Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat allah swt atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Seminar Akuntansi Keuangan dengan judul “Penurunan
Nilai” ini dengan baik dan lancar.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik
moral maupun material.Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak. Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang membaca makalah ini.

Pekanbaru, 23 Maret 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

       KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..1

       DAFTAR ISI……………………………………………………………………………… 2

       BAB I               : PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang..................................................................................................3

B.     Rumusan Masalah............................................................................................3

C.     Tujuan......................................................................................................... …4

       BAB II              : PEMBAHASAN

A.    Definisi Penurunan Nilai..................................................................................5

B.     Indikasi Penurunan Nilai.................................................................................5

C.     Pengukuran Penurunan Nilai .........................................................................7

D.    Pengakuan Rugi Penurunan Nilai....................................................................8

E.     Penurunan Nilai pada Unit Penghasil Kas .....................................................9

F.      Goodwill........................................................................................................9

G.    Aset Korporat.................................................................................................12

H.    Pemulihan Rugi Penurunan Aset...................................................................13

I.       Penyajian dan Pengungkapan.......................................................................15

       BAB III            : PENUTUP

A.    Kesimpulan....................................................................................................16

B.     Saran……………………………………………………………………….16

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Setiap perusahaan didirikan untuk mendapatkan keuntungan (profit) seoptimal mungkin,


sehingga dapat memperluas jaringan usaha yang dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan
lainnya. Untuk itu diperlukan adanya metode penilaian dan pencatatan yang tepat yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam rangka mengelola segala aktivitas perusahaan seperti
bangunan/gedung sebagai kantor, peralatan, dan kendaraan sebagai alat transportasi.

Sebagai alat yang dapat mendukung suatu kegiatan perusahaan aktiva tetap biasanya
memiliki masa pemakaian yang lama, sehingga bisa diharapkan dapat memberi manfaat bagi
perusahaan selama bertahun-tahun. Namun demikian, manfaat yang diberikan aktiva tetap pada
umumnya semakin menurun karena aktiva tetap tersebut mengalami penyusutan (depreciation).
Penyusutan ini biasanya dicatat pada akhir tahun sebagai laporan keuangan di neraca. Dalam
akuntansi aktiva tetap ini akan dibahas tentang metode depresiasi. Semua aset memiliki potensi
mengalami penurunan nilai, namun ada yang diatur sendiri dalam standar aset terkait atau diatur
umum dalam PSAK 48 tentang Penurunan Nilai. Penurunan nilai atau impairment menjadi
bahasa yang semakin populer dalam akuntansi saat PSAK mengadopsi IFRS. Istilah impairment
sudah lama dikenal dalam akuntansi khususnya aset tetap. PSAK berbasis IFRS menggunakan
istilah penurunan nilai tak hanya untuk aset tetap tetapi juga untuk aset tak berwujud, goodwill,
aset keuangan dan investasi.

B.     Rumusan Masalah

1. Apa definisi penurunan nilai?


2. Apa indikasi penurunan nilai?
3. Bagaimana pengukuran penurunan nilai?
4. Bagaimana pengakuan rugi penurunan nilai?
5. Bagaimana penurunan nilai pada unit penghasil kas?
6. Bagaimana perhitungan goodwill?
7. Bagaiman perhitungan aset korporat?

3
8. Bagaimana pemulihan rugi penurunan aset?
9. Bagaimana penyajian dan pengungkapan?

C.    Tujuan

1. Untuk mengetahui penurunan nilai.


2. Untuk mengetahui indikasi penurunan nilai.
3. Untuk mengetahui pengukuran penurunan nilai.
4. Untuk mengetahui pengakuan rugi penurunan nilai.
5. Untuk mengetahui penurunan nilai pada unit penghasil kas.
6. Untuk mengetahui perhitungan goodwill.
7. Untuk mengetahui perhitungan aset korporat.
8. Untuk mengetahui pemulihan rugi penurunan aset.
9. Untuk mengetahui penyajian dan pengungkapan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Penurunan Nilai

Penurunan nilai dari asset merupakan suatu kondisi di mana nilai tercatat asset (carrying
amount) melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount). Dalam kondisi dimana suatu entitas
menghadapi penurunan nilai dari aset-asetnya, maka banyak entitas yang melakukan
penghapusan (write-off) terhadap aset jangka panjangnya. Standart akuntansi menyatakan bahwa
suatu entitas harus mengevaluasi apakah terdapat indikasi penurunan nilai terhadap aset yang
dimilikinya.

B.       Indikasi Penurunan Nilai

Menurut PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Asset bahwa  pada setiap akhir periode
pelaporan, suatu entitas harus menilai apakah terdapat indikasi suatu asset pengalami penurunan
nilai. Dalam menilai apakah indikasi bahwa asset mungkin mengalami penurunan nilai, entitas
harus mempertimbangkan minimum hal-hal berikut ini.

Informasi dari sumber-sumber ekternal, antara lain sebagai berikut.

1. Selama periode tersebut, nilai pasar asset telah turun secara signifikan lebih dari yang
diharapkan
2. Perubahan yang signifikan dalam hal teknologi, pasar, ekonomi, atau lingkup hukum tempat
entitas beroperasi atau di pasar tempat asset dikaryakan, yang berdampak merugikan terhadap
entitas.
3. Suka bunga pasar atau tingkat imbalan pasar dari investasi telah meningkat selama periode
tersebut.
4. Jumlah tercatat asset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya.

Informasi dari sumber-sumber internal, antara lain sebagai berikut.

1. Terdapat bukti mengenai keusangan atau kerusakan fisik asset.

5
2. Telah terjadi atau akan terjadi dalam waktu dekat perubahan segnifikan yang berdampak
merugikan sehubungan dengan seberapa jauh, atau cara, suatu asset digunakan atau diharapkan
akan digunakan.
3. Terdapat bukti dari pelaporan internal yang mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi
asset lebih buruk, atau akan lebih buruk, dari yang diharapkan.
4. Untuk suatu investasi dalam entitas anak, antitas asosiasi dan pengendalian bersama
entitas yang disajikan dalam laporan keuangan terpisah berdasarkan metode biaya.

Entitas juga harus melakukan hal berikut.

1. Menguji penurunan nilai asset takterwujud dengan masa manfaat tidak terbatas atau asset tak
terwujud yang belum dapat digunakan, secara tahunan,
2. Menguji penurunan nilai goodwill yang diperoleh dalam satu kombinasi bisnis secara
tahunan.

Namun, penghitungan terperinci terkini atas jumlah terpulihkan aset yang dilakukan periode
terdahulu dapat digunakan dalam menguji penurunan nilai untuk aset tersebut pada periode
berjalan, sepanjang semua kriteria berikut dipenuhi.

1. Jika aset tak berwujud tidak menghasilkan arus kas masuk dari penggunaan secara
berkelanjutan yang sebagian besar independen dari arus kas masuk dari aset-aset atau
kelompok aset.
2. Penghitungan terkini jumlah terpulihkan menghasilkan suatu jumlah yang melebihi jumlah
tercatat aset dengan margin yang substansial.
3. Kecil kemungkinan bahwa penentuan jumlah terpulihkan saat ini akan lebih kecil dari jumlah
tercatat aset.

Terlepas kapan evaluasi atas indikasi penurunan nilai dilakukan, konsep materialitas
diterapkan dalam mengidentifikasi apakah jumlah terpulihkan suatu aset perlu diestimasi.
Sebagai contoh, jika penghitungan sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah terpulihkan suatu
aset lebih besar secara signifikan dari jumlah tercatatnya, entitas tidak perlu mengestimasi ulang
jumlah terpulihkan aset tersebut jika tidak terdapat peristiwa yang akan menghapus selisih
tersebut.

6
Selain itu, suatu indikasi yang ada bahwa aset mungkin mengalami penurunan nilai dapat
juga mengindikasikan bahwa sisa masa manfaat, metode depresiasi (amortisasi) atau nilai residu
aset perlu ditelaah kembali. Apabila terdapat perubahan estimasi sisa manfaat, metode depresiasi
(amortisasi) atau nilai residu aset maka suatu entitas harus melakukan perubahan tersebut dengan
sifat perubahannya sebagai prospektif (perubahan yang dilakukan secara ke depan, tanpa
melakukan restatement terhadap laporan keuangan sebelumnya).

