Anda di halaman 1dari 18

BAB 4

Bagian 2 “Bentuk Usaha Tetap”

Bagian 3 “Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi”

NAMA : NOVI WULANDARI


NIM : 31401800239
KELAS : AKUNTANSI MURNI (SORE)
BAB 4
BAGIAN 2 (BENTUK USAHA TETAP)

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk


usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia.
 BUT Berupa :
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi dan penjualan
9. pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran yang
digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
10. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
11. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
12. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
13. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
14. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia.
  Objek Pajak Penghasilan BUT
Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah :

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan


dari harta yang dimiliki atau dikuasai.

2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,


penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia
yang sejenis dengan yang dijakankan atau di lakukan di
Indonesia.

3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26


yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta
atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Penentuan Laba BUT
Dalam menentukan besarnya BUT ada beberapa ketentuan yan harus
diperhatikan yaitu ;

1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan


dibebankan  adalah biaya yang berkaitan denga usaha atau
kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktorat Jendral Pajak.

2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak


diperbolehkan   dibebankan sebagai biaya adalah ;
a. Rolayti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten,
atau hak-hak lainnya.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jas lain.
c. Bungan, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas


yang diterima atau diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap
sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan.
Perlakuan Pajak atas Penghasilan kena Pajak dari suatu
BUT yang Ditanamkan Kembali di Indonesia.
Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha
tetap di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26  sebesar 20%, kecuali  penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia penanaman kembali tersebut harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan


yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.

2. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-


lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya
pernghasilan tersebut.

3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam
jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan
berproduksi komersial.

 Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penananman kembali, wajib menyampaikan


pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan
kepada  Dirjen Pajak sebagai lampiran SPT tahunan PPh tahun pajak diterima atau
diperolehnya penghasilan yang bersangkutan. 
BAB 4
BAGIAN 3
PENYUSUTAN, AMORTISASI, DAN
REVALUASI
1. PENYUSUTAN
Pengertian Penyusutan

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang


dapat disusutkan sepanjang masa yang diestimasi.
Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan
dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang.
Pengurangan nilai aktiva dibebankan secara bertahap.

Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap


berwujud dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan


2. Harta berwujud yang berupa bangunan
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat
kelompok, yaitu:

1. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai


masa manfaat 4 tahun
2. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 8 tahun
3. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 16 tahun
4. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 20 tahun

Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:


5. Permanen : masa manfaat 20 tahun
6. Tidak permanen : bangunan yang bersifat sementara, terbuat
dari bahan yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat
dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10
tahun.
METODE DAN TARIF PENYUSUTAN
Metode Penyusutan yang dipergunakan
metode garis lurus (straight line method), atau
metode saldo menurun (declining balance
method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan
Bangunan
Tabel berikut menggambarkan pengelompokan harta berwujud,
metode, serta tarif penyusutannya :

Tarif Penyusutan Tarif Penyusutan


berdasarkan berdasarkan
Masa Manfaat
Kelompok Harta metode garis metode saldo
Berwujud lurus menurun

I. Bukan Bangunan

     Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

     Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%

     Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%

     Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II. Bangunan

     Permanen 20 tahun 5% –

     Tidak Permanen 10 tahun 10% -


2. AMORTISASI
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
1. Kelompok harta tak berwujud yang
mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok harta tak berwujud yang
mempunyai masa manfaat 8 tahun
3. Kelompok harta tak berwujud yang
mempunyai masa manfaat 16 tahun
4. Kelompok harta tak berwujud yang
mempunyai masa manfaat 20 tahun
METODE DAN TARIF AMORTISASI
Metode Amortisasi
 Metode amortisasi yang dipergunakan adalah

metode garis lurus (straight line method) dan


metode saldo menurun (declining balance
method). Wajib pajak diperkenankan untuk
memilih salah satu metode untuk melakukan
amortisasi.
Tabel berikut menggambarkan pengelompokan harta berwujud, metode,
serta tarif penyusutannya :

Tarif Penyusutan Tarif Penyusutan

Masa Manfaat berdasarkan berdasarkan


Kelompok Harta metode garis metode saldo
Berwujud lurus menurun
     Kelompok 1 4 tahun 25% 50%

     Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%

     Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%

     Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

Penetapan masa manfaat dan tariff amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan
keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang
dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat
asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak
menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat
sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa
manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.
AMORTISASI BERDASAR METODE SATUAN
PRODUKSI
1. Hak atau Pengeluaran di bidang Penambangan minyak dan gas bumi

Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, metode satuan
produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tariff amortisasi yang besarnya
setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan
minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh
kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi.

2. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak
pengusahaan sumber, dan hasil alam lainnya

Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan


pada amortisasi atas:

a) Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi
b) Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan
c) Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya,
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
REVALUASI (PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)
Perbedaan nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat
mengakibatkan kurang serasinya perbandingan antara penghasilan
dengan beban, dan nilai buku dengan nilai intrinsik perusahaan.
Untuk mengurangi perbedaan tersebut, kepada Wajib Pajak perlu
diberikan kesempatan untuk melakukan penilaian kembali aktiva
tetap. Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah
Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib


Pajak Badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban
pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak
dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah
semua kewajiban dari Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah terutang sampai
dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukannya penilaian
kembali.
Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali
adalah semua aktiva berwujud dalam bentuk tanah,
kelompok bangunan dan bukan bangunan yang tidak
dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual (bukan barang
dagangan) yang terletak atau berada di Indonesia.
Penilaian kembali harus dilakukan oleh perusahaan penilai
atau penilai yang diakui oleh Pemerintah.

Penilaian kembali aktiva tetap dihitung/dilakukan


berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar yang berlaku pada
saat dilakukannya penilaian kembali. Dalam hal nilai pasar
atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai
ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
maka dalam rangka perhitungan pajak. Direktur Jendral
Pajak dapat menetapkan kembali nilai pasar atau nilai
wajar aktiva yang bersangkutan
Perlakuan Pajak Atas Selisih Lebih
Penilaian Kembali Aktiva
 Selisih lebih antara nilai pasar atau nilai wajar
dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang
dinilai kembali, terlebih dahulu wajib
dikompensasikan dengan kerugian fiskal
tahun berjalan. Jika masih terdapat sisa lebih,
dapat dikompensasikan dengan sisa kerugian
fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih
dapat dikompensasikan. Atas selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap setelah
dilakukan kompensasi kerugian, dikenakan
PPh yang bersifat final sebesar 10%

Anda mungkin juga menyukai