MANAJEMEN PERPAJAKAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen
Perpajakan
Disusun oleh:
Kelompok 4
UNIVERSITAS WIDYATAMA
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu tugas
mata kuliah Manajemen Perpajakan. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Rini
Susiani, S.E., M.Ak., Ak., CA. selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen
Perpajakan yang telah memberikan kami kesempatan untuk membuat dan memaparkan
makalah mengenai Manajemen Pajak atas PPh Orang Pribadi. Selaku penyusun
makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terkhusus bagi
rekan kelas kami dalam hal memberikan informasi dan wawasan terkait Manajemen
Pajak atas PPh Orang Pribadi. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan tidak terlepas dari ketidaksempurnaan, oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, kritik dan saran sangat kami harapkan demi menyempurnakan
Penulis
i
DAFTAR ISI
2.5 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi Tarif Pasal 17 ......................16
ii
2.5.2 Metode Perhitungan Gaji Karyawan .............................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap perusahaan baik perusahaan kecil maupun besar dan perusahaan swasta
maupun pemerintah serta orang pribadi yang memiliki usaha mempunyai kewajiban
penghasilan melebihi penghasilan kena pajak (PKP). Biaya SDM yang diberikan
kepada pegawai berkaitan dengan dapat di biayakan atau tidak dapat di biayakan serta
merupakan objek pajak panghasilan. Pada pokoknya gaji yang diterima karyawan
perusahaan wajib memotong pajak dan melaporkan pajaknya sendiri karena sistem
menilai pemenuhan kewajiban pajaknya. Yang berhak memotong PPh Pasal 21,yaitu:
3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli,
orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan,
1
Setiap orang yang memiliki NPWP wajib membayar pajak penghasilan orang
pribadi atau badan. Pajak dibayarkan setiap setahun sekali dan di laporkan ke kantor
pajak dengan mengisi SPT. Penghasilan setahun setiap wajib pajak akan di kurangi
dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Besarnya PTKP tahun ini adalah
pajak yang telah dilakukan tahun ini akan mengubah besarnya pajak yang di bayarkan
wajib pajak. Suatu sistem manajemen pajak yang efektif merupakan hal yang vital bagi
suatu usaha yang berorientasi kepada keuntungan dan predikat seorang manajer yang
perencanaan pajak.
5. Apa yang dimaksud dengan Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi
2
2. Mengetahui Subjek Pajak Penghasilan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif wajib mendaftarkan diri pada
kantor Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Subyek Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri adalah pajak yang
dikenakan terhadap subyek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau
Yang menjadi Subyek Pajak (UU No.36 tahun 2008 tentang PPh Pasal 2 ayat 1)
adalah:
1. Orang pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
3. Badan
4
2.2.1 Subyek Pajak Dalam Negeri
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dalam suatu tahun pajak
Yang dimaksud dengan Subyek Pajak Luar Negeri (Pasal 2 ayat 4) adalah :
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta badan
Indonesia.
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat
5
1. Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
2. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
dengan syarat:
6
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun.
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
uang pensiun, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh
pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain
3. Laba usaha.
7
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
perusahaan pertambangan.
utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
berkala, misalnya “alimentasi” atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
14. Premi asuransi; Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi.
8
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
2.4.1 Jenis Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan Penghasilan yang Diterima
Berdasarkan penghasilan yang diterima oleh orang pribadi, maka wajib pajak
pekerjaan. Contoh:
a. Pegawai swasta
b. Pegawai BUMN
c. Anggota TNI/POLRI
d. PNS.
e. Pensiunan.
2. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari Usaha.
Contoh:
9
d. Pengusaha Toko Barang Elektronik
Pekerjaan bebas:
a. Dokter
b. Notaris
c. Akuntan
d. Konsultan
e. Arsitek
4. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan lain yang
b. Hadiah undian
d. Jasa Konstruksi
6. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan yang bukan
a. Penerima bantuan
b. Sumbangan
c. Hibah
10
7. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari luar
negeri. Contoh :
8. Wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dari berbagai sumber.
Contoh :
2.4.2 Tarif Pajak Penghasilan Objek Pajak Dalam Negeri (OPDN) sesuai pasal
17 Undang-Undang HPP
2.4.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk PPh Orang Pribadi Dalam
11
4. Rp4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga kandung serta keluarga
dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
Ada beberapa cara penghitungan pajak penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
dan diikuti dengan tingkat tarif pajak yang berbeda. Berikut ini akan dijelaskan tentang
ketentuan peraturan perpajakan tentang penghitungan pajak bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi.
b. pekerjaan bebas.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha dengan
peredaran bruto dalam satu tahun tidak melebihi Rp4.800.000.000 (seperti yang
23/2018). Hal-hal yang diatur dalam PP 23/2018 sehubungan dengan Wajib Pajak
12
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tidak termasuk
1 tahun pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5%.
kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam
1 tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal
peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah
Rp4.800.000.000 dalam suatu tahun pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif pajak
penghasilan bersifat final 0,5% sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.
Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000 pada
suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada
Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-
Ketentuan dikenai tarif pajak penghasilan bersifat final 0,5% ini tidak berlaku
atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam PP 23/2018 yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-
13
Selanjutnya peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000 ditentukan
berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak
3. Usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
dan
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas (seperti yang
dimaksud dalam pasal 14 ayat 2 Undang-Undang PPh), yang peredaran brutonya dalam
1 tahun kurang dari boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
23/2018 meliputi:
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
3. Olahragawan;
6. Agen iklan;
14
7. Pengawas atau pengelola proyek;
8. Perantara;
Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang digunakan bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas untuk menghitung pajak penghasilan adalah
Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung
1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
Jenderal Pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang
menggunakan NPPN.
3. Ketentuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
15
a. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
tahun,
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
c. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun
kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dibayar (sesuai pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Kep
536/PJ/2000).
dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 2001. Angka Prosentase NPPN
yang digunakan adalah angka yang tertera pada Lampiran Keputusan Direktur Jenderal
16
2.5 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi Tarif Pasal 17
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak yang dikenakan
terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan
lain sebagainya. Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER)
berikut:
a. Pegawai tetap
4.500.000
berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah harian,
3. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana
dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak
bersifat berkesinambungan.
atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Artinya, pengenaan PPh tidak secara
17
mentah diterapkan sesuai tarif, melainkan dikurangi PTKP terlebih dahulu. Anda dapat
Perhitungan PPh 21 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Saat ini, hukum terbaru yang mendasari tentang PTKP
adalah Undang-Udang Harmonisasi Perpajakan No. 7 Tahun 2021 pada bab III pasal 7.
sebesar Rp54.000.000
dalam satu garis keturunan, semenda, atau anak angkat, sebesar Rp4.500.000.
Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah adalah orang tua kandung,
saudara kandung, dan anak. Sedangkan keluarga semenda adalah mertua, anak tiri, dan
ipar.
Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya,
18
1. Metode Nett
Penghitungan PPh dengan metode neto (net) adalah pemotongan pajak yang
karyawan tersebut. Artinya, gaji yang diterima karyawan sudah bersih atau tidak
Contoh:
Pak Kelik seorang lajang yang melamar kerja di PT AAA. Dia mengajukan gaji
PPh 21 yang dikenakan pada Pak Kelik dari penghitungan jumlah gaji tersebut
PPh 21 Terutang:
5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000
19
15% x Rp24.000.000 Rp3.600.000
Kebalikan dari penghitungan PPh dengan metode gross (bruto) adalah cara
yang seharusnya diterima karyawan. Jadi, gaji yang akan diterima karyawan
Contoh:
Pak Kelik masih lajang dan melamar kerja di PT BBB dan perusahaan
dari jumlah nominal nominal tersebut akan dibebankan atau diambil dari nilai
Rp12.000.000 itu ditanggung oleh Pak Kelik yang akan mengurangi jumlah
20
Penghasilan Neto Rp138.000.000
Setahun
PPh 21 Terutang:
5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000
15% x Rp3.600.000
Rp24.000.000
3. Metode Gross Up
didasarkan pada jumlah tunjangan yang sama besar dengan jumlah pajak yang
Contoh,
Pak Kelik melamar kerja di PT CCC dan masih lajang dengan kesepakatan gaji
adalah Rp12.000.000 dengan metode Gross Up. Ada biaya jabatan dan
tunjangan pajak. Maka, penghasilan yang akan diterima Pak Kelik nantinya
21
jumlah tunjangan pajak tersebut. Tunjangan Pajak ini dihitung berdasarkan
Berikut ilustrasi cara menghitung gaji dengan metode gross up dari gaji Pak
Kelik yang sebesar Rp12.000.000 per bulan yang masih berstatus tidak kawin
22
PTKP (TK/0) Rp54.000.000 (-)
Rp12.000.000 + Rp12.647.059
Rp647.059
Rp12.647.059 – Rp12.147.059
Rp500.000
Rp145.764.708 – Rp91.764.708
Rp54.000.000
PPh 21 Terutang:
5% x Rp60.000.000 Rp3.000.000
Rp7.764.706
23
sebulan
Dilihat dari aspek perpajakannya, pajak tangguhan merupakan beban pajak atau
deferred tax expense yang dapat memberikan pengaruh seperti menambah atau
mengurangi beban pajak yang harus dibayar di masa yang akan datang. Sebenarnya
secara definisi, pajak tangguhan juga dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut
pandang akuntansi sebagai akun aset, maupun dari sisi liabilitas (utang yang harus
dilunasi/pelayanan yang harus dilakukan di masa mendatang pada pihak lain). Sisi aset
dan sisi liabilitas inilah yang menjadi dua sisi yang saling bertolak belakang. Maka dari
itu, dapat dilihat melalui letak perbedaan definisi pajak tangguhan dari sisi aset dan
Dilihat dari sisi aset, pajak tangguhan merupakan jumlah Pajak Penghasilan
(PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan akibat akumulasi rugi
perpajakan.
24
Pajak tangguhan sebenarnya timbul karena perbedaan beban antara peraturan
masing periode berbeda, namun pada akhirnya, secara keseluruhan, jumlah total
yang diakui antara peraturan secara fiskal dan komersial akan sama. Perbedaan
ini biasa dikenal dengan istilah “temporary different”. Beban pajak tidak akan
perpajakan.
Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun, biasanya
sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan, hingga penetapan
Hasil penerapan ini tertuang dalam laporan keuangan yang dijadikan dasar
untuk menghitung beban PPh terutang secara komersial oleh wajib pajak.
Namun untuk pelaporan SPT tahunan, PPh yang dihitung wajib pajak atas dasar
laba komersial tidak bisa langsung ditetapkan sebagai beban pajak kini, karena
untuk dapat digunakan sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan, pendekatan yang
25
Jika laba akuntansi lebih besar daripada laba pajak, maka akan terbentuk
kewajiban pajak tangguhan. Sebaliknya bila laba akuntansi lebih kecil daripada
laba pajak, maka akan terbentuk aset pajak tangguhan. Singkatnya pajak
tangguhan tidak bisa dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua
pendekatan yang harus dijalani dalam menghitung beban pajak kini. Nilai aset
atau manfaat pajak jenis ini akan menghapus kewajiban perpajakannya. Oleh
karena itu, tidak ada lagi kewajiban yang harus dibayarkan pada masa
mendatang. Nilai aset/manfaat pajak ini timbul dari perbedaan antara laba
Contoh Kasus
Pajak penghasilan PPh Badan Terutang Apabila tidak ada koreksi fiskal
sebesar: atas penyusutan, PPh Badan yang
terutang sebesar
Rp2.900.000.000 x 22% Rp3.000.000.000 x 22%
Rp638.000.000 Rp660.000.000
Kewajiban Pajak Rp660.000.000
Rp638.000.000
Rp22.000.000
Jadi, kewajiban pajak yang harus ditanggung sebesar oleh wajib pajak adalah
26
Jika tarif pajak pada laba komersial dibandingkan dengan tarif laba pajak, maka besar
kemungkinan hasilnya akan berbeda. Perbedaan inilah yang disebut dengan pajak
tangguhan.
antara wajib pajak wanita dan wajib pajak pria. Bentuk pemenuhan kewajiban
perpajakan antara wanita dan pria tidak selalu sama, apalagi ketika mereka
berpenghasilan dan telah memiliki keluarga. Wajib Pajak wanita yang telah menikah
Hal tersebut diatur dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008
1. Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun
pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari
dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya,
pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan
pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami
27
a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; suami-isteri telah
c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri.
3. Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan
huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan
besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai
artinya seluruh penghasilan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga dianggap
dikenakan pajak atas nama kepala keluarga. Namun, prinsip ini tidak berlaku pada
disebutkan pada Pasal 8 ayat (2) UU PPh. Keluarga tidak lagi dianggap sebagai satu
Dalam bagian ini akan dibahas kondisi yang kedua, apabila sepasang suami-
isteri menghendaki adanya pemisahan harta dan penghasilan di antara mereka. Dalam
28
hal apa mereka bersepakat mengadakan pemisahan harta? Bagaimana bentuk
sebagai suatu perjanjian dimana pihak pria dan wanita yang akan menjalani pernikahan
secara sepakat mengadakan perjanjian pisah harta, dimana harta yang dimilikinya
bukan merupakan harta bersama, tetapi tetap menjadi miliki masing-masing individu.
