Anda di halaman 1dari 8

SISTEM PERPETUAL FIFO, LIFO DAN AVERAGE

Sistem Perpetual dalam metode perpetual setiap mutasi persediaan dicatat dalam akun persediaan.
Metode penilaian digunakan pada saat terjadi transaksi penjualan untuk menghitung harga pokok
penjualan dan dicatat disisi debit akun harga pokok penjualan dan disisi kredit persediaan barang
dagang.

Pengertian Metode FIFO (First In First Out)

Metode ini menerapkan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal / pertama masuk akan
digunakan / dijual terlebih dahulu, jadi yang tersisa dipersediaan akhir dinilai dengan nilai
perolehan persediaan yang terakhir dibeli (masuk). Metode FIFO dianggap berdampak pada nilai
aktiva yang dibeli perusahaan dan cenderung menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode ini, kelebihannya yaitu, nilai persediaan disajikan
secara relevan di laporan posisi keuangan dan menghasilkan laba yang lebih besar, sedangkan
kekurangannya ialah pajak yang harus dibayarkan perusahaan ke pemerintah menjadi lebih besar
dan laba yang dihasilkan kurang akurat. Cara perhitungan persediaan dengan Metode FIFO adalah

Persediaan Akhir = Saldo Fisik X Harga Pokok per Unit Barang Terakhir Masuk

Harga Pokok Penjualan (HPP) = Jumlah Fisik Barang yg Terjual X Harga per Unit

 Contoh menghitung harga pokok penjualan dengan metode FIFO :

1. PT 2R mencatat persediaan dengan menggunakan sistem perpetual dan unsur


sistem akuntansi. Data persediaan selama Januari 2007 sebagai berikut :
Tanggal Keterangan Unit Harga / Unit Total
Januari 2 Persediaan Awal 20 Rp2.500 Rp50.000
5 Pembelian 10 Rp2.300 Rp23.000
7 Penjualan 15 Rp2.600 Rp39.000
12 Penjualan 9 Rp2.400 Rp21.600
15 Pembelian 7 Rp2.700 Rp18.900
17 Pembelian 5 Rp2.550 Rp12.750
20 Penjualan 13 Rp2.800 Rp36.400
23 Pembelian 10 Rp2.750 Rp27.500
25 Penjualan 3 Rp2.850 Rp8.550
31 Pembelian 4 Rp2.900 Rp11.600
Kartu Persediaan Metode FIFO Perpetual :

IN OUT SALDO
Waktu
Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total
2/1/2007 20 Rp2.500 Rp50.000
5/1/2007 10 Rp2.300 Rp23.000 20 Rp2.500 Rp50.000
10 Rp2.300 Rp23.000
7/1/2007 15 Rp2.500 Rp37.500 5 Rp2.500 Rp12.500
10 Rp2.300 Rp23.000
12/1/2007 5 Rp2.500 Rp12.500 6 Rp2.300 Rp13.800
4 Rp2.300 Rp9.200
15/1/2007 7 Rp2.700 Rp18.900 6 Rp2.300 Rp13.800
7 Rp2.700 Rp18.900
17/1/2007 5 Rp2.550 Rp12.750 6 Rp2.300 Rp13.800
7 Rp2.700 Rp18.900
5 Rp2.550 Rp12.750
20/1/2007 6 Rp2.300 Rp13.800 5 Rp2.550 Rp12.750
7 Rp2.700 Rp18.900
23/1/2007 10 Rp2.750 Rp27.500 5 Rp2.550 Rp12.750
10 Rp2.750 Rp27.500
25/1/2007 3 Rp2.550 Rp7.650 2 Rp2.550 Rp5.100
10 Rp2.750 Rp27.500
31/1/2007 4 Rp2.900 Rp11.600 2 Rp2.550 Rp5.100
10 Rp2.750 Rp27.500
4 Rp2.900 Rp11.600

Saldo persediaan akhir = Rp5.100 + Rp27.500 + Rp11.600


= Rp44.200
= Rp37.500 + Rp12.500 + Rp9.200 + Rp13.800 + Rp18.900
Harga pokok penjualan
+ Rp7.650
= Rp 99.550
Laba/ Rugi
Kotor Perusahaan
Penjualan = Rp105.550 (Rp39.000 + Rp21.600 + Rp36.400 + Rp8.550)
HPP = Rp99.550
Laba Kotor = Rp6.000
2. Penjualan tanggal 5 maret 350kg terdiri atas :
300kg persediaan awal = 300 xRp 8.000,00 = Rp2.400.000,00
50kg diambil dari pembelian tanggal 3 maret
= 50 x Rp77.750,00 = Rp3.875.00,00 +
Harga pokok penjualan = Rp6.275.000,00
Penjualan tanggal 15 maret 300kg diambil sisa pembelian tanggal 3 maret
= 300 x Rp7.750,00
Jumlah harga pokok = Rp2.325.000,00
Penjualan tanggal 20 maret 500kg terdiri atas :
150kg pembelian 3 maret = 150 x Rp7.750,00 = Rp1.162.500,00
350kg pembelian 10 maret = 350 x Rp8.250,00 = Rp2.887.500,00 +

Jumlah harga pokok = Rp4.050.000,00

Jadi harga pokok penjualan selama bulan maret 2010 menurut metode FIFO adalah :
Harga pokok penjualan tanggal 5 maret = Rp6.275.000,00

Harga pokok penjualan tanggal 15 maret = Rp2.325.000,00

Harga pokok penjualan tanggal 20 maret = Rp4.050.000,00 +

Jumlah harga pokok penjualan =Rp 12.650.000,00

Nilai persediaan akhir 550kg terdiri dari :

Pembelian tanggal 25 maret = 200 x Rp8.500,00 = Rp1.700.000,00

Pembelian tanggal 10 maret masih = 350 x Rp8.250,00 = Rp2.887.500,00 +

Jumlah nilai persediaan akhir periode = Rp4.587.000,00


Pengertian Metode LIFO (Last In First Out)
Metode ini menerapkan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir (masuk) akan
dijual / digunakan lebih dulu, sehingga perolehan persediaan akhir dinilai berdasarkan nilai
perolehan yang pertama (awal) masuk (dibeli). Metode LIFO dianggap berdampak pada
nilai aktiva yang rendah pada perusahaan dan cenderung menghasilkan nilai persediaan
akhir yang rendah. Kelebihan dari metode LIFO yaitu, apabila harga naik maka harga
barang jadi konservatif, laba operasional tidak terpengaruh oleh untung atau rugi dari
fluktuasi harga, menghemat pajak. Sedangakan kekuranggannya yaitu, laba atau rugi yang
dihasilkan lebih rendah, biaya pembukuan menjadi lebih mahal karena metode ini rumit,
bertolak belakang dengan aliran fisik persediaan sesungguhnya.
 Contoh menghitung harga pokok penjualan dengan metode LIFO :
Harga pokok penjualan dari PD.Pendawa :
Penjualan tanggal 5 maret 350kg diambil dari pembelian sebelum tanggal
penjualan, berarti diambil pembelian 3 maret = 350 x Rp7.750,00 =Rp3.875.000,00
Penjualan tanggal 15 maret 300kg diambil pembelian tanggal 10 maret
= 300 x Rp8.250,00 = Rp2.475.000,00
Penjualan tanggal 20 maret 500kg diambil dari :
Pembelian tanggal 10 maret = 400 xRp 8.250,00 = Rp3.300.000,00
Pembelian tanggal 3 maret = 100 x Rp7.750,00 = Rp7.750.000,00 +
Jumlah harga pokok penjualan = Rp10.425.000,00
Nilai persediaan akhir 550kg terdiri dari :
Persediaan awal = 300 x Rp8.000,00 = Rp2.400.000,00
Pembeliaan tanggal 3 maret masih = 50 x Rp7.750,00 = Rp387,500,00
Pembelian tanggal 25 maret = 200 x Rp8.500,00 = Rp1.700.000,00 +
Jumlah nilai persediaan akhir = Rp4.487.500,00
Pengertian Metode AVERAGE (rata-rata)
Metode rata-rata yang diterapkan dalam system perpetual disebut rata-rata bergerak
(moving average). Pada metode ini harga rata-rata selalu berubah karena harga beli rata-
rata dihitung setiap terjadi transaksi pembelian sehingga harga rata-rata penjualan barang
dagang juga tidak sama atau selalu berubah untuk menghitung harga pokok penjualan
barang dagang dasarnya adalah harga rata-rata pada saat terjadi transaksi penjualan.
 Contoh menghitung harga pokok penjualan dengan metode AVERAGE :
Penjualan tanggal 5 maret 350kg dengan harga rata-rata dari :
Persediaan awal 300kg harga rata-rata @Rp8.000 = Rp2.400.000,00
Pembelian tanggal 3 maret 500kg @Rp7.750,00 =Rp 3.875.000,00 +
= Rp6.275.000,00
Harga pokok rata-rata per kg = Rp6.275.000,00 / 800
=Rp 7.843,75
Maka harga pokok penjualan 5 maret 350kg
= 350 x Rp7.843,75 = Rp2.745.302,50

METODE TAKSIRAN

Metode Laba Kotor


Dalam metode laba kotor, konsep yang digunakan adalah konsep hubungan antara harga
pokok dan harga jual. Dalam metode laba kotor, besarnya presentase laba kotor umumnya
didasarkan pada presentase laba tahun-tahun yang lalu. Metode laba kotor bermanfaat
antara lain jika perusahaan memerlukan laporan persediaan untuk keperluan internal.
Dalam metode laba kotor, besarnya presentase laba kotor dapat dihitung dengan presentase
dari harga jual dan presentase dari harga pokok.
1. Presentase Laba Kotor Dihitung dari Harga Jual
Dalam laba kotor besarnya harga jual adalah 100%, sedangkan harga pokok barang
yang dijjual adalah 100% dikurangi persentase (%) laba kotor atau persentase harga
pokok kurang dari 100%. Cara menentukan nilai persediaan akhir adalah :
a. Hitung lebih dahulu jumlah barang tersedia untuk dijual dengan cara menambahkan
persediaan barang dagang awal tahun dengan pembelian bersih tahun berjalan.
b. Hitung harga pokok barang yang dijual dengan cara jumlah penjualan dikurangi
persentase dikali jumlah penjualan.
c. Nilai persediaan akhir barang dagang diperoleh dari barang tersedia untuk dijual
dikurangi harga pokok barang yang sudah terjual
 Contoh :
PD.Bimantara memiliki data tahun 2010 sebagai berikut :
Persediaan awal 1 januari 2010 = Rp25.000.000,00
Pembelian bersih tahun 2010 = Rp70.000.000,00
Penjualan bersih tahun 2010 = Rp126.000.000,00
Hitunglah besarnya nilai persediaan akhir pada 31 desember 2010. Apabila
berdasarkan pengalaman tahun lalu sebesar 40% dari jumlah penjualan bersih
adalah laba kotor :
Persediaan awal 1 januari 2010 =Rp 25.000.000,00
Pembeliaan besih tahun 2010 = Rp70.000.000,00 +
Jumlah barang tersedia untuk dijual = Rp95.000.000,00
Penjualan bersih tahun 2010 = Rp126.000.000,00
Laba kotor = 40% x Rp126.000.000,00 =Rp 50.400.000,00 –
Harga pokok barang yang dijual = Rp75.600.000,00 -
Persediaan akhir per 31 desember 2010 = Rp19.400.000,00
2. Persentase Laba Kotor Dihitung dari Harga Pokok
Bila persentase laba kotor ditentukan dari harga pokok, besarnya harga jual adalah
harga pokok (100%) ditambah persentase (%)laba. Jadi harga jual lebih dari serratus
persen atau disebut persen laba diatas serratus persen.
 Contoh :
PD.Bimantara memiliki data tahun 2010 sebagai berikut :
Persediaan awal 1 januari 2010 = Rp25.000.000,00
Pembelian bersih tahun 2010 = Rp70.000.000,00
Penjualan bersih tahun 2010 = Rp126.000.000,00
Hitunglah besarnya nilai persediaan akhir per 31 desember 2010. Apabila laba
kotor 40% dari harga pokok :
Persediaan awal 1 januari 2010 = Rp25.000.000,00
Pembeliaan besih tahun 2010 = Rp70.000.000,00 +
Barang tersedia untuk dijual = Rp95.000.000,00
Penjualan bersih tahun 2010 = Rp126.000.000,00
Harga jual = harga pokok 100% + laba 40% = 140%
100%
Jadi harga pokok penjualan 140% 𝑥 𝑅𝑝126.000.000,00 = Rp90.000.000,00 –

Persediaan akhir 31 desember 2010 = Rp5.000.000,00


Atau dihitung sebagai berikut
Penjualan bersih = Rp126.000.000,00
40%
Laba kotor [100%+40% 𝑥 𝑅𝑝126.000.000,00] = Rp36.000.000,00 –

Harga pokok penjualan = Rp90.000.000,00


Metode Harga Eceran
Metode harga eceran banyak digunakan oleh took serba ada atau swalayan yang menjual
berpulu-puluh jenis barang. Di took swalayan, setiap barang yang ada diberi label harga
jual ecerannya sehingga pelayan toko lebih tau harga jual eceran dari pada harga pokoknya
dan mudag membuat laporan atas barang berdasarkan harga eceran tersebut. Prosedur
penentuan nilai persediaan dengan metode harga eceran adalah :
a. Persediaan barang awal selain diketahui harga pokoknya harus ditentukan berapabesar
harga jual ecerannya.
b. Setiap terjadinya pembelian harus ditentukan jumlah harga jualnya.
c. Hitung barang tersedia untuk dijual menurut harga beli dan menurut harga jual.
d. Hitung persentase harga pokok terhadap harga jual dengan rumus :
Harga pokok persediaan barang tersedia untuk dijual x 100% = misalnya 20%
Harga jual barang tersedia untuk di jual
Persentase harga pokok terhadap harga jual tersebut akan digunakan untuk
menaksir harga pokok persediaannya yang ada pada akhir periode, yaitu dengan
rumus : Harga pokok persediaan akhir adalah :
20% x Rp….. (persediaan akhir menurut harga jual) = Rp…..
 Contoh :
Ramayana supermarket mempunyai data untuk tahun 2010 sebagai berikut :
Keterangan Harga pokok Harga jual
Persediaan awal 1 Rp 107.275.00,00 Rp 153.250.000,00
januari 2010
Pembelian bersih tahun Rp 1.283.750.000,00 Rp 1.829.875.000,00
2010
Barang tersedia untuk Rp1.391.025.000,00 Rp 1.983.125.000,00
dijual
Persediaan barang ditoko per 31 desember 2010 menurut harga jual eceran Rp
315.000,00. Tentukan besarnya persediaan barang per 31 desember 2010 menurut
metode harga eceran :
Persentase harga pokok terhadap harga eceran adalah :
𝑅𝑝 1.391.025.000,00
𝑥 100% = 70,143% = 70%
𝑅𝑝 1.983.125.000,00

Persediaan barang per 31 desember 2010 menurut harga jual Rp 315.000,00


Jadi persediaan barang per 31 desember 2010 adalah :
70% x Rp315.000,00 = Rp 220.000,000

DAFTAR PUSTAKA

https://www.jurnal.id/id/blog/2018-perbedaan-metode-persediaan-fifo-lifo-dan-
average/
https://www.akuntansilengkap.com/akuntansi/contoh-soal-metode-fifo-lifo-dan-
average-bonus-jawaban-penyelesaiannya/
https://akuntanonline.com/pengertian-fifo-lifo-average-hpp-dengan-2-pencatatan/
https://dosenakuntansi.com/contoh-kartu-persediaan-metode-fifo-perpetual

Anda mungkin juga menyukai