Anda di halaman 1dari 32

Tugas SP

PEMERIKSAAN KOPERASI

OLEH :

NAMA : WAODE NURWIYAN

NIM : A1 A118031

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
BAB I

PENDAHULUAN

Arens, dalam bukunya Auditing and Assurance Services, menjelaskan


bahwa proses audit terdiri dari empat fase, yaitu: perencanaan audit dan
penyusunan program audit, pengujian pengendalian dan substansi dari transaksi,
pelaksanaan prosedur analitis secara mendetail, serta penyelesaian audit dan
penerbitan laporan audit.

Sedangkan Mulyadi dalam buku “Auditing” menyatakan bahwa


setidaknya, auditor independen harus menempuh empat tahap pada saat
melaksanakan audit laporan keuangan. Keempat tahap tersebut adalah:
penerimaan perikatan audit, perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit, dan
pelaporan audit.

Langkah-langkah tersebut perlu diketahui agar para auditor dapat


melaksanakan fungsinya sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelaksanaan setiap
tahap di atas sendiri tidak lepas dari standar audit karena standar audit merupakan
kriteria dasar dalam pelaksanaan tanggung jawab auditor.

Sistematika penyajian akan diawali dengan gambaran mengenai


perencanaan audit. Kemudian dilanjutkan dengan tahap perencanaan awal,
pembuatan dokumen perikatan, penentuan materilaitas, penetapan risiko, serta
pengembangan rencana audit dan penyusunan program audit.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perencanaan Audit

Perencanaan audit adalah pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan


dan lingkup audit yang diharapkan disusun setelah Engagement Letter (surat
perikatan) disetujui klien. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat
ditentukan oleh kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.

1. Menurut Standar pekerjaan lapangan pertama Profesional Akuntan Publik


(SPAP) mensyaratkan adanya perencanaan yang memadai yaitu:
”Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
harus disupervisi dengan semestinya.” (IAI, 2001).
2. Menurut Sukrisno Agoes dalam bukunya “Auditing”, menerangkan
bahwa:“Perencanaan dan supervise berlangsung terus menerus selama
audit, auditor sebagai penanggung jawab akhir atas audit dapat
mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan dan supervise auditnya
dalam kantor akuntannya (asisten)”.
3. Menurut Standar Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(Ikatan Akuntan Indonesia, 2001) mensyaratkan agar audit dirancang
untuk memberikan keyakinan memadai atas pendeteksian salah saji yang
material dalam laporan keuangan”.
4. Menurut SA Seksi 326 (PSA No. 07), Paragraf Audit No. 20 menyatakan
bahwa:“ Auditor pada hakikatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu
dan biaya yang wajar “.
 Elemen-elemen Perencanaan Audit

Ruang lingkup dari perencanaan audit bervariasi sesuai dengan besarnya dan
kompleksitas permasalahan objek yang diperiksa dan pengetahuan mengenai jenis
usaha objek yang diperiksa. Adapun elemen-elemen perencanaan audit menurut
Arens and Loebbecke (2000:219) adalah :
a) Perencanaan Awal
b) Memperoleh latar belakang informasi
c) Memperoleh informasi tentang kewajiban sah/tentang undang-
undang klien
d) Melaksanakan prosedur menurut penelitian persiapan
e) Materialitas yang diset dan auditor bisa mengambil risiko dan tidak
bisa dipisahkan
f) Memahami struktur pengawasan intern dan menilai risiko kendali
g) Mengembangkan program audit dan rencana audit.

B. Perencanaan Awal

Beberapa hal penting yang terdapat dalam perencanaan awal ini adalah
mengenai keputusan menerima atau menolak klien baru maupun klien lama,
mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit, menentukan staf untuk penugasan dan
membuat surat perikatan. Perencanaan awal itu terdiri dari hal-hal berikut ini :

1) Menyelidiki klien baru


Menyelidiki klien baru adalah hal yang penting bagi auditor sebelum
mereka memutuskan untuk menerima atau menolak klien tersebut. Hal itu
dilakukan dengan cara mengevaluasi prospek klien dalam lingkungan usaha,
stabilitas keuangan dan hubungan klien dengan kantor akuntan terdahulu.
Auditor pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor sebelumnya
dan harus mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi dilakukan.
2) Melanjutkan klien lama

Untuk melanjutkan klien lama juga harus di evaluasi untuk memutuskan


apakah diterima atau tidak dapat dilanjutkan, penyebab tidak bisa dilanjutkannya
pemeriksaan karena perselisihan sebelumnya, jika terjadi tuntutan hukum terhadap
Kantor Akuntan Publik oleh klien.
3) Mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit

Dua faktor utama yang mempengaruhi bahan bukti audit yang akan
dikumpulkan adalah siapa pemakai laporan dan maksud penggunaan laporan.
Auditor mungkin akan mengumpulkan lebih banyak bahan bukti audit jika
laporan digunakan secara luas.

4) Menentukan Staf untuk penugasan

Menentukan staf yang pantes untuk penugasan adalah penting untuk


memenuhi standar auditing yang telah ditetapkan dan meningkatkan efisiensi
audit. Pertimbangan yang mempengaruhi penyusunan staf adalah orang-orang
yang diserahi tugas harus akrab dengan bidang usaha klien.

5) Membuat surat perikatan

Tujuan dibuatnya surat perikatan adalah untuk mengurangi salah pengertian


sehingga harus dibuat secara tertulis. Surat perikatan adalah kesepakatan antara
KAP dengan klien, isi dari surat tersebut adalah menyatakan batasan dari
penugasan, batas waktu, bantuan akan diberikan atau daftar rincian yang perlu
disiapkan untuk auditor, serta honorariuran.

C. Surat Perikatan Audit

Surat perikatan audit (engagement letter) dibuat oleh auditor untuk


kliennya yang berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan
auditor atas penunjukan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggung
jawab yang dipikul oleh auditor bagi kliennya, kesepakatan tentang pembuatan
laporan keuangan auditan, serta bentuk laporan keuangan yang akan diterbitkan
oleh auditor. Baik auditor maupun klien berkepentingan terhadap
pendokumentasian surat perikatan audit, sehingga dapat dicegah terjadinya
kesalahpahaman yang mungkin timbul antara auditor dengan kliennya. Secara
singkat, surat perikatan ini berfungsi menunjukkan adanya pemahaman yang sama
antara auditor dan klien.
 Hal-hal yang harus diperhatikan auditor sebelum menerima suatu
perikatan audit

Agar tidak timbul kesalahan interpretasi akan pekerjaan audit baik dari
pihak auditor, klien maupun pihak lain yang berkepentingan, maka auditor perlu
memperhatikan beberapa hal penting seperti yang diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 310 (PSA No. 05).Dalam paragraf
05 diatur bahwa auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa
yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut mengurangi
risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di
pihak auditor maupun klien.

Adapun pemahaman yang harus dibangun auditor harus mencakup tujuan


perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor dan batasan
perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas
kerjanya, lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien. Jika auditor
yakin bahwa pemahaman dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk
menerima atau menolak untuk melaksanakan perikatan.

1) Paragraf 06 mengatur mengenai hal-hal yang secara umum harus tercakup


dalam proses pemahaman dengan klien tentang audit atas laporan
keuangan: Tujuan audit adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas
laporan keuangan.
2) Manajemen bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan
pengendalian intern yang efektif terhadap pelaporan keuangan
3) Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menjamin
bahwa entitas mematuhi peraturan perundangan yang berlaku terhadap
aktivitasnya
4) Manajemen bertanggung jawab untuk membuat semua catatan keuangan
dan informasi yang berkaitan tersedia bagi auditor
5) Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi
auditor (surat representasi kien) yang menegaskan representasi tertentu
yang dibuat selama audit berlangsung.
6) Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (sekarang Institut
Akuntan Publik Indonesia).
7) Suatu audit mencakup pemahaman atas pengendalian intern yang cukup
untuk merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya
prosedur audit yang harus dilaksanakan.

Dalam praktik, hal-hal tersebut biasanya tercakup dalam surat perikatan


yang diberikan oleh auditor kepada klien. Selain hal-hal tersebut diatas,
pemahaman pekerjaan audit dengan klien juga mencakup hal-hal lain seperti
berikut ini :

a) Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan (contohnya waktu,


bantuan klien berkaitan dengan pembuatan jadwal pelaksanaan
pekerjaan audit, dan penyediaan dokumen).
b) Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika
diperlukan
c) Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu
d) Pengaturan tentang fee dan penagihan
e) Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor
atau klien, seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang
timbul dari representasi salah yang dilakukan dengan
sepengetahuan manajemen kepada auditor
f) Kondisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk
melakukan akses ke kertas kerja auditor
g) Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan
pemenuhan persyaratan badan pengatur
h) Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor
dalam hubungannya dengan perikatan.
 Bentuk dan isi surat perikatan
Bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien,
namun surat tersebut umumnya berisi:
1. Tujuan audit atas laporan keuangan,
2. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan,
3. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan,
pernyataan dari badan profesional yang harus dianut oleh auditor,
4. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan
oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan,
5. Fakta bahwa karena sifat pengujian dan keterbatasan bawaan lain
suatu audit, dan dengan keterbatasan bawaan pengendalian internal,
terdapat risiko yang tidak dapat dihindari tentang kemungkinan
beberapa salah saji material tidak dapat terdeteksi,
6. Akses yang tidak dibatasi terhadap catatan, dokumentasi, dan
informasi lain apa pun yang diminta oleh auditor dalam
hubungannya dengan audit,
7. Pembatasan atas tanggung jawab auditor, dan
8. Komunikasi melalui e-mail.
CONTOH SURAT AUDIT
Kepada :

Dewan Komisaris atau Pihak Lain yang Memiliki Kewenangan dan


Tanggung Jawab Setara

Saudara telah meminta kami untuk mengaudit neraca… … … …


(selanjutnya disebut "Perusahaan") tanggal……………….., dan
laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas
untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Surat
ini menegaskan penerimaan kami dan pemahaman kami atas
perikatan ini. Audit kami akan kami laksanakan dengan tujuan untuk
menyatakan pendapat kami atas laporan keuangan tersebut.

Kami akan melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang


ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan
kami merencanakan dan melaksanakan audit agar memperoleh
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian,
bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam
laporan keuangan. Audit juga akan meliputi penilaian atas prinsip
akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh
manajemen, serta penilaian atas penyajian laporan keuangan secara
keseluruhan sesuai dengan ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Pendapat kami atas laporan keuangan tersebut adalah tergantung dari
hasil penerapan prosedur-prosedur audit yang akan kami laksanakan,
oleh karena itu, kami tidak memberikan jaminan bahwa kamidapat
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan
tersebut di atas.

Sebagai bagian dari proses audit, kami akan melakukan permintaan


keterangan dari manajemen tentang pernyataan manajemen yang
disajikan dalam laporan keuangan. Kami juga akan meminta
pernyataan tertulis clan manajemen yang menjelaskan
bahwa penyajian laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen
dan penegasan tertulis lainnya untuk mengkonfirmasi beberapa
pernyataan yang dibuat oleh manajemen kepada kami selama proses
audit kami. Tanggapan manajemen atas permintaan keterangan kami
dan pemerolehan pernyataan tertulis dari manajemen diwajibkan oleh
standar auditing sebagai bagian dari bukti audit yang akan
kami andalkan sebagai dasar dalam memberikan pendapat atas laporan
keuangan. Karena pentingnya surat pernyataan manajemen tersebut,
Perusahaan setuju untuk membebaskan dan mengganti rugi
kepada…… …… …(nama KAP yang bersangkutan) dan stafnya
atas segala tuntutan, kewajiban, dan biaya-biaya yang akan
dikeluarkan sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen
berkaitan dengan jasa audit yang kami berikan sesuai dengan
perikatan ini.

Audit kami mengandung risiko bawaan bahwa bila terdapat


kekeliruan dan ketidakberesan material, termasuk kecurangan atau
pemalsuan, mungkin tidak akan terdeteksi. Namun, bila kami
menemukan adanya hal-hal tersebut dalam audit kami, informasi
tersebut akan kami sampaikan kepada Saudara.

Sebagai tambahan laporan audit kami atas laporan keuangan, kami


akan menyampaikan surat terpisah tentang kelemahan signifikan
pengendalian intern yang kami temukan dalam audit yang kami
lakukan.

Kami mengingatkan Saudara bahwa tanggung jawab atas


penyusunan laporan keuangan, termasuk pengungkapan memadai
merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung
jawab ini mencakup pula penyelenggaraan catatan akuntansi dan
pengendalian intern memadai, pemilihan dan penerapan kebijakan
akuntansi, dan penjagaan keamanan aktiva perusahaan. Sebagai
bagian dari proses audit, kami akan meminta penegasan tertulis dari
Saudara tentang representasi yang Saudara buat untuk kami dalam
rangka audit yang kami laksanakan.

Kami mengharapkan kerja sama penuh dari staf Saudara dan kami
yakin bahwa mereka akan menyediakan catatan, dokumentasi, dan
informasi lain yang kami perlukan dalam rangka audit kami.
Berdasarkan diskusi tentang operasi perusahaan dan perencanaan
audit kami, fee audit kami perkirakan sebesar Rp… …… ….
ditambah direct out of pocket expenses dan Pajak Pertambahan
Nilai. Fee tersebut kami hitung berdasarkan waktu yang
diperlukan oleh staf yang kami tugasi untuk melaksanakan audit ini
dan tarif per jam staf yang kami tugasi, yang bervariasi sesuai
dengan tingkat tanggung jawab yang dipikul dan pengalaman serta
keahlian yang diperlukan. Jumlah tersebut akan kami tagih sesuai
dengan kemajuan pekerjaan kami.

Surat perikatan audit ini akan efektif berlaku untuk tahun-tahun


yang akan datang kecuali jika dihentikan, diubah, atau diganti.

Silakan menandatangani dan mengembalikan copy surat perikatan


audit terlampir yang menunjukkan kesepakatan Saudara atas
pengaturan tentang audit atas laporan keuangan tersebut di atas.

Terima kasih atas kesempatan yang Saudara berikan kepada kami


untuk menyediakan jasa audit bagi Saudara.

PT ABC Kantor Akuntan Publik

D. Mendapatkan pemahaman tentang sifat bisnis dan industry auditee


Mendapatkan pemahaman menyeluruh menganai sifat bisnis dan industry
serta sifat operasi auditi merupakan hal yang penting bagi auditor untuk dapat
melakukan audit yang memadai. Hal ini menjadi penting karena :

1. Risiko yang terkait dengan industri spesifik dapat mempengaruhi penilaian


auditor atas risiko bisnis klien dan risiko audit yang dapat diterima
(acceptable audit risk) dan bahkan dapat memengaruhi auditor untuk
menolak perikatan dengan perusahaan dalam industri berisiko, seperti jasa
keuangan dan industri asuransi kesehatan.
2. Risiko yang melekat (inherent risk) yang relative sama untuk perusahaan
di industri tertentu.
3. Banyak industri memiliki persyaratan akuntansi yang unik dan auditor
harus memahami persyaratan tersebut untuk mengevaluasi apakah laporan
keuangan auditee sesuai dengan standar akuntansi.

Mendapatkan pemahaman menyeluruh menganai sifat bisnis dan industry


serta sifat operasi auditi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1) Memahami industry dan bisnis auditee


2) Memahami proses dan operasi bisnis auditee
3) Memahami organisasi bisnis dan tata kelola auditee
4) Memahami tujuan dan strategi perusahaan auditee
5) Memahami system pengukuran kinerja auditee

E. Melakukan penilaian risiko bisnis auditee dengan prosedur analitis

Auditor menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman bisnis


dan industri auditee untuk menilai risiko bisnisnya (risiko bahwa klien akan gagal
mencapai tujuannya) serta risiko salah saji material dalam laporan keuangan
karena risiko bisnis auditee.

Cara yang dapat dilakukan untuk menilai risiko bisnis auditee adalah dengan
melakukan berbagai prosedur analitis, dengan membandingkan berbagai data baik
dari eksternal maupun internal perusahaan, seperti:
1) Memandingkan Saldo tahun ini dengan saldo tahun
sebelumnya.
Auditor dapat dengan mudah membandingkan saldo tahun
berjalan dan saldo tahun sebelumnya untuk memutuskan,
apakah terdapat akun yang memiliki kenaikan jumlah
signifikan.
2) Membandingkan setiap saldo dengan mendetil dengan
membandingkan detail saldo tahun sebelumnya
Dengan secara singkat membandingkan detail saldo periode
saat ini dengan saldo periode sebelumnya, auditor kadang dapat
menentukan akun yang perlu pemeriksaan lebih lanjut
3) Menghitung rasio keuangan tahun ini dan membandingkan
dengan rasio keuangan tahun sebelumnya
Untuk mengetahui kondisi keuangan auditee, seorang auditor
dapat melakukan beberapa macam rasio keuangan, antara lain :
Kemampuan untuk membayar hutang jangka pendek, rasio
likuiditas, kemampuan untuk membayar hutang jangka
panjang, serta rasio keuangan lainnya.

Bagan 1Rasio Kemampuan untu


membayar hutang jangka pendek
Bagan 2 Rasio likuiditas

Bagan 3 Rasio kemampuan untuk


membayar hutang jangka panjang

F. MATERIALITAS

FASB 2 (Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan


materialitas sebagai berikut:

“Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi


keuangan yang dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya,
membuat hal itu memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat
oleh seorang yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau
terpengaruh oleh penghapusan atau kesalahan penyajian tersebut.”

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji


informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat
mengakibatkan perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau
salah saji itu. ISA 320 alinea 8 menjelaskan bahwa salah satu tujuan auditor
menerapkan secara tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan
melaksanakan audit.
Hal itu mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan yang
berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan
kepercayaan atas laporan keuangan auditan, karena jumlah yang material dalam
laporan keuangan entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan
entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda.

Materialitas digunakan dalam membuat dan mengaudit laporan keuangan


dengan mempertimbangkan dampak terhadap pengambil keputusan ekonomis,
situasi yang ada (yang dipengaruhi ukuran dan sifat salah saji), dan kebutuhan
pemakai laporan secara umum. Dalam menentukan materialitas auditor
mengasumsikan pemakai:

1. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis,


dan akuntansi, dan berkeinginan mempelajari informasi dalam laporan
keuangan dengan cukup cermat.
2. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat
materialitas
3. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi,
judgment, dan pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari
4. Membuat keputusan ekonomis yang wajar atas dasar informasi dalam
laporan keuangan.
 Konsep Materialitas dalam Audit

Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya
dalam penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:

1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas

2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas


ini kedalam segmen-segmen

3. Mengestimasi total kesalahan penyajian yang terdapat dalam


segmen

4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan


5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan
awal atau pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat
materialitas

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat


memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa
laporan keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu
dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit
atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini :

1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan


beserta pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan,
dan dikompilasi.

2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang


cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal
terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai
keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji
material karena kekeliruan dan kecurangan.

Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:

1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang


dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan
tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.

2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor


untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang
sebenarnya berisi salah saji material.

 Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Auditor pada awal masa penugasan audit terlebih dahulu menetapkan nilai
kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah
material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
(preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan ini merupakan
suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika
ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan penetapan suatu
pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor
merencanakan bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan.

Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentang


tingkat materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut
dilakukan, pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang
materialitas. Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat
mencakup karena adanya perubahan salah satu faktor yang dipergunakan dalam
menetukan pertimbangan awal atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari
auditor bahwa pertimbangan awal ternyata bernilai terlalu besar atau terlalu
rendah.
 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian

Materialitas lebih merupakan konsep yang relatif bukannya absolut


sehingga sejumlah dasar pertimbangan diperlukan untuk mengevaluasi tingkat
materialitas. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan
kualitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab
salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara
kualitatif bersifat material, karena penyebabnya yang menimbulkan salah saji
tersebut.

Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor


adalah,

1. Faktor Kuantitatif, misalnya hubungan salah saji dengan jumlah


kunci tertentu dalam laporan seperti:
o Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
o Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca
2. Faktor kualitatif seperti:
o Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum
dan kecurangan
o Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari
bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan
beberapa ratio keuangan pada tingkat minimum tertentu.
o Adanya gangguan dalam trend laba.
o Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.
Karakteristik salah saji dapat dilihat ukuran, sifat, dan situasi yang
meliputinya. Salah saji dinyatakan dalam ukuran uang. Sifat salah
saji adalah ukuran kualitatif salah saji tersebut. Situasi di sekitar
salah saji tersebut juga dapat mempengaruhi materialitas salah saji.

Salah saji yang lazim antara lain:


1. Error atau fraud dalam pembuatan laporan keuangan
2. Penyimpangan pada kerangka pelaporan keuangan
3. Kecurangan oleh manajemen atau karyawan
4. Management error
5. Estimasi tidak tepat
6. Penjelasan yang keliru
 Materialitas dalam proses audit

Tahapan proses audit Auditor melaksanakan


Risk assesment  Menentukan materialitas untuk
laporan keuangan secara
keseluruhan (overall materiality)
dan performance materiality
 Merencanakan prosedur penilaian
risiko yang harus dilaksanakan
 Mengidentifikasi dan menilai risiko
salah saji material
Risk response  menentukan sifat, waktu, dan luas
prosedur audit selanjutnya
 merevisi angka materialitas karena
perubahan situasi selama audit
berlangsung
Reporting  mengevaluasi salah saji yang belum
dikoreksi oleh entitas tersebut
 merumuskan pendapat auditor

 Contoh Panduan Materialitas

Berikut panduan digambarkan dalam Figur 9-2, yang diterjemahkan dari


Auditing and assurance services: An integrated approach 14th Edition, dalam
bentuk panduan kebijakan dari sebuah KAP. Perhatikan bahwa panduan tersebut
merupakan formula yang menggunakan satu atau lebih dasar dan rentang
persentase. Penerapan panduan, seperti yang digambarkan berikut ini,
memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.

BERGER AND ANTHONY, CPAs


Gary, Indiana 46405
PERNYATAAN KEBIJAKAN
Charles G. Berger
No.321C
Joe Anthony

Judul: Panduan Materialitas

Penilaian profesional digunakan sepanjang waktu dalam


menetapkan dan menerapkan panduan materialitas. Sebagai
panduan umum, kebijakan berikut akan diterapkan .

1. Total saji gabungan dalam laporan keuangan yang lebih besar


dari 6% biasanya dianggap material. Total gabungan kurang dari
3% dianggap tidak material jika tidak ada faktor kualitatif yang
mendukung. Salah saji gabungan antara 3-6% memerlukan
penilaian profesional yang paling tinggi dalam menentukan
materialitasnya.
2. Ukuran 3-6% harus dihitung dengan menggunakan dasar yang
tepat. Seringkali digunakan lebih dari satu dasar untuk
membandingkan salah saji tersebut. Panduan berikut
direkomendasikan dalam memilih dasar yang tepat:

a. Laba rugi. Salah saji gabungan dalam laporan laba rugi biasanya
harus diukur sebesar 3 sampai 6 persen dari laba operasi sebelum
pajak. Panduan 3 sampai 6 persen tepat digunakan untuk tahun
dimana laba yang dihasilkan luar biasa tinggi atau rendah. Ketika
laba operasi disuatu tahun tertentu tidak dianggap representatif
untuk digunakan sebagai dasar ukuran tersebut. Misalnya, rata-rata
laba operasi selama periode 3 tahun dapat digunakan sebagai dasar
yang tepat.

b. Neraca. Salah saji gabungan dalam neraca harus dievaluasi untuk


aset lancar, liabilitas lancar, dan total aset. Untuk aset lancar dan
liabilitas lancar, panduannya adalah sekitar 3 sampai 6 persen,
diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan rugi laba.
Untuk total aset, panduannya adalah sebesar 1 sampai 3 persen dan
diterapkan dengan cara yang sama seperti di laporan laba rugi.

3. Faktor-faktor kualitatif harus dievaluasi secara seksama dalam


semua pengauditan. Dalam banyak kasus, faktor kualitatif tersebut
lebih penting daripada panduan yang diterapkan untuk laba rugi
dan neraca. Maksud penggunaan laporan keuangan dan sifat
informasi dalam laporan tersebut, termasuk catatan kakinya, harus
dievaluasi secara seksama.
Dengan menggunakan panduan Ilustrasi di atas, marilah kita
pelajari pertimbangan materialitas awal untuk Hillsburg Hardware
Co. Panduannya adalah sebagai berikut;

Pertimbangan Materialitas Awal (dibulatkan, dalam ribuan)

Minimal Maksimal
___

Presentasi Jumlah($) Presentase


Jumlah($)

Laba operasi 3 $ 221 6 $


442

Aset Lancar 3 1.531 6


3.062

Total Aset 1 614 3


1.841

Liabilitas lancar 3 396 6


793

Jika auditor Hillsburg Hardware Co. memutuskan bahwa panduan


umum diatas adalah wajar, maka langkah pertama yang dilakukan
adalah mengevaluasi apakah ada faktor kualitatif yang secara
signifikan mempengaruhi penilaian materialitas. Anggaplah tidak
ada faktor kualitatif yang mempengaruhi penilaian materialitas, jika
auditor menyimpulkan di akhir auditnya bahwa salah saji gabungan
atas laba operasi sebelum pajak kurang dari $ 221,000,- maka
laporan tersebut dianggap telah disajikan secara wajar, Jika salah
saji gabungan melebihi $ 442,000,- maka laporan tersebut
dianggap tidak disajikan secara wajar. Jika salah saji diantara $
221,000,- sampai $ 442,000,- maka diperlukan pertimbangan yang
lebih hati-hati atas semua fakta yang ada. Auditor kemudian
menerapkan proses yang sama untuk ketiga dasar pengukuran
lainnya.

G. RISIKO

Laporan Audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh


keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang
material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari
salah saji yang material, maka terdapat beberapa derajat resiko bahwa laporan
keuangan mengandung salah saji yang tidak terditeksi oleh auditor. Dengan
demikian dalam perencanaan pekerjaannya, auditor harus mempertimbangkan
risiko audit tersebut. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya,
semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya

Risiko secara umum diartikan sebagai suatu kejadian/kondisi yang berkaitan


dengan hambatan dalam pencapaian tujuan. Sedangkan Risiko Audit (Audit Risk)
adalah risiko bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah gagal untuk
memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang
mengandung salah saji material.

Risiko Audit dibagi menjadi dua bagian :

1. Risiko Audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan


keuangan sebagai keseluruhan.
Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk) merupakan
besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam
menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan wajar, padahal
kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji
material.
Misalkan, auditor memperkirakan auditor bersedia menanggung
risiko audit 5% bahwa ia akan menerima laporan keuangan yang
berisi salah saji material, hal ini berarti juga auditor 95% yakin
bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sebagaimana
pendapat wajar tanpa pengecualian yang diberikan oleh auditor.
2. Risiko Audit Individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun
individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Risiko
ini perlu ditentukan karena akun tertentu seringkali sangat
penting karena besar saldonya dan /atau frekuensi transaksi
perubahannya.

Auditor membuat penilaian mengenai berbagai komponen risiko audit


untuk mengarahkan keputusan tentang sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit
dan juga keputusan mengenai penetapan staf audit.

SAS NO. 47 (AU 312.20) menyatakan bahwa risiko audit terdiri dari 3
komponen:

1. Risiko bawaan (Inherent risk)

Risiko bawaan merupakan kerentanan asersi terhadap salah saji


(misstatement) yang material, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada
pengendalian yang berhubungan. Risiko salah saji (misstatement) seperti itu lebih
besar dalam beberapa asersi laporan keuangan dan saldo-saldo atau
pengelompokan yang berhubungan daripada yang lainnya. Risiko ini
dipertimbangkan pada tahap perencanaan audit. Sebagai contoh, perhitungan yang
rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang
sederhana. Akun yang terdiri dari jumlah yang berasal estimasi akuntansi
cenderung mengandung risiko lebih besar dibandingkan dengan akun yang
sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta.

2. Risiko Pengendalian (Control Risk)

Risiko Pengendalian merupakan risiko bahwa suatu salah saji yang material
yang akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi keefektifan
perancangan dan operasi pengendalian internal dalam mencapai tujuan entitas
yang relevan untuk menyusun laporan keuangan entitas. Beberapa risiko
pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan yang melekat pada
pengendalian internal. Sebagai contoh, pengendalian intern mungkin menjadi
tidak efektif karena kelalaian manusia akibat ceroboh atau bosan atau karena
adanya kolusi di antara pesonel pelaksanaannya.

3. Risiko Deteksi (Detection Risk)

Risiko Deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah
saji material yang terdapat dalam suatu perusahaan. Risiko ini merupakan fungsi
keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor. Hal ini sebagian muncul
dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak memeriksa semua saldo akun
atau kelompok transaksi untuk mengumpulkan bukti tentang asersi lainnya. Hal
ini dapat dikurangi hingga pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan
dan supervisi dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar
pengendalian mutu.

 Model Risiko Audit

Auditor tidak dapat memeriksa semua bukti yang berkaitan dengan setiap
asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Model risiko audit menjadi
pedoman para auditor dalam pengumpulan bukti audit, sehingga auditor dapat
mencapai tingkat keyakinan yang memadai yang diinginkan. Model Risiko audit
(audit risk model) dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai berikut:
AR = IR
X CR X
DR

Dimana :

AR = Risiko Audit (Audit Risk)


IR = Risiko bawaan (Inherent Risk)
CR = Risiko Pengendalian (Control Risk)
DR = Risiko Deteksi (Detection Risk)
Sebagai contoh, dalam menaksir risiko deteksi dalam audit atas
persediaan, auditor melakukan pertimbangan berikut :

1. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditentukan risiko audit


individual untuk akun Persediaan pada tingkat 5%.
2. Kemudian ditentukan risiko bawaan pada tingkat 60%, karena
akun Persediaan bersaldo besar, beberapa perhitungannya rumit,
dan frekuensi transaksinya tinggi.
3. Ditentukan pengendalian sebesar 30% karena pengendalian
klien dianggap efektif berdasarkan audit tahun lalu.
4. asumsikan auditor telah membuat penilaian risiko berikut untuk
suatu asersi tertentu seperti aserti kelengkapan untuk persediaan.

AR = 5%; IR = 60%; CR = 30%

Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut :

AR 0,05
DR = = = 28%
IR x CR 0,60 X 0,30

Risiko deteksi sebesar 28% dapat digunakan oleh auditor dalam


memutuskan jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor
dalam audit atas akun Persediaan.
 Hubungan Antara Risiko Audit dengan Bukti Audit

Semakin rendah risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko


rendah sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi,
auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak.
Sebaliknya, semkain tinggi risiko audit, auditor bersedia untuk menanggung risiko
audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor rendah,
auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja.

H. STRATEGI AUDIT AWAL

Tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk
mengurangi resiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung
suatu pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam
segala hal yang material.

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk asersi-asersi auditor


menspesifikasikan 4 komponen sebagai berikut :

1. Tingkat risiko bawaan yang dinilai


2. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai
dengan mempertimbangkan luas pemahaman pengendalian
intern dan pelaksanaan pengujian pengendalian.
3. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan dengan
petimbangan pemahaman tentang bisnis & industri yang
diperoleh dan pelaksanaan prosedur analitis mengenai penyajian
suatu asersi.
4. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan ,apabila
dikombinasikan dengan prosedur lain mengurangi risiko audit
hingga tingkat rendah yang sesuai

Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:

1. Primarily substantive approach


2. Lower assessed level of control risk approach

Dalam memilih alternatif strategi audit tersebut, auditor


mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Planned assessed level of control risk. Luas pemahaman auditor


terhadp struktur pengendalian intern yang dihimpun
2. Test of control yang dilaksanakan dalam menentukan risiko
pengendalian
3. Planned assessed level of substantive test yang dilaksanakan
auditor untuk mengurangi risiko audit pada tingkat serendah
mungkin.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of


control risk) yang tinggi, berarti auditor mengangap bahwa struktur pengendalian
intern klien adalah sangat efektif dan dapat mengurangi kemungkinan salah saji.
Oleh karena itu, auditor harus menguji kebenaran anggapannya tersebut. Auditor
lebih banyak melakukan pengujian pengendalian.

Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan (Planned assessed level of


control risk) yang rendah, berarti auditor menganggap bahwa struktur
pengendalian intern klien sangat tidak efektif dan tidak akan dapat mencegah
terjadinya salah saji. Oleh karena itu, auditor kemudian menguji apakah salah saji
yang tak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat
dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena itu, auditor melakukan pengujian
substantif.

Luas pemahaman auditor terhadap struktur pengendalian intern juga


mempengaruhi pemilihan strategi audit. Apabila auditor sangat memahami
struktur pengendalian intern klien, maka auditor dapat memilih strategi audit
Primarily substantive approach. Apabila auditor kurang memahami struktur
pengendalian intern klien, maka auditor dapat memilih strategi audit Lower
assessed level of control risk approach.
Strategi audit pendahuluan bukanlah merupakan spesifikasi rinci (detail)
prosedur auditing. Strategi audit pendahuluan merupakan suatu judgement
pendahuluan mengenai endekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan audit.

 Primarily substantive approach

Pada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian substantif


daripada pengujian pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur
untuk memperoleh pemahaman struktur pengedalian intern klien. Strategi ini lebih
banyak dipakai dalam audit yang pertama kali daripada atas klien lama. Strategi
ini digunakan apabila auditor, atas dasar pengalaman maupun tahap perencanaan
sebelumnya, menemukan kondisi sebagai berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi, tidak efektif.


Oleh karena itu, salah saji tidak akan dpat dicegah atau
dideteksi oleh struktur pengendalian intern klien. Auditor
kemudian menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh
struktur pengendalian intern klien tersebut, dapat dideteksi
oleh prosedur audit. Dengan demikian, auditor akan lebih
banyak melakukan pengujian substantive.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. Prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman
struktur pengendalian intern
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of
control risk melebihi biaya untuk melaksanakan test
substantif yang lebih ekstensif.

Kedua kondisi ini biasanya terkait dengan asersi akun:

1. Yang dipengaruhi terutama oleh transaksi tidak rutin atau


jarang terjadi seperti aktiva tetap, utang obligasi, dan modal
saham
2. Yang sangat memerlukan jurnal penyesuaian seperti akumulasi
depresiasi.
 Lower assessed level of control risk approach

Auditor lebih mengutamakan pengujian pengendalian daripada pengujian


substantive pada strategi ini. Hal ini bukan berarti auditor sama sekali tidak
melakukan pengujian substantif. Auditor tetap melakukan pengujian substantif
meskipun tidak se-ekstensif pada Primarily substantive approach. Auditor lebih
banyak melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur
pengendalian intern klien. Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit atas klien
lama daripada audit yang pertama kali atas klien baru. Strategi ini digunakan
apabila auditor, atas dasar pengalaman maupun tahap perencanaan sebelumnya,
menemukan kondisi sebagai berikut:

1. Pengendalian yang terkait dengan suatu asersi dirancang


dengan baik, dan sangat efektif. Struktur pengendalian intern
klien sangat efektif tersebut akan dapat mengurangi
kemungkinan salah saji. Oleh karena itu, auditor harus menguji
apakah struktur pengendalian intern klien benar-benar efektif
dalam mendeteksi salah saji. Auditor lebih banyak melakukan
pengujian pengendalian.
2. Biaya untuk melaksanakan:
a. prosedur tambahan untuk menghimpun pemahaman
struktur pengendalian intern.
b. Test of control untuk mendukung lower assessed level of
control risk lebih rendah dari pada biaya untuk
melaksanakan tes substantif yang lebih ekstensif. Akun
yang diperiksa adalah akun yang dipengaruhi transaksi
rutin, dan volumenya tinggi. Contoh akun seperti itu
adalah: penjualan, piutang dagang, persediaan, biaya upah
dan gaji.
BAB III
PENUTUP

Dalam melakukan audit, auditor harus melakukan satu tahapan penting


yaitu Perencanaan Audit. Dalam makalah ini telah disajikan beberapa poin
penting dalam prencanaan audit, antara lain:

1. Proses perencanaan awal yaitu berupa keputusan menerima atau


menolak klien baru maupun klien lama, mengidentifikasi alasan
klien untuk diaudit, menentukan staf untuk penugasan dan
membuat surat perikatan.
2. Materialitas yang digunakan dalam membuat dan mengaudit
laporan keuangan dengan mempertimbangkan dampak terhadap
pengambil keputusan ekonomis, situasi yang ada (yang
dipengaruhi ukuran dan sifat salah saji), dan kebutuhan pemakai
laporan secara umum.
3. Risiko audit yang dimaknai sebagai adanya kemungkinan auditor
tanpa sengaja telah gagal untuk memodifikasi pendapat secara
tepat mengenai laporan keuangan yang mengandung salah saji
material.
4. Strategi awal audit merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi resiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai untuk
mendukung suatu pendapat apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar dalam segala hal yang material.
DAFTAR PUSTAKA

AA Arens, RJ Elder, 2012, Auditing and assurance services: An integrated


approach 14th Edition, Prentice Hall, New Jersey

Arens, Alvin A dan Loebbecke, James K. Auditing Suatu Pendekatan Terpadu,


diterjemahkan oleh Amir Abadi Yusuf. Penerbit Salemba Empat, Jakarta
1999

Mulyadi, 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam, Salemba Empat, Jakarta. 

Tuanakotta,Theodorus M., 2013. Auditing Berbasis ISA (International Standards


on Auditing) , Salemba Empat, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai