Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
ridho dan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok untuk mata kuliah
Manajemen Perpajakan dengan judul makalah Tax Planning dan Pengendalian atas Unsur-
Unsur Beban Pokok Penjualan dan Pengurangan Penghasilan Bruto.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
PENDAHULUAN
10. Bagaimana equalisasi beben pokok penjualan dan beban operasional dengan DPP
PPN Masukan ?
10. Untuk mengetahui equalisasi beben pokok penjualan dan beban operasional
dengan DPP PPN Masukan.
BAB II
PEMBAHASAN
1) Kurs tetap (kurs histori), pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya
realisasi perkiraan mata uang asing tersebut;
2) Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun,
pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank
Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang penghasilan
sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang diselenggarakan secara
taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan
usahanya atau berkaitan dengan usahanya.
Dalam undang-undang pajak penghasilan, keuntungan selisih kurs merupakan salah satu
bentuk penghasilan yang menjadi obyek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
I UU PPh. Dalam memori penjelasannya ditegaskan bahwa keuntungan yang diperoleh karena
fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan
dilakukan secara taat asa sesuai dengan PSAK yang berlaku di Indonesia.
Disisi lain, kerugian selisih kurs yang dialami oleh wajib pajak dapat dikurangkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak bagi pajak dalam negeri dan BUT. Hal ini ditegaskan
dalam pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 memperjelas perlakuan PPh atas
keuntungan atau kerugian selisih kurs ini, terutama dalam hal selisih kurs yang terkait dengan
penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang bukan obyek pajak.
Pasal 9 ayat (1) menegaskan kembali prinsip umum sebagaimana sudah dinyatakan
dalam Undang-undang PPh, yaitu bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang
asing diakuisebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan
dilakukan secara taat asa sesuai dengan SAK yang berlaku di Indonesia.
Pasal 9 ayat (2) menegaskan bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs yang terkait
langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak yang dikenakan PPh final atau yang bukan obyek
pajak, tidak diakui sebagaimana penghasilan atau biaya.
Sementara itu, keuntungan atau kerugian selisih kurs yang tidak berkaitan langsung
dengan usaha Wajib Pajak yang dikenakan PPh final atau yang bukan obyek pajak, diakui
sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
Dalam pajak, capital expenditure tidak dapat dibebankan sekaligus dalam suatu
laporan keuangan. Untuk membebankan capital expenditure, Wajib Pajak harus menggunakan
metode depresiasi atau amortisasi. Hal ini diatur dalam UU Pajak Penghasilan (UU No. 36
tahun 2008) pasal 9 ayat (2). Sementara itu, revenue expenditure sepanjang digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha,
boleh dibebankan seluruhnya dalam suatu laporan keuangan. Dengan demikian, penting bagi
Wajib Pajak untuk mengetahui jenis pengeluaran yang dilakukannya terkait dengan aset tetap.
2.3 Pemilihan Metode Persediaan
Menurut Undang – Undang Pajak Penghasilan Pasal 10 ayat (6) berbunyi “Persediaan
dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga
perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang
diperoleh pertama”.
Pajak tidak mempunyai metode sendiri untuk menghitung persediaan, pajak mengikuti
akuntansi tetapi dibatasi yaitu persediaan hanya boleh dihitung dengan metode FIFO
(mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama) atau rata-rata. Ketika Wajib Pajak telah
memilih salah satu metode di atas dalam menilai persediaannya, Wajib Pajak tersebut harus
konsisten dengan pilihannya.
Masa manfaat dan tarif penyusutan ditetapkan berdasarkan kelompok aktiva tetap
bukan bangunan dan aktiva tetap bangunan terdapat dalam Perturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam
Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan. menurut Undang
– Undang Pajak Penghasilan Pasal 11 ayat (6) diatur mengenai tarif penyusutannya yaitu :
1. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari
jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan
lainnya, maka bunga pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai
biaya.
2. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata yang ditempatkan
dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga pinjaman yang boleh
dibebankan hanya sebesar bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman
yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan dalam deposito.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih yang boleh dibebankan tersebut diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 jo. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 219/PMK.011/2012.
Biaya entertainment merupakan salah satu jenis biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto sepanjang biaya tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan. Untuk dapat membebankannya, Wajib Pajak harus membuat daftar
nominatif seperti yang dilampirkan oleh Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986
tentang biaya entertainment dan sejenisnya. Dalam hal manajemen pajak, Wajib Pajak harus
membuat daftar ini agar seluruh biaya entertainment yang berhubungan dengan usaha dapat
dibebankan.
Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010. Besarnya biaya promosi yang boleh dibebankan
merupakan akumulasi dari jumlah:
Apabila Wajib Pajak melakukan promosi dalam bentuk pemberian sampel produk,
maka biaya promosi yang dapat dibebankan adalah sebesar harga pokok sampel produk yang
diberikan sepanjang harga tersebut belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok
penjualan. Pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas kepada pihak lain yang tidak
berkaitan langsung dengan penyelenggaraan promosi serta biaya promosi yang bukan
merupakan objek pajak dan/atau yang telah dikenai pajak bersifat final tidak termasuk dalam
biaya promosi yang dapat dibebankan. Wajib Pajak harus membuat daftar nominatif atas biaya
promosi sesuai dengan format yang dilampirkan dalam PMK Nomor 02/PMK.03/2010 dan
melampirkannya dalam SPT Tahunan Badan.
1. Pengujian arus barang yaitu untuk memastikan kebenaran semua unit barang yang
keluar ataupun masuk ke gudang dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti
pemakaian sendiri, barang rusak, sampel, pemberian cuma-cuma, retur pembelian,
barang dalam pengiriman, dan lainnya.
2. Formula :
Pengujian arus utang yaitu untuk memastikan pembelian barang secara kredit.
Formula :
2.10 Equalisasi Beban Pokok Penjualan dan Beban Operasional dengan DPP PPN
Masukan
Secara teori, seharusnya besarnya nilai Pajak Masukan yang dimiliki oleh Wajib
Pajak adalah 10% dari total pembelian yang dilakukannya. Namun, pada kenyataannya
sering terjadi perbedaan antara Pajak Masukan dan pembelian yang disebabkan karena
beberapa hal:
1. Wajib Pajak tidak sepenuhnya melakukan pembelian dari Pengusaha Kena Pajak
(PKP) sehingga tidak ada Faktur Pajak yang diterima.
2. Wajib Pajak telah melakukan pembayaran uang muka kepada pemasok, namun
barang belum dikirim dan belum diterima. Wajib Pajak telah menerima faktur
pajak masukan dari pemasok sesuai dengan peraturan PPN.
3. Wajib Pajak menerima Faktur Pajak Masukan selain dari pemasok barang dagang
akibat adanya transaksi lain seperti pembelian aset tetap, pengangkutan barang,
dan transaksi lain dengan pemasok lainnya yang menunjang kegiatan operasional.
4. Wajib Pajak menerima Faktur Pajak cacat sehingga tidak dapat dikreditkan.
Untuk menghitung persediaan pajak tidak memiliki metode tersendiri, pajak mengikuti
akuntansi tetapi dibatasi yaitu persediaan hanya boleh dihitung dengan metode FIFO
(mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama) atau rata-rata. Ketika Wajib Pajak telah
memilih salah satu metode di atas dalam menilai persediaannya, Wajib Pajak tersebut harus
konsisten dengan pilihannya.
Perpajakan hanya mengizinkan penggunaan dua jenis metode penyusutan yaitu metode
garis lurus dan saldo menurun. Khusus untuk aset dalam bentuk bangunan, metode yang
diizinkan hanya garis lurus saja.
DAFTAR PUSTAKA