Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PERPAJAKAN LANJUTAN

“ASPEK PERPAJAKAN ATAS PERUSAHAAN PENGEBORAN MINYAK, GAS DAN


PANAS BUMI”

OLEH :
SALSABILA PUTRI 1910532013
NABILA MUKHLISHA 1910532015
MUHAMMAD ILHAM 1910532016

DOSEN PENGAMPU :
Drs. Rinaldi Munaf, MM., Ak., CPA., CA.

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur disampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesempatan dan kekuatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek
Perpajakan atas Perusahaan Pengeboran Minyak, Gas Dan Panas Bumi” ini pada waktu yang telah
ditentukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini terutama kepada Bapak Drs. Rinaldi Munaf, MM., Ak., CPA., CA selaku dosen
pembimbing pada mata kuliah Perpajakan Lanjutan. Kami menyadari masih banyak kekurangan
yang terdapat di dalam makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu,
kami mengharapakan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kami harap
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Padang, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Minyak Bumi.....................................................................................................3
B. Pengertian Gas Bumi...........................................................................................................3
C. Pengertian Panas Bumi........................................................................................................3
D. Aspek Perpajakan Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia...............................................3
1. Aspek Perpajakan Hulu.................................................................................................3
2. Aspek Perpajakan Drilling............................................................................................8
3. Asperk Perpajakan Jasa Penunjang..............................................................................11
BAB III PENUTUP......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan
dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Salah satu dari
pajak ini adalah Pajak atas Perusahaan Pengeboran Minyak, Gas dan Panas Bumi.
Indonesia identik dengan kekayaan alam yang melimpah, baik dari sumber daya alam
hayati maupun sumber daya alam tambang. Melihat besarnya potensi kekayaan alam tambang
yang dimiliki oleh Indonesia, membuatnya menduduki peringkat ke enam akan kekayaan alam
tambang di dunia. Hal tersebut membuat investor baik lokal maupun asing tertarik untuk terjun
ke dalam industri pertambangan.
Secara umum, industri pertambangan yang ada di Indonesia terbagi atas dua bagian
besar, yaitu industri minyak dan gas (migas) dan industri mineral dan batubara (minerba).
Meski banyak pihak yang memprediksi bahwa industri pertambangan di Indonesia tidak akan
bertahan selamanya dengan mengingat cadangan hasil tambang terutama dari sektor minyak
dan gas semakin menipis. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa keduanya memiliki peranan
penting dalam pembangunan dan perekonomian nasional, yaitu sebagai penjamin sumber
pasokan energi dan bahan baku bagi pengembangan industri dalam negeri, serta menjadi salah
satu sumber penerimaan negara.
Industri minyak dan gas bumi (migas), sebagai primadona dalam industri
pertambangan memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan industri pertambangan lain
pada umumnya, terutama terkait dengan konsep industri hulu migas. Bisnis ini memiliki empat
karakter utama (SKK Migas, 2013). Pertama, pendapatan baru diterima bertahun-tahun setelah
pengeluaran direalisasikan. Kedua, bisnis ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta
melibatkan teknologi canggih. Ketiga, merupakan usaha yang memerlukan investasi yang
sangat besar. Namun di balik semua risiko tersebut, industri ini memiliki karakter keempat,
yakni menjanjikan keuntungan yang sangat besar.
Panas Bumi merupakan sumber energi panas (berasal dari pemanasan batuan, air, dan
unsur-unsur lainnya) yang terbentuk secara alamiah dibawah permukaan bumi. Agar panas
bumi dapat dimaanfaatkan, maka perlu dilakukan kegiatan penambangan panas bumi, sehingga
energi panas bumi dapat ditransfer ke permukaan bumi dalam bentuk uap dan air panas atau
kombinasi dari keduanya plus unsur-unsur lainnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pajak?
2. Apakah yang dimaksud dengan pengeboran minyak, gas dan panas bumi?
3. Apa saja aspek perpajakan atas perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang pajak.
2. Mengetahui tentang pengeboran minyak, gas dan panas bumi.
3. Mengetahui dan memahami aspek-aspek perpajakan atas perusahaan pengeboran minyak,
gas dan panas bumi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Minyak Bumi
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.22 Tahun 2001, Minyak Bumi adalah
hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur
atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan
bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau
endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak
berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Minyak bumi adalah campuran berbagai senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam
lapisan batuan dan dapat diekstrak untuk keperluan bahan bakar. Minyak bumi berasal
dari bahan bakar fosil yang terendapkan di dalam batuan sedimen. Bahan bakar fosil
ialah sisa jasad renik, mikroorganisme dan tumbuhan yang telah mati jutaan tahun yang
lalu dan mengendap ke dalam bumi. Manfaat utama minyak bumi adalah sebagai bahan
bakar industri.
B. Pengertian Gas Bumi
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.22 Tahun 2001, Gas Bumi adalah
hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur
atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas
Bumi
Gas bumi adalah bahan bakar fosil berbentuk gas sebagai sumber daya alam
penghasil energi yang ditemukan tersimpan di bawah permukaan bumi. Komponen
utama gas alam adalah metana (CH4) yang merupakan molekul hidrokarbon rantai
terpendek dan teringan. Manfaat utama sumber energi ini adalah sebagai bahan bakar.
Diantaranya bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri
ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor, sebagai gas kota untuk
kebutuhan rumah tangga hotel, restoran, dan sebagainya.
C. Pengertian Panas Bumi
Panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap
air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya
tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya
diperlukan proses penambangan (UU Nomor 21 tahun 2014).
D. Aspek Perpajakan Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia
1. Aspek Perpajakan Hulu
a) Prinsip Pengenaan Pajak
1) Block Basis
Perhitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan (PPh) dihitung berdasarkan
kegiatan usaha pada suatu wilayah kerja (blok) pertambangan.

