Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

PERENCANAAN AUDIT

AUDITING I
Dosen Pengampu:
Dra. Rasidah M.Si.,Ak.

Disusun Oleh:
Kelompok 8

Fitria Barirah (1810313220026)


Milta Lisna (1810313220041)
Nida Azmi Hidayanti (1810313120009)

PRODI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
nikmat dan rahmat kepada kita semua, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok
untuk mata kuliah Auditing I, dengan judul: “Perencanaan Audit”.
Kami juga menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penggarapan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu kami Dra. Rasidah M.Si., Ak.
Sehingga kami mampu melaksanakan tugas mata kuliah ini.

Kami memohon maaf kepada semuanya apabila dalam makalah yang kami buat ini
masih jauh dari sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Untuk itu kami kelompok delapan akan terbuka terhadap kritik maupun saran dari semua
pembaca agar kedepannya kami bisa membuat makalah yang lebih baik lagi. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Wassalamualaikum.Wr.Wb.

Banjarmasin, 25 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan Pembelajaran.........................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 PERENCANAAN AUDIT...............................................................................................3
2.2 MENERIMA KLIEN DAN MELAKUKAN PERENCANAAN AUDIT AWAL..........5
2.3 MEMPEROLEH INFORMASI MENGENAI LATAR BELAKANG..........................12
2.4 MEMPEROLEH INFORMASI MENGENAI KEWAJIBAN HUKUM KLIEN..........14
2.5 MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS PENDAHULUAN..............................15
2.6 KERTAS KERJA AUDIT DAN PROGRAM AUDIT..................................................28
BAB III..........................................................................................................................................34
PENUTUP.....................................................................................................................................34
3.1. KESIMPULAN................................................................................................................34
3.2. SARAN...........................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 35

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ada tiga alasan utama mengapa auditor harus merencanakan penugasan dengan tepat :
untuk memungkinkan auditor mendapatkan bukti yang tepat yang mencukupi pada situasi yang
dihadapi, untuk membantu menjaga biaya audit tetap wajar, dan untuk menghindarkan kesalah-
pahaman dengan klien. Jika kantor akuntan publik ingin meminimalkan kewajiban hukum dan
mempertahankan reputasi yang baik dalam masyarakat bisnis, bukti yang tepat yang mencukupi
harus diperoleh. Agar tetap kompetitif, kantor akuntan publik harus menjaga kewajaran
biayanya. Menghindari kesalah pahaman dengan klien dan memfasilitasi pekerjaan berkualitas
tinggi dengan biaya yang wajar. Andaikan auditor telah menginformasikan kliennya bahwa
bahwa audit akan selesai tanggal 30 Juni tetapi belum juga selesai hingga bulan Agustus karena
penjadwalan staf yang kurang baik. Klien mungkin kesal dengan kantor akuntan ini dan bahkan
dapat mengajukan tuntutan atas pelanggaran kontrak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa perencanaan audit yang memadai sangat penting?


2. Bagaimana cara membuat keputusan penerimaan klien dan melakukan perencanaan
audit awal?
3. Memperoleh pemahaman atas bisnis dan industri klien?
4. Bagaimana cara menilai resiko bisnis klien?
5. Bagaimana cara melaksanakan prosedur analitis pendahuluan?
6. Bagaimana cara menyatakan tujuan prosedur analitis dan penetapan waktu setiap
tujuan?
7. Apa saja prosedur analitis yang paling tepat diantara 5 jenis utama?
8. Bagaimana cara menghitung rasio keuangan yang umum?

1
1.3 Tujuan Pembelajaran

1. Membahas mengapa perencanaan audit yang memadai sangat penting


2. Membuat keputusan penerimaan klien dan melakukan perencanaan audit awal
3. Memperoleh pemahaman atas bisnis dan industri klien
4. Menilai resiko bisnis klien
5. Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan
6. Menyatakan tujuan prosedur analitis dan penetapan waktu setiap tujuan
7. Memilih prosedur analitis yang paling tepat diantara 5 jenis utama
8. Menghitung rasio keuangan yang umum

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PERENCANAAN AUDIT

Standar Audit 300 tentang "Perencanaan Suatu Audit Atas Laporan Keuangan," mengatur
tanggungjawab auditor untuk merencanakan audit atas laporan keuangan. Standar tersebut
menyatakan bahwà tujuan auditor adalah untuk merencanakan audit agar audit tersebut dapat
dilaksanakan dengan efektif.

Perencanaan suatu audit mencakup penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk
perikatan (penugasan) audit dan pengembangan rencana audit. Perencanaan yang cukup akan
bermanfaat dalam audit atas laporan keuangan dalam beberapa hal, termasuk hal-hal sebagai

berikut (SA 300 -Para 2):

 Membantu auditor untuk mencurahkan perhatian yang tepat terhadap area yang penting
dalam audit.
 Membantu auditor untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang potensial
secara tepat waktu.
 Membantu auditor untuk mengorganisasi dan mengelola perikatan (penugasan audit)
dengan baik, sehingga perikatan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
 Membantu dalam pemilihan anggota tim perikatan (tim audit) dengan tingkat
kemampuan dan kompetensi yang tepat untuk merespons risiko yang diantisipasi, dan
penugasan pekerjaan yang tepat kepada mereka.
 Memfasilitasi arah dan supervisi atas anggota tim perikatan (tim audit) dan penelaahan
atas pekerjaan mereka.
 Membantu, jika relevan, dalam pengoordinasian hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
auditor komponen dan pakar.

3
Ada delapan tahapan dalam proses perencanaan audit. Tujuh tahapan pertama dimaksudkan
untuk membantu auditor dalam mengembangkan tahapan yang terakhir, yaitu perumusan strategi
audit keseluruhan yang efektif dan efisien, dan program audit. Gambar di bawah ini melukiskan
tahapan dalam proses perencanaan audit tersebut.

Gambar 6-1 Perencanaan Audit dan Perancangan Pendekatan Audit

4
Menerima Klien dan
melakukan perencanaan
audit awal

Memperoleh informasi
mengenai latar belakang
klien

Memperoleh informasi
mengenai kewajiban hukum
klien

Melaksanakan prosedur
analitis pendahuluan

Menetapkan materialistis
dan menilai risiko audit yang
dapat diterima dan risiko
inheren

Memahami pengendalian
internal dan menilai risiko
pengendalian

Mengumpulkan informasi
untuk menilai risiko
kecurangan

Menyusun strategi audit


keseluruhan dan program
audit

Sebelum memulai pembahasan tentang perencanaan audit, perlu dijelaskan lebih dahulu
dua istilah yang akan dijumpai yaitu risiko audit yang dapat diterima dan risiko inheren. Kedua
risiko ini berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan dan biaya pengauditan. Kegiatan pada

5
tahap awal perencanaan banyak berkaitan dengan pengumpulan informasi yang akan membantu
auditor dalam menilai risiko-risiko tersebut.

Risiko audit yang dapat diterima adalah suatu ukuran tentang seberapa jauh auditor
bersedia menerima bahwa laporan keuangan mungkin mengandung kesalahan penyajian material
setelah audit diselesaikan dan diberi pendapat wajar tanpa pengecualian. Apabila auditor
memutuskan untuk menerima risiko audit pada tingkat yang rendah, hal itu berarti auditor ingin
mendapat keyakinan lebih besar bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan
penyajian material.

Risiko inheren adalah suatu ukuran berupa penilaian auditor mengenai kemungkinan
adanya kesalahan penyajian material dalam saldo akun sebelum mempertimbangkan efektivitas
pengendalian internal. Sebagai contoh, apabila auditor menyimpulkan kemungkinan besar
terdapat kesalahan penyajian material dalam piutang usaha karena adanya perubahan kondisi
ekonomi, maka auditor menyimpulkan bahwa risiko inheren untuk piutang usaha adalah tinggi.

Penetapan risiko audit bisa diterima dan risiko inheren merupakan bagian penting dalam
perencanaan audit karena kedua hal tersebut akan berpengaruh pada penentuan jumlah bukti
yang diperlukan dan menilai kebutuhan staf untuk audit yang bersangkutan. Sebagai contoh,
apabila risiko inheren persediaan tinggi karena adanya kompleksitas dalam penilaian persediaan,
maka dalam audit atas persediaan dibutuhkan bukti yang lebih banyak, dan diperlukan staf yang
lebih berpengalaman untuk ditugaskan dalam melakukan audit di bidang tersebut.

2.2 MENERIMA KLIEN DAN MELAKUKAN PERENCANAAN AUDIT


AWAL

1. Perencanaan audit awal.

6
Perencanaan awal menyangkut keputusan apakah akan menerima atau melanjutkan
pelaksanaan audit bagi klien, mengevaluasi alasan-alasan klien untuk di audit, memilih
staf untuk penugasan tersebut, dan mendapatkan surat penugasan.

