Dosen Pengampu:
Bapak Drs. Ec. H. Akhmad Sayudi M.Si., Ak.
Ibu Dra. Rasidah M.Si., Ak.
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas kelompok untuk mata kuliah Auditing, dengan judul:
“TUJUAN PENGAUDITAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR”.
Kami juga menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penggarapan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu
kami Bapak Drs. Ec. H. Akhmad Sayudi M.Si., Ak.. dan Ibu Dra. Rasidah M.Si.,
Ak.. Sehingga kami mampu melaksanakan tugas mata kuliah ini.
Kami memohon maaf kepada semuanya apabila dalam makalah yang kami
buat ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu kami akan terbuka terhadap kritik maupun
saran dari semua pembaca agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih
baik lagi. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan Makalah.....................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................3
TUJUAN PENGAUDITAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR............................3
2.1 Tujuan Pelaksanaan Audit....................................................................................3
2.2 Tanggung Jawab Manajemen...............................................................................3
2.3 Tanggung Jawab Auditor......................................................................................4
2.4 Pendekatan Siklus dalam Pengauditan..............................................................18
2.5 Penetapan Tujuan Audit......................................................................................21
2.6 Asersi Manajemen................................................................................................22
2.7 Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Transaksi..............................................27
2.9 Tujuan Audit yang Berkaitan dengan Penyajian dan Pengungkapan............35
2.10 Bagaimana Memenuhi Tujuan Audit.................................................................36
BAB 3 PENUTUP................................................................................................................40
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................41
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk menilai
keandalan pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam
laporan keuangannya, keadaan ini memicu timbulnya kebutuhan jasa profesi
akuntan publik. Profesi ini merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi
akuntan publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam
laporan keuangan. Karena Auditor memiliki peran yang penting untuk perusahaan,
maka Auditor memiliki tujuan dan tanggung jawab.
1
4. Bagaimana Memenuhi Tujuan Audit?
2
BAB 2
PEMBAHASAN
TUJUAN PENGAUDITAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR
3
2. Menetapkan dan menjalankan pengendalian internal yang dipandang perlu oleh
manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola untuk
memungkinkan penyusunan laporan keuangan yang bebas dari kesalahan
penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.
3. Menyediakan hal-hal di bawah ini bagi auditor :
a. Akses ke seluruh informasi seperti catatan akuntansi, dan lain-lain.
b. Informasi tambahan yang diminta auditor untuk tujuan audit.
c. Akses tidak terbatas ke orang-orang dalam entitas yang diperlukan oleh
auditor untuk memproleh bukti audit.
4
B. Keyakinan Memadai
Keyakinan memadai merupakan suatu tingkat keyakinan tinggi. Keyakinan
tersebut diperoleh ketika auditor telah mendapatkan bukti audit yang cukup dan
tepat untuk menurunkan risiko audit (risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini
yang tidak tepat ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian
material) ke suatu tingkat rendah yang bisa diterima. Namun, keyakinan memadai
bukan merupakan suatu tingkat keyakinan absolut. Keyakinan ini menunjukkan
bahwa auditor bukanlah penjamin atau pemberi garansi tentang kebenaran laporan
Keuangan. Jadi suatu audit yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing, bisa
gagal untuk mendeteksi kesalahan penvajian material. Auditor bertanggungjawab
untuk keyakinan memadai. Bukan keyakinan absolut, karena alasan-alasan berikut:
1. Kebanyakan bukti audit diperoleh dari pengujian atas suatu sampel dari
suatu populasi, seperti misalnya piutang usaha atau persediaan. Sampling tak
terelakkan mengandung sejumlah risiko akan tidak ditemukannya suatu
kesalahan penyajian material. Selain itu, wilayah yang diuji, jenis, luas, dan
saat pengujian, serta evaluasi atas hasil pengujian membutuhkan
pertimbangan auditor yang signifikan. Meskipun dengan kejujuran dan
integritas, auditor bisa melakukan kesalahan dan kekeliruan dalam membuat
pertimbangan.
2. Akuntansi berisi estimasi yang kompleks, yang mengandung ketidakpastian
dan bisa dipengaruhi oleh kejadian kejadian di masa datang. Akibatnya
auditor hanya bisa mengandalkan pada bukti yang persuasif, tetapi tidak
meyakinkan.
3. Penyajian laporan keuangan yang mengandung kecurangan sangat sulit (atau
bahkan hampir tidak mungkin untuk dideteksi) terutama bila terdapat kolusi
di kalangan manajemen.
5
demikian, audit bisa diterima masyarakat sepanjang audit itu dilaksanakan sesuai
dengan standar auditing.
C. Skeptisisme Profesional
1. Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh
6
2. Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalandokumen
dan tanggapan terhadap permintaan keterangan yang digunakan
sebagai bukti audit.
3. Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan.
4. Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain
prosedur yang disyaratkan oleh SA.
Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit diperlukan jika
auditor berusaha untuk mengurangi risiko seperti misalnya:
1. Kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi tidak lazim.
2. Terlalu menyamaratakan kesimpulan ketika menarik kesimpulan
tersebut dari observasi audit.
3. Menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam menetapkan sifat,
saat, dan luas prosedur audit serta penilaian atas hasilnya.
D. Pertimbangan Profesional
Paragraf 16 SA200 menetapkan sebagai berikut:
Auditor harus menggunakan pertimbangan profesional dalam merencanakan
dan melaksanakan audit atas laporan keuangan.
Pertimbangan profesional merupakan hal penting untuk melakukan audit
secara tepat. Hal ini karena interpretasi ketentuan etika dan SA relevan, serta
keputusan yang telah diinformasikan yang diharuskan selama audit tidak dapat
dibuat tanpa penerapan pengetahuan dan pengalaman yang relevan pada fakta dan
kondisi terkait. Pertimbangan profesional terutama diperlukan dalam membuat
keputusan tentang:
1. Materialitas dan risiko audit.
2. Sifat, saat, dan luas prosedur audit yang digunakan untuk memenuhi
keperluan SA dan mengumpulkan bukti audit.
3. Pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah
diperoleh, dan apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk
mencapai tujuan SA dan tujuan keseluruhan auditor.
4. Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam menerapkan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas.
7
5. Penarikan kesimpulan berdasarkan bukti yang diperoleh, sebagai contoh,
penilaian atas kewajaran estimasi yang dibuat oleh manajemen dalam
menyusun laporan keuangan.
8
menjadi (1) penyalahgunaan aset, dan (2) pelaporan keuangan yang mengandung
kecurangan. Jenis kesalahan penyajian yang terakhir ini lebih sering dilakukan oleh
manajemen (atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola), oleh karena itu
disebut juga kecurangan manajemen. Contoh kecurangan dalam pelaporan
keuangan adalah secara sengaja membuat lebih saji penjualan menjelang tanggal
neraca untuk meningkatkan laba bersih dalam laporan keuangan.
Auditor menghabiskan sebagian besar waktu dalam perencanaan dan
pelaksanaan auditnya untuk menemukan kekeliruan tak disengaja yang dilakukan
oleh manajemen dan karyawan. Auditor menemukan berbagai jenis kesalahan yang
disebabkan oleh kekeliruan dalam melakukan perhitungan, penghilangan,
kesalahpengertian dan kesalahan dalam penerapan standar akuntansi, dan
pembuatan ringkasan dan penjelasan yang keliru. Dalam buku ini kita akan melihat
bagaimana
auditor merencanakan dan melaksanakan audit untuk mendeteksi baik kesalahan
maupun kecurangan
Standar auditing tidak membedakan antara tanggungjawab auditor untuk
mencari kesalahan dan kecurangan. Baik untuk kesalahan maupun kecurangan,
auditor harus mendapat keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas
dari kesalahan penyajian material. Standard juga mengakui bahwa kecurangan
seringkali lebih sulit ditemukan karena manajemen atau karyawan yang melakukan
kecurangan akan berusaha untuk menutupi kecurangan. Namun demikian, kesulitan
untuk mendeteksi kecurangan tidak mengubah tanggungjawab auditor untuk
merencanakan dan melaksanakan audit dengan tepat guna mendeteksi kesalahan
penyajian material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan.
F. Tanggungjawab untuk Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan
9
kecurangan, yang dapat mengurangi peluang terjadinya kecurangan, dan
pencegahan kecurangan yang dapat membujuk individu-individu agar tidak
melakukan kecurangan karena kemungkinan akan terdeteksi dan terkena hukuman.
Hal ini memerlukan komitmen untuk menciptakan budaya jujur dan perilaku etis
yang dapat ditegakkan dengan pengawasan aktif oleh pihak yang bertanggungjawab
atas tata kelola. Pengawasan oleh pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola
meliputi pertimbangan tentang potensi pengesampingan pengendalian atau
pengaruh tidak patut atas proses pelaporan keuangan seperti usaha manajemen
untuk mengelola laba dengan tujuan untuk memengaruhi persepsi analis kinerja dan
probabilitas entitas.
10
luasnya manipulasi, tingkat keterlibatan kolusi, ukuran relatif jumlah individual
yang dimanipulasi, dan senioritas individu-individu yang terlibat. Meskipun auditor
mungkin dapat mengidentifikasi peluang potensial terjadinya kecurangan, sulit bagi
auditor untuk menentukan apakah kesalahan penyajian dalam area pertimbangan
seperti estimasi akuntansi disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan.
Karakteristik Kecurangan
11
memiliki pengetahuan mengenai defisiensi spesifik dalam
pengendalian internal.
Individu mungkin dapat mengemukakan alasan untuk pembenaran
tindakan kecurangan. Beberapa individu memiliki tingkah laku,
karakter, atau serangkaian nilai etika yang memungkinkan mereka
secara sadar dan sengaja melakukan tindakan yang tidak jujur.
Namun, mereka yang jujur sekalipun dapat melakukan kecurangan
dalam lingkungan yang memberikan tekanan cukup besar kepada
mereka.
12
beroperasi dengan efektif. Kecurangan dapat dilakukan melalui pengabaian
pengendalian oleh manajemen dengan beberapa teknik sebagai berikut:
13
dengan cara mengungkapkan data teknologi entitas untuk
mendapatkan uang).
Menyebabkan entitas membayar untuk barang dan jasa yang tidak
pernah diterima (sebagai contoh, pembayaran kepada pemasok fiktif,
uang suap yang dibayar oleh pemasok kepada staf pembelian entitas
sebagai balas jasa karena telah meninggikan harga, pembayaran
kepada karyawan fiktif).
Menggunakan aset entitas untuk kepentingan pribadi (sebagi contoh,
menggunakan aset entitas sebagai jaminan bagi pinjaman pribadi
atau pinjaman kepada pihak yang berelasi)
14
pemberian kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan). Ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan dapat mengakibatkan denda, litigasi, atau
konsekuensi lain bagi entitas yang dapat menimbulkan kesalahan penyajian material
terhadap laporan keuangan.
Tanggungjawab untuk Mematuhi Peraturan Perundang-undangan adalah
merupakan tanggungjawab manajemen, dengan pengawasan dari pihak yang
bertanggungjawab atas tala kelola, untuk memastikan bahwa operasi entitas
dijalankan dengan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk
kepatuhan terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
menentukan jumlah dan pengungkapan yang harus dilaporkan dalam laporan
keuangan suatu entitas.
Standar Audit (SA) 250 mengatur tentang Pertimbangan Atas Peraturan
Perundang-undangan Dalam Audit Atas Laporan Keuangan. Ketentuan dalam SA
tersebut dirancang untuk membantu auditor dalam mengidentifikasi kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan. Namun, auditor tidak bertanggungjawab
untuk mencegah dan tidak dapat diharapkan untuk mendeteksi ketidakpatuhan
terhadap semua peraturan perundang-undangan.
Di atas telah disebutkan bahwa dalam melaksanakan audit atas laporan
keuangan, auditor harus mempertimbangkan kerangka peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Oleh karena keterbatasan bawaan yang melekat dalam
audit, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari bahwa beberapa kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan mungkin tidak dapat terdeteksi
walaupun audit telah direncanakan secara tepat dan dilaksanakan berdasarkan SA.
Dalam konteks dengan peraturan perundang-undangan, sebagai akibat keterbatasan
bawaan ini, dampak potensial terhadan kemampuan auditor untuk mendeteksi
kesalahan penyajian material adalah lebih besar, yang disebabkan beberapa alasan
berikut :
Ada banyak peraturan perundang-undangan, yang secara prinsip
berhubungan dengan aspek operasi sebuah entitas, yang umumnya
15
tidak berdampak terhadap laporan keuangan dan tidak dicakup oleh
sistem informasi entitas yang terkait dengan pelaporan keuangan.
Ketidakpatuhan dapat melibatkan perilaku yang secara sengaja
dirancang untuk menyembunyikan ketidakpatuhan tersebut seperti
kolusi, pemalsuan, kesengajaan untuk tidak mencatat transaksi,
kesengajaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian yang ada
atau pernyataan salah yang secara sengaja dibuat untuk auditor.
Keputusan apakah suatu tindakan merupakan ketidakpatuhan pada
akhirnya merupakan sebuah hal yang harus diputuskan secara hukum
oleh pengadilan.
Biasanya makin jauh hubungan antara ketidakpatuhan dengan peristiwa dan
transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan, makin kecil pula kemungkinan
auditor untuk menyadari atau mengetahui terjadinya ketidakpatuhan tersebut.
SA 250 (Para. 6) membedakan tanggung jawab auditor dalam kaitannya
dengan kepatuhan terhadap dua kategori peraturan perundang-undangan yang
berbeda d bawah ini:
(a) Ketentuan perundang-undangan yang secara umum berdampak langsung
dalam menentukan jumlah dan pengungkapan material dalam laporan keuangan,
seperti perundang-undangan pajak dan dana pensiun; dan
(b) Peraturan perundang-undangan lain yang tidak mempunyai dampak
langsung terhadap penentuan jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan,
namun kepatuhannya merupakan bagian penting bagi aspek kegiatan operasi bisnis,
bagi kemampuan entitas untuk melanjutkan usahanya, atau untuk menghindari
terjadinya sanksi berat (sebagai contoh, kepatuhan terhadap ketentuan solvabilitas
yang diwajibkan oleh regulator atau kepatuhan terhadap undang-undang lingkungan
hidup) ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut di atas
dapat mengakibatkan dampak material terhadap laporan keuangan.
Dalam SA ini ketentuan yang berbeda diterapkan untuk setiap kategori
peraturan perundang-undangan yang disebutkan di atas. Untuk kategori yang
dijelaskan dalam paragraf 6 (a), tanggungjawab auditor adalah untuk memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat terkait dengan kepatuhan terhadap ketentuan
16
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Untuk kategori yang dijelaskan
dalam paragraf 6 (b), tanggung jawab auditor terbatas pada pelaksanaan prosedur
audit berikut ini untuk membantu mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang mungkin berdampak material terhadap laporan
keuangan:
(a) Meminta keterangan kepada manajemen dan, apabila relevan, pihak-
pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, mengenai tingkat kepatuhan entitas
terhadap peraturan perundang-undangan tersebut.
(b) Menginspeksi korespondensi, jika ada, dengan pihak berwenang yang
menerbitkan izin atau peraturan.
17
Auditor harus melakukan evaluasi atas implikasi ketidakpatuhan terhadap
aspek-aspek lain dalam audit, termasuk penilaian risiko yang dilakukan auditor dan
keandalan representasi tertulis.
Kecuali jika semua pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola ikut
terlibat dalam manajemen entitas, dan oleh karena itu mereka menyadari
permasalahan yang terkait dengan ketidakpatuhan yang terjadi atau diduga terjadi
yang sudah dikomunikasikan oleh auditor, maka auditor harus mengomunikasikan
kepada pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola permasalahan yang berkaitan
dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ditemukan
auditor selama pelaksanaan audit, kecuali jika permasalahan tersebut secara jelas
tidak penting.
Apabila berdasarkan pertimbangan auditor, ketidakpatuhan seperti yang
disebutkan di atas dilakukan secara sengaja dan bersifat material, maka auditor
harus mengomunikasikan dengan segera hal tersebut kepada pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola.
Sesuai dengan SA 705, jika auditor menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan
berdampak material terhadap laporan keuangan, dan belum tercermin secara
memadai dalam laporan keuangan, maka auditor dapat menyatakan suatu opini
wajar dengan pengecualian atau suatu opini tidak wajar atas laporan keuangan
tersebut.
Jika auditor dihalangi oleh manajemen atau pihak yang bertanggungjawab
atas tata kelola untuk memperoleh bukti audit cukup dan tepat untuk mengevaluasi
apakah ketidakpatuhan yang mungkin berdampak material terhadap laporan
keuangan telah atau kemungkinan telah terjadi, maka auditor harus menyatakan
opini wajar dengan pengecualian atau pernyataan tidak memberikan opini atas
laporan keuangan karena adanya pembatasan ruang lingkup audit.
18
semacam ini audit menjadi lebih mudahdilaksanakan, dan mempermudah pembagian tugas
diantara para anggota tim audit. Tiap segmen diaudit secara terpisah, tetapi bukan berarti
masing-masing segmen berdiri sendiri. Setelah setiap segmen selesai diaudit, termasuk
audit hubungan antar-segmen dengan segmen lainnya, maka hasilnya digabungkan.
Selanjutnya ditarik kesimpulan tentang laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Terdapat berbagai cara untuk melakukan segmentasi audit. Salah satu cara adalah
dengan memperlakukan setiap akun dalam laporan keuangan sebagai suatu segmen
tersendiri. Segmentasi dengan cara semacam itu sudah dianggap kuno dan dipandang tidak
efisien. Dengan cara ini, akun yang berkaitan sangat erat seperti persediaan dan harga
pokok penjualan akan diaudit secara terpisah.
Dewasa ini cara yang lazim untuk memecah suatu audit adalah dengan
menempatkan jenis (atau kelompok) transaksi dan saldo akun yang berkaitan erat dalam
segmen yang sama. Cara semacam ini disebut pendekatan siklus. Sebagai contoh,
penjualan, retur penjualan penerimaan kas, dan penghapusan piutang tak tertagih adalah
empat golongan transaksi yang menyebabkan akun piutang usaha bertambah atau
berkurang. Oleh karena itu keempat transaksi tersebut ditempatkan dalam siklus penjualan
dan pendapatan. Demikian pula, transaksi penggajian dan utang gaji merupakan bagian dari
siklus penggajian dan
personalia.
19
Siklus penjualan dan pengumpulan piutang
Siklus pembelian dan pembayaran
Siklus penggajian dan personalia.
Siklus persediaan dan penggudangan
Siklus perolehan modal dan pengembaliannya
Perhatikan bahwa siklus-siklus tidak memiliki awal dan akhir, kecuali pada
saat awal perusahaan didirikan dan ketika perusahaan dibubarkan. Perusahaan mulai
20
aktivitasnya dengan mencari modal, biasanya dalam bentuk kas. Dalam perusahaan
manufaktur, kas digunakan untuk membeli bahan baku, aset tetap (misalnya, tanah,
gedung, mesin-mesin, peralatan, dan sebagainya), dan barang serta jasa lainnya
untuk menghasilkan barang (siklus pembelian dan pembayaran) Kas juga digunakan
untuk mendapatkan tenaga kerja dengan tujuan yang sama (siklus penggajian dan
personalia). Pembelian dan pengeluaran kas dan penggajian dan personalia
mempunyai kesamaan, tetapi fungsinya cukup berbeda, sehingga penggajian dan
personalia beralasan untuk dijadikan siklus tersendiri. Hasil penggabungan kedua
siklus ini adalah persediaan (siklus persediaan dan penggudangan). Tahap
selanjutnya adalah penjualan persediaan yang menimbulkan tagihan serta
penerimaan kas (siklus penjualan dan pengumpulan piutang). Kas yang dihasilkan
selanjutnya digunakan untuk membayar dividen dan bunga, atau ekspansi modal,
dan untuk memulai kembali siklus. Dalam perusahaan jasa, siklus-siklus juga
berhubungan satu sama lain seperti halnya dalam perusahaan manufaktur, walaupun
tidak memiliki siklus persediaan.
21
2.5 Penetapan Tujuan Audit
Dalam pengauditan laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan siklus,
auditor melakukan hal-hal berikut:
(1) pengujian atas transaksi-transaksi yang membentuk saldo saldo akhir akun.
Untuk setiap golongan transaksi tertentu, perlu dipenuhi sejumlah tujuan audit
sebelum auditor dapat menarik kesimpulan bahwa transaksi telah dicatat dengan tepat. Hal
tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk golongan transaksi. Sebagai contoh, ada
sejumlah tujuan spesifik audit untuk transaksi penjualan, dan ada sejumlah tujuan spesifik
audit untuk transaksi retur penjualan.
Demikian pula, sejumlah tujuan audit tertentu perlu dipenuhi untuk setiap saldo
akun. Hal tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk saldo. Sebagai contoh, ada
sejumlah tujuan spesifik untuk audit saldo piutang usaha dan sejumlah tujuan spesifik untuk
22
audit saldo utang usaha. Dalam uraian di belakang nanti akan kita lihat bahwa tujuan
spesifik audit untuk transaksi sedikit berbeda dibandingkan dengan tujuan spesifik audit
untuk saldo walaupun keduanya berkaitan erat.
Sebelum membahas tujuan audit secara lebih rinci, berikut ini kita bahas lebih
dahulu asersi-asersi manajemen yang menjadi dasar penetapan tujuan audit.
(b) Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan, untuk
menyadiakan suatu basis bagi perancangan, dan pelaksanaan prosedur audit lanjutan
23
SA 315 (Para. A111) mengelompokkan asersi-asersi menjadi menjadi tiga kategori:
1. Aseri-asersi tentang golongan transaksi dan kejadian untuk periode yang diaudit.
1. Keterjadian
Asersi keterjadian berhubungan dengan apakah transaksi yang telah dibukukan dan
dicantumkan dalam laporan keuangan sungguh-sungguh terjadi pada periode akuntansi
yang bersangkutan. Sebagai contoh manajemen menyatakan bahwa transaksi penjualan
yang telah dicatat mencerminkan pertukaran barang dan jasa yang sungguh-sungguh
terjadi.
2. Kelengkapan
24
keberadaan, sedangkan kesalahan tidak mencatat suatu penjualan yang telah terjadi
merupakan pelanggaran terhadap asersi kelengkapan.
3. Keakurasian
4. Penggolongan
5. Pisah Batas
1. Keberadaan
Asersi keberadaan berhubungan dengan apakah aset, liabilitas, dan ekuitas yang
dicantumkan dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca. Sebagai contoh,
manajemen menyatakan bahwa persediaan barang dagangan yang dicantumkan dalam
neraca benar-benar ada dan tersedia untuk dijual pada tanggal neraca.
25
2. Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh akun dan seluruh jumlah yang
seharusnya dicantumkan dalam laporan keuangan sungguh sungguh telah tercantum.
Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa utang wesel di neraca telah mencakup
seluruh kewajiban yang seharusnya dilaporkan pada tanggal neraca.
Asersi penilaian dan pengalokasian berhubungan dengan apakah aset, liabilitas, dan
ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang tepat, termasuk
semua penyesuaian penilaian agar jumlah aset mencerminkan nilai bersih bisa
terealisasi. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa properti dicatat sebesar
biaya historis dan biaya tersebut secara sistematis dialokasikan ke periode-periode
akuntansi yang sesuai melalui depresiasi. Demikian pula, manajemen menyatakan
bahwa piutang usaha dicantumkan dalam neraca sebesar nilai bersih bisa terealisasi.
Asersi ini berhubungan dengan apakah aset adalah hak entitas dan apakah liabilitas
merupakan kewajiban entitas pada tanggal neraca. Sebagai contoh, manajemen
menyatakan bahwa aset adalah milik perusahaan, atau bahwa jumlah kapitalisasi untuk
26
lease di neraca mencerminkan biaya perolehan dari hak perusahaan atas lease properti
dan bahwa kewajiban lease yang berkaitan mencerminkan kewajiban entitas.
keterpahaman.
Asersi ini berhubungan dengan apakah kejadian yang diungkapkan telah terjadi dan
merupakan hak dan kewajiban dan entitas. Sebagai contoh. apabila klien
mengungkapkan bahwa klien telah membeli perusahaan lain. Asersi ini menyetakan
bahwa transaksi telah berlangsung (telah selesai dilaksanakan).
2. Kelengkapan
Asersi ini berkaitan dengan apakah jumlah-jumlah telah digolongkan dengan tepat
dalam laporan keuangan dan catatan kaki, dan apakah penjelasan atas saldo dan
27
pengungkapannya dapat dipahami. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
penggolongan persediaan menjadi persediaan barang jadi, persediaan barang dalam
proses, dan persediaan bahan baku adalah tepat, dan pengungkapan metode yang
digunakan untuk penilaian persediaan bisa dipahami.
28
Tujuan Umum Audit Transaksi
Tujuan audit keterjadian dan tujuan audit kelengkapan mempunyai sasaran yang
berkebalikan. Keterjadian berkaitan dengan potensi terjadinya lebih saji, sedangkan
kelengkapan berkaitan dengan terjadinya kurang saji.
Keakurasian - Transaksi telah dicatat dengan jumlah yang benar. Tujuan audit ini
berkaitan dengan keakurasian informasi untuk transaksi transaksi akuntansi dan merupakan
satu bagian dari asersi keakurasian untuk golongan transaksi. Dalam hal transaksi
penjualan, tujuan ini menjadi tidak tercapai apabila kuantitas barang yang dikirim berbeda
dengan kuantitas menurut faktur, atau harga barang yang tercantum dalam faktur tidak
sesuai dengan barang sesungguhnya, atau terjadi kekeliruan dalam mengalikan atau
menjumlahkan dalam faktur, atau digunakan jumlah yang salah dalam membuat jurnal.
29
benar, maka tujuan keakurasian tidak tecapai, tetapi tujuan keberadaan terpenuhi.
Hubungan yang sama terjadi untuk kelengkapan dan keakurasian.
Ketepatan waktu - Transaksi telah dibukukan pada tanggal yang tepat. Tujuan
audit ini berhubungan dengan apakah transaksi telah dibukukan pada tanggal yang tepat.
Tujuan ini selaras dengan asersi manajemen tentang pisah batas pembukuan transaksi.
Kesalahan saat pembukuan terjadi misalnya apabila transaksi tidak dibukukan pada saat
terjadinya transaksi tersebut. Sebagai contoh, transaksi penjualan harus dibukukan pada
tanggal pengiriman.
30
Setelah tujuan umum audit untuk transaksi ditetapkan, selanjutnya dapatlah
ditentukan tujuan spesifik audit transaksi untuk setiap golongan transaksi yang
material. Golongan golongan transaksi spesifik tersebut biasanya meliputi penjualan
penerimaan kas, pembelian barang dan jasa, penggajian, dan sebagainya. Paling
sedikit ada satu tujuan spesifik audit transaksi dapat dimasukkan untuk setiap tujuan
umum audit transaksi, kecuali bila auditor yakin bahwa tujuan audit umum transaksi
tidak relevan atau tidak penting dalam hal yang dihadapi.
Tujuan audit saldo akun serupa dengan tujuan audit golongan transaksi seperti telah
diuraikan di atas. Tujuan audit ini juga mengikuti asersi-asersi manajemen dan memberi
kerangka kerja untuk membantu auditor dalam mengumpulkan bukti kompeten yang cukup
untuk saldo-saldo akun yang bersangkutan. Tujuan audit saldo akun juga terbagi atas tujuan
umum audit saldo akun dan tujuan spesifik audit saldo akun.
Ada dua perbedaan antara tujuan audit untuk saldo akun bila bandingkan dengan
tujuan audit untuk golongan transaksi. Pertama, seperti tercermin dari namanya, tujuan
audit untuk saldo akun diterapkan untuk saldo-saldo akun tertentu, seperti misalnya saldo
31
akun piutang usaha, akun persediaan barang, bukan pada golongan transaksi seperti
misalnya golongan transaksi penjualan, atau golongan transaksi pembelian barang. Kedua,
tujuan audit untuk saldo akun terdiri dari delapan tujuan, sedangkan tujuan audit golongan
transaksi hanya enam tujuan.
Tujuan audit saldo akun hampir selalu diterapkan pada saldo akhir akun-akun yang
tercantum di neraca, seperi misalnya piutang usaha, persediaan, atau utang wesel. Namun
demikian, beberapa tujuan audit saldo akun juga diterapkan pada akun-akun tertentu yang
tercantum dalam laporan laba-rugi. Hal ini biasanya bersangkutan dengan akun-akun yang
timbul dari transaksi tidak rutin dan beban tak terduga, seperti misalnya beban penasehat
hukum atau beban reparasi & pemeliharaan Akun-akun rugi-laba lainnya berkaitan erat
dengan akun neraca tertentu, dan biasanya diperiksa secara serentak, seperti misalnya
beban depresiasi bersamaan dengan akumulasi depresiasi, dan beban bunga wesel
bersamaan dengan utang wesel.
Dalam menerapkan tujuan audit saldo akun untuk mengaudit saldo saldo akun,
auditor mengumpulkan bukti untuk memeriksa rincian yang mendukung saldo akun, tidak
semata-mata memeriksa saldo akun itu sendiri. Sebagai contoh, dalam mengaudit piutang
usaha, auditor mendapatkan master file daftar piutang usaha yang harus cocok dengan saldo
di buku besar. Tujuan audit saldo piutang usaha diterapkan pada akun-akun pelanggan yang
tercantum dalam daftar tersebut.
32
usaha, padahal piutang kepada pelanggan tersebut sungguh-sungguh ada,
merupakan pelanggaran atas tujuan kelengkapan. Tujuan audit ini sejalan dengan
asersi manajemen tentang kelengkapan saldo akun.
Pisah Batas. Dalam melakukan pengujian tentang pisah batas saldo saldo
akun, tujuan auditor adalah menentukan apakah transaksi telah dibukukan dan
dimasukkan ke dalam saldo akun pada periode yang tepat. Saldo sebuah akun sering
menjadi salah saji disebabkan oleh transaksi transaksi yang terjadi menjelang akhir
periode akuntansi. Pengujian pisah batas dapat dipandang sebagai bagian dari
pemeriksaan atas saldo akun akun di neraca atau transaksi-transaksi yang berkaitan,
tetapi para auditor biasanva melakukan pengujian tersebut sebagai bagian dari
33
pengauditan atas saldo akun. Dengan alasan tersebut pisah batas dimasukkan
sebagai tujuan audit saldo akun berkaitan dengan asersi penilaian dan
pengalokasian. Tujuan ketepatan waktu dalam audit atas transaksi bersangkutan
dengan ketepatan waktu pembukuan transaksi sepanjang tahun, sedangkan tujuan
pisah batas untuk tujuan audit saldo akun hanya untuk transaksi yang terjadi
mendekati akhir periode. Sebagai contoh, dalam suatu audit untuk tahun yang
berakhir tanggal 31 Desember, sebuah transaksi penjualan yang pengirimannya
dilakukan pada bulan Februari tetapi baru dicatat pada bulan Maret, merupakan
suatu kesalahan ditinjau dari tujuan audit transaksi, tetapi tidak demikian ditinjau
dari sudut tujuan audit saldo akun.
Nilai Bersih Bisa Terealisasi. Tujuan ini berkaitan dengan apakah suatu
saldo akun telah diturunkan dari biaya perolehan historis (cost) menjadi nilai bersih
bisa terealisasi atau bila standar akuntansi mengharuskan menjadi nilai pasar.
Contoh penerapan tujuan ini adalah pada waktu auditor memeriksa kecukupan
cadangan kerugian piutang atau menurunkan nilai persediaan untuk persediaan yang
sudah kuno. Tujuan ini hanya diterapkan pada akun aset dan juga merupakan suatu
bagian dari asersi penilaian dan pengalokasian untuk saldo akun.
Hak dan kewajiban. Selain harus ada, sebagian besar aset harus dimiliki
sebelum bisa dimasukkan ke dalam laporan keuangan. Demikian pula, kewajiban
harus benar-benar merupakan utang perusahaan. Hak milik selalu dikaitkan dengan
aset, sedangkan kewajiban selalu berkaitan dengan utang. Tujuan ini sejalan dengan
asersi manajemen tentang hak dan kewajiban untuk saldo akun.
34
Tujuan Spesifik Audit Saldo Akun
35
Kecocokan - Total saldo semua persediaan yang tercantum di buku
pembantu cocok dengan buku besar.
Keterjadian serta hak dan kewajiban – Aktiva dan kewajiban entitas ada pada
tanggal tertentu, transaksi pendapatan, dan biaya terjadi pada periode tertentu.
Kelengkapan – Semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan dalam
laporan keuangan.
Keakurasian dan Penilaian– Komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya
telah disajikan dalam laporan keuangan dengan jumlah sebenarnya.
Penggolongan dan Kejelasan – Komponen tertentu laporan keuangan telah
digolongkan, digambarkan , dan diungkapkan secara semestinya.
36
wesel bayar sudah akurat.
Penggolongan dan Kejelasan - Wesel bayar secara tepat diklasifikasikan sebagai
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dan pengungkapan laporan keuangan
yang berkaitan dapat dipahami.
Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti yang harus
dikumpulkan untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut untuk setiap audit. Untuk
melakukan hal itu, auditor harus mengikuti suatu proses audit, yaitu metoda yang
dirancang dengan cermat untuk menghargai audit untuk memastikan diperolehnya
bukti kompeten yang cukup, dan tercapainya semua tujuan audit yang diperlukan.
Proses audit memiliki empat tahapan, yaitu :
Ada berbagai cara yang dapat ditempuh auditor dalam mengumpulkan bukti
untuk memenuhi tujuan akhir suatu audit yaitu memberi pendapat atas laporan
keuangan. Dua hal penting yang harus selalu dipertimbangkan auditor dalam setiap
audit adalah memilih:
1. Bukti yang cukup dan tepat harus dikumpulkan untuk memenuhi tanggungjawab
profesional auditor.
Hal pertama adalah yang terpenting, tetapi meminimumkan biaya juga perlu
dilakukan apabila kantor akuntan publik ingin bersaing dan memperoleh laba.
37
Apabila tidak ada masalah dalam pengendalian biaya, pengambilan keputusan
tentang bukti dapat mudah dilakukan. Auditor bisa menambah bukti yang
diperlukan, tanpa khawatir dengan masalah efisiensi, sampai akhirnya auditor cukup
puas bahwa tidak terdapat kesalahan penyajian material dalam audit yang sedang
dihadapinya.
Persoalan pengumpulan bukti yang cukup dan tepat serta pengendalian biaya
audit adalah dua hal penting dalam membuat perencanaan suatu penugasan
Perencanaan harus menghasilkan suatu pendekatan audit yang efektif pada tingkat
biaya yang masuk akal Perencanaan dan perancangan suatu pendekatan audit dapat
dipecah menjadi beberapa bagian.
Agar dapat menetapkan risiko salah saji dalam laporan keuangan secara
memadai dan membuat kesimpulan atas informasi yang diperoleh selama audit
berlangsung, auditor harus memiliki pemahaman yang cukup tentang bisnis klien
dan lingkungan yang bersangkutan, termasuk pengetahuan tentang strategi dan
proses. Auditor harus mempelajari model bisnis klien, melaksanakan prosedur
review analitis dan membuat perbandingan dengan kompetitor. Auditor juga harus
memahami persyaratan akuntansi yang unik untuk beberapa bidang usaha klien.
Resiko salah saji dalam laporan keuangan akan dapat terkurangi apabila
klien memiliki pengendalian yang efektif atas operasi dan pengolahan transaksi. Di
muka telah disinggung bagaimana kemampuan pengendalian internal klien dalam
menghasilkan laporan keuangan yang bisa dipercaya dan mengamankan aset serta
catatan-catatan merupakan hal paling penting dan diakui secara luas dalam praktik
pengauditan Auditor harus mengidentifikasi pengendalian internal dan
mengevaluasi efektivitasnya, suatu proses yang disebut menetapkan risiko
pengendalian. Apabila pengendalian internal dipandang efektif risiko pengendalian
direncanakan bisa diturunkan dan jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan dapat
38
dikurangi secara signifikan dibandingkan dengan bilamana pengendalian internal
tidak memadai.
Auditor juga menilai catatan transaksi yang dibuat klien dengan melakukan
verifikasi atas jumlah-jumlah rupiah transaksi, suatu proses yang disebut pengujian
substantif transaksi. Sebagai contoh, untuk menguji keakurasian transaksi
penjualan, auditor bisa menggunakan perangkat lunak komputer untuk
membandingkan antara harga jual per unit yang tercantum dalam arsip faktur
39
dengan suatu file elektronik yang berisi harga jual per unit yang telah diotorisasi
manajemen perusahaan. Seperi halnya pengujian pengendalian yang diterangkan
dalam paragraf di atas, pengujian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi tujuan
audit keakurasian transaksi penjualan. Demi efisiensi, auditor kadang kadang
melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif pada waktu yang
bersamaan.
Setelah auditor menyelesaikan semua prosedur untuk setiap tujuan audit dan
untuk setiap akun laporan keuangan beserta pengungkapan yang bersangkutan,
auditor harus mengumpulkan semua hasil dan menyimpulkan berdasarkan sistem
audit yang ada .
40
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makalah ini telah membahas tanggung jawab manajemen atas laporankeuangan dan
pengendalian internal serta tanggung jawab auditor untuk mengaudit laporan keuangan dan
keefektifan pengendalian internal ataslaporan keuangan, makalah ini juga membahas asersi
manajemen dantujuan yang berkaitan dengan audit, serta cara auditor memilih audituntuk
menghasilkan suatu tujuan audit khusus. Kemudian mengumplkan bukti untuk memperoleh
kepastian bahwa setiap tujuan dari audit telah di penuhi.
41
DAFTAR PUSTAKA
42