KELOMPOK 4
Anggota :
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang ASET TETAP : PENURUNAN NILAI,DEPLESI,DAN
REVALUASI. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya
itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua anggota kelompok
kami yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang telah
meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………….…..................1
Kata Pengantar…………………………………………………………………….….................2
Daftar Isi…………………………………………………………………………….....................3
BAB I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang………………………………………………………….……................5
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….………..............5
C. Tujuan dan Manfaat………………………………………………….………................6
BAB II (PEMBAHASAN)
1. PENURUNAN NILAI
1.1. Definisi penurunan nilai……………………………………………………….........7
1.2. Indikasi penurunan nilai……………………………………………………............7
1.3. Pengukuran penurunan nilai…………………………………………………......…9
1.4. Pengakuan rugi penurunan nilai…………………………………………....……...10
1.5. Penurunan nilai pada unit penghasil kas……………………………………....….11
1.6. Goodwil…………………………………………………………………….…............11
1.7. Aset korporat……………………………………………………………………....….14
1.8. Pemulihan rugi penurunan aset………………………………………………...…….14
2. DEPLESI
2.1.Definisi Deplesi………………………………………………………….................…16
3. REVALUASI
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perusahaan didirikan untuk mendapatkan keuntungan (profit) seoptimal mungkin,
sehingga dapat memperluas jaringan usaha yang dapat bersaing dengan perusahaan-
perusahaan lainnya. Untuk itu diperlukan adanya metode penilaian dan pencatatan yang tepat
yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mengelola segala aktivitas perusahaan seperti
bangunan/gedung sebagai kantor, peralatan, dan kendaraan sebagai alat transportasi.
Sebagai alat yang dapat mendukung suatu kegiatan perusahaan aktiva tetap biasanya
memiliki masa pemakaian yang lama, sehingga bisa diharapkan dapat memberi manfaat bagi
perusahaan selama bertahun-tahun. Namun demikian, manfaat yang diberikan aktiva tetap pada
umumnya semakin menurun karena aktiva tetap tersebut mengalami penyusutan (depreciation).
Penyusutan ini biasanya dicatat pada akhir tahun sebagai laporan keuangan di neraca. Dalam
akuntansi aktiva tetap ini akan dibahas tentang metode depresiasi. Semua aset memiliki potensi
mengalami penurunan nilai, namun ada yang diatur sendiri dalam standar aset terkait atau diatur
umum dalam PSAK 48 tentang Penurunan Nilai. Penurunan nilai atau impairment menjadi
bahasa yang semakin populer dalam akuntansi saat PSAK mengadopsi IFRS. Istilah impairment
sudah lama dikenal dalam akuntansi khususnya aset tetap. PSAK berbasis IFRS menggunakan
istilah penurunan nilai tak hanya untuk aset tetap tetapi juga untuk aset tak berwujud, goodwill,
aset keuangan dan investasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penurunan nilai ?
2. Apa definisi penurunan nilai?
3. Apa indikasi penurunan nilai?
4. Bagaimana pengukuran penurunan nilai?
5. Bagaimana pengakuan rugi penurunan nilai?
6. Bagaimana penurunan nilai pada unit penghasil kas?
7. Bagaiman perhitungan aset korporat?
8. Bagaimana pemulihan rugi penurunan aset?
9. Apa definisi deplesi ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENURUNAN NILAI
1.1. Definisi Penurunan Nilai
Penurunan nilai dari asset merupakan suatu kondisi di mana nilai tercatat asset
(carrying amount) melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount). Dalam kondisi dimana suatu
entitas menghadapi penurunan nilai dari aset-asetnya, maka banyak entitas yang melakukan
penghapusan (write-off) terhadap aset jangka panjangnya. Standart akuntansi menyatakan
bahwa suatu entitas harus mengevaluasi apakah terdapat indikasi penurunan nilai terhadap aset
yang dimilikinya.
3. Terdapat bukti dari pelaporan internal yang mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi asset
lebih buruk, atau akan lebih buruk, dari yang diharapkan.
4. Untuk suatu investasi dalam entitas anak, antitas asosiasi dan pengendalian bersama
entitas yang disajikan dalam laporan keuangan terpisah berdasarkan metode biaya.
Entitas juga harus melakukan hal berikut.
1. Menguji penurunan nilai asset takterwujud dengan masa manfaat tidak terbatas atau asset
takterwujud yang belum dapat digunakan, secara tahunan,
2. Menguji penurunan nilai goodwill yang diperoleh dalam satu kombinasi bisnis secara
tahunan.
Namun, penghitungan terperinci terkini atas jumlah terpulihkan aset yang dilakukan
periode terdahulu dapat digunakan dalam menguji penurunan nilai untuk aset tersebut pada
periode berjalan, sepanjang semua kriteria berikut dipenuhi.
1. Jika aset tak berwujud tidak menghasilkan arus kas masuk dari penggunaan secara
berkelanjutan yang sebagian besar independen dari arus kas masuk dari aset-aset atau
kelompok aset.
2. Penghitungan terkini jumlah terpulihkan menghasilkan suatu jumlah yang melebihi jumlah
tercatat aset dengan margin yang substansial.
3. Kecil kemungkinan bahwa penentuan jumlah terpulihkan saat ini akan lebih kecil dari jumlah
tercatat aset.
Terlepas kapan evaluasi atas indikasi penurunan nilai dilakukan, konsep materialitas
diterapkan dalam mengidentifikasi apakah jumlah terpulihkan suatu aset perlu diestimasi.
Sebagai contoh, jika penghitungan sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah terpulihkan suatu
aset lebih besar secara signifikan dari jumlah tercatatnya, entitas tidak perlu mengestimasi ulang
jumlah terpulihkan aset tersebut jika tidak terdapat peristiwa yang akan menghapus selisih
tersebut.
Selain itu, suatu indikasi yang ada bahwa aset mungkin mengalami penurunan nilai
dapat juga mengindikasikan bahwa sisa masa manfaat, metode depresiasi (amortisasi) atau nilai
residu aset perlu ditelaah kembali. Apabila terdapat perubahan estimasi sisa manfaat, metode
depresiasi (amortisasi) atau nilai residu aset maka suatu entitas harus melakukan perubahan
tersebut dengan sifat perubahannya sebagai prospektif (perubahan yang dilakukan secara ke
depan, tanpa melakukan restatement terhadap laporan keuangan sebelumnya).
Contoh Kasus :
Sebagai ilustrasi, PT Laut Biru pada 31 Desember 2012 melakukan pengujian atas
penurunan nilai atas asset perusahaan yaitu bangunan akibat adanya krisis ekonomi yang
menurunkan nilai dari asset perusahaan. Berdasarkan pengujian maka didapat beberapa informasi
sebagai berikut.
Bangunan kantor tersebut diperoleh pada 1 Januari 2008 dengan biaya perolehan sebesar
Rp 800.000.000. PT Laut Baru memperkirakan masa manfaat dari bangunan tersebut adalah 20
tahun dan memiliki nilai residu Rp 40.000.000. PT. Laut Baru menggunakan metode garis lurus
dalam menyusutkan asset tetapnya.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, maka dapat dihitung nilai wajar dikurangi biaya penjualan
adalah sebesar Rp 684.000.000 (Rp 700.000.000 – Rp 16.000.000) dan nilai pakai adalah
Rp 520.000.000. Berdasarkan kedua nilai tersebut maka jumlah terpulihkan adalah
Rp 684.000.000. Jumlah tersebut masih lebih tinggi dari jumlah tercatat asset, sehingga tidak terjadi
penurunan nilai.
Apabila informasi dari PT Laut Baru sama, kecuali bahwa nilai wajar dari asset adalah
sebesar Rp 500.000.000 (dengan biaya menjual yang sama) maka nilai wajar dikurangi biaya
penjualan adalah Rp 484.000.000 (Rp 500.000.000 – Rp 16.000.000). Oleh karena itu, jumlah
terpulihkan asset menjadi sebesar nilai pakainya Rp 520.000.000, karena nilai pakai lebih besar dari
nilai wajar dikurangi biaya penjualan. Dalam contoh ini maka terjadi penurunan nilai asset karena
jumlah tercatat asset lebih besar dari jumlah terpulihkan dan perusahaan akan mengakui kerugian
penurunan nilai yang dicatat sebagai berikut.
Jumlah terpulihkan dari suatu asset individual tidak dapat ditentukan jika:
1. Nilai pakai asset tidak dapat diestimasi mendekati nilai wajarnya dikurangi nilai biaya penjualan
(contoh, apabila arus kas masa depan dari penggunaan asset tidak dapat diestimasikan menjadi
tak berarti)
2. Asset tidak menghasilkan arus kas masuk yang independen dari kelompok asset lain.
1.6. Goodwill
Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwiil yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis
harus, sejak tanggal akuisisi, dialokasikan pada unit penghasil kas pihak pengakuisisi, (atau
kelompok unit penghasil kas) yang diharapkan memberikan manfaat dari senergi kombinasi.
Rugi penurunan nilai dialokasikan untuk menurunkan jumlah tercatat dari asset dengan tahapan
sebagai berikut:
1. Menurunkan jumlah tercatat dari goodwill yang telah dialokasikan pada UPK
2. Mengalokasikan pada asset lainnya pada UPK secara perorate dari jumlah tercatat pada
masing-masing asset dalam UPK.
Sebagai ilustrasi, PT Lolipop melakukan pengujian atas penurunan nilai UPK Z dan
memperoleh informasi sebagai berikut.
Jumlah tercatat
Goodwill Rp 2.000.000.000
Aset tetap, pada biaya terdepresiasi Rp 6.000.000.000
Aset tak berwujud, pada biaya terdepresiasi Rp 4.000.000.000
Properti investasi, pada biaya terdepresiasi Rp 5.000.000.000
Kedua, membandingkan jumlah tercatat dengan jumlah terpulihkan. Nilai tercatat UPK Z
kini adalah Rp 21.740.000.000 (Rp 22.740.000.000 – Rp 1.000.000.000). Nilai tersebut lebih
tinggi dari jumlah terpulihkan, sehingga PT Lolipop akan mengakui kerugian penurunan nilai
pada UPK Z sebesar Rp 5.740.000.000 (Rp 21.740.000.000 – Rp 16.000.000.000). Jumlah
kerugian tersebut hanya dialokasikan pada asset tetap dan asset tak berwujud karena property
investasi telah diturunkan nilainya menjadi sebesar jumlah terpulihkan dan asset selain asset
tetap dan asset tak berwujud di luar dari ruang lingkup PSAK 48. Alokasi kerugian penurunan
nilai adalah sebagai berikut.
Total
21.740 - 5.740 16.000
Pertama, dialokasikan terlebih dahulu pada nilai goodwill yaitu sebesar Rp 2.000.000.000. Kedua,
dialokasikan pada asset tetap dan asset tak berwujud.
Rugi penurunan nilai yang telah diakui dalam periode-periode sebelumnya untuk aset selain
goodwill harus dibalik jika, dan hanya jika, terdapat perubahan estimasi yang digunakan untuk
menentukan jumlah terpulihkan atas aset tersebut sejak rugi penurunan nilai terakhir diakui. Jika
kasusnya seperti ini, jumlah tercatat aset, dinaikkan ke jumlah terpulihkannya. Kenaikan ini merupakan
suatu pembalikan rugi penurunan nilai. Jumlah tercatat aset yang meningkat (selain goodwill), yang
disebabkan pembalikan rugi penurunan nilai, tidak boleh melebihi jumlah tercatat (neto setelah amortisasi
atau depresiasi) seandainya aset tidak mengalami rugi penurunan nilai di tahun-tahun sebelumnya.
Pembalikan rugi penurunan nilai untuk aset (selain goodwill) diakui segera dalam laba rugi. Setiap
pemulihan rugi penurunan nilai aset revaluasian harus diperlakukan sebagai kenaikan penilaian kembali
sesuai dengan PSAK terkait.
Melanjutkan ilustrasi pada PT Laut Baru, pada 1 Januari 2015, PT Laut Baru melakukan review
untuk mengidentifikasi apakah terdapat indikasi bahwa rugi penurunan nilai aset yang telah diakui pada
tahun-tahun sebelumnya tidak ada lagi atau menurun. Dari hasil review untuk mengidentifikasi apakah
terdapat indikasi bahwa rugi penurunan nilai aset yang telah diakui pada tahun-tahun sebelumnya tidak
ada lagi atau menurun. Dari hasil review tersebut, diperoleh hasil bahwa nilai pakai dari bangunan
tersebut meningkat menjadi Rp 560.000.000.
Nilai tercatat bangunan kantor per 1 Januari 2015 (seharusnya)
Biaya perolehan = Rp 800.000.000
Pembalikan rugi penurunan nilai untuk suatu unit penghasil kas dialokasikan kepada aset-aset
dari unit (kecuali untuk goodwill) prorate dengan jumlah tercatat dari aset-asetnya. Dalam mengalokasikan
pembalikan rugi penurunan nilai untuk unit penghasil kas, jumlah tercatat aset tidak boleh dinaikkan diatas
nilai yang terendah dari:
1. Jumlah terpulihkan (jika ditentukan); dan
2. Jumlah tercatat yang telah ditentukan (amortisasi atau depresiasi neto) seandainya tidak ada rugi
penurunan nilai yang telah diakui untuk aset tersebut dalam periode sebelumnya.
Jumlah pemulihan rugi penurunan nilai yang sebaliknya telah dialokasikan untuk aset tersebut harus
dialokasikan prorate ke aset lain dari unit itu, kecuali untuk goodwill.
2. DEPLESI
2.1. Definisi Deplesi
Deplesi adalah kata lain penyusutan yang terjadi pada sesuatu benda yang bersifat
alami dan tidak dapat diperbaharui. Deplesi merupakan salah satu istilah ekonomi geografi yang
digunakan dalam dunia pertambangan untuk menyatakan penyusutan pada sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui, seperti misalnya bijih besi, hasil tambang, kayu hutan dan lain-
lain.Deplesi terkadang juga di gunakan dalam ilmu biologi sebagai penganti istilah
penyusutan,berkurangnya jumlah suatu senyawa organik yang terjadi dalam sel.Kata deplesi
digunakan jika penyusutan yang terjadi tidak bersifat merugikan tetapi mempunyai manfaat bagi
bagian-bagian yang menerima hasil dari penyusutan tersebut.Jadi,dapat disimpulkan dari semua
pengertian di atas bahwa Deplesi adalah pengurangan nilai yang terjadi atas sumber daya alam
yang tidak dapat diperbarui, seperti pertambangan, sumur minyak dan gas bumi, dan lain-lain.
Sejalan dengan ekstraksi dan penjualan sumber daya, cadangan akan menurun dan
nilai properti akan terus berkurang. Pada depresiasi, properti dapat diganti dengan properti yang
serupa jika properti tersebut sudah terdepresiasi penuh (nilainya sudah habis). Hal ini tidak
memunginkan pada deplesi. Pada depresiasi, jumlah yang dibebankan untuk biaya depresiasi
diinvestasikan pada peralatan baru sehingga operasi dapat dilanjutkan tanpa batas. Pada deplesi
jumlah yang dibebankan untuk biaya deplesi tidak dapat digunakan untuk mengganti sumber
daya alam, akibatnya perusahaan akan menutup usahanya sedikit demi sedikit sejalan dengan
operasi normalnya.
a. Biaya pra-eksplorasi
Adalah biaya yang terjadi sebelum hak legal untuk mengeksplorasi wilayah tertentu
dilakukan.Biaya ini merupakan biaya prospek untuk memprediksi keberadaan sumber
daya mineral di suatu wilayah tertentu.Biaya ini diakui sebagai beban saat terjadi.
b. Biaya eksplorasi dan evaluasi
Biaya eksplorasi adalah biaya yang berhubungan dengan pemerolehan hak dengan
eksplorasi,melakukan studi-studi topografis,geologis,geokemis dan geofisis ;
eksplorasi,penyampelan dan aktivitas pengevaluasian kelayakan teknis dan komersial
penambangan sumber daya mineral.Sedangkan evaluasi adalah suatu proses dalam
menyediakan informasi untuk mengetahui sejauh mana kegiatan tersebut telah dicapai.
c. Biaya pengembangan
Biaya pengembangan meliputi :
1. Peralatan berwujud
Termasuk semua transportasi dan peralatan berat lainnya yang
diperlukan untuk menambang sumber daya serta menyiapkannya untuk
produksi atau pengiriman. Karena aktiva ini dapat dipindahkan dari satu lokasi
pengeboran atau penambangan ke lokasi lainnya maka biaya peralatan
berwujud biasanya tidak diperhitungkan dalam dasar deplesi.Peralatan harus
dikelola terpisah layaknya aset tetap.
2. Biaya pengembangan tak berwujud
Dianggap sebagai bagian dasar deplesi. Biaya ini adalah untuk pos-
pos seperti biaya pengeboran, terowongan, gua, dan sumur yang tidak
memiliki karakteristik berwujud tetapi diperlukan dalam menambang sumber
daya alam.Biaya pengembangan tak berwujud harus dipertimbangkan sebagai
komponen penentuan deplesi.
d. Biaya Restorasi atau perbaikan
PT Latanusa memperoleh hak untuk menggunakan tanah seluas 1000 are di daerah
Gunung Kidul untuk mengeksplorasi sumber minyak.Proyek ini dikenal dengan proyek
A.Biaya sewa yang dikeluarkan untuk proyek A sebesar Rp 100.000.000 , biaya
eksplorasi yang berkaitan langsung dengan penemuan sumber alam tersebut sebesar
Rp 1.200.000.000.Diperkirakan sumber daya mineral yang ditemukan tersebut akan
menghasilkan 1.000.000 barrel minyak,maka deplesi per barrel dihitung sebagai berikut:
Rp 1.500.000.000 – Rp 0
= Rp 1.500 per
1.000.000 barrel
barrel
Jika PT Latanusa mengekstraksi sebanyak 50.000 barrel pada tahun pertama,deplesi untuk
tahun ini adalah Rp 1.500 x 100.000 barrel = Rp 150.000.000.
3. REVALUASI
3.1.Definisi Revaluasi
a. Tujuan Revaluasi
Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat
melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan
kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya.
b. Manfaat Revaluasi
Revaluasi aktiva tetap mempunyai manfaat bagi perusahaan, diantaranya yaitu:
1. Dapat menciptakan performance of balance sheet yang lebih baik, sebagai akibat
meningkatnya nilai aktiva dan modal
2. Meningkatkan kepercayaan para pemegang saham, karena kenaikan nilai aktiva dapat
dicatat sebagai tambahan nilai saham (saham bonus)
3. Meningkatkan kepercayaan kreditur, sebagai dampak membaiknya beberapa rasio
keuangan perusahaan,khususnya yang ditunjukkan oleh debt to assets ratio dan debt
to equity ratio
4. Penghematan pajak yang terjadi sebagai akibat bertambah besarnya nilai penyusutan
aktiva,yang dapat memberikan penghematan pajak sebesar 30% dari nilai tambah
penyusutan.Sementara keuntungan dari revaluasi aktiva hanya dikenakan pajak final
sebesar 10%
c. Kendala Revaluasi
Kegiatan revaluasi ini tergolong kegiatan yang tidak mudah untuk dilaksanakan dan
memerlukan biaya yang besar untuk membayar jasa penilai.
a. Kelebihan Revaluasi
- Neraca akan menunjukkan posisi kekayaan yang wajar sehingga pemakai laporan
keuangan dapat memperoleh informasi yang lebih akurat dan tepat.
- Selisih lebih penilaian kembali juga akan meningkatkan struktur modal sendiri, yang artinya
perbandingan antara pinjaman (debt) dengan modal sendiri (equity) atau DER membaik.
- Dengan membaiknya DER, perusahaan dapat menarik dana melalui pinjaman dari pihak
ketiga maupun emisi saham.
b. Kekurangan Revaluasi
- Naiknya beban penyusutan aktiva tetap yang dibebankan dalam laba rugi atau dibebankan
ke harga pokok produksi.
- Dari sisi perpajakan, selisih lebih yang diakibatkan dari revaluasi aktiva tetap merupakan
objek pajak yang dikenai pajak final 10%.
b. Keputusan Dirjen Pajak KEP-519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 tentang Tata Cara
Prosedur Pelaksanaan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan
Perpajakan
c. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.
d. Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Perusahan untuk Tujuan Perpajakan.
3.5.Syarat Revaluasi
a. WP badan dalam negeri (PT, CV, BUMN, Koperasi, Yayasan). Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan tidak termasuk WP yang dapat melakukan
revaluasi.
b. Telah memenuhi kewajiban pajak sampai dengan masa pajak terakhir sebelum melakukan
revaluasi. Kewajiban pajak tersebut adalah :
a. SPT Masa atau Tahunan, sepanjang belum ada SKP.
b. SKP, walaupun Wajib Pajak mengajukan keberatan dan belum ada keputusan
keberatan.
c. Keputusan Keberatan, walaupun WP mengajukan banding dan belum ada putusan
Banding dari pengadilan pajak.
d. Keputusan PK dari MA.
e. STP, walaupun WP mengajukan permohonan pengurangan / penghapusan sanksi
administrasi atau pembetulan kembali pembetulan STP, tetapi belum mendapatkan
keputusan.
c. Yang dapat dinilai kembali aktiva tetap berwujud yang berada di Indonesia dan dipergunakan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek pajak.
Aset Tetap SGU dengan hak opsi tidak dapat direvaluasi sebelum menggunakan hak opsi,
aktiva tidak berwujud tidak dapat direvaluasi.
d. Dapat dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap atau sebagian aktiva, dapat dilakukan setiap
tahun atau satu kali dalam setahun. Dilakukan oleh perusahaan penilai yang mendapat ijin
pemerintah.
e. Penilaian kembali dilakukan perusahaan penilai atau Penilai yang mendapat ijin dari
Pemerintah. Penilaian kembali dihitung atau dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar
yang berlaku pada saat penilaian kembali.
f. Dalam hal nilai revaluasi yang ditetapkan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya
maka Direktorat Jendral Pajak dapat menetapkan kembali nilai revaluasi. Setelah WP
melakukan revaluasi dan sudah mendapat persetujuan dari KPP, kemudian dilakukan
pemeriksaan, pemeriksa pajak dapat melakukan koreksi nilai revaluasi, dengan hasil :
1. Nilai revaluasi lebih rendah daripada harga pasar
2. Nilai revaluasi lebih tinggi daripada harga pasar.
Apabila nilai revaluasi lebih tinggi daripada harga pasar maka terdapat Selisih Lebih Revaluasi,
yaitu Nilai Pasar ( Nilai Revaluasi ) dikurangi Nilai Buku Fiskal pada awal bulan dilakukan
revaluasi dan dikenakan pajak revaluasi sebesar 10 % Final setelah dikurangi / dikompensasi
terlebih dulu dengan sisa kerugian fiskal.
Kompensasi Rugi Fiskal :
a. Tidak lebih dari 5 tahun.
b. Kalau belum dilakukan pemeriksaan pajak rugi fiskal berdasarkan SPT WP.
c. Sudah ada SKP, berdasarkan SKP meskipun WP mengajukan keberatan.
g. Bagi WP yang melakukan penggabungan usaha, PPh yang terutang 10% dapat dibayar
dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak dilakukan penilaian kembali aktiva tetap. PPh
yang harus dilunasi setiap tahun paling sedikit sebesar 20%.
3.6.Prosedur Revaluasi
Prosedur permohonan revaluasi :
f. Wajib pajak (WP) yang dapat mengajukan permohonan untuk melakukan penilaian
kembali aktiva tetap adalah WP Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak
termasuk WP yang memperoleh ijin menyelenggarakan pembukuan dengan mata
uang asing.
g. Syarat-syarat pengajuan permohonan :
1. WP dapat mengajukan permohonan dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban
pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya
penilaian kembali.
2. Aktiva tetap yang dapat dinilai kembali adalah aktiva tetap berwujud yang terletak atau
berada di Indonesia yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
3. Penelilaian kembali dapat meliputi seluruh atau sebagian altiva tetap perusahaan
termasuk aktiva tetap yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan
ketentuan yang berlaku. Dan hanya dapat dilakukan penilaian kembali paling banyak
satu (1) kali dalam satu tahun buku.
4. WP yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap wajib mengajukan permohonan
kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi KPP tempat WP terdaftar (KPP
domisili) paling lambat 30 hari kerja setelah tanggal dilakukan penilaian kembali aktiva
tetap dengan melampirkan :
a. Fotokopi surat ijin usaha jasa penilai yang dilegalisir oleh instansi 8pemerintah
yang berwenang untuk menerbitkan surat ijin usaha tersebut.
b. Laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai profesional yang
diakui pemerintah.
c. Daftar Penilaian Kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
d. Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap
yang telah diaudit oleh akuntan publik.
e. Surat keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari KPP tempat WP
terdaftar.
5. Permohonan WP yang terlambat diajukan atau tidak dilengkapi dengan lampiran sampai
dengan batas waktu sebagaimana diatur tidak dapat dipertimbangkan.
6. Apabila permohonan WP menurut hasil penelitian telah memenuhi persyaratan formal
dan material, maka Kepala Kantor Wialayah wajib menerbitkan Keputusan persetujuan
atau penolakan Direktur Jendral Pajak paling lambat 30 hari kerja setelah tanggal
diterimanya permohonan WP.
7. Apabila setelah lewat batas waktu 30 hari kerja Kepala Kantor Wilayah belum
menerbitkan Keputusan persetujuan atau penolakan, maka permohonan WP dianggap
diterima dan Kepala Kantor Wilayah wajib menerbitkan keputusan paling lambat tiga (3)
hari setelah tanggal berakhirnya batas waktu tersebut.
Selisih nilai pada aktiva tetap sebelum dan sesudah revaluasi sebesar Rp. 5.420.090.031,24.
Dari selisih revaluasi tersebut dikenakan pajak 10% bersifat final, sehingga pajak yang harus
dibayar akibat adanya revaluasi adalah sebesar Rp. 542.009.003,12. Selisih revaluasi akan
tampak pada neraca sisi pasiva di bagian modal. Sedangkan pengaruhnya terhadap laporan laba
rugi perusahaan terlihat pada biaya usaha pada poin depresiasi aktiva tetap.
Perhitungan penghematan pajak
nilai komersial per 31 Desember 2001 sebagai berikut :
- Tanah Rp 900.000.000.
- Bangunan permanent (20 tahun) Rp 1.200.000.000.
- Akumulasi penyusutan bangunan 7 tahun (Rp 420.000.000)
- Peralatan dan kendaraan kelompok 2 Rp 1.600.000.000.
- Akumulasi penyusutan peralatan dan kendaraan 7 tahun (Rp 1.400.000.000).
Hasil penilaian sesuai harga pasar
- Tanah Rp 3.960.000.000
- Bangunan Rp 2.420
.000.000
- Peralatan / kendaraan Rp 920.000.000
Prediksi laba tahun 2002 (sebelum penyusutan) : Rp 350.000.000
Laba Rp 350.000.000
Penyusutan
- Bangunan = Rp 3.960.000.000 x 5% (Rp 198.000.000)
- Peralatan&kendaraan = Rp920.000.000 x 12,5% (Rp 115.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 37.000.000
Pajak PPh badan 25% Rp 9.250.000
Jumlah pajak yg harus dibayar Rp 551.250.000
Jika tidak melakukan revaluasi
Laba Rp 350.000.000
Penyusutan
- Bangunan (Rp 60.000.000)
- Peralatan&kendaraan (Rp 20.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 270.000.000
Pajak PPh badan 25% Rp 67.500.000
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penurunan nilai dari asset merupakan suatu kondisi di mana nilai tercatat asset
(carrying amount) melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount). Dalam kondisi dimana suatu
entitas menghadapi penurunan nilai dari aset-asetnya, maka banyak entitas yang melakukan
penghapusan (write-off) terhadap aset jangka panjangnya. Standart akuntansi menyatakan
bahwa suatu entitas harus mengevaluasi apakah terdapat indikasi penurunan nilai terhadap aset
yang dimilikinya.
Deplesi adalah pengurangan nilai yang terjadi atas sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui, seperti pertambangan, sumur minyak dan gas bumi, dan lain-lain.Di dalam
menentukan deplesi terdapat 4 dasar,yaitu : 1.Biaya pra-eksplorasi,2.Biaya eksplorasi dan
evaluasi,3.Biaya pengembangan dan 4.Biaya restorasi atau perbaikan.Sedangkan metode dalam
perhitungan deplesi ada 2,yaitu metode biaya dan metode persentase.
Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya
kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam
laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai
aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar. Tujuan penilaian
kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan perhitungan
penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan
yang sebenarnya.
B. Saran
1. Dengan kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan metode penyusutan didalam
landasan teori pada bab sebelumnya, bahwa perusahaan diharapkan untuk tetap memperhatikan
biaya yang terjadi setelah perolehan.
2. Penulis menyarankan agar perusahaan untuk tetap menggunakan metode yang telah diterapkan
sebelumnya, apabila perusahaan ingin menggunakan metode lain perlu untuk dipertimbangkan
lagi. Perusahaan yang sudah memakai IFRS dan menggunakan metode-metode dan
pembahasan yang sudah diterangkan. Masih perlu melakukan tinjauan kembali untuk aktiva
yang masih dapat dipakai tetapi usia manfaatnya sudah habis.
DAFTAR PUSTAKA
Martani, Dwi., Siregar, Sylvia Veronica., Wardhani, Ratna., Farahmita, Aria., Tanujaya, Edward. 2016.
Akuntansi Keuangan Menengah Berbasisi PSAK Edisi 2 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat
Ferdinan,Efraim.Akuntansi Keuangan Menengah 1 : edisi 1.2012.Yogyakarta : UPP
STIM YKPN.
http://ratnadestiningrum.blog.com/2014/09/28/materi-pengantar-bisnis-bab11akuntansi-
dan-laporan-keuangan/
http://alfiechientacareer.blogspot.co.id/2013/05/pelaporan-dan-laporan-
keuangan.html?m=1
http://akuntansidanpendidikan-anggi.blogspot.co.id/2012/02/makalah-revaluasi-aktiva-
tetap.html