Anda di halaman 1dari 16

RANGKUMAN MATAKULIAH AKUNTANSI DANA DESA

PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Dosen Pengampu : Dr. Drs. Herkulanus Bambang Suprasto, M.Si., Ak., CA

Kelompok 3 :

I Gusti Ayu Diah Paramitha (1807531187)

Sang Ayu Putu Sri Darmayani (1807531221)

I Dewa Made Wahyu Winata (1807531236)

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
1. PELAKSANAAN PENDAPATAN DESA
Pelaksanaan pendapatan desa yaitu proses menerima dan mencatat pendapatan desa.
Pendapatan desa yang bersifat Pendapatan Asli Desa berasal dari masyarakat dan lingkungan
desa, sedangkan pendapatan transfer berasal dari pemerintah supra desa. Pihak yang terkait
dalam proses penerimaan pendapatan adalah pemberi dana (Pemerintah
Pusat/Prov/Kab/Kota, Masyarakat, Pihak ketiga), Penerima Dana (Bendahara Desa/Pelaksana
Kegiatan/Kepala Dusun) dan bank.
A. Pendapatan Asli Desa
Kelompok Pendapatan Asli Desa meliputi Hasil Usaha; Hasil Aset; Swadaya,
Partisipasi dan Gotong Royong; dan Lain-Lain Pendapatan Asli Desa. Seluruh pendapatan
yang diterima oleh Bendahara Desa harus disetorkan ke dalam Rekening Kas Desa.
 Pendapatan yang masuk katagori Hasil Usaha contohnya adalah pendapatan yang
berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar desa, dan pengelolaan
kawasan wisata skala desa. Pencatatan penerimaan dari BUM Desa berupa
penerimaan deviden harus disertai dengan bukti antara lain berupa bukti transfer
deviden, hasil RUPS, dan pengumuman laba BUM Desa. Sedangkan untuk
pendapatan sewa disertai dengan bukti antara lain kuitansi penerimaan sewa.
 Pendapatan yang berasal dari Aset Desa antara lain tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum dan jaringan irigasi. Pendapatan dari hasil pemanfaatan
aset umumnya adalah berupa Retribusi Desa. Retribusi Desa yaitu pungutan atas jasa
pelayanan yang diberikan pemerintah desa kepada pengguna/penerima manfaat aset
desa dimaksud. Ketentuan mengenai Retribusi Desa harus ditetapkan dalam
Peraturan Desa, dan pelaksanaan penerimaan retribusinya dilakukan oleh Bendahara
Desa atau petugas pemungut penerimaan desa yang telah ditetapkan oleh Kepala
Desa. Seluruh pendapatan Retribusi Desa yang diterima oleh Bendahara Desa harus
disetorkan ke dalam Rekening Kas Desa. Seluruh pendapatan yang diterima oleh
Petugas Pemungut harus segera disetorkan kepada Bendahara Desa.
 Swadaya dan partisipasi adalah membangun dengan kekuatan sendiri yang
melibatkan peran serta masyarakat dalam bentuk uang dan atau barang yang dinilai
dengan uang. Gotong royong adalah membangun dengan kekuatan sendiri yang
melibatkan peran serta masyarakat dalam bentuk jasa yang dinilai dengan uang.
Pendapatan yang berasal dari Swadaya, partisipasi dan gotong royong
contohnya adalah pekerjaan membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan
peran serta masyarakat berupa tenaga dan barang. Penerimaan dalam bentuk tenaga
dan barang harus dikonversikan/dinilai dengan uang (rupiah). Pendapatan dari
swadaya dan partisipasi masyarakat adalah sumbangan yang dikumpulkan dari
masyarakat desa yang diserahkan langsung kepada pelaksana kegiatan atau
dikoordinir dari lingkup kewilayahan terkecil yaitu tingkat Rukun Tetangga (RT)
atau dusun kemudian dikumpulkan dan disetorkan ke Pelaksana Kegiatan. Terhadap
pendapatan dari swadaya dan partisipasi masyarakat, dibuatkan bukti penerimaannya
berupa kuitansi/tanda terima barang. Untuk penerimaan yang diberikan dalam
bentuk tenaga dibuatkan daftar hadir atas orang-orang yang menyumbangkan
tenaganya. Atas bukti penerimaan atas swadaya dari masyarakat tersebut, baik yang
berupa natura ataupun tenaga yang telah dirupiahkan, ditembuskan kepada
Bendahara Desa untuk dicatat sebagai realisasi penerimaan swadaya yang akan
dilaporkan dalam APB Desa.
 Lain-lain Pendapatan Asli Desa antara lain diperoleh dari hasil pungutan desa.
Pungutan yang ada di desa antara lain yaitu pungutan atas penggunaan balai desa,
pungutan atas pembuatan surat-surat keterangan, pungutan atas calon penduduk
desa, dan lain sebagainya. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai
penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pelaksanaa Pungutan
Desa dilakukan oleh Bendahara Desa dibantu dengan petugas pemungut.

