Anda di halaman 1dari 17

AUDITING

PERENCANAAN AUDIT

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Tri Widyastuti , SE., MM., Ak., CA.

Disusun Oleh:

1. Elfrida Helena PT NPM: 5518221034


2. Farida NPM: 55182210…
3. Ghifari NPM: 55182210…
4. Kevin NPM: 55182210…
5. Tony NPM: 55182210…

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS PANCASILA
2019
PENDAHULUAN

Arens, dalam bukunya Auditing and Assurance Services, menjelaskan bahwa proses

audit terdiri dari empat fase, yaitu: perencanaan audit dan penyusunan program audit,

pengujian pengendalian dan substansi dari transaksi, pelaksanaan prosedur analitis secara

mendetail, serta penyelesaian audit dan penerbitan laporan audit.

Sedangkan Mulyadi dalam buku “Auditing” menyatakan bahwa setidaknya, auditor

independen harus menempuh empat tahap pada saat melaksanakan audit laporan keuangan.

Keempat tahap tersebut adalah: penerimaan perikatan audit, perencanaan audit, pelaksanaan

pengujian audit, dan pelaporan audit.

Langkah-langkah tersebut perlu diketahui agar para auditor dapat melaksanakan

fungsinya sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelaksanaan setiap tahap di atas sendiri tidak

lepas dari standar audit karena standar audit merupakan kriteria dasar dalam pelaksanaan

tanggung jawab auditor.

Suatu tahap penting dari setiap perikatan audit adalah perencanaan. Perencanaan

menyajikan tujuan yang sama dalam audit seperti dalam perencanaan pribadi untuk kuliah

atau dalam perencanaan bisnis untuk pengembangan produk baru sepertikomputer personal.

Dalam setiap hal, perencanaan menghasilkan peraturan atas urutan dari bagian-bagian atau

langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam perencanaan audit, terdapat

lima langkah penting dalam merencanakan audit,yaitu memperoleh pemahaman tentang

bisnis dan industri klien, melaksanakan prosedur analitis, membuat pertimbangan awal

tentang tingkat materialitas, mempertimbangkan risiko audit, mengembangkan strategi audit

awal untuk asersi signifikan, dan memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern..
PERENCANAAN AUDIT

Perencanaan audit adalah prosedur – prosedur yang dilakukan setelah proposal disetujui

atau perikatan audit telah ditanda tangani dan merupakan jembatan untuk pekerjaan

pengujian. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan

lingkup audit yang diharapkan. Perencanaan audit adalah pengembangan strategi menyeluruh

pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan disusun setelah Engagement Letter (surat

perikatan) disetujui klien. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh

kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Dalam perencanaan Audit, Auditor harus

mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut:

a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat usaha

entitas tersebut.

b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.

c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang

signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi

akuntansi  pokok perusahaan

d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.

e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit

f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian

g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti

risiko kekeliruan atau kecurangan material atau adanya transaksi antar pihak – pihak yang

mempunyai hubungan istimewa

h. Sifat laporan Auditor yang diharapkan akan diserahkan ( sebagai contoh : laporan Auditor

tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam,

laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).


Menurut Abdul Halim (2015), ada enam langkah yang dilakukan dalam perencanaan

audit, yaitu: Menghimpun Pemahaman Bisnis Klien dan Industri klien, Melakukan Prosedur

Analitis, Melakukan Penilaian Awal Terhadap Materialitas, Menilai Risiko Audit,

Mengembangkan Strategi Audit Pendahuluan untuk Asersi yang Signifikan, Menghimpun

Pemahaman Struktur Pengendalian Intern Klien. Dalam Standar Audit (“SA”) seksi 300

tentang “Aktivitas Perencanaan” menyatakan bahwa auditor harus menetapkan strategi audit

secara keseluruhan yang menetapkan ruang lingkup, waktu, dan arah audit, serta yang

memberikan panduan bagi pengembangan rencana audit

Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan

audit yang dibuat oleh auditor.

1. Menurut Standar pekerjaan lapangan pertama Profesional Akuntan Publik (SPAP)

mensyaratkan adanya perencanaan yang memadai yaitu: ”Pekerjaan harus direncanakan

sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.” (IAI,

2001).

2. Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing”, menerangkan bahwa:

“Perencanaan dan supervise berlangsung terus menerus selama audit, auditor sebagai

penanggung jawab akhir atas audit dapat mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan

dan supervise auditnya dalam kantor akuntannya (asisten)”.

3. Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (Ikatan

Akuntan Indonesia, 2001) mensyaratkan agar “audit dirancang untuk memberikan

keyakinan memadai atas pendeteksian salah saji yang material dalam laporan

keuangan”.

4. Menurut SA Seksi 326 (PSA No. 07), Paragraf Audit No. 20 menyatakan bahwa:

“Auditor pada hakikatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang

wajar“.
Dalam perencanaan auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, lingkup, dan pada

saat pekerjaan harus dilaksanakan yaitu membuat suatu program audit secara tertulis (satu set

program audit tertulis) untuk setiap audit. Program audit harus menggariskan dengan rinci

prosedur audit yang menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit.

Bentuk program audit dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi sesuai dengan keadaan.

Selama berlangsungnya audit, perubahan  kondisi dapat menyebabkan terjadinya perubahan

prosedur audit yang telah direncanakan tersebut.

Auditor harus mempertimbangkan apakah suatu keahlian khusus diperlukan, seperti

dalam mempertimbangkan dampak pengolahan komputer terhadap auditnya, untuk

memahami pengendalian intern, kebijakan dan prosedur, atau untuk merancang dan

melaksakan prosedur audit. Jika keahlian khusus diperlukan, auditor harus mencari asisten

atau tenaga ahli yang memiliki keahlian tersebut, yang mungkin berasal dari staf kantor

akuntannya atau ahli dari luar. Jika penggunaan jasa tenaga ahli tersebut direncanakan,

auditor harus memiliki pengetahuan memadai yang bersangkutan dengan computer untuk

mengkomunikasikan tujuan pekerjaan ahli lain tersebut; untuk mengevaluasi apakah hasil

prosedur yang telah ditentukan tersebut mencapai tujuan auditor; dan untuk mengevaluasi

hasil prosedur audit yang diterapkan berkaitan  dengan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit

lain yang direncanakan.

Menerima Klien dan Melakukan Perencanaan Audit Awal

A.  Perencanaan Audit Awal

Ada empat hal yang keseluruhannya harus dilakukan lebih dulu dalam audit:

1)   Auditor memutuskan apakah akan menerima klien baru atau terus melayani klien yang

ada sekarang. Penentuan ini biasanya dilakukan oleh auditor yang berpengalaman yang
berwenang mengambil keputusan penting.Auditor ingin membuat keputusan ini lebih

awal,sebelum mengeluarkan biaya yang cukup besar yang tidak bisa ditutup kembali.

2)   Auditor mengindentifikasi mengapa klien menginginkan atau membutuhkan

audit. Informasi ini akan mempengaruhi bagian dari proses perencanaan selanjutnya.

3)   Untuk menghindari kesalahpahaman,auditor harus memahami syarat-syarat penugasan

yang ditetapkan klien.

4)   Auditor mengembangkan strategi audit secara keseluruhan,termasuk staf penugasan dan

setiap spesialis audit yang diperlukan.

Walaupun memperoleh dan mempertahankan klien bukanlah hal yang mudah dalam

profesi yang kompetitif seperti akuntan publik, kantor akuntan publik (KAP), harus berhati-

hati dalam memutuskan klien mana yang dapat diterima. Tanggung jawab hukum dan

profesional KAP adalah sedemikian rupa, sehingga klien yang kurang memiliki integritas

atau selalu memperdebatkan tentang pelaksanaan audit dan fee yang tepat dapat

menimbulkan lebih banyak masalah ketimbang manfaat yang diterima.

B.  Investigasi atas klien baru

Sebelum menerima klien baru,kebanyakan kantor akuntan publik akan menyelidiki

perusahaan tersebut untuk menentukan akseptabilitasnya,kantor itu akan melakukannya

dengan memeriksa,sejauh memungkinkan,prospektif klien ini dalam komunitas

bisnis,stabilitas keuangannya dan hubungannya dengan kantor akuntan publik

sebelumnya.Contoh:Banyak kantor akuntan publik sangat berhati-hati dalam menerima klien

baru dari bisnis yang baru terbentuk dan berkembang cepat,banyak dari bisnis-bisnis tersebut

mengalami masalah keuangan dan membuat kantor akuntan publik akan menghadapi

kewajiban potensial yang signifikan.


