Anda di halaman 1dari 14

PEMAJAKAN ATAS TENAGA KERJA

INDONESIA YANG BEKERJA DI


LUAR NEGERI
Kelompok 5
1. Yuniar Isna Setyara (B.231.18.0038)
2. Tri Puspitasari (B.231.18.0076)
3. Kurnia Okta Lestari (B.231.18.0086)
4. Salmah Alkaf (B. 231.18.0207)
DEFINISI
Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor PER-2/PJ/2009
mendefinisikan Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi
Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pekerja
Indonesia di Luar Negeri tersebut adalah Subjek Pajak Luar Negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
PENGERTIAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
A. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
B. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sttd Undang-Undang No. 16 Tahun 2009
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sttd UU No 36 Tahun 2008
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2009 Tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Pekerja Indonesia Di Luar Negeri
OBJEK PENGHASILAN
Penghasilan dari TKI dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan
bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter,
notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan
penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah
HAK
1. Hak atas kelebihan pembayaran pajak
2. Hak ketika dilakukan pemeriksaan
3. Hak mengajukan Keberatan, Banding, Gugatan dan
Peninjauan Kembali
4. Hak atas kerahasiaan data wajib pajak
5. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
6. Hak untuk menunda pelaporan SPT
KEWAJIBAN
1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
2. Melakukan pencatatan penghasilan
3. Menyimpan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
4. MelaporkanSPT Tahunan
DPP
Secara umum Dasar Pengenaan Pajak TKI dengan statusnya sebagai
SPDN atas penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium adalah penghasilan neto sesuai
dengan ketentuan PPh.
Untuk menghitung pajak atas keseluruhan penghasilan yang
diperoleh TKI, pajak yang dipotong di luar negeri dapat menjadi
pengurang atau kredit pajak dengan penghitungan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Indonesia.Untuk Dasar Pengenaan Pajak TKI
dengan statusnya sebagai SPLN yang memperoleh penghasilan dari
Indonesia adalah penghasilan bruto sesuai dengan Pasal 26 UU PPh.
Contoh Studi Kasus Dan Perhitungan
KASUS 1
Tn Amir seorang penduduk Indonesia. Dia bekerja di Jepang lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Penghasilannya hanya
bersumber dari pekerjaannya di Jepang saja. Dari penghasilannya di
Jepang, Tn Amir juga sudah dikenakan dan dipotong pajak di sana.
Dari kasus tersebut, Tn Amir sudah bukan lagi termasuk Subjek
Pajak Dalam Negeri, dengan begitu Tn Amir sudah tidak dikenakan
pajak penghasilan lagi di Indonesia dan tidak lagi perlu melaporkan
SPT Tahunannya.
KASUS 2

Tn Rahmat seorang penduduk Indonesia Dia bekerja di Turki lebih


dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Dari penghasilannya di
Turki, Tn Rahmat juga sudah dikenakan dan dipotong pajak di sana.
Sedangkan di Indonesia Tn Rahmat juga memperoleh penghasilan dari
ruko yang dia sewakan.
Dari kasus tersebut, Tn Rahmat dikategorikan sebagai Subjek Pajak
Luar Negeri. Tn Rahmat tidak memiliki kewajiban melaporkan SPT
Tahunan PPh. Namun, atas penghasilan sewa ruko tersebut, penyewa
harus memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan sewa.
KASUS 3

Budi adalah Warga Negara Indonesia. Dia bekerja di Jerman selama


tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Selain
penghasilan di Jerman, Budi juga masih mendapatkan penghasilan di
Indonesia.
Dari kasus di atas, Budi harus tetap membayarkan pajaknya di
Indonesia, cara membayarnya sama dengan wajib pajak dalam negeri
pada umumnya, namun perpajakan dia di luar negeri bisa sebagai
pengurang bagi pajak Budi di Indonesia (kredit pajak luar negeri sesuai
dengan Pasal 24 UU PPh).
Budi harus melaporkan SPT Tahunannya di Indonesia, dan di dalamnya
Budi juga harus melaporkan penghasilan yang didapatnya di luar negeri.
Contoh Perhitungan
Tn Arman (K/1) seorang penduduk Indonesia telah terdaftar sebagai wajib
pajak di KPP Pratama Cimahi. Selama bulan Januari sampai dengan
September 2010 Tn Arman bekerja pada PT INDOGARMEN sebuah
perusahaan yang berkedudukan di Indonesia. Gaji yang diterima dari PT
INDOGARMEN selama tahun 2010 sebesar Rp 100.000.000 dengan
dipotong PPh pasal 21 sebesar Rp 10.000.000. Sejak bulan Oktober sampai
dengan Desember 2010 Tn Arman pindah bekerja di luar negeri, yaitu pada
LIEKONG Ltd sebuah perusahaan yang berkedudukan di Hongkong. Gaji
yang diterima dari LIEKONG Ltd selama tahun 2010 sebesar Rp 60.000.000
dengan dipotong pajak Rp 5.000.000. Dalam kasus di atas Tn Arman berada
di luar negeri selama 3 bulan atau kurang dari 183 hari sehingga Tn Arman
masih berstatus sebagai wajib pajak dalam negeri. Maka baik penghasilan
yang diterima dari Indonesia maupun dari Hongkong semuanya akan
dikenakan pajak di Indonesia.
Atas pajak yang dibayar atau dipotong di Hongkong dapat dikreditkan di
Indonesia. Penghitungannya sebagai berikut :

Dari penghitungan tersebut maka Tn Arman pada akhir tahun pajak akan
punya kewajiban menyetor PPh kurang bayar (PPh pasal 29) sebesar Rp 1.228.000.
Atas pemenuhan kewajiban tersebut Tn Arman harus melaporkannya dalam SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai