Anda di halaman 1dari 20

Ringkasan Materi Kuliah (RMK)

PENGAUDITAN II
“ Sampling Audit ”

Oleh:
Kelompok 6

Kadek Dita Purwita Sari(1807531103)


Teresia Novianti Wardani (1807531198)
Eva Oktavia Ruwu(1807531247)
Giovany Raeng Sugi Saba Tambing (1807531242)
I Dewa Made Wahyu Winata(1807531236)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
1. SAMPEL REPRESENTATIF

Suatu sampel representative adalah sampel yang memiliki karakteristik yang hampir sama
dengan karakteristik populasi. Hal ini berarti bahwa unsure sampel serupa dengan unsur yang
tidak dikutsertakan dalam sampel. Apabila auditor memilih suatu sampel yang terdiridari 100
duplikat faktur penjualan dan menemukan 3 duplikat faktur yang tidak dilampiri dokumen
pengiriman barang, maka sampel tersebut sangat representatif. Apabila dijumpai dua atau empat
unsur demikian dalam sampel, maka sampel dikatakan cukup representatif. Apabila tidak
dijumpai atau ditemukan banyak unsur demikian, maka sampel disebut tidak representatif.
Dalam praktik, auditor tidak pernah mengetahui apakah sampel representative atau tidak, bahkan
sampai setelah pengujian selesai dikerjakan.

• Risiko non-sampling adalah risiko bahwa suatu pengujian audit tidak dapat
mengungkapkan adanya penyimpangan dalam sampel. Dua penyebab risiko non-sampling
adalah: auditor gagal untuk mengetahui adanya penyimpangan dan tidak tepat atau tidak
efektifnya prosedur audit.
• Risiko sampling adalah risiko auditor mencapai suatu kesimpulan yang keliru karena
sampel tidak mencerminkan populasi. Risiko sampling adalah bagian inheren dari sampling yang
disebabkan karena penguji tidak dilakukan terhadap keseluruhan populasi. Auditor mempunyai
dua cara untuk mengontrol risiko sampling, yaitu:
1. Mengubah ukuran sampel
2. Mengunakan metoda yang tepat untuk memilih unsure sampel dari populasi.

2. SAMPLING STATISTIK DAN NON STATISTIK


Metoda sampling audit dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaknisampling statistic dan
sampling non-statistik. Kedua kategori ini serupa karena keduanya terdiri dari tiga tahapan,
yaitu:
1. Merencanakan sampel.
2. Memilih sampel dan melakukan pengujian
3. Mengevaluasi hasil
Tujuan perencanaan sampel adalah untuk memastikan bahwa pengujian audit dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga menghasilkan risiko sampling yang dinginkan dan meminimumkan
kemungkinan terjadinya kesalahan non-sampling. Pemilihan sampel menyangkut tentang
bagaimana suatu sampel dipilih dari populasi. Auditor hanya bisa melaksanakan pengujian audit
setelah unsure sampel dipilih. Penilaian hasil diambil dari kesimpulan berdasarkan pengujian
audit.

• Sampling statistik, Dalam sampling statistik, dengan menerapkan aturan matematika


dapat mengkuantifikasi (mengukur) risiko sampling dalamperencanaan sampel (tahap 1), dan
dalam mengevaluasi hasil (tahap 3). Anda mungkin masih ingat bagaimana menghitung hasil
statistic pada tingkat keyakinan 95% dalam matakuliah statistika. Tingkat keyakinan
mendatangkanrisiko sampling sebesar 5%.

• sampling non-statistik, auditor tidak mengkuantifikasi risiko sampling. Auditor memilih


unsur-unsur sampel yang diyakininya akan member informasi yang paling bermanfaat, dalam
situasi yang dihadapi,dan mencapai kesimpulan tentang populasi berdasarkan hasil
pertimbangannya. Karena alasan tersebut, penggunaan sampling non-statistik sering disebut
judgemental sampling.

PEMILIHAN SAMPEL PROBABiLISTIK DAN NON- PROBABILISTIK


• pemilihan sampel probabilistik, auditor memilih unsur-unsur sampel secara acak
(random) yang setiap unsure populasinya memiliki probabilitas yang diketahui untuk
dimasukkan dalam sampel. Proses ini membutuhkan ketelitian yang tinggi dan menggunakan
salah satu dari berbagai metoda yang akan dibahas nanti.
• pemilihansampel nor-probabilistik, auditor memilih unsure sampel dengan
menggunakan pertimbangan profesionalnya, tidak menggunakan metoda probabilistik. Auditor
dapat memilih salah satu dari metoda pemilihan sampel non-probabilistik.

3. METODA PEMILIHAN SAMPEL NON PROBALISTIK


Metoda pemilihan sampel non-probabilistik adalah metoda-metoda yang tidak memenuhi
persyaatan teknis untuk pemilihan sampel probabilistik. Karena metoda-metoda tersebut tidak
didasarkan pada probabilitas matematika, keterwakilan sampel menjadi sulit untuk ditentukan.
PEMILIHAN SAMPEL LANGSUNG
Dalam metoda pemilihan sampel langsung, auditor secara sengaja memilih setiap unsur di dalam
sampel berdasarkan criteria menurut pertimbangannya sendiri dan tidak memilihnya secara acak.
Pendekatan yang digunakan terdiri dari:

Unsur yang Paling Mungkin Berisi Kesalahan Penyajian

Auditor sering kali bisa mengidentifikasikan unsure populasi mana yang paling mungkin berisi
kesalahan penyajian. Sebagaicontoh, piutang usaha yang lama sekali tidak tertagih, pembelian
dari dan penjualan kepada pejabat perusahaan dan perusahaan afiliasi, dan transaksi yang
luarbiasa besar atau sangat kompleks.

Unsur Yang Berisi Karakteristik Populasi Tertentu

Dengan memilih satu atau lebih unsure yang memiliki karakteristik populasi yang
berbeda, auditor mungkin bisa merancang sampel yang representatif. Sebagai contoh, auditor
bisa memilih satu sampel pengeluaran kas yang menyangkut beberapa bulan, setiap rekening kas
di bank atau setiap lokasi, dan setiap jenis pengeluaran besar.

Unsur Bernilai Rupiah Besar

Auditor kadang-kadang dapat memilih suatusampel yang mencakup sebagian besar dari
total rupiah populasi dan dengan cara itu dapat mengurangi risiko menarik kesimpulan yang
tidak tepat karena tidak memeriksa unsur-unsur yang kecil. Dalam kebanyakan audit, cara ini
merupakan pendekatan yang praktis, terutama pada perusahaan kecil, dimana sejumlah kecil
unsure populasi membentuk bagian besar dari nilai total populasi. Beberapa metoda sampling
statistik juga dirancang untuk mencapai tujuan yang sama.

PEMILIHAN SAMPEL BLOK

Dalam pemilihan sampel blok, auditor auditor memilih unsure pertama dalam suatu blok,
dan selanjutnya dipilih secara berurutan. Contohnya: Sampel blok akan merupakan 100 transaksi
penjualan berurutan dari jurnal penjualan untuk minggu ketiga bulan Maret. Auditor dapat
memilih total sampel sebesar 100 dengan mengambil 5 blok terdiri dari 20 unsur, 10 blok terdiri
dari 10 unsur, 50 blok terdiri dari 2 unsur, atau satu blok terdiri dari 100 unsur.

Penggunaan sampel blok biasanya dapat diterima hanya apabila jumlahblok yang
digunakan cukup banyak. Apabila hanya sedikit blok yang digunakan, probabilitas untuk
mendapatkan satu sampel yang tidak representative akan terlalu besar, terutama bila terjadi
pergantian pegawai, terjadi perubahan system akuntansi, dan adanya sifat musiman seperti yang
sering dijumpai dalam banyak bisnis. Dalam contoh yang lalu, sampling 10 blok terdiri dari 10
unsur minggu ketiga bulan Maret jauh kurang tepat dibandingkan dengan sampling yang dipilih
berupa 10 blok dari 10 unsur pada 10 bulan yang berbeda.

Sampel blok dapat juga digunakan sebagai suplemen terhadap sampel lain apabila
terdapat kemungkinan besar terjadi kesalahan penyajian pada suatu periode yang diketahui.
Contohnya auditor mungkin bisa memilih 100 penerimaan kas yang selurunya dari minggu
ketiga bulan Maret apabila pada periode waktu tersebut pegawai bagian akuntansi sedang cuti
dan pegawai pengganti sementara yang kurang pengalaman menangani transaksi penerimaan
kas.

Pemilihan Sampel Sembarang (Haphazard)

Pemilihan sampel sembarang adalah pemilihan unsur-unsur tanpa suatu biasa yang
disadari auditor. Dalam hal seperti ini, auditor memilih unsure populasi tanpa
mempertimbangkan ukuran, sumber ataupun karakteristik pembeda lainnya. Kelemahan paling
serius pemilihan sampel sembarang adalah sulitnya memegang teguh untuk sepenuhnya tidak
bias dalam pemilihan. Unsur popullasi tertentu mempunyai kemungkinan untuk terpilih sebagai
sampel.

Meskipun pemilihan sampel sembarang dan sampel blok Nampak kurang logis
dibandingkan dengan pemilihan sampel langsung, namun keduanya sering berguna dalam situasi
dimana biaya dari metode pemilihan sampel yang lebih kompleks lebih besar dari pada manfaat
yang diperoleh dari pendekatan ini. Contohnya auditor bermaksud untuk menelusur
pengkreditan dari master file piutang kejurnal penerimaan kas dan sumber terotorisasi lainnya
untuk menguji ada tidaknya pengkreditan fiktif dalam master file. Dalam hal seperti itu, banyak
auditor menggunakan pendekatan sampel sembarang atau blok, karena lebih sederhana atau lebih
murah dari pada metode pemilihan sampel lainnya.

METODA PEMILIHAN SAMPEL PROBALISTIK

Sampling statistic mengharuskan digunakannya sampel probabilistic untuk menhitung


risiko sampling. Untuk sampel probabilistik, auditor tidak menggunakan pertimbanggan
(judgement) tentang unsur sampel mana yang akan dipilih, kecuali dalam memilih metoda
seleksinya.

PEMILIHAN SAMPEL ACAK SEDERHANA

Dalam suatu sampel acak sederhana, setiap kombinasi unsure populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dimasukan dalam sampel. Auditor menggunakan sampling acak
sederhana apabila tidak ada kebutuhan untuk menekankan pada satu atau lebih tipe unsure
populasi. Apabila auditor akan menggunakan sampel acak sederhana, dapat menggunkan metoda
tersebut apabila semua unsur dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama dalam
pemilihan. Nomor-nomor acak adalah serangkaian angka yang memiliki probabilitas yang sama
untuk terjadi dalam jangka panjang dan tidak memiliki pola tertentu. Para auditor sering
menghasilkan nomor-nomor acak dengan menggunakan salah satu dari tiga teknik pemilihan
sampel berbantuan computer yaitu electronic spread sheets, random number generator
programs, mereka biasanya lebih senang untuk menggunakan komputer yang menghasilkan
nomor-nomor acak dibandingkan dengan menggunkan metode pemilihan probabilitas lainnya.

Nomor-nomor acak bisa diperoleh dengan atau tanpa penggantian. Dengan penggantian
berarti bahwa suatu elemen dalam populsi dapat diikut sertakan dalam sampel lebih dari satu
kali. Dalam pemilihan tanpa penggantian, suatu unsure hanya dapat diikut sertakan satu kali.
Meskipun kedua pendekatan tersebut sejalan dengan teori statistik, namun auditor jarang
menggunakan sampling dengan penggantian.

PEMILIHAN SAMPEL SISTEMATIK

Dalam pemilihan sampel sistematis, auditor menghitung suatu interval dan kemudian
memilih unsur-unsur untuk sampel berdasarkan ukuran interval. Interval ditentukan dengan
membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki. Keuntungan pemilihan
sistematika adalah mudah penggunaannya. Dalam kebanyakan populasi, sampel sistematik dapat
dengan cepat ditarik dan secara otomatis meletakan nomor-nomor secara berurutan sehingga
memudahkan untuk membuatdokumentasi.

Kelemahan pemilihan sampel sistematik ialah adanya kemungkinan terjadi bias. Sekali
unsure pertama dalam sampel terpilih, maka unsure lainnya dalam sampel akan terpilih secara
otomatis. Hal seperti ini tidak menjadi masalah apabila karakteristik interest, seperti misalnya
suatu kemungkinan penyimpangan pengendalian, terdistribusi secara acak di seluruh populasi,
yang kenyataannya tidak selalu demikian.

PEMILIHAN SAMPEL PROBABILITAS PROPORSIONAL TERHADAP UKURAN


DAN SAMPEL BERJENJANG

Dalam banyak situasi pengaudiitan, biasanya akan menguntungkan untuk memilih sampel yang
menekankan pada unsur-unsur populasi yang berjumlah besar. Ada dua cara untuk memperoleh
sampel seperti itu, yaitu :

1. Menggambil sampel yang kemungknan terpilih setiap unsure individualnya proporsional


dengan jumlah rupiah di pembukuan. Metoda ini disebut pemilihan sampel probabilitas
proporsional dengan ukuran (PPU), dan kemudian dievaluasi dengan menggunakan sampling
statistik unit moneter.
2. Membagi populasi menjadi sub populasi, biasanya dengan ukuran rupiah, dan mengambil
sampel yang lebih besar dari sub populasi dengan ukuran yang lebih besar. Hal seperti ini disebut
pemiilihan sampel berjenjang, atau dievaluasi denggan menggunakan sampling non-statistik
atau sampling statistic variabel.