Secara awam dan garis besar, perjanjian Pra-Nikah dapat digolongkan menjadi dua
macam:
Dalam perjanjian pisah harta jenis ini, kedua belah pihak sepakat untuk benar-
benar memisahkan segala macam harta, utang, dan penghasilan yang didapat
oleh masing-masing pihak, baik yang diperoleh sebelum menikah maupun yang
didapat setelah menikah. Artinya, apabila terjadi perceraian, maka tidak ada
sebelum menikah maupun sesudah. Jadi dalam hal ini, semua harta, utang dan
biasanya seluruhnya ditanggung oleh pihak suami walaupun hal ini masih bisa
29
b. Perjanjian Harta Bawaan
Dalam perjanjian jenis ini, harta, utang, dan penghasilan yang diperlakukan
secara terpisah adalah harta, utang, dan penghasilan yang didapat masing-
masing pihak sebelum pernikahan. Adapun untuk harta, utang dan penghasilan
yang didapat setelah menikah diperlakukan sebagai harta bersama. Bila terjadi
perceraian maka harta bersama yang didapat setelah pernikahan dapat dibagi
secara adil (harta gono-gini). Sedangkan harta bawaan sebelum menikah akan
dilakukan untuk membuat kesepakatan yang jelas mengenai batas kepemilikan harta
dalam sebuah keluarga. Misal, properti berupa rumah kepemilikannya atas nama suami,
sedangkan mobil atas nama isteri. Perjanjian Pemisahan Harta membuat isteri atau
suami menjadi individu yang berbeda di muka hukum. Kondisi ini merupakan
pengecualian pada prinsip dalam aturan Pajak Penghasilan yang menganggap keluarga
sebagai satu kesatuan ekonomis. Dengan adanya perjanjian ini, pajak pun menuntut
bentuk pemenuhan kewajiban perpajakan yang terpisah antara suami dan isteri.
Perjanjian ini memang terkesan tabu dan tidak biasa di kalangan masyarakat
keluarga. Namun, perjanjian ini dapat memberi kepastian hukum yang jelas mengenai
batas kepemilikan aset keluarga, apalagi bila salah seorang dari antara suami atau isteri
terjerat suatu kasus tertentu yang menyebabkan aset keluarga disita. Apabila hal
30
tersebut terjadi, maka aset suami atau isteri tidak dapat ikut tersita karena memang telah
Perjanjian Pemisahan Harta membuat suami dan isteri menjadi individu yang
berbeda di muka hukum. Sama halnya dengan di muka hukum pajak. Suami dan isteri
dianggap menjadi individu yang berbeda yang harus memiliki identitas yang berbeda.
Untuk itu, suami dan isteri yang telah menghendaki adanya pemisahan harta dan
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan
Jadi, apabila seorang suami maupun isteri yang telah memenuhi persyaratan
NPWP suami dan isteri merupakan NPWP yang berbeda, dan bukan merupakan NPWP
Contoh
perjanjian pemisahan harta dan pernghasilan, maka isteri dapat mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan akan diberikan NPWP keluarga, untuk isteri 07.123.345.1-
31
032.999 (sama dengan NPWP suami, hanya berbeda di tiga digit terakhir). Sedangkan
apabila di dalam keluarga ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka isteri
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, dan akan diberikan NPWP yang
Dalam hal ada perjanjian pemisahan harta antara suami dan isteri, maka NPWP
suami dan isteri berbeda, dan mereka dianggap sebagai individu yang berbeda di muka
Pasal 3 ayat (1) UU KUP menyatakan,setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat
Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa setiap wajib pajak memiliki kewajiban masing-
masing untuk mengisi Surat Pemberitahuan. Begitupun dengan pasangan suami isteri
yang telah mendaftarkan diri menjadi wajib pajak yang berbeda di muka hukum pajak.
individual (tidak dapat digabung). Hal ini menunjukkan bahwa suami-isteri akan
mengisi SPT yang berbeda setiap tahun pajaknya. Beda NPWP-nya, beda pemenuhan
kewajiban perpajakannya.
Pelaporan SPT bagi pasangan suami isteri yang telah mengadakan perjanjian
pisah harta dan penghasilan dilakukan secara terpisah. Lalu, bagaimana dengan jumlah
32
pajak yang terutang? Apakah jumlahnya tetap sama dengan penghitungan tanpa
pemisahan harta?
Hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU PPh, Penghasilan neto suami-isteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan
penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi
mereka. Penghitungan pajak terutang pada pasangan suami isteri yang telah
mengadakan perjanjian pemisahan harta tidak jauh berbeda dengan penghitungan pajak
Perbedaannya terletak pada jumlah yang harus dibayarkan oleh suami atau isteri
dengan penghitungan pajak terutang untuk pasangan suami isteri tanpa perjanjian pisah
1. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk
2. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk
3. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
4. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
33
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
Rp54.000.000.
Contoh:
Bapak Ari memiliki usaha jasa produksi mainan anak-anak. Dari usahanya
Ia menikah pada tahun 2006 dan sebelum melangsungkan pernikahan ia dan isterinya
telah membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Isteri Pak Ari memiliki
usaha catering makanan. Pada tahun 2009 Isteri Pak Ari mendapat penghasilan bruto
norma sesuai KEP-536/PJ./2000 sebesar 25%. Pak Ari dan isterinya memiliki 2 orang
anak yang masing-masing bernama Ragil dan Izeth. Berapa Pajak penghasilan yang
34
Penghasilan Kena Pajak Rp121.860.000
PPh Terutang
5% x Rp 60.000.000 Rp3.000.000
Rp12.279.000
Jika Pak Ari dan Isterinya tidak mengadakan perjanjian pemisahan harta, maka
pajak terutang yang harus dibayar berjumlah Rp12.279.000. Namun apabila mereka
mengadakan perjanjian pemisahan harta, maka perhitungan pajak yang harus dibayar
terpisah antara suami dan isteri. Sedangkan jumlah total pajak terutang yang harus
dibayar oleh keduanya pada dasarnya sama. Jumlah yang dibayarkan oleh isteri dan
Bentuk pemisahan pelaporan ini tercermin ketika suami atau isteri mengisi SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dan Wajib Pajak Badan Beserta
Petunjuk Pengisiannya, pada SPT 1770-III Bagian C harus diisi penghasilan neto isteri
atau suami yang dikenakan pajak secara terpisah. Bagian C SPT 1770-III untuk suami
diisi penghasilan neto isteri. Sebaliknya, untuk SPT isteri diisi penghasilan neto suami.
Selain itu, SPT induk, pada bagian lampiran, juga dilampirkan Perhitungan PPh
Terutang Bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri.
35
BAB III
KESIMPULAN
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pebayar pajak, pemotong
pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
adalah penghasilan yang diterima orang pribadi semata-mata dari suatu pekerjaan. Tarif
Pajak Penghasilan Objek Pajak Dalam Negeri untuk Orang Pribadi adalah sesuai Pasal
Terdapat 3 metode perhitungan PPh 21, yang paling umum adalah Metode Nett,
Metode Gross, dan Metode Gross Up. Metode yang paling sederhana dan banyak
karyawannya.
36
Dalam Perjakan dikenal adanya istilah Pajak Tangguhan. Dilihat dari aspek
perpajakannya, pajak tangguhan merupakan beban pajak atau deferred tax expense
yang dapat memberikan pengaruh seperti menambah atau mengurangi beban pajak
yang harus dibayar di masa yang akan datang. Maka dari itu, dapat dilihat melalui letak
perbedaan definisi pajak tangguhan dilihat dari sisi aset, pajak tangguhan merupakan
jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan akibat
akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi dan akumulasi kredit pajak belum
Sedangkan di sisi liabilitas pajak tangguhan sebenarnya timbul karena perbedaan beban
total yang diakui antara peraturan secara fiskal dan komersial akan sama. Perbedaan ini
biasa dikenal dengan istilah “temporary different”. Beban pajak tidak akan
perpajakan.
Terdapat istilah perjanjian pisah harta dan penghasilan yang mana Keluarga
3. Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.fe.unj.ac.id/3903/3/Chapter%201.pdf
Siti Resmi, 2014, Perpajakan Teori dan Kasus, Jakarta, Salemba Empat
www.online-pajak.com. (____). PPh Final, Tarif Pasal 17, diakses tanggal 16 Oktober
2023
(https://www.pajakku.com/read/ 5da034e6b01c4b456747b723/Pengertian-Pajak-
16 Oktober 2023
iv