Beban untuk memulai komunikasi,ditanggung oleh auditor penerus,tetapi auditor

pendahulu diwajibkan untuk merespons permintaan akan informasi.Akan tetapi,persyaratan

kerahasiaan dalam kode perilaku profesional mewajibkan bahwa auditor pendahulu harus

memperoleh izin dari klien sebelum komunikasi dapat dilaksanakan.Jika klien tidak tidak

mengizinkan komunikasi atau auditor pendahulu tidak akan memberikan respons yang

kompetitif,auditor penerus dapat mempertimbangkan secara serius keinginannya untuk

menerima penugasan prospektif,tanpa memperhitungkan investigasi lainnya.

C.  Klien yang berlanjut.

Setiap tahun banyak kantor akuntan publik mengevaluasi klien-klien yang ada saat ini

guna menentukan apakah ada alasan untuk menghentikan audit. Konflik yang terjadi

sebelumnya menyangkut ruang lingkup audit yang tepat, jenis pendapat yang akan diberikan,

jumlah fee,atau hal-hal lain dapat menyebabkan auditor menghentikan kerja samanya.[2]

D.  Memilih staf untuk melakukan penugasan

Auditor harus menempatkan staf yang tepat pada penugasan agar sesuai dengan standar

auditing dan untuk meningkatkan efesiensi audit. Salah satu prinsip dasar dalam standar

auditing adalah bahwa: Auditor bertanggunng jawab untuk memiliki kompetensi dan

kemampuan yang memadai demi melaksanakan audit.

Karena itu, setiap staf yang ditugaskan harus mengingat persyaratan tersebut disamping

harus mempunyai pengetahuan tentang industri klien. Dalam penugasan audit yang lebih

besar, mungkin diperlukan satu atau lebih partner dan staf yang memiliki berbagai tingkat

pengalaman. Para spesialis dalam bidang teknis seperti sampling statistic dalam penilaian
risiko computer juga dapat ditugaskan. Pada audit yang lebih kecil mungkin hanya diperlukan

satu atau dua anggota staf.

E.   Mengevaluasi kebutuhan akan spesialis dari luar

Auditor harus memiliki pemahaman yang memadai atas bisnis klien untuk mengetahui

apakah spesialis memang diperlukan. Auditor perlu mengevaluasi kualifikasi professional

spesialis itu dan  memahami tujuan serta ruang lingkup pekerjaannya. Auditor juga harus

mempertimbangkan hubungan spesialis tersebut dengan klien, termasuk situasi yang mungkin

mengganggu objektivitasnya. Penggunaan spesialis tidak akan mempengaruhi tanggung

jawab auditor untuk melaksanakan audit dan laporan audit tidak boleh mengacu pada

pekerjaan spesialis, kecuali laporan spesialis mengakibatkan perlunya modifikasi atas laporan

audit.

Memahami Bisnis dan Industri Klien

Pemahaman yang menyeluruh atas bisnis dan industri klien serta pengetahuan tentang

operasi perusahaan sangat penting untuk melaksanakan audit yang memadai. Resiko bisnis

klien adalah resiko bahwa klien akan gagal memenuhi tujuannya. Dalam tahun-tahun terakhir

ini beberapa faktor telah meningkatkan arti penting dari pemahaman atas bisnis dan industri

klien:

A. Penurunan yang signifikan pada kondisi ekonomi baru-baru ini diseluruh dunia mungkin

akan meningkatkan secara signifikan resiko bisnis klien. Auditor harus memahami sifat

bisnis klien untuk mengetahui dampak dari kemerosotan ekonomi yang parah terhadap

laporan keuangan klien dan kemampuan untuk terus going concern.

B. Teknologi informasi yang menghubungkan perusahaan klien dengan pelanggan dan

pemasok utama. Akibatnya, auditor memerlukan pengetahuan


C. Klien telah memperluas operasinya secara global, yang sering kali melalui joint venture

atau aliansi strategi.

D. Teknologi informasi mempengaruhi proses iinternal klien, yang meningkatkan mutu dan

ketepatan waktu informasi akuntansi.

E.  Semakin pentingnya modal manusia dan asset tidak berwujud lainnya telah meningkatkan

kerumitan akuntansi serta pentingnya penilaian dan estimasi manajemen.

F.  Banyak klien yang mungkin telah berinvestasi dalam instrument keuangan yang konpleks,

seperti obligasi utang yang dijadikan jaminan atau sekuritas dengan jaminan hipotek, yang

mungkin telah menurun nilainya, memerlukan perlakuan akuntansi yang rumit, dan

seringkali melibatkan pihak yang tidak dikenal yang dapat menimbulkan resiko keuangan

yang tidak diharapkan oleh klien.

