Anda di halaman 1dari 12

Kertas Kerja

Mata Kuliah: Pengauditan 1


Dosen Pengampu: Dr. I Nyoman Kusuma AMp,SE,MM

Oleh Kelompok 4:

Ni Komang Ayu Trisia Dewi (06 / 2002622010066)


Luh Putu Diah Pradnyani Utari (22 / 2002622010082)
I Putu Aditya Ferdiana (27 / 2002622010087)

Kelas C Pagi
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Tahun Ajaran 2022
A. Pendahuluan
Kertas kerja (working paper) merupakan mata rantai yang menghubungkan catatan
klien dengan laporan audit. Oleh karena itu, kertas kerja merupakan alat penting dalam
profesi akuntan publik. Dalam proses auditnya, auditor harus mengumpulkan atau
membuat berbagai tipe bukti seperti yang telah dibahas dalam Bab 4, untuk mendukung
simpulan dan pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Untuk kepentingan
pengumpulan dan pembuatan bukti itulah auditor membuat kertas kerja. SA Seksi 339
Kertas Kerja memberikan panduan bagi auditor dalam penyusunan kertas kerja dalam
audit atas laporan keuangan atau perikatan audit lainnya, berdasarkan seluruh standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Bab ini membahas definisi kertas
kerja, kepentingan auditor terhadap kertas kerja, berbagai faktor yang harus diperhatikan
oleh auditor dalam pembuatan kertas kerja yang baik, isi kertas kerja, cara pengarsipan
dan pembuatan indeks kertas kerja. Uraian dalam bab ini disusun berdasarkan ketentuan
yang dibuat oleh IAI dalam SA Seksi 339 Kertas Kerja.

B. Definisi Kertas Kerja


SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 03 mendefinisikan kertas kerja sebagai berikut:
"kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur
audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan
simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya." Contoh kertas kerja adalah
program audit, hasil pemahaman terhadap pengendalian intern, analisis, memorandum,
surat konfirmasi, representasi klien, ikhtisar dari dokumendokumen perusahaan, dan
daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa
data yang disimpan dalam pita magnetik, film, atau media yang lain.
Audit atas laporan keuangan harus didasarkan atas standar auditing yang ditetapkan
IAI. Standar pekerjaan lapangan mengharuskan auditor melakukan perencanaan dan
penyupervisian terhadap audit yang dilaksanakan, memperoleh pemahaman atas
pengendalian intern, dan mengumpulkan bukti kompeten yang cukup melalui berbagai
prosedur audit. Kertas kerja merupakan sarana yang digunakan oleh auditor untuk
membuktikan bahwa standar pekerjaan lapangan tersebut dipatuhi. Kertas kerja tidak
hanya berwujud kertas, namun dapat pula berwujud pita magnetik, film, atau media yang
lain.
Dalam melakukan auditnya, auditor harus memperoleh kebebasan dari klien dalam
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk kepentingan auditnya. Pembatasan
terhadap kebebasan auditor dalam menentukan tipe bukti yang diperlukan dan prosedur
audit yang dilaksanakan oleh auditor akan berdampak terhadap kompetensi dan
kecukupan buktiyang diperlukan auditor sebagai dasar bagi auditor untuk merumuskan
pendapatnya atas laporan keuangan klien. Sebagai akibatnya, kompetensi dan kecukupan
bukti audit yang diperoleh auditor akan mempengaruhi pendapat auditor atas laporan
keuangan auditan.

C. Isi Kertas Kerja


Menurut SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 05, kertas kerja harus cukup
memperlihatkan bahwa catatanakuntansicocokdengan laporan keuangan atau informasi
lain yang dilaporkan serta standar auditing yang dapat diterapkan telah dilaksanakan oleh
auditor. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
1) Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan pertama yaitu pemeriksaan telah
direncanakan dan disupervisi dengan baik.
2) Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan kedua yaitu pemahaman memadai
atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan
sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3) Telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan ketiga yaitu bukti audit telah
diperoleh, prosedur audit telah diterapkan, dan pengujian telah dilaksanakan, yang
memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan.

D. Tujuan Pembuatan Kertas Kerja


Ada berbagai tujuan pembuatan kertas kerja. Empat tujuan penting pembuatan kertas
kerja adalah untuk:
1) Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.
Standar pekerjaan lapangan ketiga mensyaratkan auditor memperoleh bukti kompeten
yang cukup sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit. Kertas kerja dapat digunakan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya dan
merupakan bukti bahwa auditor telah melaksanakan audit yang memadai.
2) Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi auditnya.
Di kemudian hari, jika ada pihak-pihak yang memerlukan penjelasan mengenai
simpulan atau pertimbangan yang telah dibuat oleh auditor dalam auditnya, auditor
dapat kembali memeriksa kertas kerja yang telah dibuat dalam auditnya. Pembuatan
seperangkat kertas kerja yang lengkap merupakan syarat yang penting dalam
membuktikan telah dilaksanakannya dengan baik audit atas laporan keuangan.
3) Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit.
Audit yang dilaksanakan oleh auditor terdiri dari berbagai tahap audit yang
dilaksanakan dalam berbagai waktu, tempat, dan pelaksana. Setiap tahap audit tersebut
menghasilkan berbagai macam bukti yang membentuk kertas kerja. Pengkoordinasian
dan pengorganisasian berbagai tahap audit tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan kertas kerja.
4) Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.
Dalam audit yang berulang terhadap klien yang sama dalam periode akuntansi yang
berlainan, auditor memerlukan informasi mengenai: sifat usaha klien, catatan dan
sistem akuntansi klien, pengendalian intern klien, dan rekomendasi perbaikan yang
diajukan kepada klien dalam audit yang lalu, jurnal-jurnal adjustment yang disarankan
untuk menyajikan secara wajar laporan keuangan yang lalu. Informasi yang sangat
bermanfaat untuk audit berikutnya tersebut dapat dengan mudah diperoleh dari kertas
kerja audit tahun sebelumnya.

E. Kepemilikan Kertas Kerja Dan Kerahasiaan Informasi Dalam Kertas Kerja


SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 06 mengatur bahwa kertas kerja adalah milik
kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor. Namun, hak
kepemilikan kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-
pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku,
untuk menghindarkan penggunaan hal-hal yang bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan
yang tidak semestinya.
Sebagian besar informasi yang disediakan oleh klien untuk auditor bersifat rahasia.
Oleh karena itu, klien tidak akan dengan rela melepaskan informasi yang menjadi rahasia
perusahaannya kepada auditor, jika klien tidak memperoleh jaminan dari auditor
mengenai penjagaan kerahasiaan informasi tersebut. Dan karena hampir semua informasi
yang diperoleh auditor dicatat dalam kertas kerja, maka bagi auditor, kertas kerja
merupakan hal yang bersifat rahasia.
SA Seksi 339 paragraf 08 mengatur bahwa auditor harus menerapkan prosedur
memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya sekurang-
kurangnya 10 tahun, sehingga dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku mengenai penyimpanan dokumentarena sifat kerahasiaan yang
melekat pada kertas kerja, auditor harus selalu menjaga kertas kerja dengan cara
mencegah terungkapnya informasi yang tercantum dalam kertas kerja kepada pihak-pihak
yang tidak diinginkan. Misalnya,klien memberitahukan kepada auditor untuk
merahasiakan informasi mengenai gaji direksi, manajer, dan aspek lain usaha perusahaan,
maka auditor tidak boleh melanggar pesan klien tersebut dengan mengungkapkan
informasi tersebut kepada karyawan klien yang tidak berhak untuk mengetahuinya.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik memuat aturan yang berkaitan dengan
kerahasiaan kertas kerja. Aturan Etika 301 berbunyi sebagai berikut: “Anggota
Kompartemen Akuntan Publik tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang
rahasia, tanpa persetujuan dari klien”.
Seorang auditor tidak dapat memberikan informasi kepada pihak bukan klien kecuali
jika klien mengizinkannya. Jika misalnya seorang akuntan publik akan menjual praktik
kantor akuntannya kepada akuntan publik lain, terlebih dahulu akuntan publik penjual
tersebut harus meminta izin dari kliennya, jika akuntan publik penjual akan menyerahkan
kertas kerjanya kepada akuntan publik pembeli. Dalam perkara pengadilan (dalam
perkara pidana), kemungkinan auditor diperintahkan oleh hakim untuk mengungkapkan
informasi yang tercantum dalam kertas kerjanya. Tanpa memerlukan izin kliennya, dalam
hal ini auditor dapat mengungkapkan informasi tersebut kepada hakim di pengadilan.
Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan keharusan
untuk mengadakan peer review di antara sesama kantor akuntan publik. Dalam peer
review ini, kertas kerja kantor akuntan publik yang satu akan di-review olch kantor
akuntan publik lain, untuk me-review kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang
berlaku. Dalam peer review ini, informasi yang tercantum dalam kertas kerja
diungkapkan kepada pihak lain (kantor akuntan publik lain) tanpa memerlukan izin dari
klien yang bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.
Meskipun kertas kerja dibuat dan dikumpulkan auditor dalam daerah wewenang klien,
dari catatan-catatan klien, serta atas biaya klien, hak pemilikan atas kertas kerja tersebut
sepenuhnya berada di tangan kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi
auditor. Karena kertas kerja tidak hanya berisi informasi yang diperoleh auditor dari
catatan klien saja, tetapi berisi pulaprogramaudit yang akan dilakukan olch auditor, maka
tidak semua informasi yang tercantum dalam kertas kerja dapat diketahui oleh klien.

F. Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Oleh Auditor Dalam Pembuatan Kertas


Kerja Yang Baik
Kecakapan teknis dan keahlian profesional seorang auditor independen akan tercermin
pada kertas kerja yang dibuatnya. Untuk membuktikan bahwa seseorang merupakan
auditor yang kompeten dalam melaksanakan pekerjaan lapangan sesuai dengan standar
auditing, ia harus dapat menghasilkan kertas kerja yang benar-benar bermanfaat. Untuk
memenuhi tujuan ini ada lima faktor yang harus diperhatikan:
1) Lengkap. Kertas kerja harus lengkap dalam arti:
a) Berisi semua informasi yang pokok. Auditor harus dapat menentukan komposisi
semua data penting yang harus dicantumkan dalam kertas kerja.
b) Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan. Karena kertas kerja akan
diperiksa oleh auditor senior untuk menentukan cukup atau tidaknya pekerjaan
audit yang telah dilaksanakan oleh stafnya dan bahkan ada kemungkinan kertas
kerja tersebut akan diperiksa oleh pihak luar, maka kertas kerja hendaknya berisi
informasi yang lengkap, sehingga tidak memerlukan tambahan penjelasan lisan.
Kertas kerja harus dapat "berbicara" sendiri, harus berisi informasi yang lengkap,
tidak berisi informasi yang masih belum jelas atau pertanyaan yang belum terjawab.
2) Teliti. Dalam pembuatan kertas kerja, auditor harus memperhatikan ketelitian dalam
penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas dari kesalahan tulis dan
perhitungan.
3) Ringkas. Kadang-kadang auditor yang belum berpengalaman melakukan kesalahan
dengan melaksanakan audit yang tidak relevan dengan tujuan audit. Akibatnya, ia
membuat atau mengumpulkan kertas kerja dalam jumlah yang banyak dan cenderung
tidak bermanfaat dalam auditnya. Oleh karena itu, kertas kerja harus dibatasi pada
informasi yang pokok saja dan yang relevan dengan tujuan audit yang dilakukan serta
disajikan secara ringkas. Auditor harus menghindari rincian yang tidak perlu. Analisis
yang dilakukan oleh auditor harus merupakan ringkasan dan penafsiran data dan bukan
hanya merupakan penyalinan catatan klien ke dalam kertas kerja.
4) Jelas. Kejelasan dalam menyajikan informasi kepada pihak-pihak yang akan
memeriksa kertas kerja perlu diusahakan oleh auditor. Penggunaan istilah yang
menimbulkan arti ganda perlu dihindari. Penyajian informasi secara sistematik perlu
dilakukan.
5) Rapi. Kerapian dalam pembuatan kertas kerja dan keteraturan penyusunan kertas kerja
akan membantu auditor senior dalam me-review hasil pekerjaan stafnya serta
memudahkan auditor dalam memperoleh informasi dari kertas kerja tersebut.

G. Tipe Kertas Kerja


Isi kertas kerja meliputi semua informasi yang dikumpulkan dan dibuat oleh auditor
dalam auditnya. Kertas kerja terdiri dari berbagai macam yang secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam 5 tipe kertas kerja berikut ini:
1) Program audit (audit program)
Di dalam Bab 3 Bukti Audit, sudah dijelaskan bahwa program audit
merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu, sedangkan
prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu
yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Dalam program audit, auditor
menyebutkan prosedur audit yang harus diikuti dalam melakukan verifikasi setiap
unsur yang tercantum dalam laporan keuangan, tanggal dan paraf pelaksana prosedur
audit tersebut, serta penunjukan indeks kertas kerja yang dihasilkan. Dengan
demikian, program audit berfungsi sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk
menetapkan jadwal pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan audit. Program audit
dapat digunakan untuk merencanakan jumlah orang yang diperlukan untuk
melaksanakan audit beserta komposisinya, jumlah asisten dan auditor junior yang
akan ditugasi, taksiran jam yang akan dikonsumsi, serta untuk memungkinkan
auditor yang berperan sebagai supervisor dapat mengikuti kemajuan audit yang
sedang berlangsung.

2) Working trial balance


Working trial balance adalah suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku
besarpadaakhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom
untukadjustmentdan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor, serta saldo-
saldo setelah koreksi auditor vano akan tampak dalam laporan keuangan auditan
(audited financial statements).
Working trial balance ini merupakan daftar permulaan yang harus dibuat oleh
auditor untuk memindahkan semua saldo akun yang tercantum dalam daftar saldo1
(trial balance)klien.Dalam proses audit, working trial balance ini digunakan untuk
meringkas adjustment dan penggolongan kembali yang diusulkan oleh auditor kepada
klien serta saldo akhir tiap-tiap akun buku besar setelah adjustment atau koreksi oleh
auditor. Dari kolom terakhir dalam working trial balance tersebut, auditor menyajikan
draft final laporan keuangan klien setelah diaudit oleh auditor. Draft final inilah yang
akan diusulkan oleh auditor kepada klien untuk dilampirkan pada laporan audit.
Dalam working trial balance tersebut terdapat kolom "saldo akhir 31 Desember
20X1 (tahun yang lalu)." Kolom ini diisi dengan saldo-saldo akun setelah adjustment
auditor dalam audit tahun yang lalu. Pencantuman saldo-saldo dari audit tahun
sebelumnya ini dimaksudkan untuk memudahkan pembandingan dengan saldo-saldo
akun yang berkaitan untuk tahun yang diaudit, agar auditor dapat memusatkan
perhatiannya kepada perubahan-perubahan yang bersifat luar biasa.
Kolom "saldo menurut buku 31 Desember 20X2 (tahun ini)" digunakan untuk
memindahkan saldo-saldo akun buku besar klien untuk tahun yang diaudit. Saldo
akun-akun pendapatan dan biaya harus dicantumkan dalam kolom ini juga, meskipun
oleh klien saldo akunakun tersebut telah ditutup ke akun Saldo Laba. Saldo akun
Saldo Laba yang harus dicantumkan dalam kolom ini adalah saldo akun tersebut pada
awal tahun yang diaudit. Dividen yang diumumkan akan dibagikan dan laba bersih
tahun yang diaudit dicantumkan secara terpisah dalam kolom ini.
Kolom "saldo menurut buku 31 Desember 20X2 (tahun ini)" digunakan untuk
memindahkan saldo-saldo akun buku besar klien untuk tahun yang diaudit. Saldo
akun-akun pendapatan dan biaya harus dicantumkan dalam kolom ini juga, meskipun
oleh klien saldo akunakun tersebut telah ditutup ke akun Saldo Laba. Saldo akun
Saldo Laba yang harus dicantumkan dalam kolom ini adalah saldo akun tersebut pada
awal tahun yang diaudit. Dividen yang diumumkan akan dibagikan dan laba bersih
tahun yang diaudit dicantumkan secara terpisah dalam kolom ini.

Working trial balance ini mempunyai fungsi yang sama dengan lembaran kerja
(work sheet) yang digunakan oleh klien dalam proses penyusunan laporan keuangan.
Dalam penyusunan laporan keuangan, klien menempuh beberapa tahap sebagai
berikut:
a) Pengumpulan bukti transaksi.
b) Pencatatan dan penggolongan transaksi dalam jurnal dan buku pembantu.
c) Pembukuan (posting) jurnal ke dalam buku besar.
d) Pembuatan lembar kerja (work sheet).
e) Penyajian laporan keuangan.

Dalam proses auditnya, auditor bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan


auditan dengan tahap yang hampir sama dengan tahap penyusunan laporan keuangan
tersebut di atas. Tahap-tahap penyusunan laporan keuangan auditan tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Pengumpulan bukti audit dengan cara pembuatan atau pengumpulan skedul
pendukung (supporting schedules).
b) Peringkasan informasi yang terdapat dalam skedul pendukung ke dalam skedul
utama (lead schedules atau top schedules) dan ringkasan jurnal adjustment
c) Peringkasan informasi yang tercantum dalam skedul utama dan ringkasan jurnal
adjustment ke dalam working trial balance
d) Penyusunan laporan keuangan auditan.

3) Ringkasan jurnal adjustment


Dalam proses auditnya, auditor mungkin menemukan kekeliruan dalam
laporan keuangan dan catatan akuntansi kliennya. Untuk membetulkan kekeliruan
tersebut, auditor membuat draft jurnal adjustment yang nantinya akan dibicarakan
dengan klien. Di samping itu, auditor juga membuat jurnal penggolongan kembali
(reclassification entries) untuk unsur, yang meskipun tidak salah dicatat oleh klien-
namun untuk kepentingan laporan keuangan yang wajar, harus digolongkan kembali.
Jurnal adjustment yang diusulkan oleh auditor biasanya diberi nomor urut dan
untuk jurnal penggolongan kembali diberi identitas huruf. Setiap jurnal adjustment
maupun jurnal penggolongan kembali harus disertai penjelasan rang lengkap. Jurnal
adjustment berbeda dengan jurnal penggolongan kembali. Jurnal penggolongan
kembali digunakan oleh auditor hanya untuk memperoleh pengelompokan yang benar
dalam laporan keuangan klien. Jurnal ini digunakan untuk menggolongkan kembali
suatu jumlah dalam kertas kerja auditor, tidak untuk disarankan agar dibukukan ke
dalam catatan akuntansi klien.
Contoh jurnal penggolongan kembali adalah jurnal untuk menggolongkan
kembali saldo kredit piutang usaha kepada debitur tertentu, sehingga jumlah tersebut
akan tampak dalam neraca sebagai utang, bukan sebagai pengurang terhadap saldo
debit piutang usaha. Akun piutang yang mempunyai saldo kredit tersebut biasanya
akan kembali lagi bersaldo debit dalam waktu singkat, sehingga auditor tidak perlu
menyarankan kepada klien untuk membukukan jurnal penggolongan kembali tersebut.
Di lain pihak, jurnal adjustment digunakan oleh auditor untuk mengoreksi catatan
akuntansi klien yang salah, sehingga jurnal ini disarankan oleh auditor kepada klien
untuk dibukukan dalam catatan akuntansi kliennya. Oleh auditor, jurnal adjustment
dan penggolongan kembali ini mula-mula dicatat dalam skedul pendukung dan
ringkasan jurnal adjustment. Kemudian jurnal-jurnal tersebut diringkas dari berbagai
skedul pendukung ke dalam skedul utama yang berkaitan dan ke dalam working trial
balance.

4) Skedul utama (lead schedule atau top schedule)


Skedul utama adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi
yang dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan. Skedul
utama ini digunakan untuk menggabungkan akun-akun buku besar yang sejenis, yang
jumlah saldonya akan dicantumkan di dalam laporan keuangan dalam satu jumlah.
Sebagai contoh, skedul utama kas merupakan penggabungan akun-akun buku besar.
Kas di Tangan Rp5.000.000, Kas di Bank Rp55.000.000, Dana Kas Kecil
Rp2.000.000. Saldo Kas yang disajikan di dalam neraca adalah Rp62.000.000
(Rp5.000.000 Rp55.000.000 Rp2.000.000). Skedul utama mempunyai kolom yang
sama dengan kolom-kolom yang terdapat dalam working trial balance. Jumlah total
tiap-tiap kolom dalam skedul utama dipindahkan ke dalam kolom yang berkaitan
dalam working trial balance.

5) Skedul pendukung (supporting schedule)


Pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap unsur-unsur yang tercantum
dalam laporan keuangan klien, ia membuat berbagai macam kertas kerja pendukung
yang menguatkan informasi keuangan dan operasional yang dikumpulkannya. Dalam
setiap skedul pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh
auditor dalam memverifikasi dan menganalisis unsur-unsur yang dicantumkan dalam
daftar tersebut, metode verifikasi yang digunakan, pertanyaan yang timbul dalam
audit, serta jawaban atas pertanyaan tersebut. Skedul pendukung harus memuat juga
berbagai simpulan yang dibuat oleh auditor.

H. Pemberian Indeks Kertas Kerja


Kertas kerja harus diberi indeks, sub-indeks dan indeks silang dalam audit atau pada
saat pekerjaan audit telah selesai dilakukan. Pemberian indeks terhadap kertas kerja akan
memudahkan pencarian informasi dalam berbagai daftar yang terdapat di berbagai tipe
kertas kerja.
Setiap auditor mempunyai cara tersendiri mengenai cara pemberian indeks kertas
kerja. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian indeks kertas kerja adalah
sebagai berikut:
1. Setiap kertas kerja harus diberi indeks, dapat di sudut atas atau di sudut bawah.
2. Pencantuman indeks silang (cross index) harus dilakukan sebagai berikut:
a. Indeks silang dari skedul pendukung ke skedul utama. Rincian jumlah yang
tercantum dalam suatu skedul pendukung diberi indeks silang dengan menunjuk
indeks skedul utama yang berkaitan yang memuat jumlah tersebut. Pencantuman
indeks silang dalam skedul pendukung dilakukan dengan cara sebagai berikut:
"Ke A" sedangkan di belakang angka yang berkaitan dalam skedul utama harus
diberi indeks skedul pendukung yang berkaitan..
b. Indeks silang dari skedul akun pendapatan dan biaya. Seringkali analisis akun
neraca berhubungan dengan analisis akun laba-rugi. Oleh karena itu, kertas kerja
yang berhubungan dengan akun neraca harus diberi indeks silang dengan kertas
kerja yang berhubungan dengan akun laba-rugi.
c. Indeks silang antarskedul pendukung. Seringkali skedul pendukung tertentu
memuat informasi yang berkaitan dengan informasi lain yang tercantum dalam
skedul pendukung lain. Untuk menghubungkan informasi yang saling berkaitan,
yang terdapat dalam berbagai skedul pendukung, diperlukan indeks silang
antarskedul pendukung.
d. Indeks silang dari skedul pendukung ke ringkasan jurnal adjustment. Setiap jurnal
adjustment yang dicatat dalam kertas kerja ringkasan jurnal adjustment harus
diberi indeks silang, dengan cara mencantumkan indeks skedul pendukung di
belakang jurnal adjustment yang dicantumkan ke dalam ringkasan jurnal
adjustment tersebut.
e. Indeks silang dari skedul mama ke working trial balance. Indeks skedul utama
dicantumkan pada working trial balance agar memudahkan pecarian kembali
informasi yang lebih rinci dari working trial balance ke skedul utama.
f. Indeks silang dapat digunakan pula untuk menghubungkan program audit dengan
kertas kerja. Indeks kertas kerja dicantumkan pada program audit menunjukan di
kertas kerja mana hasil pelaksanaan andit tersebut dapat ditemukan.
3. Jawaban konfirmasi, pita mesin hitung, print-out komputer, dan sebagainya tidak
diberi indeks kecuali jika dilampirkan di belakang kertas kerja yang berindeks

I. Metode Pemberian Indeks Kertas Kerja


Ada tiga metode pemberian indeks terhadap kertas kerja :
1) Indeks angka. Kertas kerja utama (program audit, working trial balance, ringkasan
jurnal adjustment), skedul utama, dan skedul pendukung diberi kode angka. Kertas
kerja utama dan skedul utama diberi indeks dengan angka, sedangkan skedul
pendukung diberi subindeks dengan mencantumkan nomor kode skedul utama yang
berkaitan.
Contoh:
6 Skedul Utama Kas Kas di Bank
6-1 Konfirmasi Bank
6-3 Kas Kecil

7 Skedul Utama Piutang Usaha dan Piutang Wesel


7-1 Piutang usaha
7-2 Piutang wesel
7-3 Konfirmasi piutang usaha
7-4 Cadangan Kerugian Piutang Usaha

2) Indeks kombinasi angka dan huruf. Kertas kerja diberi kode yang merupakan
kombinasi huruf dan angka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi kode huruf,
sedangkan skedul pendukungnya diberi kode kombinasi huruf dan angka.
Contoh:
A Skedul Utama Kas
A-1 Kas dan Bank
A-2 Konfirmasi Bank
A-3 Dana Kas Kecil

3) Indeks angka berurutan. Kertas kerja diberi kode angka yang berurutan.
Contoh:
1 Skedul Utama Kas
2 Kas dan Bank
3 Konfirmasi Bank
4 Dana Kas Kecil

J. Susunan Kertas Kerja


Di muka telah disebutkan bahwa dalam audit, auditor menghasilkan berbagai macam tipe
kertas kerja. Untuk memudahkan review atas kertas kerja yang dihasilkan oleh berbagai
asisten dan staf auditor, berbagai tipe kertas kerja tersebut harus disusun secara sistematik
dan dalam urutan yang logis. Akuntan senior yang akan me-review kertas kerja biasanya
menghendaki susunan kertas kerja dalam urutan berikut ini.
1) Draft laporan audit (audit report).
2) Laporan keuangan auditan.
3) Ringkasan informasi bagi reviewer.
4) Program audit
5) Laporan keuangan atau lembar kerja (work sheet) yang dibuat oleh klien
6) Ringkasan jurnal adjustment
7) Working trial balance
8) Skedul utama
9) Skedul pendukung.
Dalam butir 3 dicantumkan "Ringkasan informasi bagi reviewer." Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan daftar hal-hal yang memerlukan perhatian khusus dari reviewer.

K. Pengarsipan Kertas Kerja


Auditor biasanya menyelenggarakan dua macam arsip kertas kerja untuk setiap
kliennya:(1)arsip audit tahunan untuk setiap audit yang telah selesai dilakukan, yang
disebut arsip kini (current file); (2) arsip permanen (permanent file) untuk data yang
secara relatif tidak mengalami perubahan. Arsip kini berisi kertas kerja yang informasinya
hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang diaudit saja. Arsip permanen berisi
informasi berikut ini:
1) Copy anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien
2) Bagan organisasi dan luas wewenang serta tanggung jawab para manajer
3) Pedoman akun, pedoman prosedur, dan data lain yang berhubungan dengan
pengendalian intern.
4) Copy surat perjanjian penting yang mempunyai masa laku jangka panjang.
5) Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk pokok perusahaan
6) Copy notulen rapat direksi, pemegang saham, dan komite-komite yang dibentuk klien.

Pembentukan arsip permanen ini mempunyai tiga tujuan, yaitu:


1) Untuk menyegarkan ingatan auditor mengenai informasi yang akan digunakan dalam
audit tahun-tahun mendatang.
2) Untuk memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan organisasi klien bagi staf yang
baru pertama kali menangani audit laporan keuangan klien tersebut.
3) Untuk menghindari pembuatan kertas kerja yang sama dari tahun ke tahun.

Informasi dalam arsip permanen ini harus selalu diperbaharui pada setiap kali audit.
Copy notulen rapat yang baru, kontrak dan perjanjian baru yang dibuat oleh klien,
perubahan anggaran rumah tangga dan perkembangan lain harus setiap tahunnya
ditambahkan dalam arsip permanen.
Analisis terhadap akun-akun tertentu yang relatif tidak pernah mengalami perubahan
harus juga dimasukkan ke dalam arsip permanen. Akun-akun seperti tanah, gedung,
akumulasi depresiasi, investasi, utang jangka panjang, modal saham dan akun lain yang
termasuk dalam kelompok modal sendiri adalah jarang mengalami perubahan dari tahun
ke tahun. Pemeriksaan pertama terhadap akun tersebut akan menghasilkan informasi yang
akan berlaku beberapa tahun, sehingga dalam audit berikutnya auditor hanya akan
memeriksa transaksi-transaksi tahun yang diaudit yang berkaitan dengan akun-akun
tersebut. Dalam hal ini arsip permanen benar-benar menghemat waktu auditor karena
perubahan-perubahan dalam tahun yang diaudit tinggal ditambahkan dalam arsip
permanen, tanpa harus memunculkan kembali informasi-informasi tahun-tahun
sebelumnya dalam kertas kerja tersendiri.

Daftar Pustaka
Mulyadi. 2002. Auditing, Buku 1, Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai