Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PENGHITUNGAN, PEMOTONGAN, PEMBAYARAN DAN


PELAPORAN PPH PASAL 4 AYAT (2)
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH

ISU-ISU TERKINI DALAM PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK


Dosen Pengasuh : Idris Efendi, MM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
TSANI AJI NOVARIMA (156020304111022)
LUSIANA (156020304111023)
KELAS BA STAR BPKP

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2016

PENGHITUNGAN, PEMOTONGAN, PEMBAYARAN DAN


PELAPORAN PPH PASAL 4 AYAT (2)
OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH
A. PENDAHULUAN
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas penghasilan,
antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba usaha, penghasilan berupa
hadiah, dan penghasilan berupa bunga. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang
diterimanya dalam 1 (satu) tahun pajak.
PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi pembayarannya
oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur cara pelunasan
PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara membayar sendiri dan melalui
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya,
baik membayar sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, Wajib
Pajak diharapkan dapat memahami dengan tepat cara menghitung PPh yang terutang,
bagaimana pembayarannya, dan mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut.
PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal dengan
istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang PPh, PPh Potput terdiri atas
PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan
PPh Pasal 26. Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam penghasilan, antara lain
penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa bangunan, dan dividen.
Pemotong / pemungut pajak pada pemerintahan dapat dilakukan oleh
bendahara Pemerintah. Adapun kewajiban perpajakan bendahara pemerintah diatur
dalam

Keputusan

Menteri

Keuangan

Nomor

563/KMK.03/2003.

Bendaharawan

Pemerintah dalam melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD,


ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 22. Selain sebagai Pemungut, Bendaharawan Pemerintah juga sebagai
pemotong PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 21/26, dan Pasal 23/26 sebagaimana
ketentuan yang berlaku.
Pada makalah ini, secara khusus akan dibahas tentang pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah.

B. PERATURAN
Adapun peraturan-peraturan terkait pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah :
1. Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008
2. PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 71
Tahun 2008;

3. PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 Tahun


2002;
4. PP Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 40 Tahun
2009;
5. Keputusan Menteri Keuangan 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/ KMK.03/2002;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009;
8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002.
C. PPH PASAL 4 AYAT (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam tahun
berjalan melalui pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran sendiri pajak yang
bersifat final atas penghasilan tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ada beberapa jenis penghasilan yang dikenakan dengan pemotongan pajak final
PPh Pasal 4 Ayat 2 dimana masing-masing penghasilan memiliki tarif yang berbeda dan
diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dibawah ini berbagai objek pajak dengan tarif
masing-masing sesuai dengan peraturan, yaitu :
Bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan diskon

jasa giro, tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
131 tahun 2000 dan turunannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.
04/2001.
Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing,

dengan tarif sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (7) dan turunannya
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2009.
Bunga dari kewajiban, dengan berbagai tarif dari 0% sampai 20%. Penjelasan lebih

lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009.


Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi, tarif sebesar 10%

sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (2c).


Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 132 tahun 2000.


Transaksi derivatif dalam bentuk berjangka panjang yang diperdagangkan di bursa,

dengan tarif sebesar 2,5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
17 tahun 2009.

Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non-founder (bukan pendiri), tarif

sebesar 0,5% dan 0,1% masing-masing, sebagaimana diatur dalam Peraturan


Pemerintah Nomor 14 tahun 1997, yang derivatif-nya berupa turunan Menteri
Keuangan No 282/KMK.04/1997, yang SE-15/PJ.42/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.
Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%. Penjelasan lebih lanjut

dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan turunannya
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009.
Sewa atas tanah dan / atau bangunan, dengan tarif 10% sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 dan turunannya Peraturan Pemerintah


Nomor 5 tahun 2002.
Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk usaha real estate), tarif

sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008.


Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima

oleh modal usaha, dengan tarif 0,1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 4 tahun 1995.
Adapun Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), yaitu :
1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi;
2. Penerima hadiah undian;
3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;
Sementara Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai peraturan perundangundangan, yaitu :
1. Koperasi;
2. Penyelenggara kegiatan;
3. Otoritas bursa; dan
4. Bendaharawan;
D. PEMOTONGAN PPH PASAL 4 AYAT (2) OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH
Secara khusus pada pembahasan kali ini, kita akan membahas mengenai
pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) yang dilakukan
oleh Bendaharawan Pemerintah.
Penghasilan tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final adalah:
a. Persewaan tanah dan/atau bangunan
1) Objek PPh Final adalah sewa tanah dan/ atau bangunan berupa tanah, rumah,
rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung

pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang,


bangunan industri.
2) Besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan,
baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.
3) Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh
penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya,
dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).
4) Yang bukan merupakan objek pajak persewaan tanah dan/atau bangunan adalah
sewa tanah/bangunan yang merupakan objek pajak hotel dan restoran (pajak
daerah), yaitu pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dihotel atau
restoran, termasuk:
Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal
jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.
Jasa persewaan ruang untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel.

b. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan


1) Objek PPh final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan

meliputi

penjualan,

tukar-menukar,

perjanjian

pemindahan

hak,

pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.
2) Besarnya PPh Final yang dipungut adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan.
3) Pembebasan PPh Final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan kepada :
a) Orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang jumlah bruto
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
Pembebasan diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) oleh
Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
b) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus yaitu pembebasan tanah oleh pemerintah untuk proyekproyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan
pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas
keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan

bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.


Pembebasan diberikan tanpa melalui penerbitan SKB.
c) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak (seperti: pemerintah dan
perwakilan negara asing). Pembebasan diberikan tanpa melalui penerbitan SKB.

Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta
Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai pengalihan
hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. Peraturan terkait
pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan adalah :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/ 1994 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/ 2008;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/ PJ/2010;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/ PJ/2009;
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/ PJ/2009.

c. Jasa konstruksi
1) Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masingmasing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk
fisik lain.
2) Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang
mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan
fisik lain.
3) Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang
mampu

menyelenggarakan

kegiatannya

untuk

mewujudkan

suatu

hasil

perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di


dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan

dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan


(engineering,

procurement

and

construction)

serta

model

penggabungan

perencanaan dan pembangunan (design and build).


4) pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang
mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
5) Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Final Jasa Konstruksi Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009diilustrasikan dalam gambar berikut :

Untuk jatuh Tempo PPh Pasal 4 ayat 2, diatur sebagai berikut :


PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus

disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak
sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib

menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir.
E. PROSEDUR DAN PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPH PASAL 4 AYAT 2 OLEH
BENDAHARAWAN
1. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko,
gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan.
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan
yang terutang atau dipotong oleh penyewa yang bertindak sebagai Pemotong Pajak.
PPh atas sewa tanah dan/atau bangunan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 29 tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 tahun 2002
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah
Dan/Atau Bangunan. Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong bendahara
adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan (tidak termasuk PPN) tanah
dan/atau bangunan tidak dan bersifat final.
Pada saat melakukan pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 atas persewaan tanah
dan atau bangunan bendahara pemerintah harus menerbitkan bukti potong formulir
F.1.1.33.12 yang terdapat dalam lampiran 1 rangkap dua, satu rangkap diserahkan
kepada pengusaha jasa konstruksi. Atas pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 harus
setorkan ke kas negara melalui bank persepsi atau kantor pos paling lama tanggal
10

bulan

berikutnya.

Bendahara

mempunyai

kewajiban

melaporkan

atas

pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 ke Kantor Pelayanan pajak paling lama tanggal 20
bulan berikutnya dengan SPT Masa PPh pasal 4 ayat 2 formulir F.1.1.32.04 yang
terdapat dalam lampiran 2, dilampiri SSP lembar 3 dan Bukti Pemotongan formulir
F.1.1.33.12.
Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan :
Pada tanggal 5 Juli 2013, Prabu Wijaya, Bendahara Dinas Tata Ruang Pemerintah
Kota Manado (NPWP 00.799.100.0-821.000) membayar sewa rukan semester kedua
tahun 2013 di Jalan Jaksa Nomor 1 kota Manado (NOP 49.73.100.821.676.9002.0)
sebesar Rp50.000.000,00 dan biaya service charge serta fasilitas lainnya sebesar
Rp12.000.000,00 tidak termasuk PPN kepada PT Maju Hidayat (NPWP/NPPKP
02.003.457.0-821.000) yang beralamat di Jalan Gunung Kerinci Nomor 46 Manado.

PT Maju Hidayat menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.00013.00001001 pada tanggal 5 Juli 2013 dengan nilai PPN Rp 6.200.000,00.
Bagaimanakah perlakuan pajaknya?
Pemotongan/pemungutan PPh
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan tanah dan/atau
bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar PPh
yang bersifat final dengan tarif 10% dari jumlah bruto nilai persewaan. Jumlah bruto
nilai persewaan adalah semua jumlahyang dibayarkan oleh penyewa yang berkaitan
dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge baik
yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. Atas pembayaran
tersebut bendahara membuat perhitungan sebagai berikut :
Besarnya PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong atas pembayaran sewa
dan service charge rukan 10% x Rp62.000.000,00 = Rp6.200.000,00.

Pemungutan PPN
Atas pembayaran sewa dan service charge rukan wajib dipungut PPN oleh
bendahara dengan tarif 10% x Rp62.000.000,00 = Rp6.200.000,00. PPN tersebut
disetor ke kas negara pada tanggal 5 Juli 2013. Kewajiban bendahara Dinas Tata
Ruang adalah :
1. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data
Wajib Pajak PT Maju Hidayat, dan membubuhi cap disetor tanggal serta
membubuhi tanda tangan;
2. membuat bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama PT Maju Hidayat;
3. membuat SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan SSP PPN atas nama PT Maju
Hidayat dan ditandatangani oleh Prabu Wijaya;
4. menyerahkan dokumen SPM dilengkapi dengan SSP dan Faktur Pajak ke KPPN;
5. setelah terbit SP2D, bendahara menyerahkan:
a) SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN lembar ke-1 yang telah divalidasi
(dibubuhi cap telah dibukukan) oleh KPPN;
b) Faktur pajak lembar ke-2; dan 3) bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2),
kepada PT Maju Hidayat;
6. melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Manado
paling lama tanggal 20 Agustus 2013;

7. melaporkan SPT Masa PPN ke KPP Pratama Manado paling lama tanggal 31
Agustus 2013. Mengingat tanggal 31 Agustus 2013 merupakan hari libur,
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya (2 September 2013);
8. membuat Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah (DTH) atas Belanja Daerah
bulan Juli 2013 yang memuat rincian transaksi harian belanja daerah per Surat
Perintah Membayar/Surat Penyediaan Dana (SPM/SPD) dan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) yang disampaikan kepada Kuasa BUD paling lama
tanggal 10 Agustus 2013 dengan dilampiri fotokopi SSP lembar ke-3.

Untuk contoh pengisian Bukti Pemotongan, SSP, SPT masa dan Faktur Pajak
PPh Pasal 4 ayat formulir T13 berdasarkan kasus diatas dapat dilihat dalam lampiran
4 -7 .
2. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Pengalihan Hak atas
Tanah/Bangunan
Pada saat melakukan pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 atas pengalihan hak
atas tanah/bangunan bendahara pemerintah menggunakan formulir F9. Atas
pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 harus setorkan ke kas negara melalui bank persepsi
atau kantor pos harus melaporkan atas pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 ke Kantor
Pelayanan pajak dengan SPT Masa PPh pasal 4 ayat 2 formulir F.1.1.32.04 yang
terdapat dalam lampiran 2, dilampiri SSP lembar 3.
Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan :
Contoh 1 :
Bendahara Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (00.695.754.0721.000) akan membangun gedung kantor yang baru. Untuk keperluan gedung
tersebut, kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah akan
melakukan pembebasan tanah seluas 2.000 m2 yang dimiliki oleh Bapak Nasrun
(14.495.723.0-721.000) seluas 800 m2 (NOP 63.07.040.005.451.0010.0) dan Ibu
Mega (08.614.284.0-721.000) seluas 1200 m2 (NOP 63.07.040.005.451.0054.0).
NJOP Tahun 2013 atas tanah tersebut adalah Rp400.000,00/m2 untuk tanah Bapak
Nasrun dan Ibu Mega. Atas pembebasan lahan tersebut Dinas Perhubungan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah menetapkan ganti rugi sebesar Rp400.000,00/m2.
Bendahara Pemda Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Wahyono, mengajukan SPM
kepada KPPN untuk membayar ganti rugi pembebasan lahan kepada Bapak Nasrun
dan Ibu Mega. SP2D diterbitkan KPPN pada tanggal 25 Maret 2013. Bagaimanakah
kewajiban perpajakan yang harus dilakukan?