Tiga alasan utama untuk mendapatkan pemahaman yang baik tentang industri klien dan

lingkungan eksternal adalah:

A. Risiko yang berkaitan dengan industri tertentu dapat mempengaruhi penilaian auditor atas

resiko bisnis klien dan risiko audit yang dapat di terimah dan bahkan dapat mempengaruhi

auditor dalam menerimah penugasan pada industri yang lebih berisiko, seperti industri

simpan – pinjam dan asuransi kesehatan.

B. Risiko inheren (risiko bawaan)  tertentu sudah umum bagi semua klien dalam industri

tertentu. Familiaritas dengan risiko – risiko tersebut akan membantu auditor dalam menilai

relevansinya bagi klien bersangkutan. Contohnya, meliputi kemungkinan keusangan

persediaan dalam industri pakaian jadi, risiko inheren atas penagihan piutang usaha dalam

industri pinjaman konsumen,serta cadangan untuk risiko inheren kerugian dalam industri

asuransi kecelakaan.

C. Banyak industri memiliki persyaratan akutansi yang unik yang harus dipahami auditor

untuk mengevaluasi apakah laporan telah sesuai dengan standar akutansi. Sebagai contoh,
jika auditor melakukan audit atas sebuah pemerintahan kota, auditor harus memahami

akutansi pemerintahan dan persyaratan auditnya. Juga ada persyaratan akutansi yang unik

bagi perusahaan konstruksi, kereta api, organisasi nirlaba, lembaga keuangan dan banyak

organisasi lainnya.

Beberapa faktor yang harus dipahami dalam operasi dan proses bisnis yaitu:

A. Kunjungan ke pabrik dan kantor

Sebuah kunjungan ke fasilitas yang dimiliki klien sangat berguna dalam mendapatkan

pemahaman yang lebih baik atas operasi bisnis klien karena hal ini memberikan

kesempatan untuk mengamati kegiatan operasi secara langsung dan untuk menemui

pegawai – pegawai kunci. Dengan melihat fasilitas fisik auditor dapat menilai keamanan

fisik terhadap aset – asset klien dan menginterpretasikan dan akutansi yang terkait dengan

asset seperti persediaan dan peralatan.

B. Mengidentifikasi pihak yang berkaitan

Transaksi dengan pihak terkait sangat     penting bagi auditor karena prinsip – prinsip

akutansi yang berlaku secara umum mengharuskan transaksi itu diungkapkan dalam

laporan keuangan jika material. Pihak terkait didefinisikan dalam standar auditing sebagai

perusahaan afiliasi, pemilik utama perusahaan klien, atau pihak lainnya yang bersangkutan

dengan klien itu, dimana salah satu pihak dapat mempengaruhi manajemen atau kebijakan

operasi pihak lain itu.  Sedangkan Transaksi dengan pihak terkait adalah setiap transaksi

antara klien dengan pihak terkait. Contoh yang umum adalah transaksi penjualan atau

pembelian antara perusahaan induk dan perusahaan anak, pertukaran peralatan antara dua

perusahaan yang dimiliki oleh pihak yang sama dan pinjaman kepada pejabat perusahaan.

C. Kode etik

Perusahaan sering mengkomunikasikan standar nilai danetika perusahaan melalui

pernyataan kebijakan serta kode prilaku. Sebagai respon atas persyaratan dalam Sarbanes
– oxley act, SEC mewajibkan setiap perusahaan public mengungkapkan apakah telah

menggunakan kode etik yang berlaku bagi manajemen senior, termasuk CEO, CFO, dan

pejabat akutansi utama atau kontroler. Perusahaan yang belum menggunakan kode

tersebut harus mengungkapkan fakta ini dan menjelaskan mengapa belum menerapkannya.

SEC juga mewajibkan perusahaan untuk segera mengungkapkan amademen atau

perubahan dan pengecualian dari kode etik itu bagi setiap pejabat perusahaan. Auditor

harus mengetahui kode etik perusahaan dan menelaah setiap perubahan serta pengecualian

dari kode prilaku yang berdampak terhadap sistem tata kelola dan integritas serta nilai etis

terkait dari manajemen senior.

D. Notulen rapat perusahaan

Adalah catatan resmi tentang pertemuan dewan direksi dan para pemegang saham.