PEMILIHAN SAMPEL UNTUK TINGKAT PENYIMPANGAN

Auditor menggunakan sampel dalam pengujian pengendalian dan pengujian sustantif transaksi
untuk menafsir persentase unsur-unsur dalam suatu populasi yang berisi suatu karakteristik atau
atribut. Persentase ini disebut tingkat keterjadian atau tingkat penyimpangan.

Auditor menaruh perhatian pada jenis-jenis penyimpangan dalam populasi data akuntansi
berikut :
1. Penyimpangan dari pengendalian yang ditetapkan klien.
2. Kesalahan penyajian rupiah dalam populasi data transaksi.
3. Kesalahan penyajian rupiah dalam populasi detil saldo akun.

Pengetahuan tentang tingkat penyimpangan terutama berguna untuk penyimpang anti


yang bersangkutan dengan transaksi. Oleh karena itu, auditor banyak menggunakan audit
sampling yang mengukur tingkat penyimpangan dalam melakukan pengujian pengendalian dan
pengujian substantive transaksi. Untuk penyimpangan tipe tiga, auditor biasanya perlu menaksir
jumlah total rupiah penyimpangan karena auditor harus menetapkan apakah kesalahan penyajian
material atau tidak. Tingkat penyimpangan dalam suatu sampel digunakan untuk menaksir
tingkat penyimpangan dalam keseluruhan populasi. Istilah penyimpangan harus diartikan baik
berupa deviasi terutama berkaitan dengan penyimpangan dan pengendalian yang ditetapkan.
Karena tingkat penyimpangan didasarkan pada suatu sampel, terdapat kemungkinan signifikan
bahwa tingkat penyimpangan sampel berbeda dari tingkat penyimpangan populasi yang
sesungguhnya. Perbedaan ini disebut kesalahan sampling. Auditor perlu berhati-hati dengan
taksiran kesalahan sampling dan kendala dari taksiran tersebut, yang disebut risiko sampling.
Dalam penggunaan sampling audit untuk tingkat penyimpangan, auditor ingin mengetahui
tingkat penyimpangan yang paling mungin, dan bukan lebarnya interval keyakinan. Oleh karena
itu, auditor focus pada batas atas dari taksiiran interval yang disebut taksiran atau computer
upper exception rate (CUER) dalam pengujian pengendalian dan pengujian substantiv
transaksi.

PENERAPAN PEMILIHAN SAMPEL AUDIT NON-STATISTIK

Auditor menggunakan 14 langkah untuk menerapkan audit sampling dalam pengujian


pengendalian dan pengujian substantif. transaksi, Langkah-langkah tersebut terbagi dalam tiga
tahapan seperti telah diuraikan di atas, Auditor harus melakukan langkah demi langkah dengan
comat untuk tercapai penerapan yang tepat baik dari segi auditing maupun persyaratan sampling.
Kita akan menggunakan contoh audit pada PT ABC untuk melukiskan langkah demi langkah
dalam pembahasan berikut.
Merencanakan Sampel

1. Tetapkan tujuan pengujian audit.


2. Tentukan apakah audit sampling bisa diterapkan.
3. Rumuskan atribut dan kondisi penyimpangan.
4. Rumuskan populasi
5. Rumuskan unit sampling
6. Tetapkan tingkat penyimpangan bisa ditoleransi.
7. Tetapkan risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah yang bisa diterima.
8. Taksirlah tingkat penyimpangan populasi.
9. Tentukan ukuran sampel awal.

Memilih Sampel dan Melaksanakan Prosedur Audit

10. Pilihlah sampel


11. Laksanakanprosedur audit

Mengevaluasi Hasil

12. Lakukangeneralisasidarisampelkepopulasi.
13. Lakukananalisispenyimpangan
14. Tentukanakseptabilitaspopulasi.

Tabel 12-7 Probabilitas untuk Setiap Tingkat Penyimpangan - Tingkat Penyimpangan


Populasi 5% dan Ukuran Sampel 50.

Jumlah
Penyimpanga Presentase Probabilita Probabilitas
n Penyimpangan s Kumulatif

0 0 0,0769 0,0769

1 2 0,2025 0,2794

2 4 0,2611 0,5405

3 6 0,2199 0,7604
4 8 0,1360 0,8964

5 10 0,0656 0,9620

6 12 0,0260 0,9880
###
7 14 0,0120 #

Merencanakan Sampel
1 . Menetapkan tujuan pengujian audit. Sama, baik untuk sampling
atribut maupun sampling nonstatistik.
2 . Memastikan apakah sampling audit bisa diterapkan. Sama, baik untuk sampling
atribut maupun sampling nonstatistik.
3 . Merumuskan atribut dan kondisi penyimpangan. Sama, baik untuk sampling atribut
maupun sampling nonstatistik.
4 . Merumuskan populasi. Sama, baik untuk sampling atribut maupun sampling nonstatistik.
5 . Merumuskan unit sampling. Sama, baik untuk sampling atribut maupun sampling nonsta
tistik.
6 . Merumuskan tingkat penyimpangan bisa ditoleransi. Sama, baik untuk sampling atribut
maupun sampling nonstatistik.
7 . Menetapkan risiko bisa diterima untuk penetapan risiko pengendalian terlalu rendah.
Konsep untuk perumusan risiko sama, baik untuk sampling statistik maupun nonstatistik,
tetapi metode untuk mengkuantifikasi biasanya berbeda. Untuk sampling nonstatistik,
auditor biasanya menggunakan risiko bisa diterima yang rendah, medium, atau tinggi.
Dalam metode sampling atribut, auditor biasanya menetapkan suatu jumlah tertentu,
seperti misalnya risiko 10% atau 5% metode ini berbeda karena auditor perlu mengev-
aluasi hasil secara statistik.
8 . Menaksir tingkat penyimpangan populasi. Sama, baik untuk sampling atribut maupun
sampling nonstatistik.
9 . Menentukan ukuran sampel awal. Ada empat faktor yang menentukan ukuran sampel
awal, baik untuk sampling statistik maupun nonstatistik, yaitu: ukuran populasi, TER,
ARACR, dan EPER. Dalam sampling atribut, auditor menentukan ukuran sampel dengan
menggunakan program komputer atau tabel yang dikembangkan dari formula satatistik.

Dua tabel dalam Tabel 12 - 8 di bawa ini dikutip dari AICPA Audit Sampling Guide.
Tabel di halaman 590 adalah untuk ukuran sampel dengan ARACR 5%, sedangkan yang di
halaman 591 untuk ARACR 10%.

Pengunaan Tabel
Apabila auditor akan menggunakan tabel untuk menentukan ukuran sampel awal, harus diikuti
empat tahap berikut ini :
i . Pilih tabel yang cocok dengan ARACR
ii . Tentukan lokasi TER pada bagian atas tabel.
ii
i . Tentukan lokasi EPER pada kolom paling kiri.
iv . Baca kolom TER yang sesuai ke bawah hingga memotong baris EPER yang sesuai.
Angka yang tertulis dalam titik perpotongan itu menunjukan ukuran sampel awal.

Dengan menggunakan contoh audit pada PT ABC, dimisalkan auditor bermaksud untuk
menurunkan penetapan risiko pengendalian untuk kesesuaian antara order penjualan
dengan faktur apabila jumlah penyimpangan dalam populasi (atribut 6 dalam Tabel 12-3) tidak
lebih dari 7% (TER), pada ARACR 5%. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, auditor mene-
tapkan EPER sebesar 1%. Dengan menggunakan tabel ARACR 5%, tentukan lokasi kolom

DISTRIBUSI SAMPLING
Auditor mendasarkan inferensi statistik pada distribusi sampling. Distribusi sampling adalah
frekuensi distribusi hasil dari seluruh sampel yang mungkin dari suatu ukuran tertentu yang bisa
dicapai dari suatu populasi yang berisi sejumlah karakteristik spesifik. Distribusi sampling
memungkinkan auditor untuk membuat pernyataan probabilitas tentang kemungkinan
keterwakilan setiap sampel yang ada dalam distribusi.

Sebagai contoh dalam suatu populasi faktur penjualan, 5% di antaranya tidak dilampiri dengan
bukti pengiriman barang sebagai- mana diharuskan oleh pengendalian internal klien. Apabila
auditor mengambil suatu sampel yang terdiri dari 50 faktur penjualan, berapa banyak dan faktur-
faktur tersebut yang tidak dilampiri dengan bukti pengiriman barang? Perkalian sederhana akan
menaksir 2,5 penyimpangan (5% dan 50), tetapi angka ini tidak mungkin karena tidak mustahil
ada penyimpangan sebesar setengah. Dalam kenyataannya, sampel bisa saja tidak mengandung
penyimpangan atau malahan berisi penyimpangan lebih dari 10. Distribusi sampling berbasis
binominal menerangkan kepaja kita probabilitas dari setiap kemungkinan jumlah penyimpangan.
Tabel 12 7 melukiskan distribusi sampling untuk contoh populasi dengan suatu sampel terdiri
dari 50 unsur dari suatu populasi yang sangat besar dengantingkat penyimpangan 5%. Untuk
menghitung probabilitas ditemukannya suatu sampel dengan paling sedikit satu penyimpangan,
kurangkan probabilitas tidak terjadinya penyimpangan dari 1 (100 persen). Dengan cara seperti
itu, kita memperoleh kemung-kinan untuk menemukan suatu sampel dengan paling sedikit satu
penyimpangan yaitu 1 - 0,0769 atau 92,31%.