2. Investigasi atas klien baru

Sebelum menerima klien baru, kebanyakan kantor akuntan publik akan menyelidiki
perusahaan tersebut untuk menentukan akseptabilitasnya, kantor itu akan melakukannya
dengan memeriksa,sejauh memungkinkan,prospektif klien ini dalam komunitas bisnis,
stabilitas keuangannya dan hubungannya dengan kantor akuntan publik sebelumnya.
Contoh: Banyak kantor akuntan publik sangat berhati-hati dalam menerima klien baru
dari bisnis yang baru terbentuk dan berkembang cepat, banyak dari bisnis-bisnis tersebut
mengalami masalah keuangan dan membuat kantor akuntan publik akan menghadapi
kewajiban potensial yang signifikan.

Beban untuk memulai komunikasi, ditanggung oleh auditor penerus, tetapi auditor
pendahulu diwajibkan untuk merespons permintaan akan informasi. Akan tetapi,
persyaratan kerahasiaan dalam kode perilaku profesional mewajibkan bahwa auditor
pendahulu harus memperoleh izin dari klien sebelum komunikasi dapat dilaksanakan.
Jika klien tidak tidak mengizinkan komunikasi atau auditor pendahulu tidak akan
memberikan respons yang kompetitif, auditor penerus dapat mempertimbangkan secara
serius keinginannya untuk menerima penugasan prospektif, tanpa memperhitungkan
investigasi lainnya.

Prosedur yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi klien baru adalah :

 Memperoleh dan meninjau informasi yang ada, seperti laporan keuangan bulanan,
laporan keuangan, surat pemberitahuan pajak penghasilan, dsb.
 Menanyakan pada pihak ke 3 mengenai beberapa informasi yang terkait dengan
integritas dan reputasi manajemen klien.

7
 Mengkomunikasikannya dengan auditor sebelumnya sebagaimana yang diharuskan oleh
standar audit, mengenai apakah terdapat ketidaksesuaian dengan standar akuntansi,
prosedur audit, atau masalah penting lainnya.
 Mempertimbangkan apakah klien baru memiliki beberapa keadaan yang memerlukan
perhatian khusus seperti masalah tuntutan hukum atau masalah kesinambungan usaha.
 Mengidentifikasi masalah klien untuk diaudit.
 Memamahi syarat-syarat penugasan yang ditetapkan oleh klien.
 Menentukan apakah KAP dapat bertindak independen dengan klien dan dapat
memberikan jasa yang diinginkan klien baru.
 Menentukan apakah KAP memiliki keahlian dan pengetahuan teknik khusus tentang
industri klien agar dapat melaksanakan penugasan secara baik, dan
 Menentukan apakah penerimaan klien baru tersebut tidak melanggar kode perilaku
professional.
3. Klien yang berlanjut.

Setiap tahun banyak kantor akuntan publik mengevaluasi klien-klien yang ada saat ini
guna menentukan apakah ada alasan untuk menghentikan audit. Konflik yang terjadi
sebelumnya menyangkut ruang lingkup audit yang tepat, jenis pendapat yang akan
diberikan, jumlah fee, atau hal-hal lain dapat menyebabkan auditor menghentikan kerja
samanya.

4. Mengidentifikasi Alasan Klien Untuk Di Audit

Dua faktor utama yang mempengaruhi bahan bukti yang akan dikumpulkan yaitu
siapa pemakai laporan dan maksud penggunaan laporan. Kemungkinan terbesar dalam
hal penggunaan laporan dapat ditentukan dengan melihat pengalaman dalam penugasan
yang lalu dan diskusi dengan manajemen. Selama audit berlangsung auditor dapat
memperoleh informasi tambahan mengenai mengapa klien menghendaki audit dan untuk
apa laporan keuangan digunakan.

8
5. Mendapatkan Kesepahaman Dengan Klien

SA 210 Para. 9 menyatakan bahwa auditor harus menyepakati ketentuan perikatan


audit dengan manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola entitas (jika
relevan). Pemahaman yang benar mengenai pasal-pasal yang tercantum dalam surat
perjanjian kerja untuk perikatan (penugasan) audit harus dimiliki baik oleh klien
maupun auditor. Ketentuan perikatan audit yang disepakati harus dicatat dalam surat
perikatan audit atau bentuk kesepakatan tertulis lain yang tepat dan harus mencakup:

a) Tujuan dan ruang lingkup audit atas laporan keuangan;


b) Tanggungjawab auditor;
c) Tanggungjawab manajemen;
d) Identifikasi kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan dalam penyusunan
laporan keuangan; dan
e) Pengacuan ke bentuk dan isi laporan yang akan diterbitkan oleh auditor dan suatu
pernyataan bahwa dalam kondisi tertentu terdapat kemungkinan laporan yang
diterbitkan berbeda bentuk dan isinya dengan yang diharapkan.

Peran manajemen dalam menyetujui ketentuan perikatan audit tergantung pada struktur
tata kelola klien dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelum dimulainya
audit, auditor harus mengirimkan surat perikatan audit kepada klien untuk menghindari
kesalahpahaman yang mungkin terjadi antara auditor dan klien sehubungan dengan
proses audit. Dalam surat perikatan tersebut tanggungjawab manajemen dan tanggung
jawab harus dirumuskan dengan jelas.

Bentuk dan isi surat perikatan dapat beragam untuk setia entitas. Informasi yang
tercakup dalam surat perikatan audit tentang tanggungjawab auditor harus berdasarkan
SA 200, sedangkan tanggungjawab manajemen harus didasarkan pada Pasal 6 (b) dan
Pasal 12 dari SA 210. Di samping itu, selain hal-hal di atas, surat perikatan audit dapat
memuat hal-hal berikut:

9
 Penjelasan ruang lingkup audit, termasuk referensi ke peraturan perundang-
undangan yang berlaku, standar audit, kode etik, dan pernyataan dari badan
profesional yang harus dipatuhi oleh auditor.
 Bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan
hasil perikatan audit.
 Fakta bahwa karena keterbatasan inheren suatu audit, bersama dengan
keterbatasan inheren pengendalian internal, terdapat suatu risiko yang tidak dapat
dihindari tentang kemungkinan tidak terdeteksinya beberapa kesalahan penyajian
material, meskipun audit telah direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan SA.
 Pengaturan yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan audit, termasuk
komposisi tim audit.
 Ekspektasi bahwa manajemen akan memberikan representasi tertulis (lihat juga
paragraf A13)
 Persetujuan manajemen untuk menyediakan draft laporan keuangan dan informasi
lain yang menyertainya secara tepat waktu sehingga memungkinkan auditor
menyelesaikan audit sesuai dengan jadwal yang direncanakan.
 Persetujuan manajemen untuk memberikan informasi kepada auditor tentang
fakta-fakta yang diketahui oleh manajemen, yang dapat memengaruhi laporan
keuangan selama jangka waktu sejak tanggal laporan auditor sampai tanggal
laporan keuangan diterbitkan.
 Basis penentuan fee dan pengaturan penagihannya.
 Suatu permintaan kepada manajemen untuk menyetujui ketentuan perikatan yang
dicantumkan di dalam surat perikatan audit dan menandatangani surat tersebut.

Jika relevan, hal-hal berikut dapat juga dimasukkan ke dalam perikatan audit:

 Pengaturan tentang keterlibatan auditor dan pakar lain dalam beberapa aspek
audit.
 Pengaturan keterlibatan auditor internal dan staf entitas lainnya.

10
 Pengaturan yang dibuat dengan auditor pendahulu, jika ada, untuk audit tahun
pertama.
 Batasan kewajiban auditor bilamana kemungkinan seperti itu ada.
 Suatu pengacuan terhadap persetujuan tambahan antara auditor dengan entitas.
 Kewajiban untuk menyediakan kertas kerja audit untuk pihak lain.

Informasi dalam surat perjanjian sangat penting untuk pembuatan perencanaan audit,
terutama karena ketentuan dalam perjanjian akan mempengaruhi saat kapan pengujian-
pengujian dilakukan dan total waktu yang tersedia untuk pelaksanaan audit dan jasa
lainnya, Sebagai contoh, apabila batas waktu penyampaian laporan audit tidak lama
setelah tanggal neraca, maka sebagian pekerjaan audit harus sudah dilakukan sebelum
akhir tahun buku. Apabila muncul kejadian tak terduga atau apabila tidak ada bantuan
dari pihak klien, perlu ada pengaturan tentang kemungkinan memperpanjang waktu
pelaksanaan penugasan. Pembatasan yang dilakukan klien terhadap auditor bisa
mempengaruhi prosedur yang dilerapkan dan bahkan bisa mempengaruhi jenis pendapat
yang diberikan auditor.

6. Menilai Strategi Audit Menyeluruh

Setelah diperoleh pemahaman tentang alasan klien minta diaudit, auditor harus
menetapkan strategi audit pendahuluan. Strategi tersebut harus mempertimbangkan sifat
bidang usaha klien, termasuk juga mempertimbangkan area-area yang mempunyai risiko
terjadinya kesalahan penyajian signifikan.

a) Memilih Staf Audit

Auditor harus menugasi staf yang memenuhi syarat untuk melaksanakan penugasan
sesuai dengan standar auditing dan melaksanakan audit dengan efisien. Mereka yang
diberi tugas melaksanakan audit harus memiliki pengetahuan tentang bidang usaha klien.
Dalam penugasan audit yang cukup besar biasanya dibutuhkan satu atau dua orang

11
partner dan staf dengan berbagai jenjang pengalaman kerja. Pakar dari berbagai keahlian,
seperti sampling statistik, evaluasi bisnis, computer risk assessment, kadang-kadang juga
diperlukan. Pada audit yang kecil mungkin hanya dibutuhkan satu atau dua orang anggota
staf.

Salah satu pertimbangan dalam penentuan staf adalah perlu adanya kontinuitas dari
tahun ke tahun. Kontinuitas akan membantu kantor akuntan dalam menjaga familiaritas
dengan persyaratan tehnis dan memiliki kedekatan antar personal dengan personil
perusahaan klien.

Bayangkan jika anda memiliki klien sebuah perusahaan pembuat komputer yang
memiliki persediaan komputer dan spare parts komputer dalam jumlah besar dan anda
berkeyakinan bahwa risiko inheren untuk persediaan cukup tinggi. Dalam penugasan
audit demikian, staf yang akan melaksanakan audit persediaan haruslah orang yang
memiliki pengalaman dalam audit persediaan. Auditor juga harus memiliki pemahaman
tentang bidang usaha industri komputer. Kantor akuntan bisa menyewa pakar dari luar
apabila kantor akuntan tersebut tidak memiliki staf yang mampu untuk menilai apakah
persediaan termasuk dalam kategori usang atau tidak.

b) Menentukan Kebutuhan untuk Menggunakan Pekerjaan Pakar Auditor

Apabila suatu penugasan membutuhkan staf yang memiliki pengetahuan khusus,


terbuka kemungkinan bagi auditor untuk menggunakan pakar yang disebut "pakar auditor
(auditor's expert). Standar auditing (SA 620) mengatur persyaratan pemilihan pakar
auditor dan mereview hasil pekerjaannya. SA 620.6 mendefinisikan pakar auditor sebagai
berikut:

"Seseorang atau organisasi yang memiliki keahlian (expertise) dalam suatu bidang di luar
accounting atau auditing, yang pekerjaannya dalam bidang tersebut digunakan oleh
auditor/KAP untuk membantunya memperoleh buktli audit yang cukup dan tepar

12
Seorang pakar auditor bisa berasal dari KAP tersebut (atau jaringannya) yang disebut
pakar auditor internal (auditor's internal expert), atau berasal dari luar (auditor's external
expert).

Pakar auditor memberikan bukti audit dalam bentuk laporan, pendapat, penilaian, dan
pernyataan. Contoh pakar auditor adalah:

 Juru hitung persediaan dengan kepakaran tertentu.


 Penilaian aset seperti tanah, bangunan, pabrik, pekerjaan seni, batu berharga,
persediaan, dan instrumen keuangan yang rumit.
 Pengukuran kuantitas atau kondisi fisik suatu aset, seperti mineral yang disimpan
dalam tumpukan (stockplies), mineral di bawah tanah dan cadangan minyak bumi,
serta sisa umur pabrik.
 Penentuan nilai dengan teknik khusus seperti penilaian aktuari (actuarial valuation).
 Analisis atas kepatuhan perpajakan yang rumit dan luarbiasa.
 Pengukuran pekerjaan yang sudah selesai dan yang masih harus dikerjakan untuk
kontrak-kontrak dalam penyelesalan.
 Pendapat hukum (legal opinions) untuk menginterpretasikan perjanjian, statuta dan
peraturan.

Auditor harus memiliki pemahaman yang memadai tentang bisnis Klien untuk
memastikan apakah dibutuhkan pakar (tenaga ahli). Auditor arus mengevaluasi
kualifikasi profesional pakar dan memahami tujuan serta lingkup pekerjaan pakar
tersebut. Selain itu, auditor juga harus mempertimbangkan hubungan pakar dengan klien,
termasuk hal-hal lain yang bisa mengganggu obyektivitas pakar. Penggunaan pakar tidak
mempengaruhi tanggungjawab auditor dan laporan auditor tidak perlu menyinggung
penggunaan spesiliasis tersebut, kecuali apabila laporan dari pakar berpengaruh pada
pendapat auditor untuk tidak memberi pendapat wajar tanpa pengecualian.

7. Staf Untuk Penugasan

13
Standar auditing yang ditetapkan IAI yang pertama menyatakan: “ Audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau beberapa yang memiliki keahlian dan pelatihan teknik
yang cukup “. Pertimbangan utama yang mempengaruhi penyusunan staf adalah perlunya
kesinambungan dari tahun ke tahun. Pertimbangan lain yaitu bahwa orang-orang yah
diserahi tugas harus akrab dengan bidang usaha klien.

8. Memperoleh Surat Penugasan

Surat Penugasan adalah kesepakatan antara kantor akuntan publik dan klien untuk
pelaksanaan audit dan pelayanan lain yang terkait. Surat itu harus menyebutkan apakan
auditor akan melaksanakan audit, penelaahan, kompilasi, dan jasa lain seperti pengisian
SPT dan jasa manajemen. Juga harus dinyatakan pembatasan yang dikenakan terhadap
pekerjaan auditor, batas waktu penyelesaian audit bantuan yang akan diberikan oleh klien
untuk memperoleh catatan dan dokumen, serta daftar rincian yang perlu disiapkan oleh
auditor.

Surat penugasan tidak mempengaruhi tanggung jawab kantor akuntan publik terhadap
pihak pemakai ekstern laporan keuangan yang di audit, tetapi dapat dipengaruhi tanggung
jawab hukum terhadap klien.

Walaupun memperoleh dan mempertahankan klien bukanlah hal yang mudah dalam
profesi yang kompetitif seperti akuntan publik,kantor akuntan publik(KAP),harus berhati-
hati dalam memutuskan klien mana yang dapat diterima.Tanggung jawab hukum dan
profesional KAP adalah sedemikian rupa,sehingga klien yang kurang memiliki integritas
atau selalu memperdebatkan tentang pelaksanaan audit dan fee yang tepat dapat
menimbulkan lebih banyak masalah ketimbang manfaat yang diterima.

14
2.3 MEMPEROLEH INFORMASI MENGENAI LATAR BELAKANG KLIEN

Informasi mengenai latar belakang didapat dengan berbagai cara, diantaranya adalah sebagai
berikut:

1. Memahami Bidang Usaha dan Industri Klien

Untuk menginterpretasikan maksud dari informasi yang diperoleh selama audit secara
memadai, penting bagi auditor untuk memahami industry klien.

Ada tiga alasan mengapa diperlukan pemahaman yang baik atas industry klien, yakni
sebagai berikut :

a. Banyak industri mempunyai aturan akuntansi yang khas yang harus dipahami auditor
untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan klien sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia. Misalnya, jika auditor mengaudit badan-badan
pemerintah, auditor harus memahami aturan-aturan dalam akuntansi pemerintahan.
Akan terdapat aturan akuntansi yang khas untuk perusahaan konstruksi, kereta api,
organisasi nirlaba, lembaga keuangan, dan banyak organisasi lainnya.
b. Auditor sering dapat mengidentifikasikan risiko dalam industri yang akan
mempengaruhi penetapan risiko audit yang dapat diterima, atau bahkanmengaudit
perusahaan dalam industry tersebut dapat dibenarkan.
c. Terdapat risiko bawaan yang pada hakikatnya sama bagi seluruh klien dalam industry
yang bersangkutan. Pemahaman risiko tersebut menolong auditor dalam
mengidentifikasi risiko bawaan dari klien. Contohnya antara lain, risiko bawaan
potensi keusangan persediaan dalam industry rumah mode, risiko bawaan
kolektibilitas piutang usaha dalam industry pinjaman konsumen, dan risiko bawaan
cadangan kerugian dalam asuransi kebakaran. Pengetahuan mengenai industry klien
dapat diperoleh dengan berbagai cara, diantaranya adalah diskusi dengan auditor

15
sebelumnya, pertemuan dengan pegawai klien, pedoman audit industry, teks
pelajaran, majalah industry, atau asosiasi industry.
2. Meninjau Pabrik dan Kantor

Peninjauan atas fasilitas klien bermanfaat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai bidang usaha dan operasi klien karena akan diproleh kesempatan untuk menemui
pegawai kunci dan mengamati operasi dari tangan pertama. Peninjau langsung atas fasilitas
fisik akan membantu auditor dalam memahami pengamanan fisik atas aktiva dan dalam
menginterpretasikan data akuntansi dengan cara memberikan kerangka acuan dalam
visualisasi aktiva seperti persediaan dalam proses dan peralatan public.

3. Menelaah Kebijakan Perusahaan

Keputusan-keputusan dasar yang menyangkut kebijakan seperti kebijakan tentang


pengendalian intern, pelepasan sebagian dari usaha, kebijakan kredit, pinjaman ke
perusahaan afiliasi, dan kebijakan akuntansi untuk mencatat aktiva dan pengakuan
pendapatan, harus selalu dievaluasi dengan teliti sebagai bagian dari audit untuk menetapkan
apakah manajemen memperoleh wewenang dari dewan komisaris untuk membuat keputusan
tertentu dan untuk meyakinkan bahwa keputusan manajemen telah tercermin dalam laporan
keuangan.

4. Mengidentifikasi Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa

Hubungan istimewa didefinisikan sebagai perusahaan afiliasi, pemilik utama perusahaan


klien, atau pihak lainnya yang berhubungan dengan klien, dimana salah satu pihak dapat
mempengaruhi manajemen atau kebijakan operasi pihak lainnya. Contoh umum adalah
transaksi penjualan atau pembelian antara perusahaan induk dan anak, pertukaran peralatan
antara dua perusahaan yang dimiliki oleh orang yang sama, dan peminjaman kepada
pegawai, serta adanya pengaruh kuat pelanggan utama terhadap manajemen klien.

16
5. Mengevaluasi Kebutuhan akan Spesialis dari Luar

Jika auditor mengahadapi situasi yang memerlukan pengetahuan khusus, mungkin perlu
baginya untuk menghubungi seorang spesialis. Contohnya adalah penggunaan seorang
spesialis berlian untuk menilai biaya penggantian berlian, atau seorang spesialis aktuaris
untuk menetapkan kelayakan nilai yang tertulis dari cadangan kerugian asuransi, atau
konsultasi dengan pengacara untuk membuat interpretasi hukum dari sebuah kontrak.

2.4 MEMPEROLEH INFORMASI MENGENAI KEWAJIBAN HUKUM


KLIEN

Tiga dokumen hukum dan catatan yang berkaitan erat yang harus diperiksa pada awal penugasan
Adalah :

1. Akta pendirian dan anggaran perusahaan,


2. Risalah rapat direksi, komisaris, dan pemegang saham,
3. kontrak. Beberapa informasi mengenai kontrak, harus diungkapkan dalam keuangan.

Pengetahuan awal pengetahuan hukum dan catatan ini akan memungkinkan auditor untuk
menginterprestasikan bahan bukti selama penugasan berlangsung dan menjamin bahwa
pengungkapan yang pantas telah dilakukan dalam laporan keuangan.

 Memahami bidang usaha dan industri klien, diperlukan untuk mengetahui kekhasan aturan
akuntansi,,menidentifikasi risiko industri dan risiko bawaan.
1. pihak terkait : adalah pihak terkait, pemilik utama perusahaan klien atau pihak lain
yang berhubungan dengan klien, dimana salah satu pihak mempengaruhi manajemen
atau peraturan operasional lainnya.
2. corporate charter : diberikan oleh negara tempat perusahaan berada dalam dokumen
yang sah diperlukan untuk mengenali perusahaan sebagai entitas terpisah

17
3. corporate minutes : catatan resmi dari pertemuan dewan direksi dan pemegang saham.
 Memperoleh informasi mengenai kewajiban hukum klien. Dokumen dan catatan hukum yang
diperlukan adalah akte pendirian dan anggaran dasar perusahaan, notulen rapat, dan kontrak.
Client bussiness risk : resiko bahwa klien akan gagal dalam usahanya dan gagal mencapai
tujuannya
 Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan.
 Menentukan materialitas dan menetapkan risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan.
 Memahami struktur pengendalian intern dan menetapkan risiko pengendalian.
 Mengembangkan rencana audit dan program audit menyeluruh.

2.5 MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS PENDAHULUAN

Tujuan pelaksanaan prosedur analisis :

 Membantu dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan
untuk memperoleh bukti saldo akun
 Memahami bidang usaha klien
 Penetapan kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
 Indikasi adanya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan
 Mereview secara menyeluruh atas informasi keuangan

A. Menentukan materialistis dan risiko

Materialistis dan risiko Adalah unsure penting dalam merencanakan audit dan merancang
pendekatan yang akan digunakan.

Materialistas Adalah jumlah atau besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi.

18
Langkah-langkah dalam penetapan materialistas Adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : menetukan pertimbangan awal mengenai materialistas

Langkah 2 : mengalokasikan pertimbangan awal mengenai materialistas

Langkah 3 : mengestimasikan total salah saji dalam segmen

Langkah 4 : mengestimasikan salah saji gabungan

Langkah 5 : membandingkan estimasi salah saji gabungan dengan pertimbangan awal mengenai
meterialistas.

Estimasi jumlah kekeliruan atau salah saji dalam tiap segmen (langkah 3) terjadi selama
audit. Langkah 4 dan 5 dilakukan pada tahap penyelesaian audit. Selain itu,risiko dalam audit
berarti bahwa auditor menerima suatu tingkat ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan audit.

B. Memahami struktur pengendalian interen

Luasnya pemahaman tersebut ,paling tidak,mencukupi untuk merencanakan audit yang


memadai,dalam hal empat masalah spesifik perencanaan,yakni sebagai berikut :

 Auditability

19
Auditor harus mendapatkan informasi yang cukup memusakan mengenai integritas
manajemen dan sifat serta lus catatan akuntansi,sehingga bahan bukti kompeten tersedia untuk
mendukung saldo laporan keuangan.

 Potensi salah saji yang material

Pemahaman seharusnya memungkinkan auditor untuk mengenditifikasi jenis-jenis kekeliruan


dan ketidakberesan yang potensial yang dapat mempengaruhi laporan keuangan,dan menetapkan
risiko akibat kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam jumlah yang material terhadap
laporan keuangan.

 Risiko penemuan

Informasi mengenai struktur pengendalian intern dugunakan untuk menetapkan risiko


pengendalian bagi setiap tujuan pengendalian,yang selanjutnya mempengaruhi risiko penemuan
yang direncanakan.

 Perancangan pengujian

Informasi yang diperoleh seharusnya memungkinkan auditor untuk merancang pengujian


saldo laporan keuangan yang efektif. Pengujian tersebut mencakup baik pengujian terinci atas
transaksi maupun atas saldo,prosedur analisis dan yang disebut sebagai pengujian subtantif.

Berikut ini prosedur yang berkaitan dengan perancangan dan penempatan dalam operasi dan
dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperoleh pemahaman terhadap struktur pengendalian
intern klien :

o Pengalaman auditor dalam periode sebelumnya atas satuan usaha


o Tanya jawab dengan pegawai klien

20
o Kebijakan dan pedoman system klien
o Inspeksi dokumen dan catatan
o Pengamatan atas aktivitas dan operasi satuan usaha
C. Mengembangkan rencana dan program audit menyeluruh

Rencana audit dan program audit berkaitan dengan jenis-jenis pengujian audit yang
dilakukan,yaitu prosedur untuk memperoleh pemahaman atas struktur pengendalian
intern,pengujian atas pengendalian,pengujian substantive atas transaksi,prosedur analisis dan
pengujian terinci atas saldo.

D. Prosedur analitis
Mengingat penggunaan prosedur analitis semakin banyak dijumpai dalam praktik
pengauditan, maka dalam bagian akhir dari bab ini akan diuraikan secara lebih lengkap (tidak
hanya tentang penerapan prosedur analitis pendahuluan dalam rangka penilaian risiko)
penggunaan prosedur analitis dalam keseluruhan tahanan audit. Prosedur analitis didefinisikan
dalam standar auditing (SA 520,4) sebagai:
“Pengevaluasian terhadap informasi keuangan yang dilakukan melalui analisis hubungan antara
data keuangan dan data nonkeuangan. Prosedur analitis juga mencakup investigasl sebagaimana
yang diperlukan atas fluktuasi atau hubungan teridentifikasi yang tidak konsisten dengan
informasi relevan lain, atau yang berbeda dari nilai yang diharapkan dalam jumlah yang
signifikan".
Prosedur analitis menggunakan perbandingan-perbandingan dan hubungan-hubungan
untuk menlai apakah saldo akun atau data lainnya menggambarkan hubungan yang masuk akal
menurut ekspektasi auditor.
Definisi prosedur analitis di atas menitikberatkan pada ekspektasi
merurut auditor. Sebagai contoh, auditor akan membandingkan beban komisi yang tercatat dalam
pembukuan dengan ekspektasi auditor untuk beban komisi berdasarkan total penjualan menurut
pembukuan dikalikan

21
dengan tarif komisi rata-rata, untuk menguji kewajaran beban komisi yang dicatat dalam
pembukuan. Agar prosedur analitis ini menjadi relevan dan bisa diandalkan, auditor harus
memastikan bahwa jumlah penjualan
menurut pembukuan adalah jumlah yang benar, bahwa semua penjualan diberi komisi, dan tarif
komisi rata-rata bisa ditentukan.
Prosedur analitis bisa dilaksanakan pada setiap waktu sepanjang audit berlangsung berikut ini:
1. Prosedur analitis diperlukan pada tahap perencanaan audit dalam rangka prosedur penilaian
risiko. Sebagaimana disebutkan dalam standar auditing (SA 315. 5), auditor harus melaksanakan
prosedur penilaian risiko kesalahan penyajian material. Namun prosedur penilaian risiko semata
tidak menyediakan bukti audit yang cukup dan tepat sebagai dasar opini audit. Salah satu
prosedur penilaian risiko yang dilakukan auditar adalah prosedur analitis (SA 315.6b).
Prosedur analitis yang dilaksanakan sebagai prosedur penilaian risiko dapat mengidentifikasi
aspek-aspek dalam entitas yang tidak disadari oleh auditor dan dapat membantu dalam menilai
risiko kesalahan penyajian material agar menyediakan suatu basis untuk perancangan dan
pengimplementasian respons terhadap risiko yang dinilai. Prosedur analitis yang dilaksanakan
sebagal prosedur penilaian risiko dapat mencakup baik informasi keuangan maupun informasi
nonkeuangan, sebagai contoh hubungan antara penjualan dengan luas tempat penjualan atau
dengan kuantitas barang yang dijual. Prosedur analitis dapat membantu auditor untuk mengiden-
tifikasi keberadaan transaksi atau peristiwa, serta jumlah rasio, dan tren yang tidak biasa, yang
dapat mengindikasikanhal-hal yang memiliki implikasi audit. Hubungan yang tidak biasa atau
tidak diharapkan yang teridentifikasi dapat membantu auditor dalam mengidentifikasi risiko
kesalahan penyajian material, terutama risiko kesalahan penyajian material yang diakibatkan
oleh kecurangan.
2. Prosedur analitis sering juga dilakukan selama tahap pengujian audit berlangsung sebagai suatu
prosedur analitis substantif untuk mendukung saldo akun (SA 520. 5). Pengujian ini sering
dilakukan bersamaan dengan prosedur audit lain. Prosedur analitis mencakup pertimbangan
informasi keuangan entitas dengan, sebagai contoh:
 Informasi komparatif periode lalu
 Hasil entitas yang diantisipasi, seperti anggaran atau prakiraan, atau ekspektasi auditor
seperti estimasi penyusutan.

22
 Informasi industri sejenis, seperti perbandingan rasio penjualan entitas terhadap piutang
usaha dengan rata-rata rasio industri atau dengan entitas lain yang memiliki ukuran
sebanding dalam industri yang sama. Prosedur analitis juga mencakup pertimbangan atas
hubungan-hubungan
 Di antara unsur-unsur informasi keuangan yang akan diharapkan sesuai dengan suatu
pola yang dapat diprediksi berdasarkan pengalaman entitas, seperti persentase laba bruto.
 Antara informasi keuangan dan informasi nonkeuangan yang relevan, seperti hubungan
antara beban gaji dengan jumlah karyawan.
Berbagai metoda dapat digunakan untuk melaksanakan prosedur analitis. Metoda-metoda
tersebut berkisar dari melakukan perbandingan sederhana hingga melakukan analisis yang
kompleks dengan menggu-nakan teknik statistik yang mutahir. Prosedur analitis dapat diterapkan
pada laporan keuangan konsolidasian, komponen, dan unsur informasi secara individu.
Keputusan tentang prosedur audit mana yang dilakukan, termasuk apakah menggunakan
prosedur analitis substantif, dibuat berdasarkan pertimbangan auditor atas efektivitas dan
efisiensi yang diharapkan dari prosedur audit yang tersedia untuk menurunkan risiko audit pada
tingkat asersi ke tingkat rendah yang dapat diterima.
3. Prosedur analitis juga diperlukan dalam tahapan penyelesaian audit. Standar auditing (SA 520.6)
menyatakan bahwa auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur analitis mendekati
akhir audit yang membantu auditor ketika membentuk kesimpulan keseluruhan tentang apakah
laporan keuangan telah disajikan konsisten dengan pemahaman auditor atas entitas. Kesimpulan
yang diperoleh dari hasil prosedur analitis yang dirancang dan dilaksanakan pada tahap akhir
audit ini dimaksudkan untuk menguatkan kesimpulan yang dapat dibuat selama audit laporan
keuangan individual komponen atau unsur-unsur laporan keuangan. Hal ini membantu auditor
untuk membentuk kesimpulan yang layak sebagai dasar bagi opini auditor.

Tujuan prosedur analitis pada ketiga tahapan audit :

  Saat

23
(Dihapuskan) (Dihapuskan)
Tahap Pengujian
Tujuan
Substantif
Tahap Perencanaan Tahap Penyelesaian

Memahami bisnis dan


Tujuan Utama
bidang usaha klien    

Menilai kelangsungan
Tujuan Sekunder   Tujuan Sekunder
usaha

Menunjukkan
kemungkinan kesalahan Tujuan Utama Tujuan Sekunder Tujuan Utama
penyajian

Mengurangi pengujian
Tujuan Sekunder Tujuan Utama
detil

E. Lima Tipe Prosedur Analitis

Kegunaan prosedur analitis sebagai bukti audit sangat tergantung pada bagaimana auditor
mengembangkan suatu ekspektasi tentang harus seperti apa suatu saldo akun atau rasio, apapun
tipe prosedur analitis yang digunakan. Auditor mengembangkan ekspektasi tentang suatu saldo
akun atau rasio dengan mempertimbangkan informasi dari periode sebelumnya, tren industri,
anggaran yang disusun klien, dan informasi non-keuangan. Auditor biasanya membandingkan
saldo-saldo akun dalam pembukuan klien dan rasio-rasio dengan saldo dan rasio yang
diharapkan auditor dengan mengunakan satu atau lebih dari tipe-tipe prosedur analitis di bawah
ini. Dalam prosedur analitis, auditor membandingkan data klien dengan:

1. Data industri

24
2. Data serupa dari periode sebelumnya.

3. Hasil ekspektasi yang ditentukan klien.

4. Hasil ekspektasi yang ditentukan auditor.

5. Hasil ekspektasi dengan menggunakan data non-keuangan.

Misalkan anda sedang melakukan suatu audit dan mendapatkan informasi tentang klien dibawah
ini serta data rata-rata perusahaan dalam bidang usaha (industri) klien:

Klien Industri

2012 2011 2012 2011

Perputaran persediaan 3,4 3,5 3,9 3,4

Persentase laba kotor 26,3% 26,4% 27,3% 26,2%

Apabila kita hanya melihat informasi dari klien tentang kedua rasio di atas, perusahan
nampak stabil dan tidak ada indikasi keşulitan. Namun apabila kita menggunakan data industri
untuk mengembangkan ekspektasi tentang kedua rasio untuk tahun 2012, kita akan berharap
kedua rasio untuk klien akan naik. Meskipun kedua rasio semata tidak menunjukkan indikasi
adanya problem signifikan, data di atas melukiskan bagaimana pengembangan ekspektasi dengan
menggunakan data industri bisa menghasilkan informasi yang bermanfaat tentang kinerja klien
dan potensi terjadinya kesalahan penyajian. Mungkin perusahaan telah kehilangan pangsa
pasarnya, harga jual yang ditetapkan perusahaan tidak lagi kompetitif, biaya produksi yang
dikeluarkan tidak normal, atau barangkali perusahaan menggunakan bahan yang sudah usang,

25
atau mungkin pula terjadi kesalahan dalam pencatatan pembelian. Auditor harus mendapat
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan penyajian.

Manfaat terpenting dari pembandingan dengan data industri adalah membantu dalam
memahami bisnis klien dan sebagai petunjuk kamungkinan adanya kesalahan keuangan.
Perbandingan semacam itu urang bermanfaat dalam menunjukkan potensi kesalahan penyajian.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat informasi keuangan yang dikumpulkan oleh Risk
Management Association, terutama digunakan oleh bankir dan analist kredit lainnya untuk
mengevaluasi apakah sebuah perusahaan akan mampu membayar utangnya.Informasi yang sama
berguna bagi auditor dalam menilai kekuatan relatif struktur modal klien, dan kemungkinan
kegagalan keuangan.

Namun demikian, kelemahan terbesar penggunaan rasio industri dalam pengauditan adalah
perbedaan antara informasi keuangan klien dengan perusahaan-perusahaan sejenis yang
membentuk data rata-rata dari total industri. Berhubung data industri adalah rata-rata secara
kasar, maka pembandingan bisa menjadi tidak bermakna. Seringkali bidang usaha klien tidak
sama dengan standar industri. Selain itu, perusahaan yang berbeda bisa menerapkan metoda
akuntansi yang berbeda pula dan hal tersebut akan berpengaruh pada komparabilitas data.
Sebagai contoh, apabila kebanyakan perusahaan dalam industri tertentu menggunakan metoda
penilaian persediaan FIFO dan metode depresiasi garis lurus, sedangkan klien menggunakan
metoda rata-rata dan depresiasi dengan metoda saldo menurun ganda, maka perbandingan akan
menjadi tidak bermakna. Hal ini tidak berarti bahwa pembandingan dengan data industri harus
ditiadakan, melainkan auditor harus berhati-hati dalam menggunakan data industri untuk
mengembangkan ekspektasi tentang hubungan keuangan dan dalam menginterpretasikan
hasilnya. Salah satu pendekatan untuk mengatasi keterbatasan rata-rata industri adalah dengan
membandingkan klien dengan satu atau dua perusahaan dalam industri yang bisa dijadikan
patokan.

F. Membandingkan Data Klien Dengan Data Serupa Dari Tahun Sebelumnya

26
Misalkan persentase laba kotor perusahaan berkisar antara 26 dan 27 persen selama 4
tahun terakhir, tetapi telah turun menjadi 23 persen pada tahun ini. Penurunan dalam laba kotor
ini akan menjadi perhatian auditor apabila penurunan tersebut tidak terduga. Penyebab
penurunan bisa diakibatkan oleh penuruan kondisi ekonomi. Tetapi hal itu bisa juga disebabkan
karena kesalahan penyajian dalam laporan keuangan, seperti yang diakibatkan oleh kesalahan
dalam melakukan pisah batas pembelian atau penjualan, ada penjualan tidak dicatat, utang
dagang lebihsaji, atau kesalahan dalam penetapan harga perolehan persediaan. Penurunan laba
kotor akan menyebabkan auditor harus mengumpulkan bukti lebih banyak untuk akun-akun yang
berpengaruh terhadap penentuan laba kotor. Auditor harus menentukan penyebab penurunan
agar mendapat keyakinan bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan penyajian
material.

Adanya berbagai macam prosedur analitis memungkinkan auditor untuk membandingkan


data klien dengan data serupa dari satu atau dua tahun sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa
contoh:

1. Bandingkan Saldo Tahun Ini dengan Saldo Tahun Lalu

Salah satu cara untuk mempermudah pelaksanaan pengujian ini adalah dengan
memasukkan hasil saldo tahun lalu setelah disesuaikan dalam kolom terpisah pada neraca saldo
dalam kertas kerja audit tahun ini. Dengan cara ini, auditor akan mudah membandingkan saldo
tahun ini dengan saldo tahun lalu, untuk menentukan lebih dini apakah suatu akun perlu
mendapat perhatian lebih besar karena ada perubahan saldo yang besar. Sebagai contoh, apabila
auditor melihat ada kenaikan yang substansial dalam beban perlengkapan, maka auditor harus
memastikan apakah penyebabnya karena kenaikan dalam pemakaian perlengkapan, ada
kesalahan dalam akun karena salah klasifikasi, atau karena kesalahan penyajian persediaan
perlengkapan.

2. Membandingkan Detil dari Saldo Total dengan Detil yang Sama dari Tahun Lalu

27
Apabila tidak terjadi perubahan signifikan dalam operasi klien pada tahun yang diperiksa,
kebanyakan detil yang membentuk total dalam laporan keuangan seharusnya juga tidak berubah.
Dengan secara teliti

membandingkan detil periode ini dengan detil yang sama dari tahun lalu, auditor sering
menemukan informasi yang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Pembandingan antar detil
bisa dalam bentuk detil sepanjang waktu tertentu, seperti misalnya jumlah bulanan untuk tahun
ini dengan tahun lalu untuk penjualan, beban reparasi, dan akun lainnya, atau detil untuk satu
saat tertentu, seperti misalnya pembandingan detil suatu utang pinjaman pada akhir tahun ini
dengan dengan detil pada akhir tahun yang lalu. Pada setiap contoh di atas, auditor pertama-tama
harus mengembangkan suatu ekspektasi dari perubahan yang terjadi sebelum melakukan
pembandingan.

3. Membandingkan Rasio-rasio dan Hubungan dalam Persentase dengan Tahun


Sebelumnya

Pambandingan total atau detil dengan tahun sebelumnya memiliki dua kelemahan.
Pertama, pembandingan semacam itu tidak mempartimbangkan perkembangan atau penurunan
dalam aktivitas bisnis. Perbandingan antara data yang satu dengan lainnya tidak dilakukan,
seperti misalnya perbandingan antara penjualan dengan harga pokok penjualan. Rasio dan
hubungan persentase menetralisasi kelemahan tersebut. Sebagai contoh, laba kotor adalah
hubungan persentase yang sering digunakan oleh auditor.

Tabel 6-1 berikut ini menyajikan sejumlah kecil contoh rasio dan perbandingan internal
dari banyak sekali analisis rasio yang lazim digunakan. Dalam semua analisis lersebut,
pembandingan harus dilakukan dengan perhitungan yang dilakukan pada tahun lalu untuk klien
yang sama. Banyak rasio dan persentase yang digunakan untuk pembandingan dengan tahun lalu
juga digunakan untuk dibandingkan dengan data industri. Sebagai contoh, auditor sering
membandingkan laba kotor tahun ini dengan rata-rata industri, begitu pula margin untuk tahun
yang lalu.

28
Auditor sering menyiapkan laporan keuangan common-size untuk satu atau beberapa
tahun yang menggambarkan semua pos sebagai persentase dari suatu dasar tertentu, misalnya
penjualan. Laporan keuangan common-size memungkinkan dilakukannya perbandingan antar
perusahaan atau untuk perusahaan yang sama pada beberapa periode, menunjukkan trend dan
menunjukkan seberapa berbedanya perusahaan yang diperbandingkan. Laporan laba-rugi
common-size

Tabel 6-1 Perbandingan dan Hubungan Internal


Rasio atau Perbandingan Kemungkinan Salahsaji
Perputaran bahan baku unuk perusahaan Salahsaji persediaan atau harga pokok
manufaktur penjualan atau keusangan persediaan bahan
baku
Komisi penjualan dibagi dengan penjualan Salahsaji komisi penjualan
bersih
Retur dan potongan penjualan dibagi Salah klasifikasi retur dan potongan tidak
dengan penjualan kotor dicatat tahun ini melainkan ditunda ke tahun
berikutnya
Kerugian piutang dibagi dengan penjualan Salahsaji dalam cadangan kerugian piutang
bersih
Masing-masing jenis beban manufaktur Salahsaji signifikan dari beban manufakur
sebagai persentase dari total beban individual
manufaktur

G. Membandingkan Data Klien Dengan Harapan Yang Dibuat Klien

Pada umumnya perusahaan membuat anggaran untuk berbagai aspek operasi dan hasil
keuangannya. Karena anggaran mencerminkan ekspektasi (harapan) kilien untuk periode
tertentu, auditor harus menyelidiki perbedaan yang paling signifikan antara anggaran dengan
hasil sesungguhnya karena hal itu bisa mengandung kesalahan penyajian potensial. Tidak adanya
perbedaan menunjukkan bahwa kesalahan penyajian kecil kemungkinan terjadi.

29
Apabila data klien dibandingkan dengan anggaran, ada dua hal penting yang harus
diperhatikan. Pertama, auditor harus mengevaluasi apakah anggaran merupakan rencana yang
realistis. Dalam organisasi tertentu, anggaran kadang-kadang dibuat tanpa pertimbangan yang
matang sehingga kurang bermanfaat dalam mengembangkan ekspektasi auditor. Pembicaraan
dengan klien tentang prosedur anggaran akan berguna untuk mengatasi masalah ini. Hal penting
kedua adalah kemungkinan bahwa informasi keuangan tahun ini telah diubah oleh klien agar
sesuai dengan anggaran. Apabila hal seperti itu benar-benar terjadi, maka auditor tidak akan
menemukan perbedaan dalam pembandingan antara data aktual dengan anggaran, dan tidak
dapat mengungkapkan adanya kesalahan penyajian dalam laporan keuangan. Penetapan risiko
pengendalian dan pengujian audit yang detil atas data sesungguhnya biasanya dilakukan untuk
meminimalkan masalah ini.

H. Membandingkan Data Klien Dengan Ekspektasi Auditor

Pembandingan lain yang lazim dilakukan antara data klien dengan hasil yang diharapkan
terjadi ketika auditor menghitung saldo yang diharapkan untuk dibandingkan dengan saldo
sesungguhnya. Dalam prosedur analitis jenis ini, auditor membuat suatu estimasi tentang berapa
besar saldo seharusnya dengan menghubungkan saldo tersebut dengan saldo-saldo akun neraca
atau akun laba rugi atau dengan membuat suatu proyeksi berdasarkan data nonkeuangan atau
trend masa lalu.

Gambar 6-6 melukiskan bagaimana auditor membuat kalkulasi beban bunga atas utang
wesel secara independen dengan cara mengalikan saldo akhir rata-rata dengan tarif bunga, baik
untuk wesel jangka pendek maupun wesel jangka panjang sebagai suatu pengujian substantif
untuk menguji kewajaran beban bunga yang tercantum dalam pembukuan klien. Perhatikanlah
bagaimana prosedur analitis yang dilakukan auditor dalam pengujian substantif dimulai dengan
mengembangkan ekspektasi auditor untuk beban bunga utang wesel jangka pendek dan
kemudian menggabungkannya dengan taksiran beban bunga wesel jangka panjang yang dibuat
auditor untuk sampai pada jumlah total beban bunga yang diharapkan sebesar Rp2.399.315,00.
Karena sifat saldo utang wesel jangka pendek yang berfluktuasi dari bulan ke bulan, auditor
menghitung saldo rata-rata dari 12 bulan dan saldo rata-rata tarif bunga sehingga menghasilkan

30
taksiran beban bunga yang lebih tepat. Untuk wesel jangka panjang tidak diperlukan penaksiran
bunga yang terlalu tepat karena tarif bunga wesel jangka panjang relatif konstan sepanjang tahun
dan saldonya relatif stabil. Kertas kerja seperti terlihat dalam contoh ini mendokumentasikan
secara efektif ekspektasi auditor sebagaimana diminta oleh standar auditing untuk penerapan
prosedur analitis dalam pengujian substantif.

Gambar 6-6 Pengujian Beban Bunga


PT ABC Daftar N3 Tgl
Pengujian Beban Bunga Dibuat oleh: AH 06/03/2014
31-Des-13 Diperiksa oleh: ST 12/03/2014

Ekspektasi beban bunga dalam pembukuan :


Pinjaman jangka pendek :

Bulan Saldo Akhir Bulan (1) Tarif (2)


Januari Rp 5.900.000,00 5,50%
Februari Rp 6.368.000,00 5,50%
Maret Rp 6.824.000,00 5,75%
April Rp 7.536.000,00 5,75%
Mei Rp 5.208.000,00 5,25%
Juni Rp 3.748.000,00 5,50%
Juli Rp 2.800.000,00 5,25%
Agustus Rp 2.490.000,00 5,50%
September Rp 2.092.000,00 5,25%
Oktober Rp 1.708.000,00 5,50%
November Rp 5.062.000,00 5,75%
Desember Rp 4.180.000,00 5,50%
Rp 53.916.000,00 66,00%

Saldo Rata-rata Per Bulan


dan Tarif Bunga
(total:12) Rp 4.493.000,00 5,50% Rp 247.115,00

Pinjaman Jk. Panjang:


Saldo awal Rp 26.520.000,00 (3)
Saldo akhir Rp 24.120.000,00 (4) 8,50% (5)
Rp 50.640.000,00 8,50% Rp 2.152.200,00
Rata-rata Rp 25.320.000,00

Ekspektasi Auditor Rp 2.399.315,00


Saldo per Buku Besar Rp 2.408.642,00
Selisih di atas Rp 9.327,00
(di bawah ekspetasi)

Kesimpulan: Beban bunga telah disajikan secara wajar karena


hanya berselisih Rp 9.327,00 atau 0,4% dari ekpektasi

Keterangan tickmark
(1) saldo bulanan diperoleh dari buku besar setiap bulan
(2) Estimasi didasarkan pada pengamatan atas beberapa wesel yang ada setiap bulan
(3) Sesuai dengan kertas kerja tahun lalu
(4) Sesuai dengan buku besar dan working trial balance per 31 Desember 2013
(5) Sesuai dengan skedul wesel jangka panjang dalam arsip permanen

31
I. MEMBANDINGKAN DATA KLIEN DENGAN TAKSIRAN HASIL DENGAN
MENGGUNAKAN DATA NONKEUANGAN

Misalkan anda sedang mengaudit sebuah hotel. Anda bisa membuat ekspektasi untuk
total pendapatan penjualan kamar dengan mengalikan jumlah kamar, rata-rata tarif harian untuk
setiap kamar, dan tingkat hunian rata-rata (average occupancy rate). Selanjutnya anda bisa
membandingkan hasil estimasi anda dengan total pendapatan menurut pembukuan klien sebagai
penguji kewajaran pendapatan. Pendekatan yang sama dapat diterapkan untuk membuat estimasi
pada situasi yang lain, seperti misalnya pendapatan uang kuliah pada sebuah universitas (rata-
rata uang kuliah dikalikan jumlah mahasiswa terdaftar), beban tenaga kerja pabrik (jumlah jam
kerja dikalikan tarif upah rata-rata), dan harga pokok material terjual (jumlah unit terjual
dikalikan harga pokok material per unit).
32
Masalah terbesar dalam penggunaan data nonkeuangan adalah ketelitian data. Seperti
dalam contoh audit hotel di atas, anda sebaiknya jangan menggunakan perhitungan taksiran
pendapatan hotel sebagai bukti audit , kecuali bila anda puas dengan kewajaran perhitungan
jumlah kamar hotel, tarif kamar rata-rata, dan rata-rata tingkat hunian. Jelas bahwa penentuan
tingkat hunian lebih sulit penentuannya dibandingkan dengan dua hal lainnya.

J. Penggunaan Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dangan menggunakan laporan


keuangan yang berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kondisi keuangan dan kinerja
perusahaan.

Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan antara satu pos
lapooran keuangan dengan pos lainya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.

Contoh:membandingkan antara asset lancer terhadap kewajiban lancer (sebagai rasio likuiditas)
atau antara total kewajiban terhadap total asset (rasio solvabilitas), sedangkan contoh
perbandingan antara laporan keuangan adalah dengan membandingkan antara laba bersih dengan
total asset (sebagai rasio profitabilitas).

Rasio keuangan yang biasa digunakan oleh auditor adalah:

33
1. Kemampuan membayar kewajiban jangka pendek

Rasio Kas = Kas + Surat Berharga

Kewajiban Lancar

Rasio Cepat = Kas + Surat Berharga + Piutang Usaha Bersih

Kewajiban Lancar

Rasio Lancar = Aset Lancar

Kewajiban Lancar

2. Rasio Aktivitas Likuiditas


Perputaran Piutang Usaha = Penjualan Bersih
Rata-rata Piutang Bruto
Hari Pengumpulan Piutang = 365 hari
Perputaran Piutang
Perputaran Persediaan = Harga Pokok Penjualan
Rata-rata Persediaan
Hasil Penjualan Persediaan = 365 hari
Perputaran Persediaan

3. Kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka Panjang

Kewajiban berbanding Ekuitas = Total Kewajiban

34
Total Ekuitas

Laba Operasi berbanding Beban Bunga = Laba Operasi

Beban Bunga

4. Rasio Profitabilitas
Laba per Lembar Saham = Laba Bersih
Rata-rata Saham Biasa Beredar

Persentase Laba Kotor = Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan


Penjualan Bersih
Marjin Laba = Laba Operasi
Penjualan Bersih
Laba berbanding Aset = Laba Sebelum Pajak
Total Aset Rata-rata

2.6 KERTAS KERJA AUDIT DAN PROGRAM AUDIT

1. Pengertian dan Fungsi Kertas Kerja Audit

Auditor harus mengumpulkan berbagai jenis bukti untuk mendukung kesimpulan hasil audit
yang disajikannya dalam laporan hasil audit. Bukti yang dikumpulkan itu harus
didokumentasikan dengan baik. Dokumen dimaksud disebut dengan Kertas Kerja Audit
(working papers), memuat rekaman kegiatan audit yang dilakukannya selama melaksanakan
audit. Disamping berfungsi sebagai media untuk mendukung kesimpulan hasil audit, kertas kerja
juga berfungsi sebagai:

35
 Jembatan/mata rantai yang menghubungkan antara catatan klien denganlaporan hasil audit.
 Media bagi auditor untuk mempertanggung jawabkan prosedur/langkahaudit yang
dilakukannya sehubungan dengan penugasan yang dijalankan.
 Media untuk mengkoordinir dan mengorganisasi semua tahap audit mulaidari tahap
perencanaan sampai pelaporan.
 Dokumen yang dapat memberikan pedoman bagi auditor berikutnya yang melakukan
penugasan audit pada instansi/satuan kerja yang sama.

Kertas kerja didefinisikan sebagai catatan - catatan yang diselenggarakan oleh auditor
mengenai prosedur audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan,informasi yang diperoleh,
dan simpulan yang dibuatnya sehubungan denganpelaksanaan penugasan audit yang
dilakukannya.

2. Isi Kertas Kerja Audit

Kertas kerja audit meliputi semua berkas yang dibuat mulai dari perencanaan sampai dengan
konsep laporan hasil audit, antara lain terdiridari: program audit, hasil pemahaman terhadap
pengendalian intern, analisis,memorandum, surat konfirmasi, pernyataan dari klien, ikhtisar dan
salinan/copy dari dokumen yang dikumpulkan, daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh
auditor, draft laporan hasil audit, dan sebagainya. Kertas kerja tidak hanya berwujud kertas,
tetapi dapat pula berupa pita magnetis, film, atau media yang lain.

Kertas kerja berupa salinan/copy dokumen audit diberi cap “COPY SESUAI ASLINYA,
DIBERIKAN UNTUK AUDITOR” dan ditanda tangani/paraf oleh petugas/counterpart yang
ditugaskan manajemen.

