Penjualan angsuran aktiva tetap adalah penjualan aktiva tetap seperti tanah, gedung, dan aktiva
jenis lainnya yang pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam jumlah dan waktu yang telah
ditentukan. Biasanya pembayaran angsuran ini mempunyai tata aturan atau persyaratan sebagai
berikut :
Dalam penjualan angsuran aktiva tetap ini, hak kepemilikan aktiva tetap biasanya masih
berada di tangan si penjual dan baru beralih pemilikannya kepada si pembeli billa jangka waktu
angsurannya telah habis atau angsurannya telah lunas.
Suatu masalah yang timbul dalam pencatatan penjualan angsuran aktiva tetap adalah masalah
pencatatan dan pengakuan laba. Hal ini disebabkan karena jangka waktu angsuran terhadap
penjualan aktiva tetap memerlukan waktu yang panjang. Oleh karena itulah maka dalam akuntansi
penjualan angsuran aktiva tetap ini akan dibahas terlebih dahulu mengenai metode pengakuan laba
atas penjualan cicilan/angsuran aktiva tetap.
Metode Laba Diakui Pada Saat Penjualan Angsuran Dilakukan
Apabila dalam pencatatan penjualan angsuran menggunakan metode laba diakui pada tahun
penjualan, maka metode tersebut mempunyai ketentuan-ketentuan akuntansi sebagai berikut :
a. Laba penjualan (yang merupakan selisih antara harga jual dengan harga pokok),
diakui seluruhnya pada tahun dilakukannya penjualan angsuran aktiva tetap.
b. Akibat adanya pengakuan laba seluruhnya pada tahun dilakukannya penjualan,
maka pada tahun-tahun berikutnya sudah tidak ada pengakuan laba rugi.
c. Penerimaan kas sebagai hasil penagihan penjualan angsuran tahun sebelumnya,
akan dicatat sebagai penerimaan kas dan mengurangi piutang angsuran.
d. Hasil penagihan yang merupakan pelunasan piutang angsuran pada setiap kali
angsur, dianggap sebagai pengembalian pokok piutang angsuran.
e. Apabila pembeli dibebani biaya bunga angsuran, pembayarannya dapat
dilakukan bersama-sama dengan pelunasan piutang angsuran. Jumlah biaya
bunga ini dapat dibayar terpisah dari pelunasan piutang angsuran dan dapat juga
sudah termasuk dalam jumlah pelunasan piutang. Bunga ini oleh penjual diakui
sebagai pendapatan bunga.
Contoh
Pada awal tahun 1989, PT. Pratiwi Permai menjual 50 unit kapling tanah dengan harga
pokok per kapling Rp14.000.000,- dijual dengan harga per kapling Rp20.000.000,-.
Penjualan tersebut dilakukan secara berangsur dan pembayarannya diatur sebagai beriku :
1. Laba hanya diakui pada tahun terjadinya penjualan angsuran saja (1989), sedangkan
untuk tahun-tahun berikutnya (1989 & 1990 & seterusnya) sudah tidak ada pengakuan
laba rugi.
2. Jurnal penyesuaian yang dibuat setiap tanggal 31 desember setiap tahunnya adalah
untuk mengakui pendapatan bunga yang sudah menjadi milik perusahaan, tetapi
pembayaran bunga oleh pembeli barulah pada hari berikutnya bersama-sama saat
pembayaran angsuran (yaitu tgl 1 januari). Akibatnya pada saat penyesuaian dibuat
masih merupakan piutang bunga.
3. Apabila dibandingkan antara jurnal untuk tahun ke-2 dan ke-3, maka terlihat bahwa
keduanya mempunyai jurnal yang sama, demikian pula cara perhitungannya.
Untuk tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun ke-4 dan ke-5, jurnal dan perhitungan yang dibuat oleh
PT. Pratiwi Permai akan sama seperti jurnal dan perhitungan pada tahun sebelumnya. Perbedaan
yang ada hanya pada besarnya kas dan pendapatan bunga yang diterima, sedangkan jumlah piutang
angsuran yang dilunasi tetap berjumalh Rp80.000.000,- setiap kali angsur.
• Laba penjualan (yang merupakan selisih antara harga jual dengan harga pokok)
yang timbul pada saat transaksi penjualan dilakukan, dimasukkan ke dalam
rekening "Laba Kotor Belum Direalisasi (Unrealized Gross Profit)" yang untuk
selanjutnya dalam buku ini disingkat LKBD.
• Setiap akhir tahun, perusahaan mengakui adanya laba kotor sebesar presentase
laba kotor dikalikan jumlah kas yang diterima. Jumlah kas yang diterima ini tidak
ter- masuk kas dari pendapatan bunga. Tetapi bila ada uang muka, maka uang
muka ter- sebut termasuk dalam jumlah kas yang diterima.
• Prosentase laba kotor dicatat dengan menggunakan rumus: (Harga jual - Harga
pokok) / Harga jual X 100%
• Jumlah rupiah yang didapatkan dari perkalian antara prosentase laba kotor dengan
jumlah kas yang diterima adalah merupakan "Laba kotor yang Direalisasi
(Realized Gross Profit)" yang untuk selanjutnya disingkat LKD.
• Laba Kotor yang Direalisasi ini adalah yang digunakan untuk menyesuaikan
LKBD, dan LKD ini adalah merupakan laba yang diakui pada laporan Laba-Rugi
untuk pe- riode yang bersangkutan
• Pendapatan bunga dicatat dan diakui tersendiri di luar laba kotor yang direalisasi
• LKBD yang belum disesuaikan dengan LKD, akan disajikan di dalam neraca pada
sebelah Pasiva di bawah kelompok hutang. Sedangkan LKD akan disajikan di
dalam laporan Laba-Rugi sebagai laba periode yang bersangkutan.
Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan metode laba diakui proporsionil dengan penerimaan
kas, berikut ini diberikan contoh mengenai data dari penjualan angsuran milik PT "SURADJI
MOTOR
Contoh 2:
Pada awal tahun 19B PT "SURADJI MOTOR" menjual 5 buah mobil yang mempunyai harga
pokok @ Rp 7.000.000,00 dan dijual dengan harga @ Rp 10.000.000,00. Pembayaran pertama
dilakukan secara tunai dengan uang muka pembayaran Rp 10.000.000,00 dan sisanya diangsur
selama 10 kali angsuran. Pembayaran dilakukan setiap 6 bulan sekali ditambah dengan biaya
bunga 10% per tahun dari saldo pokok angsuran. Angsuran pertama dilakukan 6 bulan setelah
transaksi penjualan dilakukan. Jumlah pelunasan angsuran tidak termasuk pendapatan bunga.
Berdasarkan data penjualan angsuran di atas, PT "SURADJI MOTOR" dapat membuat jurnal
dan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan Jurnal
Tahun I
(6 / 12 x 10% x Rp 40.000.000,00)
Angsuran ke 1 Rp 4.000.000,00
Rp 14.000.000,00
Rp 4.200.000,00
Laba-Rugi 8.000.000
Keterangan Jurnal
Tahun II
4. 1-Januari 19C
Bunga
b. Penerimaan angsuran ke-2 sebesar Rp
4.000.000,00 dan pendapatan bunga sebesar Rp 5.800.000
1.800.000,00 Kas 4.000.000
Pendapatan Bunga
5. 1-Juli 19C Kas 5.600.000
(6 / 12 x 10% x Rp 32.000.000,00)
LKD 2.400.000
Angsuran ke 3 Rp 4.000.000,00
Rp 8.000.000,00
Rp 2.400.000,00
Pendapatan 3.000.000
Rugi
Keterangan Jurnal
Tahun III
4. 1-Januari 19D
Bunga
b. Penerimaan angsuran ke-4 sebesar Rp
4.000.000,00 dan pendapatan bunga sebesar Rp 5.400.000
1.400.000,00 Kas 4.000.000
Pendapatan Bunga
5. 1-Juli 19D Kas 5.200.000
(6 / 12 x 10% x Rp 24.000.000,00)
LKD 2.400.000
Angsuran ke 4 Rp 4.000.000,00
Angsuran ke 5 Rp 4.000.000,00
Rp 8.000.000,00
Rp 2.400.000,00
Laba-Rugi 4.600.000
Berdasarkan jurnal dan perhitungannya dalam tabel diatas, maka dapat diberikan beberapa
penjelasan sebagai berikut :
• Laba penjualan angsuran akan diakui setiap tahun yang besarnya tergantung pada
besarnya kas yang diterima pada tahun yang bersangkutan. Hal ini terbukti pada
tahun ke-1 (19B) jurnal LKD sebesar Rp 4.200.000,00 sedangkan untuk tahun 19C
dan 19D masing-masing sebesar Rp 2.400.000,00. Hal ini disebabkan karena jumlah kas
yang diterima selama tahun 19B lebih besar daripada jumlah kas yang diterima pada tahun
19C dan 19D.
• Untuk tahun 19C dan 19D, jurnal dan cara beda pada jumlahnya. perhitungannya
persis sama. Perbedaan yang ada hanya terletak pada jumlah pendapatan bunga
yang semakin kecil karena saldo pokok piutang angsuran juga semakin kecil
akibat sudah ada pelunasan pada tahun sebelum- nya. sama seperti tahun ke-2 dan
tahun ke-3.
Adanya kegagalan pelunasan angsuran tersebut, perusahaan yang menjual akan mengakui
adanya laba atau rugi pemilikan kembali. Besarnya laba atau rugi pemilikan kembali yang
diakui tergantung pada metode laba yang digunakan dengan ketentuan sebagai berikut:
• Untuk metode laba diakui pada saat penjualan angsuran dilakukan, laba atau rugi
dihitung dengan cara membandingkan nilai aktiva tetap yang dimiliki kembali
dengan jumlah piutang angsuran yang belum dilunasi.
• Untuk metode laba diakui proporsionil dengan penerimaan kas, laba atau rugi
dihitung dengan cara jumlah nilai aktiva tetap yang dimiliki ditambah
pengurangan laba kotor yang belum direalisasi dibandingkan dengan jumlah
piutang angsuran yang belum dilunasi.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari adanya masalah kegagalan pelunasan
penjualan angsuran ini dapat diikuti dalam contoh berikut ini.
Contoh 3:
Seorang pengusaha menjual secara angsuran aktiva tetap yang mempunyai harga pokok
Rp 80.000.000, 00 dan dijual dengan harga jual Rp 100.000.000, 00. Uang muka ditentukan
sebesar Rp 30.000.000,00 dan sisanya dibayar secara angsuran. Setelah membayar
angsuran sejumlah Rp 40.000.000,00 pembeli menyatakan tidak mampu lagi untuk
melunasi sisa angsurannya dan akibatnya aktiva tetap tersebut ditarik kembali oleh
pengusaha tersebut dan nilai pada saat dimiliki kembali adalah Rp 28.000.000,00
Berdasarkan pada contoh diatas, pengusaha tersebut akan membuatjurnal dan perhi-
tungannya sebagai berikut :
Dengan metode ini, terlebih dahulu dihitung jumlah piutang angsuran yang belum
dilunasi kemudian dibandingkan dengan nilai pemilikan kembali aktiva tetap.
berikut:
Dengan metode ini, cara perhitungan rugi - laba pemilikan kembali adalah sebagai
berikut:
-Laba Kotor yang Belum Direalisasi (LKBD) harus disesuaikan (dikurangi) sebesar =