Seluruh pendapatan ini selanjutnya disetorkan oleh Bendahara Desa ke dalam


Rekening Kas Desa. Setiap pencatatan penerimaan sumbangan harus disertai dengan bukti
yang lengkap dan sah antara lain kuitansi penerimaan.

B. Pendapatan Transfer
Pendapatan Transfer Desa sebagaimana telah diuraikan berasal dari pemerintah
supra desa yang menyalurkan dana kepada desa sesuai amanat ketentuan yang berlaku atau
bantuan keuangan kepada desa. Dana Transfer yang akan diberikan kepada desa telah
tertuang dalam APBD Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan yang sebelumnya telah
diinformasikan kepada desa yaitu 10 hari setelah KUA/PPAS disepakati kepala daerah dan
DPRD. Besaran alokasi yang diterima desa secara umum ditetapkan dalam bentuk Keputusan
Kepala Daerah tentang penetapan besaran alokasi, misalnya Keputusan
Gubernur/Bupati/Walikota tentang Penetapan Besaran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi
Hasil Pajak/Retribusi dan Bantuan Keuangan. Atas alokasi anggaran tersebut selanjutnya
dilakukan penyaluran dana kepada desa secara bertahap sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap
tahapan penyaluran memiliki persyaratan yang telah ditentukan dan diatur dalam Peraturan
Kepala Daerah yang mengacu pada peraturan yang lebih tinggi. Sebagai contoh misalnya
mekanisme Dana Desa yang diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2014.
Mekanisme penyaluran Dana Desa diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2014 dan telah
diubah dua kali yaitu terakhir dengan PP Nomor 8 Tahun 2016. Dalam ketentuan tersebut
diatur bahwa Dana Desa disalurkan oleh Pemerintah kepada kabupaten/kota dengan cara
pemindah bukuan dari RKUN ke RKUD, selanjutnya oleh kabupaten/kota disalurkan ke desa
dengan cara pemindah bukuan dari RKUD ke RKD. Penyaluran Dana Desa dilakukan secara
bertahap pada tahun anggaran berjalan. Sesuai PP 8/2016 dan PMK 49/2016, penyaluran
dana desa dilakukan secara bertahap pada tahun anggaran berjalan dengan ketentuan:
a) Tahap I bulan Maret sebesar 60%.
b) Tahap II bulan Agustus sebesar 40%.
Penyaluran dari RKUD ke RKD dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
Dana Desa diterima di RKUD.