Setiap tingkat penyimpangan populasi dan ukuran sampel memiliki distribusi sampling yang
unik. Distribusi untuk suatu sampel berukuran 100 dari suatu populasi dengan tingkat
penyimpangan 5% berbeda dari contoh yang lalu, demikian pula distribusi dari suatu sampel
sebesar 50 dari suatu populasi dengan tingkat penyimpangan 3%.

Sudah barang tentu auditor tidak akan mengambil sampel ulangan dari populasi yang telah
diketahui. Auditor mengambil satu sampel dari populasi yang tidak diketahui dan menjumpai
sejumlah penyimpangan dalam sampel tersebut. Tetapi pengetahuan tentang distribusi sampling
memungkinkan auditor untuk secara statistik membuat pernyataan yang valid tentang populasi.
Apabila auditor memilih suatu sampel yang terdiri dari 50 faktur penjualan untuk menguji
apakah faktur tersebut dilampiri bukti pengiriman barang dan menemukan satu penyimpangan,
auditor bisa memeriksa tabel probabilitas pada Tabe! 12-7 dan mengetahui bahwa terdapat 20,25
persen probabilitas bahwa sampel dari suatu populasi dengan tingkat penyimpangan 5%, dan
79,75% (1- 0,2025) probabilitas bahwa suatu sampel yang diambil dari suatu populasi memiliki
tingkat penyimpangan yang lain. Berdasarkan kolom probabilitas kumulatif pada tabel 12-7,
auditor bisa menaksir 27,94% probabilitas bahwa sampel berasal dari suatu populasi dengan
tingkat penyimpangan lebih dari 5%, dan 72,06% (1- 0,2794) probabilitas bahwa sampel yang
diambil dari suatu populasi mempunyai tingkat penyimpangan 5% atau kurang. Karena ada
kemungkinan juga untuk menghitung probabilitas distribusi dengan tingkat penyimpangan
populasi yang lain, auditor menggunakan ini untuk menarik kesimpulan statistik tentang populasi
yang tidak diketahui yang disampel. Distribusi sampling ini adalah dasar untuk membuat tabel
yang digunakan auditor untuk sampling atribut.

Tabel 19-2 Penilaian Hasil Sampel dengan Menggunakan Sampling Atribut

ARACR 5%
Ukuran Jumlah Penyimpangan yang Ditemukan Sesungguhnya
Sampel 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20
25 11,3 17,6 . . . . . . . . .
30 9,5 14,9 19,9 . . . . . . . .
35 8,3 12,9 17,0 . . . . . . . .
40 7,3 11,4 15,0 18,3 . . . . . . .
45 6,5 10,2 13,4 16,4 19,2 . . . . . .
50 5,9 9,2 12,1 14,8 17,4 19,9 . . . . .
55 5,4 8,4 12,2 13,5 15,9 18,2 . . . . .
60 4,9 7,7 10,2 12,5 14,7 16,8 18,8 . . . .
65 4,6 7,1 9,4 11,5 13,6 15,5 17,4 19,3 . . .
70 4,2 6,6 8,8 10,8 12,6 14,5 16,3 18,0 19,7 . .
75 4,0 6,2 8,2 10,1 11,8 13,6 15,2 16,9 18,5 20,0 .
80 3,7 5,8 7,7 9,5 11,1 12,7 14,3 15,9 17,4 18,9 .
90 3,3 5,2 6,9 8,4 9,9 11,4 12,8 14,2 15,5 16,8 18,2
100 3,0 4,7 6,2 7,6 9,0 10,3 11,5 12,8 14,0 15,2 16,4
125 2,4 3,8 5,0 6,1 7,2 8,3 9,3 10,3 11,3 12,3 13,2
150 2,0 3,2 4,2 5,1 6,0 6,9 7,8 8.6 9,5 10,3 11,1
200 1,5 2,4 3,2 3,9 4,6 4,6 5,9 6,5 7,2 7,8 8,4