Secara lebih rinci dokumen yang terdapat pada KKA harus meliputi aspek-aspek berikut:

36
 Perencanaan
 Pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistempengendalian internal
 Prosedur audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, analisa yangdibuat dan
kesimpulan yang dicapai oleh auditor
 Review atas KKA
 Pelaporan hasil audit
 Monitoring tindak lajut terhadap hasil audit

3. Persyaratan Kertas Kerja Audit

Kertas kerja audit memperlihatkan kecakapan teknis dan keahlianprofesional dari auditor
yang menyusunnya. Seorang auditor yang kompeten dalam melaksanakan tugasnya akan
menghasilkan kertas kerja yang bermanfaat.Agar bermanfaat, kertas kerja harus lengkap, teliti,
ringkas, jelas dan rapi:

a. Kertas kerja yang lengkap :


 Berisi semua informasi utama, dengan pengertian semua informasipenting harus
dicantumkan dalam kertas kerja
 Tidak memerlukan penjelasan tambahan. Auditor harus mempertimbang-kan bahwa kertas
kerja akan direviu dan digunakan oleh seniornya untukpenyusunan laporan dan reviu hasil
audit.
b. Auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga bebas
dari kesalahan.
c. Kertas kerja harus dibatasi pada informasi pokok saja yang diperlukan dan relevan dengan
tujuan audit dan disajikan secara ringkas, tidak memuat data yang tidak perlu.
d. Kertas kerja harus mampu menyajikan informasi yang jelas dan sistematis, penggunaan
istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari.
e. Kerapian dalam pembuatan dan keteraturan dalam penyusunan kertas kerja diperlukan untuk
mempermudah ketua tim dan supervisor mereviu hasil pekerjaan dan menyusun laporan
hasil audit.

37
4. Jenis Kertas Kerja Audit

Dalam rangka mendukung laporan hasil audit, kertas kerja dikelompokkan dalam Daftar
Utama (lead/top schedule) dan Daftar Pendukung (supporting schedule);

a. Daftar Utama merupakan rangkuman dari Daftar Pendukung, disusun sesuai dengan
kelompok informasi yang disajikan dalam laporan hasil audit. Memuat informasi dan
kesimpulan hasil audit yang diperlukan untuk penyusunan laporan hasil audit.
b. Daftar Pendukung memuat tujuan audit, informasi/kegiatan yang diuji, bukti-
bukti/dokumen pendukung yang dikumpulkan, metode penelitian dan analisis yang
dilakukan dalam rangka memenuhi tujuan audit, dan kesimpulan yang diperoleh, serta
dilengkapi dengan data auditor yang menyusun dan tanggaldan paraf penyusunannya.

Daftar Utama dan Daftar Pendukung merupakan dokumentasi yang terpisah satu sama
lain. Untuk menghubungkan keduanya, kertas kerja harus diberi indeks (semacam
tanda/nomor/kode yang dibuat untuk mempermudah menghubungkan satu kertas kerja dengan
kertas kerja yang lain).

5. Tujuan Pembuatan Kertas Kerja

Empat tujuan penting pembuatan kertas kerja adalah untuk:

i. Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.

Kertas kerja dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya, dan merupakan
bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai.

38
ii. Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.

Auditor dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam auditnya, jika di
kemudian hari ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan mengenai simpulan atau
pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam auditnya.

iii. Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.

Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang dilaksanakan
dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap audit tersebut menghasilkan berbagai
macam bukti yang membentuk kertas kerja. Pengkordinasian dan pengorganisasian
berbagai tahap audit tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kertas kerja.

iv. Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.

Dari Kertas Kerja dapat diperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk audit
berikutnya jika dilakukan audit yang berulang terhadap klien yang sama dalam periode
akuntansi yang berlainan, auditor memerlukan informasi mengenai sifat usaha klien,
catatan dan anke akuntansi klien, pengendaian intern klien, dan rekomendasi perbaikan
yang diajukan kepada klien dalam audit yang lalu, jurnal-jurnal adjustment yang
disarankan untuk menyajikan secara wajar laporn keuangan yang lalu.

6. Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja

SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraph 06 mengatur bahwa kertas kerja adalah milik kantor
akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi. Namun, hak kepemilikan kertas kerja oleh
kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Aturan

39
Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, ntuk meghindarkan penggunaan hal-hal yag
bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan yangtidak semestinya.

Kertas keja yang bersifat rahasia berdasarkan SA Seksi 339 paragraf 08 mengatur bahwa
auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus
menyimpannya sekurang-kurangnya 10 tahun. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
memuat aturan yang berkaitan dengan kerahasiaan kertas kerja.

Aturan Etika 301 berbunyi sebagai berikut:

“Anggota Kompartemen Akuntan Pubik tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien


yang rahasia tanpa persetujuan dari klien”.

Hal-hal yang membuat auditor dapat memberikan informasi tentang klien kepada pihak lain
adalah :

a. Jika klien tersebut menginginkannya,.


b. Jika misalnya praktek kantor akuntan dijual kepada akuntan publik lain, jika kertas
kerjanya diserahkan kepada pembeli harus atas seijin klien.
c. Dalam perkara pengadilan (dalam perkara pidana).
d. Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan keharusan
untuk mengadakan peer review di antara sesama akuntan publik. Untuk me-review
kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang berlaku, dalam peer review informasi
yang tercantum dalam kertas kerja diungkapkan kepada pihak lain (kantor akuntan public
lain) tanpa memerlukan izin dari klien yang bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.

7. Penyimpanan KKA

40
Untuk memudahkan akses dan pemeliharaannya, dokumen KKA perlu dipilah ke dalam
beberapa kategori. pada umumnya terdapat empat kategori berkas KKA, yaitu: Berkas permanen,
Berkas berjalan, Berkas lampiran, danBerkas khusus.

a. Berkas Permanen.

Berkas permanen berisikan data/informasi yang diperlukan oleh auditor untuk


memahami gambaran umum auditi. Dilihat dari dimensi waktu, informasi yang
dimasukkan dalam berkas permanen adalah informasi yang relatif tidak sering berubah.
Dengan adanya berkas permanen, auditor tidak perlu meminta informasi tersebut kepada
audit setiap tahun atau setiap kali akan melakukan audit.Jenis informasi yang
dimaksudkan dalam berkas permanen, antara lain meliputi: data organisasi auditi,
kebijakan dan prosedur operasi, kebijakan akuntansi dan pengendalian internal, dan
informasi administratif berkaitan dengan penugasan audit. Data organisasi meliputi;
Struktur organisasi dan uraian tugas, Sejarah danuraian pokok dan fungsi auditi, Daftar
lokasi unit-unit di bawah organisasi auditi, Kontrak dan perjanjian penting (jika ada),
Daftar personil kunci, Daftar pihak yang mempunyai hubungan istimewa, serta Ketentuan
hukum dan perundang - undangan terkait.

b. Berkas Berjalan (Current).

Berkas berjalan berisikan informasi yang berkaitan dengan audit yang sedang
dilakukan atau audit yang baru lalu. Terdapat dua sub klasifikasi untuk informasi yang
dimasukkan dalam berkas berjalan, yaitu: Berkas umum dan Berkas analisis.

Berkas umum terdiri atas: Surat penugasaan audit, Informasi umum, Hasil
pertemuan awal, Program audit, Manajemen waktu audit, Ikhtisar temuan audit, Draft
laporan audit, Tanggapan auditi, Pertemuan akhir dan tindak lanjut hasil audit.Berkas
analisis, memuat dokumentasi rinci atas proses pengumpulan dan pengujian bukti audit
untuk masing-masing data yang dicakup dalampenugasan audit.

41
c. Berkas Lampiran

Berkas ini berisikan lampiran data, catatan, dan dokumen yang menjadi data mentah
bagi proses pengujian bukti audit. Informasi mengenai proses dan hasil pengujiannya
sendiri dimasukkan dalam berkas audit analisis.

d. Berkas Khusus

Berkas ini berisikan informasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebagian
besar informasi ini berkaitan dengan indikasi kecurangan yang perlu ditindak lanjuti
dengan pemeriksaan khusus.Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 23 Tahun 2007, Kertas Kerja Audit harus disusun dalam satu berkas dan
diserahkan oleh Ketua Tim kepada Sub Bagian Tata Usaha Wilayah untuk diarsipkan.

42
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan:

1. Sebelum menerima suatu penugasan, auditor harus memastikan bahwa penugasan tersebut

dapat diselesaikan sesuai dengan semua standar profesional, termasuk standar auditing, kode

etik akuntan, dan standar pengendalian mutu.

2. Tahap-tahap penting dalam penerimaan suatu penugasan meliputi: evaluasi integritas

manajemen, mengidentifikasi keadaan-keadaan khusus dan resiko tak biasa, menentukan

kompetensi, menilai independensi, menentukan bahwa pekerjaan dapat dilaksanakan dengan

cermat dan teliti, serta menerbitkan surat penugasan.

3. Penetapan perencanaan yang tepat merupakan pekerjaan yang cukup sulit dalam

melaksanakan audit yang efisien dan efektif. Tahapan-tahapan perencanaan meliputi

pekerjaan mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan industri klien dan melaksanakan

prosedur analitis.

43
3.2. SARAN

Dalam makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam
memahami tentang Perencanaan Audit sekaligus dapat menambah wawasan pembaca. Di sini
penulis juga minta maaf kepada pembaca jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan
makalah ini atau ada persepsi yang berbeda dari pembaca, kami harap untuk dapat dimaklumi.

44
DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A, Randal J. Elder, Marks S. Beasley, and Amir Abadi Jusuf, Auditing And
Assurance Services: An Integrated Approach, An Indonesian Adaptation, 12th ed. Prentice Hall
2009

Jusup, Haryono. 2001. Auditing. Yogyakarta : Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

45

Anda mungkin juga menyukai