Notulen ini mencakup otoritasi dan ikhtisar kunsi mengenai topic – topic penting yang di

bahas pada pertemaun tersebut dan keputusan yang diambil oleh para direktur serta

pemegang saham. Contohnya informasi lainnya yang relevan bagi audit mencakup

pembahasan tentang litigasi atau perkara hukum, penundaan penerbitan saham, atau

kemungkinan merger.

Menilai risiko bisnis klien

Auditor menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dari pemahaman strategis atas

bisnis dan industri klien untuk menilai risiko bisnis klien yaitu risiko bahwa klien akan gagal

dalam mencapai tujuannya. Risiko bisnis klien dapat timbul dari banyaknya faktor yang

mempengaruhi klien dan lingkungannya. Seperti teknologi baru yang mengikis keunggulan

kompetitif klien, atau klien gagal melaksanakan strateginya sebaik pesaing. Perhatian utama

auditor tertuju pada risiko salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh
risiko bisnis klien. Sebagai contoh perusahaan sering kali melakukan akuisisi atau merger

strategis yang bergantung pada keberhasilan penggabungan operasi antara dua atau lebih

perusahaan. Jika sinergi yang direncanakan tidak berkembang nilai asset tetap dan goodwill

yang dicatat dalam akuisisi dapat menurun, yang mempengaruhi kewajaran penyajian laporan

keuangan.

Strategi Audit Awal

Tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk

mengurangi resiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu pendapat

apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang material.

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk asersi-asersi auditor menspesifikasikan 4

komponen sebagai berikut :

1. Tingkat risiko bawaan yang dinilai

2. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai dengan

mempertimbangkan luas pemahaman pengendalian intern dan pelaksanaan pengujian

pengendalian.

3. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan dengan petimbangan pemahaman

tentang bisnis & industri yang diperoleh dan pelaksanaan prosedur analitis mengenai

penyajian suatu asersi.

4. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan ,apabila dikombinasikan dengan prosedur

lain mengurangi risiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai

Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:
1. Primarily substantive approach

2. Lower assessed level of control risk approach

Dalam memilih alternatif strategi audit tersebut, auditor mempertimbangkan faktor-faktor

sebagai berikut:

1. Planned assessed level of control risk. Luas pemahaman auditor terhadp struktur

pengendalian intern yang dihimpun

2. Test of control yang dilaksanakan dalam menentukan risiko pengendalian

3. Planned assessed level of substantive test yang dilaksanakan auditor untuk

mengurangi risiko audit pada tingkat serendah mungkin.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)

yang tinggi, berarti auditor mengangap bahwa struktur pengendalian intern klien adalah

sangat efektif dan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor harus

menguji kebenaran anggapannya tersebut. Auditor lebih banyak melakukan pengujian

pengendalian.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of control risk)

yang rendah, berarti auditor menganggap bahwa struktur pengendalian intern klien sangat

tidak efektif dan tidak akan dapat mencegah terjadinya salah saji. Oleh karena itu, auditor

kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern

klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena itu, auditor melakukan

pengujian substantif.

Luas pemahaman auditor terhadap struktur pengendalian intern juga mempengaruhi

pemilihan strategi audit. Apabila auditor sangat memahami struktur pengendalian intern

klien, maka auditor dapat memilih strategi audit Primarily substantive approach. Apabila

auditor kurang memahami struktur pengendalian intern klien, maka auditor dapat memilih

strategi audit Lower assessed level of control risk approach.


Strategi audit pendahuluan bukanlah merupakan spesifikasi rinci (detail) prosedur

auditing. Strategi audit pendahuluan merupakan suatu judgement pendahuluan mengenai

endekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan audit.

a. Primarily substantive approach

Pada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian substantif daripada pengujian

pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk memperoleh

pemahaman struktur pengedalian intern klien. Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit

yang pertama kali daripada atas klien lama. Strategi ini digunakan apabila auditor, atas dasar

pengalaman maupun tahap perencanaan sebelumnya, menemukan kondisi sebagai berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi, tidak efektif. Oleh karena itu, salah saji

tidak akan dpat dicegah atau dideteksi oleh struktur pengendalian intern klien. Auditor

kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern

klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit. Dengan demikian, auditor akan lebih

banyak melakukan pengujian substantive.

2. Biaya untuk melaksanakan:

a. Prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian intern

b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk melebihi biaya

untuk melaksanakan test substantif yang lebih ekstensif.

Kedua kondisi ini biasanya terkait dengan asersi akun:

1. Yang dipengaruhi terutama oleh transaksi tidak rutin atau jarang terjadi seperti

aktiva tetap, utang obligasi, dan modal saham


2. Yang sangat memerlukan jurnal penyesuaian seperti akumulasi depresiasi.

b. Lower assessed level of control risk approach

Auditor lebih mengutamakan pengujian pengendalian daripada pengujian substantive

pada strategi ini. Hal ini bukan berarti auditor sama sekali tidak melakukan pengujian

substantif. Auditor tetap melakukan pengujian substantif meskipun tidak se-ekstensif pada

Primarily substantive approach. Auditor lebih banyak melakukan prosedur untuk memperoleh

pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien. Strategi ini lebih banyak dipakai

dalam audit atas klien lama daripada audit yang pertama kali atas klien baru. Strategi ini

digunakan apabila auditor, atas dasar pengalaman maupun tahap perencanaan sebelumnya,

menemukan kondisi sebagai berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi dirancang dengan baik, dan sangat efektif.

Struktur pengendalian intern klien sangat efektif tersebut akan dapat mengurangi

kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor harus menguji apakah struktur

pengendalian intern klien benar-benar efektif dalam mendeteksi salah saji. Auditor lebih

banyak melakukan pengujian pengendalian.

2. Biaya untuk melaksanakan:

a. prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian intern.

b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of control risk lebih rendah

dari pada biaya untuk melaksanakan tes substantif yang lebih ekstensif. Akun yang

diperiksa adalah akun yang dipengaruhi transaksi rutin, dan volumenya tinggi. Contoh

akun seperti itu adalah: penjualan, piutang dagang, persediaan, biaya upah dan gaji.

Pertimbangan Awal tentang Materialitas


Auditor pada awal masa penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai kesalahan

penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material.

Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat materialitas (preliminary

judgment about materiality) karena pertimbangan ini merupakan suatu pertimbangan

profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika ternyata situasi-situasi yang

melingkupinya berubah. Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat

materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang

harus dikumpulkan.

Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentang tingkat

materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut dilakukan, pertimbangan

yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang materialitas. Alasan-alasan

dipergunakannya revisi pertimbangan dapat mencakup karena adanya perubahan salah satu

faktor yang dipergunakan dalam menetukan pertimbangan awal atau karena adanya

kebijaksanaan akibat dari auditor bahwa pertimbangan awal ternyata bernilai terlalu besar

atau terlalu rendah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian

Materialitas lebih merupakan konsep yang relatif bukannya absolut sehingga sejumlah

dasar pertimbangan diperlukan untuk mengevaluasi tingkat materialitas. Pertimbangan

materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan dengan hubungan

salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif

berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material

dapat secara kualitatif bersifat material, karena penyebabnya yang menimbulkan salah saji

tersebut. Secara Faktor Kuantitatif, misalnya hubungan salah saji dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan seperti: Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan dan Total

aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca. Faktor kualitatif seperti: Kemungkinan

terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan. Syarat yang tercantum dalam

perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan

beberapa ratio keuangan pada tingkat minimum tertentu. Adanya gangguan dalam trend laba.

Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin. A., dkk. 2014. Auditing and assurance services: An Integrated approach (15 th


edition). (Jakarta : Erlangga)
Rahayu Siti Kurnia. 2013. Auditing. (Yogyakarta: Graha Ilmu)
Arens. Alvin. A. and James. K. Loebbecke. 2000. Auditing an Integrated Approach (8th
edition). (Jakarta : Erlangga)
 Arens, Alvin. A., Randal,  Auditing and assurance services: An Integrated approach,  (Jakarta :
Erlangga, 2014 ), H. 247
Arens, Alvin. A., Randal,  Auditing and assurance services: An Integrated approach,  (Jakarta :
Erlangga, 2014 ), H. 249
Arens, Alvin. A., Randal,  Auditing and assurance services: An Integrated approach,  (Jakarta :
Erlangga, 2014 ), H. 254
Siti kurnia rahayu, Auditing, (Yogyakarta : Graha Ilmu), H. 259
Arens, Alvin. A., Randal,  Auditing and assurance services: An Integrated approach,  (Jakarta :
Erlangga, 2014 ), H. 258

Anda mungkin juga menyukai