Pemotongan/Pemungutan PPh
Atas

pembayaran

Perhubungan

pembebasan

Kabupaten

Hulu

tanah
Sungai

untuk

pembangunan

Tengah

tersebut

Kantor

Dinas

Bendahara

Dinas

Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Wahyono, memungut PPh Final


Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau
bangunan dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebelum melakukan pembayaran ganti rugi. Bendahara tidak memungut PPh Pasal
22 atas pembelian tanah dan/atau bangunan.
Penghitungan pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari ganti
rugi pembebasan tanah yang dilakukan Wahyono tersebut, sebagai berikut:
Nilai sebagai dasar penghitungan pajak yang terutang adalah sebesar nilai yang
ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah yaitu sebesar
Rp400.000,00/m2 sehingga atas pembayaran ganti rugi atas pembebasan tanah
tersebut Wahyono sebagai Bendahara Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai
Tengah harus melakukan pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut :
a. untuk Penghasilan yang diberikan kepada Bapak Nasrun :
(800m x Rp400.000,00) x 5% = Rp16.000.000,00
b. untuk Penghasilan yang diberikan kepada Ibu Mega :
(1.200m x Rp400.000,00) x 5% = Rp24.000.000,00
Kewajiban Wahyono, sebagai Bendahara Pemda Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
atas pembayaran ganti rugi pembebasan tanah tersebut adalah :
a. membuat SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama Bapak Nasrun dan Ibu Mega
dan ditandatangani oleh Wahyono;
b. menyerahkan dokumen SPM dilengkapi dengan SSP ke KPPN;
c. setelah terbit SP2D, bendahara menyerahkan SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2)
yang telah divalidasi (dibubuhi cap telah dibukukan) oleh KPPN; d. melaporkan
pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut ke KPP Pratama Barabai paling
lama tanggal 20 April 2013. Mengingat tanggal 20 April 2013 hari libur, pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya (22 April 2013);
d. memberikan SSP lembar 1 kepada Bapak Nasrun dan Ibu Mega;
e. membuat Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah (DTH) atas Belanja Daerah
bulan April 2013 yang memuat rincian transaksi harian belanja daerah per Surat
Perintah Membayar/Surat Penyediaan Dana (SPM/SPD) dan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) yang disampaikan kepada Kuasa BUD paling lama
tanggal 10 April 2013 dengan dilampiri fotokopi SSP lembar ke-3.

Pemungutan PPN
PPN tidak dipungut oleh bendahara pemerintah dalam hal pembayaran untuk
pembebasan tanah, kecuali atas pengadaan tanah dari real estate atau industrial
estate.
Contoh 2 :
Dinas Pekerjaan Umum akan melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan tanah
untuk pembuatan saluran irigasi kepada Tuan Moelyana sebesar Rp75.000.000,00.
Bagaimanakah perlakuan pajaknya?

Pemotongan/Pemungutan PPh
Pembayaran pembebasan tanah kepada orang pribadi atau badan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu pembebasan tanah
oleh pemerintah untuk proyek-proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk,
bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar
udara, fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir,
lahar dan bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/
atau bangunan. Atas pembayaran ganti rugi pembebasan tanah kepada Tuan
Moelyana sebesar Rp75.000.000,00 tidak dipungut PPh Final Pasal 4 ayat (2).
Pemungutan PPN
PPN tidak dipungut oleh bendahara pemerintah dalam hal pembayaran untuk
pembebasan tanah, kecuali atas pengadaan tanah dari real estate atau industrial
estate.

Untuk contoh pengisian SSP dan SPT masa PPh Pasal 4 ayat 2 formulir T9
dapat dilihat dalam lampiran 8 - 10.
3. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Jasa Konstruksi
Pajak Penghasilan atas jasa konstruksi bersifat final dipotong oleh Bendahara
pemerintah pada saat pembayaran atas jasa konstruksi yang diserah pengusaha
konstruksi kepada pemerintah. Besarnya pajak penghasilan yang dipotong adalah
jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak
Penghasilan. Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran merupakan
bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

Atas pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2, Bendaharawan wajib membuat Bukti


Pemotongan PPh Pasal 4ayat 2 formulir F.1.1.33.16 yang ada pada lampiran 3 atas
transaksi jasa konstruksi, dan harus di disetorkan ke kas Negara paling lambat
tanggal 10 bulan berikunya. Atas keterlambatan penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 jasa
konstruksi dikenakan sanksi 2% perbulan maksimal 24 bulan. Bendahara wajib
melaporkan atas penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 atas jasa konstruksi paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya atas keterlambatan pelaporan dikenakan denda Rp
50.000,00. Media yang digunakan untuk melaporkan adalah formulir F.1.1.32.04
yang terdapat pada lampiran 2.
Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Jasa Kontruksi :
Inspektorat

Provinsi

Jambi

akan melakukan

pembangunan

gedung

kantor

Inspektorat Provinsi. Adapun yg menjadi pemenang tender adalah PT Jaya Karya


sebagai pelaksana konstruksi dan Tuan Zaky, seorang PKP, sebagai perencana
konstruksi. PT Jaya Karya adalah perusahaan konstruksi yang memiliki kualifikasi
usaha menengah (dibuktikan dengan sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi), sedangkan Tuan Zaky adalah konsultan sipil yang
memiliki sertifikasi untuk perencanaan konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil. Nilai
proyek berdasarkan Kontrak adalah sebesar Rp5.000.000.000,00 (tidak termasuk
PPN). Pembayaran dilakukan sesuai dengan progress pembangunan yang
dilaporkan. Di tahun 2013, dilakukan pembayaran atas pelaksanaan konstruksi
kepada PT Jaya Karya pada tanggal 22 Juli 2013 sebesar Rp1.500.000.000,00 atas
tagihan tanggal 15 Juli 2013 dengan kode nomor Faktur Pajak 020.00013.00000650. Sedangkan pembayaran atas kontrak perencanaan konstruksi kepada
Tuan Zaky dilakukan pada tanggal 5 Juli 2013 sebesar Rp50.000.000,00 atas
tagihan tanggal 4 Juli 2013 dengan kode nomor seri Faktur Pajak 020.00013.00000950. Bagaimanakah kewajiban perpajakan yang harus dilakukan?

Pemotongan/Pemungutan PPh
Penghitungan pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi tersebut,
yaitu :
Bendahara Inspektorat Provinsi memotong PPh Final atas jasa konstruksi sebagai
berikut :
a. Pelaksanaan Konstruksi oleh PT Jaya Karya dibayar pada tanggal 22 Juli 2013
Rp1.500.000.000,00 x 3% = Rp45.000.000,00
b. Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Zaky dibayar pada tanggal 5 Juli 2013
Rp50.000.000,00 x 4% = Rp2.000.000,00
PPh Final tersebut dipotong dari pembayaran kepada PT Jaya Karya dan Tuan Zaky.

Pemungutan PPN
Bendahara Inspektorat Provinsi memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar
10% dari transaksi jasa konstruksi tersebut.
a. Pelaksanaan Konstruksi oleh PT Jaya Karya dibayar pada tanggal 22 Juli 2013
Rp1.500.000.000,00 x 10% = Rp150.000.000,00
b. Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Zaky dibayar pada tanggal 5 Juli 2013
Rp50.000.000,00 x 10% = Rp5.000.000,00
Untuk contoh pengisian Bukti Pemotongan, SSP, SPT masa dan Faktur Pajak
PPh Pasal 4 ayat formulir T8 berdasarkan kasus diatas dapat dilihat dalam lampiran
11 -16 .
4. Perlakuan Perpajakan Atas Proyek Yang Dananya Berasal dari Hibah/Pinjaman
Luar Negeri
Terdapat perlakuan khusus atas proyek yang dananya berasal dari
hibah/pinjaman luar negeri yaitu PPh Ditanggung Pemerintah, seperti telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1995 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2001 pasal 3 dengan
ketentuan sebagai berikut: Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama
dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek- proyek
Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri,
ditanggung oleh Pemerintah."
Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1995 Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sejak
tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka
pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman
luar negeri, tidak dipungut.
Dibuatkan SSP PPh atau Bukti pemungutan PPh yang dibubuhi Cap PAJAK
PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH".
Berikut ini adalah contoh perhitungan Pasal 4 ayat 2 atas Proyek Yang
Dananya Berasal dari Hibah/Pinjaman Luar Negeri :
Kementerian Pekerjaan Umum (NPWP:00.849.100.0- 012.000) beralamat di Jalan
Pattimura 20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, melaksanakan proyek Pemerintah
pembangunan jalan lintas Kalimantan dengan menggunakan dana yang berasal dari
Hibah

Luar

Negeri

(Rp950.000.000.000,00

dari

Asia

dengan

Foundation
kurs

sebesar

Menteri

US$

Keuangan

100.000.000,00
pada

saat

ditandatanganinya kontrak sebesar Rp9.500,00/US$) yang telah tercantum dalam

DIPA Kementerian Pekerjaan Umum. Proyek Pemerintah tersebut dilaksanakan


selama jangka waktu 3 tahun yaitu dari tahun 2011 sampai dengan 2013. Untuk
tahun 2013 sisa anggaran yang belum dicairkan adalah Rp350.000.000.000,00.
Proyek Pemerintah tersebut dilaksanakan oleh kontraktor utama PT Andang
Konstruksi (NPWP/NPPKP: 02.668.854.2-012.000) yang beralamat di Jalan Melawai
No. 399 Jakarta Selatan, dan memiliki kualifikasi usaha besar yang dibuktikan
dengan sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi.
Bagaimanakah kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh Syarif selaku
bendahara Kementerian Pekerjaan Umum, apabila pada bulan Juli 2013 Syarif
mencairkan sisa anggaran untuk membayar jasa pelaksanaan konstruksi yang
dilakukan oleh PT. Andang Konstruksi?
PT. Andang Konstruksi menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.00013.00001100 pada tanggal 5 Juli 2013. Proyek Pemerintah adalah proyek yang
tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan
dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman
(PPP)/ Subsidiary Loan Agreement (SLA).

Pemotongan/pemungutan PPh
Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan
dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana
hibah dan/ atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. PPh Final
Pasal 4 ayat (2) yang ditanggung oleh Pemerintah adalah sebesar :
3% x Rp350.000.000.000,00 = Rp10.500.000.000,00

Pemungutan PPN
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang
atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek
Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak
dipungut. Kewajiban Syarif sebagai bendahara Kementerian Pekerjaan Umum :
a. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah dibubuhi cap PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
TIDAK DIPUNGUT yang telah dibuat oleh PT Andang Konstruksi;
b. membuat SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas nama PT Andang Konstruksi, yang
dibubuhi cap PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH
serta menandatanganinya;

c. membuat bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari usaha
Jasa Konstruksi atas nama PT Andang Konstruksi;
d. menyerahkan dokumen SPM yang dilengkapi dengan SSP dan Faktur Pajak ke
KPPN;
e. setelah terbit SP2D, bendahara menyerahkan :
1) SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) lembar ke-1 yang telah divalidasi (dibubuhi cap
telah dibukukan) oleh KPPN;
2) Faktur pajak lembar ke-2; dan 3) bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas
Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi, kepada PT Andang Konstruksi;
f. melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke KPP Pratama Jakarta
Kebayoran Baru Satu paling lama tanggal 20 Agustus 2013.
Untuk contoh pengisian Bukti Pemotongan, SSP, SPT masa dan Faktur Pajak
PPh Pasal 4 ayat formulir T14 berdasarkan kasus diatas dapat dilihat dalam lampiran
17 -20 .

Lampiran 1
Formulir F.1.1.33.12

Lampiran 2
Formulir F.1.1.32.04

Lampiran 3
Formulir F.1.1.33.16

Lampiran 4
Formulir T13
Bukti Pemotongan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Lampiran 5
Formulir T13
Surat Setoran Pajak

Lampiran 6
Formulir T13
SPT Masa

Lampiran 7
Formulir F13
Faktur Pajak

Lampiran 8
Formulir T9
SSP atas Pengalihan Hak Tanah dan/atau Bangunan (1)

Lampiran 9
Formulir T9
SSP atas Pengalihan Hak Tanah dan/atau Bangunan (2)

Lampiran 10
Formulir T9
SPT Masa

Lampiran 11
Formulir T8
Bukti Pemotongan dari Usaha Jasa Kontruksi (1)

Lampiran 12
Formulir T8
Bukti Pemotongan dari Usaha Jasa Kontruksi (2)

Lampiran 13
Formulir T8
SSP

Lampiran 14
Formulir T8
SPT Masa

Lampiran 15
Formulir T8
Faktur Pajak (1)

Lampiran 16
Formulir T8
Faktur Pajak (2)

Lampiran 17
Formulir T14
Bukti Pemotongan atas Penghasiln dari Usaha Jasa Kontruksi

Lampiran 18
Formulir T14
SSP

Lampiran 19
Formulir T14
SPT Masa

Lampiran 20
Formulir T14
Faktur Pajak

Anda mungkin juga menyukai