Anda di halaman 1dari 5

MANFAAT ANALISIS BIAYA VOLUME LABA DALAM PENGANGGARAN

A. Asumsi yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar elemen


Jumlah produk yang dihasilkan perusahaan didalam suatu periode tertentu akan memiliki
hubungan langsung dengan besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan. Kemudian, besarnya
biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut pada saat dipertemukan dengan nilai penjualan dari
produk yang dihasilkan perusahaan pada suatu periode akan berpengaruh secara langsung
terhadap besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Analisis untuk melihat hubungan diantara
ketiga variabel tersebut itulah yang disebut dengan analisis biaya volume laba.
Analisis biaya volume laba adalah suatu metode analisis untuk melihat hubungan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan dari suatu perusahaan dan besarnya volume penjualan serta laba
ynag diperoleh pada suatu periode tertentu.
Asumsi didalam analisis biaya volume laba, yaitu :
1. Harga jual produk yang konstan dalam cakupan yang relevan, berarti harga jual setiap
unit produk tidak berubah walapun terjadi perubahan volume penjualan.
2. Biaya bersifat linear dalam rentang cakupan yang relevan dan dapat dibagi secara akurat
ke dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel.
3. Dalam perusahaan multi produk, bauran penjualannya tidak berubah.
4. Jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit yang dijual. Berarti, jumlah
persediaan tidak berubah.
B. Margin kontribusi
Margin kontribusi adalah selisih antara nilai penjualan dengan biaya variabelnya. Jumlah
tersebut akan digunakan untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba periode tersebut.
Rumus margin kontribusi :
Margin Kontribusi = Penjualan – Biaya Variabel
Contoh :
Penjualan sebesar $15.000, biaya variabel $6.100, dan biaya tetapnya $4.000. Maka,
kontribusi marginnya adalah:
Penjualan $15.000
Biaya variabel $6.100 -
Contribution margin $8.900
Marjin kontribusi sebesar $8.900 adalah jumlah yang tersedia untuk menutup biaya tetap.
C. Titik impas
Titik impas (Break Even Point) adalah volume penjualan yang harus dicapai perusahaan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba sama sekali. Akuntansi
menyebut Break Even Point (BEP) sebagai titik impas, karena perusahaan tidak mengalami
untung maupun rugi. Modal yang dikeluarkan untuk biaya operasional sama jumlahnya dengan
pendapatan yang diterima.
Ada 4 elemen yang menjadi pembentuk break even point, di antaranya:
1. Biaya tetap atau fixed cost, yang merupakan biaya wajib yang dikeluarkan oleh
perusahaan, seperti gaji karyawan, biaya sewa gedung dan/atau sewa gudang, biaya
penyusutan mesin, dan lain-lain;
2. Biaya tidak tetap atau variabel cost, yang merupakan biaya dengan nilai yang berubah-
ubah, tergantung dengan naik turunnya permintaan. Contoh dari biaya tidak tetap ini
termasuk biaya listrik, air, telepon, bahan baku, transportasi, dan lain-lain;
3. Harga jual atau price, yang merupakan harga yang ditentukan setelah melihat semua
biaya produksi ditambah dengan nilai margin yang diperoleh. Harga barang dihitung per
unit, dan;
4. Pendapatan atau revenue, yang merupakan penghasilan yang didapat dari seluruh
penjualan.
Ada beberapa rumus yang digunakan untuk menghitung break even point, yaitu:
1. BEP per unit = (biaya tetap) : (harga per unit – biaya variable per unit)
2. BEP nilai penjualan = biaya tetap : (1- (biaya variable : harga))
Contoh :
Sebuah perusahaan memiliki biaya tetap Rp125 juta, dengan biaya variabel per unitnya Rp50
ribu dan harga jual per unit Rp75 ribu. Maka, berapa unit barang yang harus dihasilkan dan
jumlah penjualan yang didapat untuk mendapatkan titik impas?
BEP per unit = (biaya tetap) : (harga per unit – biaya variable per unit)
= Rp125.000.000 : (Rp75.000 – Rp50.000)
= Rp125.000.000 : Rp25.000
= Rp 5.000
Kemudian untuk BEP nilai penjualan, penghitungannya adalah:

BEP nilai penjualan = biaya tetap : (1- (biaya variable : harga))

= Rp125.000.000 : (1-Rp50.000 : Rp75.000)

= Rp125.000.000 : 0,33

= Rp375.000.000

Jadi, jika perusahaan tersebut dapat menyentuh titik impas dengan harus memproduksi 5.000 unit
dan menghasilkan penjualan sebesar Rp375.000.000.