C.      Pengukuran Penurunan Nilai

Setelah suatu entitas mengevaluasi adanya indikasi penurunan nilai, dan ternyata
menemukan adanya indikasi penurunan  nilai maka harus dilakukan pengujian atas penurunan
nilai. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan antara jumlah tercatat dari asset
dengan jumlah terpulihkannya. Apabila tercatatnya lebih tinggi dari jumlah terpulihkan, maka
selisih antara keduanya tersebut diakui sebagai rugi penurunan nilai dan nilai tercatat asset
diturunkan menjadi sebesar jumlah terpulihkan tersebut. Apabila tercatat lebih rendah dari
jumlah terpulihkan, maka tidak terdapat penurunan nilai.

Apabila terdapat indikasi-indikasi penurunan nilai, maka entitas diharuskan membuat


estimasi formal jumlah terpulihkannya. Jumlah terpulihkan merupakan jumlah yang lebih tinggi
antara nilai wajar asset atau unit penghasil kas dikurangi biaya penjualan dengan nilai pakainya
sedangkan nilai wajar dikurangi biaya penjualan adalah jumlah yang dapat dihasilkan dari
penjualan suatu asset atau unit penghasilan kas dalam transaksi antara pihak-pihak yang mengerti
dan berkehendak bebas tanpa tekanan, dikurangi biaya pelepasan asset. Nilai ini mencerminkan
nilai yang dapat dihasilkan oleh asset tersebut bila asset terjual setelah dikurangi biaya untuk
melakukan penjualan. Nilai pakai adalah nilai kini dari taksiran arus kas yang diharapkan akan
diterima dari suatu asset atau unit penghasil kas.

Sebagai ilustrasi, PT Laut Biru pada 31 Desember 2012 melakukan pengujian atas
penurunan nilai atas asset perusahaan yaitu bangunan akibat adanya krisis ekonomi yang
menurunkan nilai dari asset perusahaan. Berdasarkan pengujian maka didapat beberapa
informasi sebagai berikut.

                          Harga Jual                                   = Rp 700.000.000

                          Biaya penjualan                           = Rp   16.000.000

7
                          Nilai pakai (value in use)             = Rp 684.000.000

Bangunan kantor tersebut diperoleh pada 1 Januari 2008 dengan biaya perolehan sebesar Rp
800.000.000. PT Laut Baru memperkirakan masa manfaat dari bangunan tersebut adalah 20
tahun dan memiliki nilai residu Rp 40.000.000. PT. Laut Baru menggunakan metode garis lurus
dalam menyusutkan asset tetapnya.

Nilai tercatat bangunan kantor per 31 Desember 2012

Biaya perolehan                                                                                        = Rp 800.000.000

Akumulasi penyusutan                        = 5 x              = Rp 190.000.000

Nilai tercatat per 31 Desember 2015                                                        = Rp 610.000.000

Berdasarkan ilustrasi tersebut, maka dapat dihitung nilai wajar dikurangi biaya penjualan
adalah sebesar Rp 684.000.000 (Rp 700.000.000 – Rp 16.000.000) dan nilai pakai adalah
Rp 520.000.000. Berdasarkan kedua nilai tersebut maka jumlah terpulihkan adalah
Rp 684.000.000. Jumlah tersebut masih lebih tinggi dari jumlah tercatat asset, sehingga tidak
terjadi penurunan nilai.

Apabila informasi dari PT Laut Baru sama, kecuali bahwa nilai wajar dari asset adalah
sebesar Rp 500.000.000 (dengan biaya menjual yang sama) maka nilai wajar dikurangi biaya
penjualan adalah Rp 484.000.000 (Rp 500.000.000 – Rp 16.000.000). Oleh karena itu, jumlah
terpulihkan asset menjadi sebesar nilai pakainya Rp 520.000.000, karena nilai pakai lebih besar
dari nilai wajar dikurangi biaya penjualan. Dalam contoh ini maka terjadi penurunan nilai asset
karena jumlah tercatat asset lebih besar dari jumlah terpulihkan dan perusahaan akan mengakui
kerugian penurunan nilai yang dicatat sebagai berikut.

