit, serta cara auditor memilih audituntuk
menghasilkan suatu tujuan audit khusus. Kemudian mengumplkan bukti untuk memperoleh
kepastian bahwa setiap tujuan dari audit telah di penuhi.

41
DAFTAR PUSTAKA

- Sudirman. 2013. Makalah Tanggung Jawab dan Tujuan Audit.


http://id.scribd.com/doc/178068906/Makalah-Tanggung-Jawab-dan-Tujuan-
Audit.html. (Di akses pada 10 Februari 2020)
- Mulyadi dan Kanaka Puradiredja. 1998. Auditing. Jakarta : Salemba Empat.
- Jusup, Al Haryono. 2015. Auditing. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN

42

Anda mungkin juga menyukai