Dana Desa Tahap I


Penyaluran Dana Desa di RKUN ke RKUD tahap I dilakukan setelah Kepala KPPN
menerima :
 Peraturan daerah mengenai APBD kabupaten/kota tahun anggaran berjalan
 Peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian
Dana Desa setiap Desa;
 Laporan realisasi penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
 Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa tahun
anggaran sebelumnya

Dana Desa Tahap II


Penyaluran Dana Desa tahap II dilakukan setelah Kepala KPPN menerima :
 Laporan realisasi penyaluran Dana Desa tahap I dari bupati/walikota, menunjukkan
paling kurang sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari Dana Desa yang diterima di
RKUD telah disalurkan ke RKD ; dan
 Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa tahap I dari
bupati/walikota, menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan paling kurang sebesar
75% (tujuh puluh lima persen) dan rata-rata capaian output paling kurang sebesar
50% (lima puluh persen). Capaian output paling kurang sebesar 50% (lima puluh
persen) dihitung berdasarkan rata-rata persentase laporan capaian output dari seluruh
desa.
Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa Tahap I Tahun Anggaran 20XX,
disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan selanjutnya untuk
Tahap II disampaikan ke KPPN. Dalam hal bupati/walikota tidak menyampaikan persyaratan
penyaluran Dana Desa Tahap I sampai dengan bulan Juli dan persyaratan penyaluran Dana
Desa Tahap II sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, Dana Desa tidak disalurkan dan
menjadi Sisa Dana Desa di RKUN dan tidak dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran
berikutnya.
C. Pendapatan Lain-lain
Kelompok Pendapatan Lain-Lain meliputi Hibah, Sumbangan dari Pihak Ketiga
yang tidak mengikat dan Lain-Lain Pendapatan Desa yang Sah. Pelaksanaan penerimaan dari
Hibah, Sumbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Desa yang Sah, berupa KAS dilakukan
melalui Bendahara Desa. Pendapatan yang diterima dalam bentuk kas tunai oleh Bendahara
Desa harus segera disetorkan ke Rekening Kas Desa. Pencatatan penerimaan dari Hibah,
Sumbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Desa yang Sah harus disertai dengan bukti yang
lengkap dan sah antara lain kuitansi penerimaan.

2. PELAKSANAAN BELANJA DESA


Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang
disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah baik pemerintah
pusat maupun pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Hal tersebut seluruhnya tertuang dalam
RKP Desa yang pelaksanaannya akan diwujudkan melalui APB Desa. Setelah APB Desa
ditetapkan dalam bentuk Peraturan Desa, program dan kegiatan sebagaimana yang telah
direncanakan baru dapat dilaksanakan.
Pelaksanaan belanja desa adalah proses pengeluaran dari RKD untuk melaksanakan
berbagai program dan kegiatan yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
APBDesa. Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, Bendahara Desa melakukan
pengeluaran belanja desa atas kegiatan dimaksud. Transaksi yang dilakukan misalnya
pengeluaran belanja pegawai berupa pembayaran penghasilan tetap (yang dianggarkan dalam
kelompok belanja Penyelenggaraan Pemerintahan Desa); pengeluaran belanja barang dan jasa
berupa pembelian alat tulis kantor. Proses pelaksanaan Belanja Desa dimulai dari Verifikasi
RAB, pengajuan SPP serta pencairan SPP berupa pemberian uang/dana dari bendahara
kepada pelaksana kegiatan.
A. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Pihak yang paling berperan dalam pelaksanaan kegiatan adalah Pelaksana Kegiatan
yang diperankan oleh Kepala Seksi. Langkah awal yang harus dilakukan oleh pelaksana
kegiatan setelah APB Desa ditetapkan adalah mengajukan pendanaan untuk melaksanakan
kegiatan. Pengajuan tersebut harus disertai dengan dokumen antara lain Rencana Anggaran
Biaya. Rencana Anggaran Biaya sebelum dilaksanakan harus diverifikasi terlebih dahulu oleh
Sekretaris Desa dan disahkan oleh Kepala Desa.
Berdasarkan RAB Kegiatan yang telah disetujui oleh kepala desa, pelaksana kegiatan
melakukan proses kegiatan sesuai RAB tersebut misalnya berupa pengadaan barang/jasa yang
dilakukan melalui swakelola dan/atau melalui penyedia barang/jasa. Pengadaan barang
dan/atau jasa di desa diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam proses belanja di desa, terdapat kemungkinan 2 (dua) cara bagi Bendahara
Desa dalam melakukan pembayaran. Pertama, Bendahara Desa melakukan pembayaran tanpa
melalui panjar. Kedua, Bendahara Desa melakukan pembayaran melalui panjar terlebih
dahulu kepada Pelaksana Kegiaatan. Pilihan terdapat dua mekanisme ini disesuaikan dengan
kondisi dan persyaratan tertentu yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati/Walikota
sesuai kondisi daerah masing-masing.
 Pembayaran secara Langsung oleh Bendahara Desa Tanpa Panjar
Mekanisme pembayaran langsung oleh Bendahara Desa kepada pihak ketiga dilakukan
baik dengan melalui transfer atau melalui uang kas yang dipegang oleh Bendahara Desa.
Jenis pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara Desa yaitu:
 Pengeluaran yang bersifat rutin, seperti pengeluaran untuk keperluan pembayaran
penghasilan tetap dan tunjangan, operasional pemeliharaan perkantoran, operasional
BPD, serta operasional RT/RW.
 Pembayaran langsung kepada pihak ketiga untuk pembayaran dengan jumlah/syarat
tertentu setelah barang/jasa diterima dan SPP diajukan oleh pelaksana kegiatan,
diverifikasi oleh Sekretaris Desa dan disahkan oleh Kepala Desa.
 Pengeluaran Belanja Melalui Panjar
Mekanisme pemberian panjar kepada pelaksana kegiatan dilakukan setelah Pelaksana
Kegiatan mengajukan Surat Pengajuan Panjar Kegiatan kepada Kepala Desa melalui
Sekretaris Desa. Mekanisme pemberian panjar kepada pelaksana kegiatan hanya dapat
dilakukan apabila memenuhi kondisi yang dipersyaratkan yang cukup ketat. Kondisi tersebut
dapat berupa kondisi lapangan atau memenuhi batasan tertentu seperti batasan jumlah dan
batasan waktu pertanggungjawaban panjar. Sekretaris Desa dalam melakukan verifikasi
permintaan panjar kegiatan memperhatikan syarat dan pembatasan sesuai dengan ketentuan
yang mengatur panjar.
Pengaturan lain terkait panjar yaitu Panjar tidak boleh diberikan untuk kegiatan yang
sama jika panjar sebelumnya dipertanggungjawabkan. Atas panjar kegiatan yang diterima
dari Bendahara Desa, pelaksana kegiatan mencatat dalam Buku Kas Pembantu Kegiatan dan
membayarkan kepada pihak ketiga setelah barang/jasa diterima. Atas kuitansi pembayaran
tersebut selanjutnya dipertanggungjawabkan melalui pengajuan SPP untuk disahkan
belanjanya oleh Kepala Desa setelah melalui verifikasi oleh Sekretaris Desa. Pembayaran
tersebut dilakukan atas kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa, pembangunan
desa, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa yang menjadi tanggungjawab Kepala
Seksi sebagai Pelaksana Kegiatan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
B. Mekanisme Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
Setelah RAB disetujui, maka langkah berikutnya dalah pengajuan dana melalui SPP.
SPP merupakan dokumen yang berisi permintaan pembayaran atau pengesahan belanja. SPP
yang diajukan oleh Pelaksana Kegiatan diverifikasi terlebih dahulu oleh Sekretaris Desa
(ordonator) untuk kemudian mendapat persetujuan dari Kepala Desa (otorisator). SPP
sekaligus juga menjadi dasar perintah bagi Bendahara Desa dalam pembayaran atau
pengesahan belanja (comptable). Verifikasi atas SPP yang dilakukan oleh Sekretaris Desa
meliputi:
a) Meneliti kelengkapan permintaan pembayaran diajukan oleh pelaksana kegiatan.
b) Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APB Desa yang tercantum dalam
permintaan pembayaran.
c) Menguji ketersediaan dana untuk kegiatan dimaksud.
d) Menolak pengajuan permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan apabila tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Seluruh SPP kegiatan yang ada pada akhir periode akan dikompilasi untuk mengetahui
akumulasi belanja untuk setiap kegiatan. Untuk Kebutuhan penyusunan realisasi APB Desa
serta pengendalian, maka lembar 1 SPP dibuat sebanyak 3 rangkap, dengan rincian sebagai
berikut:
 Rangkap 1 (asli) untuk Bendahara Desa,
 Rangkap 2 untuk Sekretaris Desa, dan
 Rangkap 3 untuk Pelaksana Kegiatan.

Arsip SPP tersebut adalah dari Lembar 1 SPP yang telah ditanda tangani semua pihak
baik oleh Pelaksana Kegiatan, Sekretaris Desa, Kepala Desa dan Bendahara Desa. Khusus
untuk Bukti pendukung asli dan lampiran selanjutnya hanya diarsipkan oleh Bendahara Desa.
Pengajuan SPP oleh Pelaksana Kegiatan di atas dilampiri dengan: Pernyataan Tanggung
Jawab Belanja dan Bukti Transaksi
C. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja
Surat Pernyataan Tanggun Jawab Belanja (SPTB) merupakan lampiran dari SPP yang
diajukan. SPTB merupakan rekapitulasi SPJ yang telah dilakukan oleh pelaksana kegiatan.
Dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja ini ditambahkan kolom Nama dan Nomor
Rekening Pihak ketiga untuk memfasilitasi pembayaran yang karena batasan tertentu
mengharuskan pembayarannya melalui transfer bank. Surat Pernyataan ini didukung oleh
Bukti Transaksi yang merupakan syarat kelengkapan dalam pengajuan SPP.
D. Bukti yang Sah dan Lengkap
Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak secara jabatan yang
membuat, yang memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima. Hal lain yang
terpenting terkait bukti adalah bukti harus diberi nomor dan diarsipkan sehingga dapat
dengan mudah ditelusuri jika diperlukan. Bukti-bukti transaksi (termasuk dokumen
pembukuannya seperti BKU, Buku Bank dll) adalah dokumen resmi milik Pemerintah Desa.
Bukti Transaksi berfungsi untuk sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan juga
sebagai barang bukti apabila diperlukan dalam proses hukum, dalam hal terjadi dugaan
penyelewengan keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa.
E. Register SPP
Register SPP berguna sebagai alat kontrol bagi Sekretaris desa terhadap SPP yang
diajukan dari pelaksana kegiatan, diperlukan dokumen berupa Register SPP yang dikelola
oleh Sekretaris Desa. Dengan Register SPP ini, Sekretaris Desa dapat mengetahui jumlah
SPP yang sedang diproses serta tingkat kemajuannya apakah sudah diverifikasi Sekdes,
disetujui Kades atau sudah dibayarkan oleh Bendahara Desa.
F. Buku Kas Pembantu Kegiatan
Dokumen SPP tersebut selanjutnya oleh Pelaksana Kegiatan dicatat ke dalam Buku
Kas Pembantu Kegiatan.
G. Kuitansi dan Perpajakan
Pembayaran kepada pihak ketiga baik melalui Bendahara Desa maupun oleh
pelaksana kegiatan dibuatkan bukti transaksinya berupa kuitansi pengeluaran. Jika terdapat
kewajiban potongan/pungutan pajak maka dalam kuitansi diinformasikan potongan dan
pungutan pajak tersebut.
H. Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam pasal 105 PP No.
43 tahun 2014, diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, setiap Bupati/Wali Kota wajib
menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tatacara dan menggariskan ketentuan
pengadaan barang dan jasa di desa.
I. Laporan Kegiatan
Setelah proses persetujuan/pengesahan belanja dilakukan oleh kepala desa melalui
dokumen SPP maka sebagai langkah selanjutnya pelaksana kegiatan membuat laporan
kegiatan. Laporan kegiatan ini dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah selesai
dilaksanakan yang menggambarkan realisasi fisik dan keuangan serta output yang ada.
Laporan ini dibuat ketika kegiatan telah selesai dilaksanakan sebagai media pemberitahuan
tambahan aset (jika ada). Dalam laporan kegiatan diuraikan hasil/keluaran kegiatan beserta
biaya yang telah dikeluarkan. Jika keluaran berupa aset yang merupakan bagian kekayaan
milik desa maka harus dicatat dalam buku inventaris desa dan dilaporkan dalam Laporan
Kekayaan Milik Desa. Laporan kegiatan ini didukung oleh lampiran berupa Berita Acara
Serah Terima Barang dari penyedia/pihak ketiga kepada pelaksana kegiatan/kepala desa.
3. PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa bendahara desa sebagai
wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh
penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, bendahara desa yang ditunjuk
wajib mengerti aspek-aspek perpajakan berdasarkan undang-undang dan peraturan
perpajakan yang berlaku. Bendahara desa yang ditunjuk wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas bendahara desa dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya yang meliputi memotong/memungut dan
menyetorkan serta melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) sesuai ketentuan peraturan perpajakan. Kewajiban perpajakan yang menjadi
tanggung jawab bendahara desa meliputi:
a. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dikenakan sehubungan dengan adanya
pembayaran honorarium/upah/imbalan lainnya dengan tarif sebagai berikut :

Penerima Imbalan Memiliki NPWP Tidak Memiliki NPWP


PNS Golongan IV 15% 18% (20% lebih tinggi)
PNS Golongan III 5% 6% (20% lebih tinggi)
PNS Golongan II 0% 0%
Non PNS 5% 6%
Upah Tukang dan Kuli Bangunan > 5% 6%
300.000 per hari
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada saat pembayaran dengan membuat Bukti
Potong PPh Pasal 21, selanjutnya PPh Pasal 21 disetor dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi/Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya dan melaporkan PPh Pasal 21 yang telah disetor tersebut dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan
Pajak Pratama (KPP Pratama), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) sesuai tempat bendahara desa terdaftar
b. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dikenakan sehubungan dengan adanya
pembayaran atas belanja barang (misalnya: material/bahan bangunan; konsumsi:
aqua/snack/nasi kotak; ATK dan fotokopi) dengan tarif :

Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 jika pembayaran yang jumlahnya kurang
dari Rp2.000.000 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-
pecah, serta pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas,
air minum/PDAM dan benda-benda pos. PPh Pasal 22 dipungut dan disetor dengan
menggunakan SSP ke Bank Persepsi/Kantor Pos pada hari yang sama saat dibayarkan
dan dilaporkan dengan menggunakan SPT Pasal 22 ke KPP Pratama/KP2KP tempat
bendahara desa terdaftar paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya.
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dikenakan sehubungan dengan adanya
pembayaran atas belanja jasa (misalnya: sewa kendaraan/peralatan, servis/ perbaikan
peralatan, jasa catering) kepada wajib pajak badan. Jika penyedia jasa adalah WP
perseorangan, maka dikenakan PPh Pasal 21. Dikecualikan dari pemungutan bagi
wajib pajak yang mempunyai SKB (Surat Keterangan Bebas untuk omset kurang dari
Rp4,8 miliar per tahun). Tarif yang digunakan sebesar 2% dari pembayaran tidak
termasuk PPN. PPh Pasal 23 dipotong pada saat pembayaran dengan membuat Bukti
Potong PPh Pasal 23, selanjutnya PPh Pasal 23 disetor dengan menggunakan SSP ke
Bank Persepsi/Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan
dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama/KP2KP tempat
bendahara desa terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
d. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut UU No. 42 Tahun 2009 dikenakan
sehubungan dengan adanya pembayaran atas belanja barang dan jasa kena pajak
dengan nilai pembayaran termasuk pajak (PPN) lebih dari Rp1.000.000 (satu juta
rupiah). Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 10% dari Dasar Pengenaan
Pajak (DPP). PPN dipungut pada saat pembayaran, selanjutnya disetor dengan
menggunakan SSP ke Bank Persepsi/Kantor Pos dan dilaporkan dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan (SPT) ke KPP Pratama/KP2KP tempat bendahara desa terdaftar
paling lambat akhir bulan berikutnya.
Berikut pembayaran yang tidak dipungut PPN oleh bendaharawan menurut
Keputusan Menteri Keuangan No. 563 Tahun 2003 :
 Tidak melebihi dari jumlah Rp1.000.000 termasuk PPnBM dan merupakan
pembayaran yang tidak dipecah-pecah.
 BBM dan Non BBM yang penyerahannya dilakukan oleh Pertamina.
 Atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
 Atas penyerahan BKP/JKP yang menurut perundangan-undangan yang berlaku,
mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
 Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga
atau catering (dikenakan pajak daerah, pajak restoran, dan disetor ke kas daerah).
e. Bea Meterai
Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang
menurut UU Bea Meterai menjadi objek bea meterai (UU No. 13 Tahun 1985).
Dokumen yang dikenai bea meterai antara lain adalah dokumen yang berbentuk surat
yang memuat jumlah uang, seperti kuitansi, dan dokumen yang bersifat perdata,
seperti dokumen perjanjian pembangunan gedung kantor dengan pengusaha jasa
konstruksi dan dokumen kontrak pengadaan jasa tenaga kebersihan. Berikut
merupakan tarif Bea Materai :

Sementara yang tidak dikenakan bea meterai berdasarkan UU No. 13 Tahun 1985
adalah:
 Dokumen yang berupa surat penyimpanan barang, konosemen, Surat angkutan
penumpang dan barang, Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen,
Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, Surat pengiriman barang untuk
dijual atas tanggungan pengirim, Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan
surat-surat di atas.
 Segala bentuk ijazah.
 Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu.
 Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, dan
bank.
 Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari kas Negara, kas pemerintahan daerah dan bank.
 Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.
 Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada
penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang
tersebut.
 Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian.
 Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
4. PELAKSANAAN PEMBIAYAAN DESA
Pembiayaan Desa merupakan semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan Desa terdiri atas
kelompok:
a. Penerimaan pembiayaan
 SiLPA tahun sebelumnya;
SiLPA paling sedikit meliputi pelampauan penerimaan pendapatan terhadap
belanja, penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan yang belum selesai atau
lanjutan.
 Pencairan dana cadangan
Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan kebutuhan dana
cadangan yang selanjutnya dicatatkan dalam penerimaan pembiayaan dalam APB
Desa.
 Hasil penjualan kekayaan Desa yang dipisahkan kecuali tanah dan bangunan
Hasil penjualan kekayaan Desa yang dipisahkan dicatat dalam penerimaan
pembiayaan hasil penjualan kekayaan Desa yang dipisahkan.
b. Pengeluaran pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan terdiri atas :
 Pembentukan dana cadangan
Pembentukan dana cadangan dilakukan untuk mendanai kegiatan yang
penyediaan dananya tidak dapat sekaligus dibebankan dalam 1 (satu) tahun
anggaran. Pembentukan dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas
penerimaan Desa, kecuali dari penerimaan yang penggunaannya telah ditentukan
secara khusus berdasarkan peraturan perundang- undangan. Penganggaran dana
cadangan tidak melebihi tahun akhir masa jabatan kepala Desa.
 Penyertaan modal
Penyertaan modal digunakan untuk menganggarkan kekayaan pemerintah Desa
yang diinvestasikan dalam BUM Desa untuk meningkatkan pendapatan Desa atau
pelayanan kepada masyarakat.

5. KASUS-KASUS
Pada tahun 2018, masih ditemukan kasus-kasus menyelewengan dana desa. Misalnya
di Nusa Tenggara Timur, dua kepala desa diadili di Kupang akibat kasus korupsi. Majelis
hakim Pengadilan Tipikor Kupang, dipimpin ketuanya Fransisca Paulina Nino dengan hakim
anggota Ibnu Choliq dan Gustaf Marpaung, memvonis 2 tahun 6 bulan penjara Kepala Desa
Runut, Kabupaten Sikka, Petrus Kanisius, terdakwa kasus korupsi dana desa pada 27
Februari 2018.
”Setelah mempelajari semua proses persidangan dan mempertimbangkan keterangan
terdakwa, saksi, dan barang bukti, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan merugikan
keuangan negara Rp 375 juta. Setelah melakukan berbagai pertimbangan, majelis hakim
menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara bagi terdakwa dan memerintahkan terdakwa
membayar denda atas tindakan itu kepada negara senilai Rp 50 juta,” ujar Paulina (Kompas,
28/2/2018)

Kasus ini melibatkan mantan Kepala Desa Pakalahembi, Mata Yiwa (2008-2014), dan
mantan Bendahara Dana Desa, Lukas Lapu Ndakunau.

Dalam kasus lain pada 2018, koruptor dana desa tidak hanya melakukan korupsi, namun juga
melakukan tindakan kriminal lain yaitu penculikan. Prantiana Koreh alias Ranti Koreh
didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 445 juta dalam proyek jalan desa di Desa
Noenasi, Kecamatan Miomafo Tengah, NTT. Namun, kasus yang menjeratnya bertambah
setelah dalam proses persidangan dia menculik Richard Mantolas, bocah empat tahun.

Richard tak lain adalah anak dari Kundrat Mantolas, yang merupakan jaksa penyidik dalam
kasus ini. Penculikan dilakukan tanggal 28 Mei 2018. Setelah melakukan pencarian, polisi
menemukan Richard dalam kondisi selamat pada tanggal 30 Mei 2018.

Kundrat sendiri mengaku bahwa selama memerikasi Ranti sebagai terdakwa dia terus
mendapat ancaman akan dibunuh atau dianiaya. Intimidasi itu iya dapatkan dari pesan singkat
dari orang yang tidak dikenal. “Intinya, kasus penyidikan atas Ranti Koreh segera dihentikan
jika saya ingin selamat,” katanya. (Kompas, 4/6/2018).

Kasus-kasus korupsi terkait dana desa yang terjadi menunjukkan bahwa tidak hanya oknum
tertentu yang melakukan penyelewengan dana, namun penyelewengan yang terjadi termasuk
rekayasa pembentukan desa yang dilakukan secara sistematis dari tingkat desa hingga
kabupaten.

Menjelang akhir tahun 2019, ditemukan sebanyak 56 desa fiktif di Kabupaten Konawe.
Pejabat daerah diduga ikut merekayasa pembentukan peraturan daerah (perda) pembentukan
desa. Perda fiktif yang dimaksud adalah Perda No. 7/2011 tentang Pembentukan dan
Pendefinitifan Desa-desa di Konawe.
Kepala Bagian Hukum Pemkab Konawe Apono memastikan Perda No 7/2011 tidak tercatat
sebagai Perubahan atas Perda No 2/2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-desa
di Konawe. Dalam lembaran daerah di bagian hukum Konawe, Perda No 7/2011 tercantum
sebagai perda tentang Pertanggungjawaban APBD Konawe 2010.

Berbagai penyelewengan dana desa ditengarai akibat ketidaksiapan desa dalam mengelola
dana desa yang diberikan pusat. Selain itu, faktor kesengajaan menggunakan dana desa demi
kepentingan pribadi juga memicu banyaknya kasus korupsi yang terjadi terkait dana desa.
Karenanya, mekanisme pengaliran dana desa harus diawasi secara ketat agar tidak
menimbulkan kerugian negara
DAFTAR PUSTAKA

Yuliansyah dan Rusmianto. 2015. Akuntansi Desa, Jakarta: Salemba Empat.

Permendagri 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=bagaimana-mekanisme-penyaluran-dana-desa-dari-
rkud-ke-rkdesa (diakses pada 16 Maret 2020)

http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Juklakbimkonkeudesa.pdf (diakses pada


16 Maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai