Anda di halaman 1dari 4

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENIMBUNAN BARANG

(BAIIHTIKAR)

LATAR BELAKANG
Yang dimaksud dengan penimbunan barang adalah membeli sesuatu dengan jumlah
besar, agar barang tersebut berkurang di pasar sehingga harga (barang yang ditimbun tersebut)
menjadi naik dan pada waktu harga menjadi naik baru kemudian dilepas (dijual) ke pasar,
sehingga mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda,dalam masyarakat sering kita temui
seperti menimbun beras,cabai,gas (LPG) dll,dengan maksut mendapat keuntungan yang berlipat
ganda,,biasa nya para oknum tersebut akan membeli barangtersebut dalam jumlah yang sangat
banyak sehingga akan menyebabkan kelangkaan dipasaran,kemudian setelah terjadinya
kelangkaan para pedagang tersebut baru akan mengeluarkan barang yang telang ditimbun tentu
dengan harga yg sangat mahal.
Dalam pandangan fiqh muamalah hal seperti itu tidak dibenarkan sebab dalam islam
sudah diatur tentang larangn menimbun barang karna akan menyulitkan masyarakat yang lain
dan tidak memperhatikan kemaslahatan umat.dan akan menimbulkan kemudharatan bagi
berbagai kalangan.
Jual beli yang sah tetapi terlarang
Ada jual beli yang tidak diizinkan oleh agama, mengapa demikian, maka yang menjadi
pokok persoalan atau sebab timbulnya larangan tersebut:
1. Menyakiti kepada si penjual atau si pembeli atau kepada orang lain
2. Menyempitkan gerak pasaran
3. Merusak terhadap ketertiban umum.

Contoh jual beli ihtikarah yang sering terjadi di masyarakat seperti:

Seorang pedagang minyak mengetahui bahwa kebutuhan minyak pada hari raya akan
meningkat. Oleh karena itu jauh sebelum hari raya tersebut, pedagang tersebut telah
menyimpan /membeli minyak untuk ditimbun kemudian dijual kembali saat hari raya dengan
harga yang lebih tinggi.
Dalam analisis Fiqh:
Pedagang yang menyimpan / menimbun minyaknya karena mengetahui bahwa kebutuhan akan
minyak tersebut meningkat pada hari raya termasuk perbuatan yang merugikan orang lain.
Perbuatan seperti ini akan mendatangkan madharat, yaitu:
1. Akan terjadi kelangkaan minyak, karena pada saat itu banyak manusia yang
membutuhkan minyak, tetapi jumlah yang ditawarkan sedikit.
2. Sebagai akibat kelangkaan minyak, maka akan terjadi kenaikan harga minyak di pasar.

Konsumen dirugikan, tetapi pedagang akan mendapatkan keuntungan yang lebih.


Penimbunan minyak yang dilakukan pedagang tersebut jelas merugikan banyak orang, padahal
Allah SWT. melarang perbuatan yang dapat merugikan orang lain dalam firman-Nya:







Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan
melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Walaupun pedagang tersebut menjual minyaknya sesuai harga pasar, tetapi harga pasar pada
saat ia menjual minyak tersebut sudah melambung tinggi sebagai salah satu akibat dari
penimbunan minyak sebelumnya. Hal ini tentu merugikan konsumen (kepentingan orang
banyak) dan hanya menguntungkan pihak penjual saja (kepentingan pribadi). Seharusnya ketika
kepentingan pribadi bertentangan dengan kepentingan orang banyak, maka yang didahulukan
adalah kepentingan orang banyak.
Menurut Yusuf Al-SubailIy Ihtikar adalah menahan barang yang merupakan hajat orang
banyak tidak menjualnya agar permintaan bertambah dan harga menjadi naik, saat itulah
kemudian ia menjualnya. Berdasarkan pengertian tersebut maka, perbuatan penjual tadi termasuk
dalam kategori perbuatan ihtikar, karena:
Minyak merupakan hajat orang banyak dan termasuk kebutuhan pokok.
1. Penimbunan yang dilakukan pedagang tersebut akan menyebabkan naiknya harga minyak
karena tingkat permintaan konsumen meningkat sebaliknya tingkat penawarannya
berkurang.
Padahal ihtikar termasuk perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam, sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam:

Artinya: Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa. (HR. Muslim)

Berdasarkan makna umum hadist tersebut, maka perbuatan penjual minyak yang menimbun
minyaknya karena mengetahui tingkat kebutuhan konsumen akan meningkat pada hari raya
tersebut termasuk perbuatan ihtikar yang dilarang oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam.
Rasullullah juga bersabda dalam hadist nya yang lain yang berbunyi:


-

, (
(:2020

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik
dari Nafi dari Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Janganlah sebagian
kalian menjual diatas jualan sebagai yang lain dan janganlah pula kalian menyongsong dagangan
hingga dagangan itu sampai di pasar.
SOLUSI NYA IALAH IHTIKAR BOLEH DILAKUKAN JIKA DALAM
KEADAAN SEPERTI BERIKUT:
1. Keadaan penawaran di pasar yang berlebihan.
2. Tidak merugikan para konsumaen karena di anggap harga di pasar lebih rendah dari
standar.
3. Apabila penjual memaksakan diri untuk tetap menjual barang ke pasar maka kerugianlah
yang akan di dapatkan penjual tersebut.

Petani yang menimbun padi hasil panennya karena harga padi jatuh diakibatkan
banyaknya penawaran, sehingga apabila petani tersebut nekat menjual padinya akan
mengalami kerugian bukanlah termasuk dalam kategori ihtikar. Contoh lainnya adalah
Bulog, yang menimbun padi dengan tujuan menjaga kestabilan harga beras bukan juga
dalam kategori ihtikar.

Dengan demikian tidak ada yang dirugikan antara si penjual dan si pembeli.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa dalam sistem ekonomi
islam penimbunan/membeli barang dalam jumlah yang besar dengan tujuan barang tersebut
berkurang di pasaran sehingga harga nantinya akan meningkat dan setelah itu barulah barang
akan dilepas di pasaran. Dengan demikian akan mendapat untung yang berlipat dan sehingga
merugikan orang lain, maka dalam Hadist Rasulullah SAW menibun barang dagangan adalah
dilarang dan menjadi sesuatu yang di haramkan. Namun apabila barang yang di timbun adalah
barang yang merupakan kebutuhan sekunder dari masyarakat banyak maka tidak diharamkan
kerena manusia tidak begitu berhajat atas barang tersebut, barang tersebut hanya melengkapi
kebutuhan primer manusia.

Anda mungkin juga menyukai