Rugi Penurunan Nilai – Aset Tetap                                     Rp 90.000.000

Akumulasi Penurunan Nilai – Aset Tetap                              Rp 90.000.000

D.    Pengakuan Rugi Penurunan Nilai

8
Rugi penurunan nilai adalah  nilai terpulihkan lebih kecil dari nilai tercatat, nilai tercatat
asset diturunkan menjadi sebesar nilai terpulihkan. Rugi penurunan nilai asset yang tidak
direvaluasi diakui dalam laporan laba rugi komprehensif. Namun demikian, kerugian penurunan
nilai atas asset revaluasian diakui dalam pendapatan  komprehensif  lain, sepanjang kerugian
penurunan  nilai tidak melebihi jumlah surplus revaluasi untuk asset yang sama. Rugi penurunan
nilai atas asset revaluasian mengurangi surplus revaluasi untuk asset tersebut. Ketika jumlah
estimasi rugi penurunan nilai lebih besar dari nilai tercatat asset yang terkait, entitas mengakui
liabilitas jika, dan hanya jika, hal ini disyaratkan oleh standar akuntansi lainnya. Setelah
pengakuan rugi penurunan nilai, beban penyusutan (amortisasi) asset disesuaikan di masa depan
untuk mengalokasikan nilai tercatat asset revision, setelah dikurangi nilai sisa (jika ada), secara
sisitematis selama sisa manfaatnya.

E.       Penurunan Nilai pada Unit Penghasil Kas

Unit Penghasil Kas (UPK) asset adalah kelompok terkecil dari asset yang termasuk asset
tersebut dan menghasilkan arus kas masuk yang independen dari arus kas masuk dari asset atau
kelompok asset lain. Jika terdapat indikasi bahwa suatu asset turun nilainya, jumlah terpulihkan
diestimasi untuk asset individual. Jika tidak mungkin mengestimasi jumlah terpulihkan asset
individual, entitas menentukan nilai terpulihkan dari UPK yang mana asset tercakup (asset dari
unit penghasil kas). Mengidentifikasi UPK memerlukan pertimbangan tersendiri. Jika jumlah
terpulihkan tidak dapat ditentukan untuk asset individual, entitas mengidentifikasi agregasi
terendah atas asset yang menghasilkan arus kas masuk yang berdiri sendiri. UPK diidentifikasi
secara konsisten dari periode ke periode untuk asset atau jenis asset yang sama, kecuali
perubahan dapat dijustifikasi.(CONTOH)

Jumlah terpulihkan dari suatu asset individual tidak dapat ditentukan jika:

1. Nilai pakai asset tidak dapat diestimasi mendekati nilai wajarnya dikurangi nilai biaya
penjualan (contoh, apabila arus kas masa depan dari penggunaan asset tidak dapat
diestimasikan menjadi tak berarti)
2. Asset tidak menghasilkan arus kas masuk yang independen dari kelompok asset lain.

F.     Goodwill

9
Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwiil yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis
harus, sejak tanggal akuisisi, dialokasikan pada unit penghasil kas pihak pengakuisisi, (atau
kelompok unit penghasil kas)  yang diharapkan memberikan manfaat dari senergi kombinasi.
Rugi penurunan nilai dialokasikan untuk menurunkan jumlah tercatat dari asset dengan tahapan
sebagai berikut:

1. Menurunkan jumlah tercatat dari goodwill yang telah dialokasikan pada UPK
2. Mengalokasikan pada asset lainnya pada UPK secara perorate dari jumlah tercatat pada
masing-masing asset dalam UPK.

Sebagai ilustrasi, PT Lolipop melakukan pengujian atas penurunan nilai UPK Z dan
memperoleh informasi sebagai berikut.

            Jumlah tercatat                                                                       

            Goodwill                                                                              Rp   2.000.000.000

            Aset tetap, pada biaya terdepresiasi                                    Rp   6.000.000.000

            Aset tak berwujud, pada biaya terdepresiasi                       Rp   4.000.000.000

            Properti investasi, pada biaya terdepresiasi                        Rp   5.000.000.000

            Aset keuangan, pada nilai wajar                                         Rp   2.140.000.000

            Persediaan, pada biaya                                                        Rp   1.000.000.000

Piutang dagang                                                                    Rp   2.600.000.000

            Total                                                                                     Rp 22.740.000.000

Setelah melakukan pengujian penurunan nilai, PT Lolipop menemukan bahwa jumlah


terpulihkan pada UPK Z adalah Rp 16.000.000.000 dan property investasi adalah Rp
4.000.000.000. Alokasi penurunan nilai pada asset individual adalah sebagai berikut.

Pertama, kerugian penurunan nilai yang diakui adalah terhadap property investasi yang
memiliki nilai wajar yang jelas yaitu Rp 4.000.000.000 sehingga diakui penurunan nilai sebesar
Rp 1.000.000.000. Jurnal untuk mengakui penurunan nilai adalah sebagai berikut.

Rugi Penurunan Nilai – Properti Investasi                          Rp 90.000.000

10
Properti Investasi                                                                   Rp 90.000.000
Kedua, membandingkan jumlah tercatat dengan jumlah terpulihkan. Nilai tercatat UPK Z
kini adalah Rp 21.740.000.000 (Rp 22.740.000.000 – Rp 1.000.000.000). Nilai tersebut lebih
tinggi dari jumlah terpulihkan, sehingga PT Lolipop akan mengakui kerugian penurunan nilai
pada UPK Z sebesar Rp 5.740.000.000 (Rp 21.740.000.000 – Rp 16.000.000.000). Jumlah
kerugian tersebut hanya dialokasikan pada asset tetap dan asset tak berwujud karena property
investasi telah diturunkan nilainya menjadi sebesar jumlah terpulihkan dan asset selain asset
tetap dan asset tak berwujud di luar dari ruang lingkup PSAK 48. Alokasi kerugian penurunan
nilai adalah sebagai berikut.

Jumlah Tercatat
Jumlah Alokasi Kerugian
Setelah Alokasi
Tercatat Penurunan Nilai
Penurunan Nilai
(Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)
Goodwill 2.000 - 2.000 0
Aset tetap 6.000 - 2.244 3.756
Aset tak berwujud 4.000 - 1.496 2.504
Properti investasi
4.000 - 4.000
(Rp 5 miliar – Rp 1 miliar)
Aset keuangan 2.140 - 2.140
Persediaan 1.000 - 1.000
Piutang dagang 2.600 - 2.600

Total
21.740 - 5.740 16.000
Pertama, dialokasikan terlebih dahulu pada nilai goodwill yaitu sebesar Rp 2.000.000.000.

Kedua, dialokasikan pada asset tetap dan asset tak berwujud.

Alokasi terhadap asset tetap adalah sebagai berikut.

            Alokasi Kerugian Penurunan Nilai pada Aset Tetap

11
            = (Rp 5.740.000.000 – Rp 2.000.000.000) x 

            = Rp 2.244.000.000

Alokasi terhadap asset tak berwujud adalah sebagai berikut.

            Alokasi Kerugian Penurunan Nilai pada Aset Tak Berwujud

            = (Rp 5.740.000.000 – Rp 2.000.000.000) x

            = Rp 1.496.000.000

Pencatatan atas alokasi tersebut adalah sebagai berikut.

Rugi penurunan Nilai – Aset Tetap Rp 5.740.000.000


Goodwill Rp 2.000.000.000

Aset Tetap Rp 2.244.000.000

Aset Tak Berwujud Rp 1.496.000.000

G.    Aset Korporat

Aset korporat termasuk asset kelompok atau divisi seperti bangunan kantor pusat atau divisi
dari entitas, perlengkapan EDP, atau pusat penelitian. Karakteristik khusus asset korporat adalah
bahwa asset korporat tidak menghasilkan arus kas masuk secara independen dari asset atau 
kelompok asset lain dan jumlah  tercatatnya tidak sepenuhnya diatribusikan ke unit penghasil kas
yang sedang ditelaah. Jika sebagian jumlah tercatat asset korporat, adalah sebagai berikut:

1.      Dapat dialokasikan dengan  dasar yang layak dan konsisten terhadap unit tersebut.

2.      Tidak dapat dialokasikan pada suatu dasar yang layak dan konsisten ke unit itu, entitas harus

a. Membandingkan jumlah tercatat unit, di luar asset korporat, dengan jumlah


terpulihkan dan mengakui setiap rugi penurunan nilai
b. Mengidentifikasi kelompok terkecil dari unit penghasil kas yang mencakup unit
penghasil kas yang telaah dan yang sebagian dari jumlah tercatat asset korporat dapat
dialokasikan atas dasar yang layak dan konsisten

12
c. Membandingkan jumlahtercatat dari kelompok unit penghasil kas tersebut (termasuk
bagian dari jumlah tercatat asset korporat yang dialokasikan ke kelompok dari unit
tersebut) dengan jumlah terpulihkan dari kelompok unit itu.

H.    Pemulihan Rugi Penurunan Aset

Entitas menilai pada akhir setiap periode laporan apakah terdapat indikasi bahwa rugi
penurunan nilai yang telah diakui dalam periode sebelumnya untuk asset
(selain Goodwill, karena untuk Goodwil tidak diperbolehkan adanya pemulihan rugi penurunan
nilai) mungkin tidak ada lagi atau mungkin telah menurun. entitas mempertimbangkan, minimal,
indikasi berikut ini:

Informasi yang bersumber dari luar, antara lain sebagai berikut.

1. Nilai wajar asset telah meningkat secara signifikan selama periode tersebut.
2. Perubahan signifikan dengan dampak menguntungkan untuk entitas telah terjadi selama
periode tersebut.
3. Suku bunga pasar atau tingkat pengembalian investasi pasar yang lain telah turun selama
periode itu.

Informasi yang bersumber dari dalam, antara lain sebagai berikut.

1. Perubahan signifikan dengan dampak menguntungkan bagi entitas telah terjadi selama
periode tersebut,  atau diharapkan akan terjadi dalam waktu dekat
2. Bukti tersedia dari pelaporan internal yang mengidikasikan bahwa kinerja ekonomi asset
lebih baik atau akan lebih baik dari yang diharapkan.

Rugi penurunan nilai yang telah diakui dalam periode-periode sebelumnya untuk aset
selain goodwill  harus dibalik jika, dan hanya jika, terdapat perubahan estimasi yang digunakan
untuk menentukan jumlah terpulihkan atas aset tersebut sejak rugi penurunan nilai terakhir
diakui. Jika kasusnya seperti ini, jumlah tercatat aset, dinaikkan ke jumlah terpulihkannya.
Kenaikan ini merupakan suatu pembalikan rugi penurunan nilai. Jumlah tercatat aset yang
meningkat (selain goodwill), yang disebabkan pembalikan rugi penurunan nilai, tidak boleh
melebihi jumlah tercatat (neto setelah amortisasi atau depresiasi) seandainya aset tidak
mengalami rugi penurunan nilai di tahun-tahun sebelumnya. Pembalikan rugi penurunan nilai

13
untuk aset (selain goodwill) diakui segera dalam laba rugi. Setiap pemulihan rugi penurunan nilai
aset revaluasian harus diperlakukan sebagai kenaikan penilaian kembali sesuai dengan PSAK
terkait.

Melanjutkan ilustrasi pada PT Laut Baru, pada 1 Januari 2015, PT Laut Baru
melakukan review untuk mengidentifikasi apakah terdapat indikasi bahwa rugi penurunan nilai
aset yang telah diakui pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada lagi atau menurun. Dari
hasil review untuk mengidentifikasi apakah terdapat indikasi bahwa rugi penurunan nilai aset
yang telah diakui pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada lagi atau menurun. Dari
hasil review tersebut, diperoleh hasil bahwa nilai pakai dari bangunan tersebut meningkat
menjadi Rp 560.000.000.