ARACR 10%
Ukuran Jumlah Penyimpangan yang Ditemukan Sesungguhnya
Sampel 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20
20 10,9 18,1 . . . . . . . . .
25 8,8 14,7 19,9 . . . . . . . .
30 7,4 12,4 16,8 . . . . . . . .
35 6,4 10,7 14,5 18,1 . . . . . . .
40 5,6 9,4 12,9 16,0 19,0 . . . . . .
45 5,0 8,4 11,8 14,3 17,0 19,7 . . . . .
50 4,6 7,6 10,3 12,9 15,4 17,8 . . . . .
55 4,1 6,9 9,4 11,8 14,1 16,3 18,4 . . . .
60 3,8 6,4 8,7 10,8 12,9 15,0 16,9 18,9 . . .
70 3,3 5,5 7,5 9,3 11,1 12,9 14,6 16,3 17,9 19,6 .
80 2,9 4,8 6,6 8,2 9,8 11,3 12,8 14,3 15,8 17,2 18,6
90 2,6 4,3 5,9 7,3 8,7 10,1 11,5 12,8 14,1 15,4 16,6
100 2,3 3,9 5,3 6,6 7,9 9,1 10,3 11,5 12,7 13,9 15,0
120 2,0 3,3 4,4 5,5 6,6 7,6 8,7 9,7 10,7 11,6 12,6
160 1,5 2,5 3,3 4,2 5,0 5,8 6,5 7,3 8,0 8,8 6,5
200 1,2 2,0 2,7 3,4 4,0 4,6 5,3 5,9 6,5 7,1 7,6
*lebihdari 20%

Catatan: Tabel ini menyajikan persentase tingkat batas atas penyimpangan terhitung. Tabel
mengasumsikan populasi yang besar.

Dimungkinkan untuk memiliki ukuran sampel yang tidak sama dengan ukuran yang
ditunjukkan dalam tabel penilian sampling atribut. Jika hal ini terjadi, biasanya auditor
melakukan interpolasi untuk menaksir data yang jatuh diantara data yang tertera dalam tabel.

Tabel di atas mengasumsikan ukuran populasi yang sangat besar (tak terbatas), yang
berakibat CUER yang lebih konservatif dibandingkan dengan untuk populasi yang lebih kecil
.Seperti halnya dengan ukuran sampel, pengaruh ukuran populasi terhadap CUER juga sangat
kecil sehingga diabaikan.

1. Menganalisis penyimpangan. Sama, baik untuk sampling atribut tmaupun Sampling non
statistik.
2. Memutuskan aksestabilitas populasi. Metodologi untuk memutuskan akseptabilitas
populasi, pada dasarnya sama baik
Untuk sampling atribut maupun sampling nonstatistik.Untuk sampling atribut, auditor
membandingkan CUER dengan TER untuk masing-masing atribut. Sebelum populasi dipandang
dapat diterima, CUER yang ditetapkan berdasarkan hasil sampel sesungguhnya harus lebih kecil
atau sama dengan TER apabila keduanya didasarkan pada ARACR yang sama. Dalam contoh
diatas, apabila auditor menetapkan TER 7% pada ARACR sebesar5% dan CUER adala 6,69%,
persyaratan untuk sampel telah terpenuhi.

Gambar 12-8 melukiskan pendokumentasian sampling yang telah selesai untuk pengujian
atribut 1 sampai 9 pada Tabel 12-3 untuk PT ABC dengan menggunakan sampling atribut.
Perhatikan bahwa banyak informasi dalam Gambar12-8 konsisten dengan informasi untuk
sampling nonstatistik yang disajikan pada gambar 12-4. Perbedaan pokok antara Gambar 12-4
dengan 12-8 adalah dalam hal pertimbangan auditor (auditor's judgement) tentang ARACR dan
ukuran sampel awal yang ditetapkan ketika merencanakan audit, serta perhitungan CUER
dengan menggunakan hasil pengujian sesungguhnya. Perhatikan bahwa dalam penerapan
sampling atribut, ARACR dinyatakan dalam angka yaitu 5% (Gambar 12-8).Pertimbangan yang
dinyatakan dalam angka untuk ARACR dilakukan sejalan dengan penetapan EPER dan TER
untuk menentukan ukuran sampel awal untuk setiap atribut dengan menggunakan Tabel 12-8.
CUER pada Gambar 12-8 ditentukan dengan menggunakan Tabel 12-9 berdasarkan
penyimpangan sampel yang teridentifikasi dan ukuran sampel sesungguhnya yang diuji.

