A. PENDAHULUAN
Ibn Abbas, yang dinilai sebagai salah seorang sahabat Nabi yang paling
mengetahui maksud firman-firman Allah, menyatakan bahwa tafsir terdiri dari
empat bagian : pertama, yang dapat dimengerti secara umum oleh orang-orang
Arab berdasarkan pengetahuan bahasa mereka; kedua, yang tidak ada alasan bagi
seseorang untuk tidak mengetahuinya; ketiga,yang tidak diketahui kecuali oleh
ulama; dan keempat, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah (Nasir, 2017).
Oleh karena itu, tidak semua orang bisa menafsirkan al- quran, menjadi
mufassir harus mencuki syarat. Mufassir adalah orang yang memiliki kapabilitas
sempurna yang dengannya ia mengetahui maksud Allah taala dalam Al-Quran
sesuai dengan kemampuannya. Ia melatih dirinya di atas manhaj para mufassir
dengan mengetahui banyak pendapat mengenai tafsir Kitbullh. Selain itu, ia
menerapkan tafsir tersebut baik dengan mengajarkannya atau menuliskannya
(Lova, 2015).
Beriku ini beberapa etika yang harus dimiliki oleh seorang mufassir:
1. Berakhlah shahihah,
2. Mengamal kan sendiri terlebih dahulu
3. ikhlas
4. Tidak dengan hawa nafsu
5. Menafsirkan alquran dengan alquran terlebih dahulu
6. Mencari penafsiran dari sunnah (Amal 2010)
Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H, dan peradaban Islam
semakin maju dan berkembang, maka lahirlah berbagai mazhab dan aliran di
kalangan umat. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan pengikutnya
dalam mengembangkan faham mereka. Untuk mencapai tujuan itu, mereka
mancari ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Nabi SAW lalu mereka tafsirkan
sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika inilah mulai berkembang
penafsiran dalam bentuk bi al-rayi. Kaum fuqaha menafsirkan daris udut hukum
fikih, kaum teolog menafsirkannya dari sudut pemahaman teologis, dan lain
sebagainya