D. Biaya diferensial
Biaya diferensial adalah berbagai perbedaan biaya diantara sejumlah alternative pilihan yang
dapat digunakan perusahaan. Analisis biaya diferensial digunakan untuk menentukan kenaikan
pendapatan, biaya dan marjin laba sehubungan dengan beberapa cara untuk menggunakan
fasilitas tetap atau kapasitas tersedia. Terdapat dua kriteria penting agar suatu jenis biaya dapat
dikelompokkan sebagai biaya diferensial atau biaya relevan:
1. Biaya tersebut merupakan biaya yang akan datang.
2. Biaya tersebut berbeda diantara sejumlah alternatif.
E. Manfaat analisis biaya diferensial
1. Untuk menentukan apakah menerima pesanan tambahan
2. Untuk menentukan apakah menurunkan harga pesanan khusus
3. Untuk menentukan apakah memproduksi sendiri atau membeli
4. Untuk menentukan apakah mentup fasilitas
5. Untuk menentukan apakah menghentikan produk tertentu
6. Untuk menentukan apakah memproses lebih lanjut atau tidak
F. Hubungan dengan titik impas
Titik impas adalah volume penjualan yang dicapai dimana perusahaan tidak memperoleh
laba sama sekali. Pada volume penjualan impas ini, perusahaan tidak mengalami kerugiaan dan
seluruh biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan dalam kapasitas produksi yang direncanakan
telah dibebankan pada volume impas tersebut. Itu berarti, mulai volume penjualan
selanjutnya(setelah penjualan impas) perusahaan dapat menentukan biaya produknya hanya
dengan menghitung biaya variabelnya saja. Itulah volume penjualan awal, dimana harga jual
alternatif yang lebih murah untuk pesanan khusus dapat diberikan, yaitu harga jual yang hanya
menghitung biaya variabelnya saja. Jadi , volume impas merupakan titik awal volume penjualan
alternatif.
G. Pengaruh terhadap anggaran laba
Anggaran disusun dengan beberapa asumsi dasar, salah satunya adalah harga telah ditetapkan
pada suatu tingkat tertentu. Jika dalam pelaksanaanya kemudian perusahaan merubah harga jual
menjadi lebih rendah, tentunya hal tersebut akan berpengaruh secara langsung terhadap
perolehan laba usaha perusahaan.
H. Biaya konversi
Biaya konversi atau biasa disebut dengan conversion cost adalah biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk overhead dan tenaga kerja saat mengubah bahan mentah menjadi produk jadi.
Conversion cost dianggap sebagai biaya produksi yang tidak termasuk biaya langsung bahan
baku. Berikut ini adalah beberapa conversion cost paling umum yang mungkin dikeluarkan
perusahaan:
1. Tunjangan karyawan
2. Gaji
3. Upah
4. Pajak gaji
5. Biaya utilitas produksi
6. Depresiasi peralatan
7. Biaya perawatan peralatan
8. Sewa pabrik atau kantor
9. Asuransi yang berkaitan dengan produksi, seperti asuransi pabrik
10. Pengawasan
11. Biaya inspeksi
12. Permesinan
13. Bonus karyawan
14. Dana pensiun
15. Alat kecil yang dikenakan biaya
Contoh Penggunaan Biaya Konversi :
Selama bulan Maret, Brayton Company memiliki pengeluaran berikut terkait dengan
produksi produk mereka:
Upah tenaga kerja langsung: 50.000.000
Depresiasi mesin: 6.000.000
Utilitas: 5,000.000
Biaya perawatan: 4,000.000
Sewa pabrik: 2,000.000
Semua ini ditambahkan bersama sama dengan 67.000.000, yang merupakan biaya konversi
perusahaan untuk bulan Maret. Pada Maret, perusahaan mampu memproduksi 20.000 unit
produk. Akibatnya, 67.000.000 dibagi 20.000 sama dengan 3.350, yang berarti bahwa
perusahaan membayar 3.350 dalam biaya konversi per unit. Tergantung pada industri dan
perusahaan sejenis lainnya, biaya per unit perusahaan mungkin tinggi atau rendah.

Anda mungkin juga menyukai