Gambar 12-8 Data Sampling Atribut :Fungsi Pembuatan Faktur Pada PT ABC

Klien: PT ABC

Bidang Audit: Penhujian Pengendalian dan AkhirTahun: 31/12/2013

Pengujian Subtantif Transaksi – Fungsi UkuranPopulasi:


5.764

Pembuatan Faktur

Rumusan tujuan: Memeriksa duplikat faktur penjualan dan dokumen yang berkaitan untuk
menentukan apakah sistem berfungsi sebagaimana direncanakan dan diuraikan dalam program
audit.
Rumusan populasi (termasuk stratifikasi, jika ada): Faktur penjualan untuk periode 1/1/2013
sampai 31/10/2013. Nomor faktur pertama: 3689. Nomor faktur terakhir: 9452

Rumusan unit sampling, pengorganisasian unsure populasi, dan prosedur pemilihan acak
(random): Nomor faktur penjualan, keberurutan pencatatan dalam jurnal penjualan, nomor-
nomor acak yang dihasilkan computer

Audit Direncanakan Hasil Sesungguhnya


Ukuran Ukuran Jumlah Tingkat Perhitunga
EPER TER ARAC Sampel Sampel Penyim- penyim- nkesalahan
DESKRIPSI R awal pangan pangan Sampling
ATRIBUT sampel (TER-SER)
1. Keberadaan nomor
fakturpenjualan dalam 0 4 5 74 75 0 0 4.0
jurnal penjualan
(prosedur 12)
1. Jumlah dan data
lain 1 5 5 93 100 2 2 6.2
dalam master file
cocok
dengan ayat jurnal
penjualan (prosedur
13a)
2. Jumlah dan data
lain
Dalam duplikat faktur 1 5 5 93 100 0 0 3.0
Penjualan cocok
dengan
Ayat jurnal penjualan
(prosedur 13b)
4. Bukti bahwa harga
perkalian, dan 1 5 5 93 100 4 4 16.4
penambahan telah
diperiksa (ada paraf)
(prosedur 13b)

3. Kuantitas dan data


lain 1 5 5 93 100 4 4 9.0
Dalam dokumen
pengi-
Riman barang cocok
Dengan duplikat
faktur
Penjualan dan jurnal
penjualan (prosedur
13c)
4. Kuantitas dan
data lain dalam order 1 7 5 66 70 1 1.5 6.6
penjualan cocok
dengan duplikat
faktur penjualan
(prosedur 13d
5. Kuantitas dan
data lain dalam 1,5 9 5 51 50 0 0 5.9
pesanan dari pembeli
cocokdengan duplikat
faktur penjualan
(prosedur13e)
6. Penjualan kredit
disetujui 1,5 9 5 51 50 12 24 >20
(prosedur 13e)
7. Untuk pencatatan
penjualan dalam
jurnal penjualan
dokumen 1 7 5 66 65 0 0 4.6
pendukungnya
meliputi: duplikat
faktur penjualan,
dokumen
pengiriman
barang, order
penjualan, dan
pesanan dari
pembeli (prosedur
14)

Tujuan penggunaan hasil sampling:

1. Pengaruh terhadap Perencanaan Audit: Pengendalian yang diuji melalui atribut 1, 3,


6, 7 memberikan gambaran bahwa sistem beroperasi secara efektif dengan TER sama
atau lebih besar dari pada CUER. Penekanan tambahan diperlukan dalam konfirmasi,
cadangan kerugian piutang, pengujian pisah-batas, dan pengujian harga untuk audit
laporan keuangan berhubung dengan hasil pengujian untuk atribut 2,4,5, dan 8.
2. Rekomendasi untuk manajemen: Setiap penyimpangan harus dibicarakan dengan
manajemen. Rekomendasi khusus diperlukan untuk memperbaiki verifikasi internal atas
faktur penjualan dan untuk memperbaiki pendekatan atas pemberian persetujuan kredit.
Kasus :

PT KIMIA FARMA

PT kimia Farma merupakan salah satu dari produsen obat-obatan milik pemerintah yang ada di
Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya
laba bersih yaitu sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa(HTM). Namun, Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut
terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah ditemukan
kesalahan yang cukup mendasar.

Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar,
atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp
23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1
miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya penggelembungan dana
yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor untuk
menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT. Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3 Februari2002. Daftar harga
per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada
unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.

Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya


pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.

Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan


keuangan PT. Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen
melakukan kecurangan tersebut.Sebagai akibat dari kejadiannya, ini maka PT. Kimia
Farma dikenakan denda sebesar Rp 500 juta, direksi lama PT. Kimia Farma terkena denda Rp 1
miliar, serta partner HTM yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah.
Kesalahan yang dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi
risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma,
walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.

Anda mungkin juga menyukai