3
2) Ring Fence Policy
Ring Fence Policy adalah kebijakan yang membatasi hak dan kewajiban suatu
KKKS di satu wilayah kerja pertambangan (WKP) tidak bisa dikonsolidasikan
ke WKP lainnya yang dimiliki oleh KKKS yang sama. Kebijakan ini tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan
Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, yang
menyatakan “kepada setiap kontraktor diberikan satu wilayah kerja
pertambangan (WKP”). Setiap block (wilayah kerja) harus diusahakan oleh satu
entity dan setiap entity baik operator maupun partner yang mempunyai
penyertaan di suatu block wajib memiliki NPWP sendiri. Dalam hal Wajib Pajak
mengelola beberapa block, maka Wajib Pajak tersebut harus membentuk badan
hukum yang terpisah untuk setiap WKP dan wajib memiliki NPWP sendiri untuk
tiap-tiap WKP.
3) Uniformity Priciple
Sesuai dengan surat Menteri Keuangan nomor S44a/MK.012/1982 tentang
interpretasi dari Keputusan Menteri Keuangan nomor 267/KMK.012/1978, yaitu
biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama
dengan biaya yang dihitung berdasarkan PSC (biaya yang diatur dalam Exhibit
C Kontrak Bagi Hasil). Dengan demikian cost of oil harus sama dengan cost of
tax, artinya bahwa biaya-biaya operasi harus sama dengan biaya-biaya yang
boleh dibebankan menurut UU PPh (tax deductible) dengan beberapa
pengecualian.
4) Assume and discharge
Pemerintah menanggung dan membebaskan kontraktor dari pajak-pajak
Indonesia lainnya termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pungutan ekspor
dan impor terhadap barang-barang, peralatan, dan barang-barang persediaan
yang dibawa ke Indonesia oleh kontraktor.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
yang merupakan perubahan keempat UndangUndang No. 7 Tahun 1983,
menyatakan bahwa kerugian yang diderita dalam satu tahun pajak dapat
dikompensasikan ke penghasilan tahun pajak berikutnya selama lima tahun
berturut-turut (Pasal 6 ayat 2). Pembatasan jangka waktu kerugian yang dapat
dikompensasikan tidak dikenal dalam PSC (Production Sharing Contract) sesuai
dengan PP 79 Tahun 2010. Atas biaya operasi yang belum di-recover pada
tahun-tahun sebelumnya diizinkan untuk dilakukan recovery setiap tahun
berjalan dengan ketentuan yang berlaku.
Aspek perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu minyak dan Gas bumi dengan
Kontrak Bagi Hasil Gross Split (PP Nomor 53 Tahun 2017)

4
Perhitungan Bagi Hasil
Pasal 17 ayat 1 menyatakan, bagi hasil migas dihitung berdasarkan jumlah gross
produksi dengan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan
berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif. Dalam ayat 2 ditetapkan bahwa
kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO (Domestic Market Oblogation) dengan
menyerahkan 25% bagiannya dari produksi migas yang dihasilkannya untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. “Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan migas
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dengan harga yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM,” bunyi pasal 17 ayat 3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran bagi hasil awal (base split), komponen variabel
dan komponen progresif, ditetapkan oleh Menteri ESDM.
Penghitungan Pajak Penghasilan
Dalam pasal 18 ayat 1 dinyatakan, penghasilan neto untuk satu tahun pajak bagi
kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan ditambah penghasilan penghasilan lainnya
dan dikurangi biaya operasi. Kemudian dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya
operasi didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai
tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 tahun. “Penghasilan kena pajak
bagi kontraktor dihitung berdasarkan penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi
kerugian,” tertulis di Pasal 18 ayat 3. Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi
kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak yang
ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
Penghasilan kena pajak tersbeut setelah dikurangi pajak penghasilan, maka terutang pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Lainnya Selain Dalam Rangka Bagi Hasil Migas
Pasal 19 ayat 1 menyatakan, Penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan
lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a, dikenai pajak
penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% dari jumlah bruto.
Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan yang bersifat final
yang berasal dari uplift atau imbalan lain yang sejenis, tidak dikenai pajak penghasilan.
Penghasilan kontraktor dari pengalihan Participating Interest (PI), dikenai pajak
penghasilan yang bersifat final dengan tarif:
a. 5% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksplorasi.
b. 7% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksploitasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak
penghasilan diatur dengan Permen.

5
Sementara Pasal 20 mengatur, dalam masa eksplorasi, penghasilan dari pengalihan PI
tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 apabila
memenuhi kriteria:
a. Tidak mengalihkan seluruh PI yang dimilikinya.
b. PI telah dimiliki lebih dari 3 tahun.
c. Di WK telah dilakukan eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi).
d. Pengalihan PI tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

b) Aspek Perpajakan (Pajak Penghasilan-Ketetentuan Terbaru)


Dengan berlakunya Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, tarif PPh berubah
menjadi 25% dan pajak dividen tetap 20%. Dengan adanya penurunan tarif tersebut,
maka penetapan besarnya bagian kontraktor sebagai dasar perhitungan Penghasilan
Kena Pajak (PKP) harus disesuiakan lagi agar hak Pemerintah tidak berkurang sebagai
akibat penurunan pendapatan pajak. Besarnya bagian hasil pemerintah sebesar 71,16%,
besarnya tarif PPh 25%. berdasarkan tarif efektif besarnya PBDR adalah 40%.
Kewajiban perpajakan kontraktor meliputi kewajiban formal dan kewajiban materil.
1) Kewajiban Formal
Kewajiban formal perpajakan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomo16 Tahun 2009, berlaku sama terhadap
seluruh Wajib Pajak, sebagai berikut:
• Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
• Menyelenggarakan pembukuan dan wajib menyimpan pembukuan tersebut selama
10 tahun di Indonesia
• Melakukan pembayaran dan pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Kewajiban Material
(1) PPh Badan
✓ Kontraktor harus membayar PPh Badan dan Pajak Final atas laba setelah pajak
✓ Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan serta
penyusutan sebagaimana dimaksud dalam UU PPh dan PP Nomor 79 Tahun
2010.
(2) Pasal 21/22/23/26/4(2) Final
Ketentuan mengenai pemotongan dan pemungutan untuk kontraktor secara
umum mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku.
(3) PPN, PBB, dan Pajak Lainnya
✓ Pemerintah menanggung dan membebaskan pajak lainnya (PPN, PBB, Bea
Masuk) untuk kontrak yang ditandatangani sebelum PP No. 79 Tahun 2010

6
✓ Sesuai dengan ketentuan UU PPN serta peraturan pelaksanaannya, crued oil, dan
gas bumi bukan merupakan Barang Kena Pajak
✓ Untuk kontrak-kontrak yang ditangani sebelum UU Migas No. 22 Tahun 2001
diatur dengan PMK No. 20/PMK.03/2005 bahwa PPN tidak dipungut atas impor
barang untuk kegiatan eksplorasi
✓ Untuk kontrak-kontrak yang ditangani setelah UU No. 2001, atas impor barang
modal untuk kegiatan eksplorasi sesuai dengan PMK No. 27/PMK.011/2012
diatur bahwa atas impor barang modal untuk kegiatan eksplorasi dibebaskan dari
pengenaan PPN
✓ Berdasarkan PMK No. 73/PMK.03/2010, kontraktor migas ditunjuk sebagai
pemungut PPN dengan tarif umum 10% dikalikan Dasar Pengenaan Pajak.
Pengecualiaan atas ketentuan tersebut dituangkan dalam pasal 5 ayat 1, di mana
PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh kontraktor dalam hal :
• Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,- dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
• Pembayaran atas BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut
dan/atau dibebaskan dari PPN berdasarkan UU
• Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan
Bakar Minyak oleh PT Pertamina (Persero)
• Pembayaran atas rekening telepon
• Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan
• Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang
menurut ketentuan UU yang berlaku tidak dikenakan PPN.
✓ Sama halnya dengan PPN, maka kontraktor tidak akan dibebani dengan PBB,
Pajak Daerah, dan Retribusi daerah untuk kontrak-kontrak yang ditandatangani
sebelum PP No. 79 Tahun 2010
✓ Pemerintah akan membayar pajak-pajak tersebut yang diambil dari bagian
pemerintah (govverment share) sesuai dengan tagihan yang diterima oleh
kontraktor.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010


Peraturan ini berisi ketentuan khusus di bidang pertambangan minyak dan gas bumi,
utamanya tentang cost recovery untuk menghitung bagi hasil dan sekaligus untuk
perpajakan yang wajib dijadikan dasar dalam kontrak dibidang pertambangan minyak dan
gas bumi.
Dalam menghitung penghasilan kena pajak untuk 1 tahun pajak bagi kontraktor
dalam rangka kontrak bagi hasil, penghasilan bruto tersebut dikurangi:
• Biaya bukan modal tahun berjalan
• Penyusutan biaya capital tahun berjalan

7
• Biaya operasi yang belum dapat dikembalikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Dalam hal jumlah pengurang tersebut lebih besar dari penghasilan bruto, sisa
kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya
kontrak.
Penghitungan besarnya penghasilan pajak terutang bagi kontraktor adalah
Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam UU Pajak
Penghasilan.
2. Aspek Perpajakan Drilling
Mengingat untuk menghitung penghasilan neto dari BUT yang melakukan kegiatan
usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi secara internasional, sukar
dilaksanakan dengan seksama karena adanya kesulitan untuk menghitung besarnya
penyusutan atas peralatan pengeboran (drilling rings) dan biaya operasional lainnya,
maka diperlukan perlakuan khusus mengenai perpajakan, hal ini terutama sekali
ditujukan kepada perusahaan pengeboran minyak asing (Foreign Drilling Company).
Perlakuan perpajakan khusus untuk Jasa Pengeboran (terutama ditujukan untuk
Foreign Drilling Company) diatur dalam berbagai ketentuan yang saling berkaitan,
yaitu:
1) FDC Sebagai BUT, sebuah entitas yang diakui hak dan kewajiban perpajakannya
2) Pajak Penghasilan Badan dan Pajak Keuntungan Cabang
a) Penghitungan penghasilan neto dengan Norma Penghitungan Khusus 15 Atas
penghasilan neto tersebut (Foreign Drilling Company/FDC) dikenakan pajak
penghasilan sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Hal ini juga menegaskan bahwa penghasilan Jasa Drilling bukan sebagai
penghasilan dari royalty ataupun sewa. Dengan demikian kontrak drilling secara
eseluruhan dianggap sebagai kegiatan jasa drilling dengan alasan bahwa
kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan yang nilai kontraknya tidak dapat
dipisah dan dirinci antara nilai penggunaan dengan jasa, dan kewajiban pajak
dihitung sesuai dengan KMK No. 628/KMK.04/1991.
b) Perhitungan PPh pasal 21 bagi para tenaga kerja asing melalui hal-hal penting
dalam penerapan Norma/Deem Salary
Dasar hukum : (1) KMK RI No. 433/KMK.04/1994 tanggal 26 Agustus
1994 dan (2) butir 1 Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE17/PJ.43/1994, mengatur
tentang norma perhitungan khusus penghasilan kena pajak sebagai dasar
perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditetapkan sebagai berikut:
(1) Kelompok General Manager : US$ 11.275 per bulan
(2) Kelompok Manager : US$ 9.350 per bulan (3)
(3) Kelompok Rig Supervisor/Rig Superintendent atau Tool Pusher
: US$ 5.830 per bulan

8
Kelompok Asistent Rig Supervisor/Asistent Rig Superintendent atau
Asistent Tool Pusher : US$ 4.510 per bulan
(4) Kelompok Crew Lainnya : US$ 3.245 per bulan
Ketentuan Deem Salary ini berdasarkan juga pada hal-hal di bawah ini :
(1) Berlaku bagi tenaga kerja asing
(2) Penghasilan kena pajak tersebut telah meliputi seluruh jenis penghasilan
yang diterima expatriate termasuk pemberian dalam bentuk natura
(3) Dalam menerapkan tarif tidak boleh dikurangi lagi dengan PTKP
(4) Fiskal LN oleh expatriate hanya dapat dikreditkan atas PPh Pasal 21
karyawan yang bersangkutan sepanjang telah ditambahkan terlebih dahulu
sebagai tunjangan pajak di atas norma.
Dalam meneliti laporan pemotongan PPh Pasal 21 diperhatikan jumlah rig
yang beroperasi, kelompok kerja/shift dalam suatu unit kerja, sistem penggiliran
kerja masing-masing unit dan lain-lain yang mempengaruhi jumlah expatriate yang
dipekerjakan.
3) Perhitungan PPh Pemungutan dan Pemotongan (Withholding Tax) aspek pajak
penghasilan withholding tax seperti PPh Pasal 21, 22, 23, dan 26
Dalam kaitannya dengan pembayaran PPh Pasal 26 atas laba yang diberikan kepada
pihak Head Office, pihak BUT Foreign Drilling Company diwajibkan membayar pajak
final atas laba setelah pajak, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 26 (4) UU PPh.
Pemotongan pajak penghasilan seperti pembayaran/akrual dividen, bunga, royalty,
biaya teknis & manajemen untuk jasa yang dilakukan di Indonesia dan oleh badan
usaha Indonesia maka dikenakan pajak pemotongan dan pemungutan sebagaimana
yang diatur di dalam UU PPh.
(1) Tarif Pajak/Tarif Pajak Efektif
Pemotongan pajak yang meliputi PPh Pasal 4 (2), 15, 22, 23, 26 dikenakan
tarif yang beragam, tergantung pada jenis obyek pajak dan atau lawan transaksi.
Tarif yang diterapkan pada pembayaran WPDN ataupun BUT bervariasi dari 1,5%
sampai 15%. Pemotongan pajak yang bersifat final dan non-final dikenakan tarif
20% lebih tinggi atas pajak yang terhutang bila WP tidak memiliki NPWP.
(2) Periode Pemotongan Pajak
Pajak-pajak harus dipungut pada tanggal pembayaran biaya atau pada
tanggal tersebut biaya terutang, tergantung mana yang lebih dahulu. Karena tanggal
pembayaran dan mengisi Surat Pemberitahuan FDC harus membayarkan pajak
penghasilan yang dipotong ke Kas Negara maksimal pada tanggal 10 bulan
berikutnya setelah pemotongan pajak dan menyerahkan SPT ke kantor pajak pada
tanggal 20 bulan beriktunya. Denda bunga atas keterlambatan pembayaran adalah

9
2% per bulan selama 2 tahun, dan adanya denda atas keterlambatan penyampaian
SPT.
(3) Perlakuan Penghasilan Jasa Drilling
Ketika KPS/PSC melakukan pembayaran ke pihak BUT FDC maupun NDC :
- Tidak dipotong PPh Pasal 23 atas Jasa Pengeboran yang dilakukan BUT. (PER-
70/PJ/2007)
- Dipotong PPh Pasal 23 atas jasa keagenan yang diberikan oleh NDC. Dasar
pengenaan pajaknya adal 30% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN.
(PER-70/PJ/2007)
- PPN dan PPnBM
• Atas PPN Masukan yang harus dibayar oleh kontraktor
Production Sharing akan dikembalikan oleh Pertamina / BP Migas.
Hal ini memiliki dasar PMK RI No. 64/PMK.02/2005 tentang tata cara
pembayaran kembali PPN dan PPnBM atas perolehan BKP/JKP yang
digunakan oleh badan usaha atau BUT dalam pengusahaan minyak dan gas
bumi.
Demikian juga halnya dengan impor barang modal oleh kontraktor
production sharing tidak dikenakan PPN impor. Mengingat barang modal
tersebut adalah milik pemerintah (Pasal 15d UU 8/1971). Berdasarkan PMK
RI No. 97/PMK.010/2006 tentang pembebasan bea masuk atas impor
barang untuk kegiatan usaha hullu minyak dan gas bumi, bahwa atas barang
modal yang diimpor oleh kontraktor production sharing dikenakan tarif bea
masuk 0%. PBB dan Pajak/Retribusi Daerah sama halnya dengan PPN,
maka kontraktor production sharing tidak akan dibebani dengan PBB, Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, dan sebagainya. Pertamina atau BP Migas akan
membayar pajak-pajak tersebut yang diambil dari bagian pemerintah
(Government Share) sesuai dengan tagihan yang diterima oleh kontraktor
production sharing. Ketika KPS/PSC melakukan pembayaran ke pihak
BUT :
- KPS/PSC memungut PPN atas Jasa Pengeboran tersebut. (SE-
09/PJ.531/2000).
- NDC wajib memungut PPN dan membuat Faktur Pajak atas penyerahan
jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang diterima, dan menyetorkan
serta melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(mekanisme biasa). (SE09/PJ.531/2000).
- Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Kontraktor Utama (NDC)
selaku agen hanya yang berhubungan langsung denga keagenan.
- Lain-lain
-

10
3. Aspek Perpajakan Jasa Penunjang (Kontruksi)
a) PPh Pasal 4 ayat 2
Objek Penghasilan atas kegiatan usaha jasa konstruksi sebagai usaha jasa
penunjang minyak dan gas bumi adalah Pajak Penghasilan 19 yang bersifat final.
Tarif pajak penghasilan untuk usaha jasa konstruksi adalah sebagai berikut:
1) 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
2) 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kuallifikasi usaha;
3) 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b;
4) 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi
usaha, dan
5) 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha.
Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif pajak penghasilan
tersebut, tidak termasuk pajak penghasilan atas sisa laba bentuk usah tetap
setelah pajak penghasilan yang bersifat final. Yang dimaksud dengan
“kualifikasi usaha” adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi
yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
Ketentuan kualifikasi usaha pada pajak penghasilan untuk usaha jasa
konstruksi diatur dalam PP No. 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas PP No.
51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Pengasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi mengamanatkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi yang
mengeluarkan sertifikasi sesuai dengan Peraturan Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi No. 02 Tahun 2011 dan Peraturan Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi No. 3 Tahun 2011.
Pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari usaha
jasa konstruksi melaui cara:
1) Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal ini
pengguna jasa merupakan pemotong pajak; atau 20
2) Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal ini Pengguna Jasa bukan
merupakan pemotong pajak;
3) Dalam hal:

11
(1) Pemotongan oleh Pengguna Jasa terdapat selisih kurang PPh yang
terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan PPh
berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri, selisih
kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa;
(2) Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna
Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut
tidak terutang PPh yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa
Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang
tidak dapat ditagih;
- Piutang yang tidak dapat ditagih merupakaan piutang yang nyata-
nyata tidak dapat dapat ditagih,
- Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat
ditagih kembali, tetap dikenakan PPh yang bersifat final.
1) Batas waktu penyetoran PPh Pasal 4 ayat 2 atas kegiatan untuk
usaha jasa konstruksi adalah sebagai berikut: PPh Pasal 4 ayat 2
yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor
paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
2) PPh Pasal 4 ayat 2 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak
bertepatan dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 atas kegiatan usaha
jasa konstruksi adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, baik yang melakukan
pembayaran pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong PPh wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir. Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Bentuk formulir surat pemeritahuan
masa pajak penghasilan final pasal 4 ayat 2 sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat 2, Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti
Pemotongan/Pemungutannya.
Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 atas kegiatan usaha jasa
konstruksi pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jakarta Khusus wajib menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik
(e-SPT) sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009

12
Tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik.
Penyampaian e-SPT oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dapat
dilakukan secara langsung atau melalui pos/perusahan jasa ekspedisi/kurir dengan
bukti pengiriman surat dengan membawa atau mengirimkan formulir Induk SPT
Masa PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan File data SPT yang
tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan.
Dalam pemberian penjelasan tentang Jasa Konstruksi sebagai Jasa
Penunjang Bidang Perminyakan dan Gas Bumi, ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian khusus, antara lain :
a) Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi termasuk Engineering,Procurement, dan
Construction (EPC) di bidang Minyak dan Gas Bumi menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan dijelaskan sebagai berikut:
1) Dasar Pengenaan Pajak untuk PPh Pasal 4 ayat berdasarkan UU No. 40
Tahun 2009 adalah Nilai Kontrak Jasa Konstruksi sebagai jasa Pelaksanaan
Konstruksi tidak termasuk PPN.
2) Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN Jasa Konstruksi adalah sebesar
penggantian yaitu nilai berupa uang termasu semua biaya yang diminta oleh
pemberi jasa konstruksi.
b) Bentuk Usaha Tetap yang mendapatkan tarif Jasa Pelaksanaan Konstruksi
sebesar 3% adalah wajib memiliki Sertifikasi Badan Usaha (SBU) dengan
Kualifikasi Usaha Besar Jasa Pelaksanaan Konstruksi dari Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi dan Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi dari
Menteri Pekerjaan Umum. Apabila Bentuk Usaha Tetap tidak memiliki
Sertifikasi Badan Usaha, maka tarifnya menjadi 4%.
c) Kewajiban Perpajakn Badan bagi Bentuk Usaha Tetap atas kegiatan Jasa
Konstruksi adalah Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat 4 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
d) Wajib Pajak yang melaksanakan Jasa Konstruksi Penunjang Bidang Minyak dan
Gas Bumi wajib memiliki Surat Keterangan Terdaftar dari Direktur Teknik dan
Lingkungan Minyak dan Gas Bumi.

13
BAB III
PENUTUP
Pada dasarnya aspek perpajakan atas kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak, gas,
dan panas bumi sama dengan usaha di bidang lainnya. Begitu juga dengan tata cara pemotongan,
pelaporan, pembayaran kewajiban pajak yang terutang bagi Wajib Pajak Badan, Orang Pribadi,
dan Bentuk Usaha Tetap. Untuk PPh atas WPOP yang bekerja di lingkungan bisnis tersebut
dipotong pajaknya oleh perusahaan pemberi kerja (withholding system), kemudian WPOP
melaporkan kewajiban pajaknya melalui aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP, lalu atas
kewajiban pajak orang pribadi yang telah dipotong oleh pemberi kerja disetorkan ke kas negara.
Untuk PPh atas Badan atau Bentuk Usaha Tetap, kewajiban pajaknya dapat dipotong disetorkan
oleh pihak ketiga atau dibayarkan sendiri ke kas negara, namun tetap melaporkan kewajiban
pajaknya melalui aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Adapun tarif yang berlaku atas pajak
penghasilan bagi seluruh wajib pajak mengacu pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.

14
DAFTAR PUSTAKA
Fandari, Andiesta El, (2014). Pengembangan Energi Panas Bumi yang Berkelanjutan. Jurnal
Ilmiah Semesta Teknika. Vol.17, No.1: (70).
Migasnet, “Teori Minyak Bumi”,http://migasnet11Rizki8002.blogspot.sg/2010/01/teori
pembentukan-minyak-bumi.html.
Ginrey Shandy Algam dan Hendra Triantoro, 2015. Proses Bisnis dan Aspek Perpajakan:
Perusahaan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Makalah. Dikutip dari
http://id.scribd.com/doc/304943507/Makalah-Aspek-Perpajakan-PerusaaanMigas. 21
Maret 2019.
Kasbani. Sumber Daya Panas Bumi Indonesia: Status Penyelidikan, Potensi, dan Tipe Sistem
Panas Bumi. http://psdg.bgl.essdm.go.id
Maria, Lousia. 2007. Perlakuan Perpajakan di Sektor Pertambangan Panas Bumi (Geothermal).
Vol. 11 No. 1. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2014.
https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wpcontent/uploads/2017/01/UU_NO_21_2014.pdf
PP Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. https://migas.esdm.go.id/post/read/pp-
nomor-53-tahun-2017-tentang-perlakuanperpajakan-pada-kegiatan-usaha-hulu-minyak-
dan-gas-bumi-dengan-kontrakbagi-hasil-gross-split
Maria, Louisa I.M, (2007). Perlakuan Perpajakan Di Sektor Pertambangan Panas Bumi
(Geothermal).Jurnal Bina Ekonomi.Vol.11,No.1:(80).

15

Anda mungkin juga menyukai