Nilai tercatat bangunan kantor per 1 Januari 2015 (seharusnya)

Biaya perolehan                                                                                     = Rp 800.000.000

Akumulasi penyusutan                    = 7 x   = Rp 266.000.000

Nilai tercatat per 1 Januari 2015                                                            = Rp 534.000.000

Nilai tercatat bangunan kantor per 1 Januari 2015 (setelah ada penurunan nilai)

Nilai tercatat pada 31 Desember 2012                                                   = Rp 520.000.000

Akumulasi penyusutan                    = 2 x     = Rp   64.000.000

Nilai tercatat per 1 Januari 2015                                                            = Rp 456.000.000

Recoverable amount per 1 Januari 2015 = Rp 560.000.000

Nilai tercatat aset (Rp 456.000.000) harus dinaikkan kembali menjadi sebesar recoverable
amount  (Rp 560.000.000). Akan tetapi, karena recoverable amount  lebih besar dari nilai tercatat
yang seharusnya (Rp 534.000.000), maka aset hanya boleh dinaikkan kembali menjadi sebesar
nilai tercatat seharusnya, yaitu sebesar Rp 78.000.000 (Rp 534.000.000 –
Rp 456.000.000). Jurnal untuk mencatat pemulihan tersebut adalah sebagai berikut.

Akumulasi Penurunan Nilai Bangunan Kantor                   Rp 90.000.000

Laba Pemulihan Kembali Nilai Aset Tetap                            Rp 90.000.000

14
Pembalikan rugi penurunan nilai untuk suatu unit penghasil kas dialokasikan kepada aset-
aset dari unit (kecuali untuk goodwill) prorate dengan jumlah tercatat dari aset-asetnya. Dalam
mengalokasikan pembalikan rugi penurunan nilai untuk unit penghasil kas, jumlah tercatat aset
tidak boleh dinaikkan diatas nilai yang terendah dari:

1. Jumlah terpulihkan (jika ditentukan); dan


2. Jumlah tercatat yang telah ditentukan (amortisasi atau depresiasi neto) seandainya tidak ada
rugi penurunan nilai yang telah diakui untuk aset tersebut dalam periode sebelumnya.

Jumlah pemulihan rugi penurunan nilai yang sebaliknya telah dialokasikan untuk aset tersebut
harus dialokasikan prorate ke aset lain dari unit itu, kecuali untuk goodwill.

I.       Penyajian dan Pengungkapan

Terkait dengan depresiasi dan penurunan nilai, maka dalam penyajiannya pada laporan
keuangan suatu entitas harus mengungkapkan beberapa hal sebagai berikut.

1.      Keberadaan dan jumlah pembatasan hak milik dan aset tetap yang dijaminkan untuk utang.

2.      Jumlah pengeluaran yang diakui sebagai aset dalam penyelesaian.

3.      Jumlah komitemen kontraktual dalam memperoleh aset tetap.

4.      Jumlah kompensasi pihak ketiga atas aset tetap yang dimasukkan ke laba rugi.

5.      Jika ada perubahan estimasi terkait dengan masa manfaat, nilai residu atau metode penyusutan.

15
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Penurunan nilai akan membuat aset entitas mencerminkan manfaat ekonomi di masa depan
dan tidak akan dicatat melebihi potensi manfaat ekonomi yang akan diterima entitas di masa
mendatang. Penurunan nilai didasarkan pada konsep konservatif, kehati-hatian dan relevansi
informasi.

B.     Saran

1.      Dengan kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan metode penyusutan didalam
landasan teori pada bab sebelumnya, bahwa perusahaan diharapkan untuk tetap memperhatikan
biaya yang terjadi setelah  perolehan.

2.      Penulis menyarankan agar perusahaan untuk tetap menggunakan metode yang telah diterapkan
sebelumnya, apabila perusahaan ingin menggunakan metode lain perlu untuk dipertimbangkan
lagi.  Perusahaan yang sudah memakai IFRS dan menggunakan metode-metode dan pembahasan
yang sudah diterangkan. Masih perlu melakukan tinjauan kembali untuk aktiva yang  masih
dapat dipakai tetapi usia manfaatnya sudah habis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Martani, Dwi., Siregar, Sylvia Veronica., Wardhani, Ratna., Farahmita, Aria., Tanujaya, Edward.
2016. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasisi PSAK Edisi 2 Buku 1.  Jakarta: Salemba Empat

17

Anda mungkin juga menyukai