Anda di halaman 1dari 12

No.Dokumen 120.423.4.010.

00 Distribusi
Tgl. Efektif Juni 2008 Kaprodi POP Dosen

UNIVERSITAS MERCU BUANA


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI...
Q
Assigment CPMK 1 2 dan 3

Soal I : Teori 45%


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penyusutan! Apakah semua aset tetap dapat disusutkan?Berikan
argument anda bahwa perbedaan pengakuan penyusutan memberikan dampak perbedaan temporer
terhadap perpajakkan.
2. Coba anda jelaskan dampak dari Perubahan Standar Akuntansi Keuangan yang telah konvergensi
IFRS terhadap Perpajakkan, jelaskan dan berikan contoh.
3. Bagaimana Peraturan Perpajakan mengatur mengenai Revaluasi Aktiva Tetap? Bagaimana dampak
Revaluasi terhadap akuntansi dan pajak Jelaskan dan berikan ilustrasi!
4. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan pajak final, bagaimana pelaporannya oleh individu/badan
yang menerima ? Berikan analisis dari sisi kebijakan, apakah alasan diterapkannya pajak final ini?
5. Obyek pajak adalah penghasilan yaitu yaitu "setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan" Jelaskan
penerapan pengertian "baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia " dalam
perpajakan di Indonesia dengan memberikan contoh aplikasi pelaksanaannya ?
6. Coba anda Ilustrasikan terjadinya pertambahan nilai yang dikenakan pajak (value Added Tax) Terkait
Perolehan Persediaan Dari Produsen, Distributor, Supplier sampai ke Konsumen berdasarkan Alur
Distribusinya dan Ilustrasikan dengan Nilai Rupiahnya. (asumsi semua PKP).

Soal II : Studi kasus (55%)


Kasus 1
PT Jaya menjual barang dagang secara kredit kepada PT Rona sebesar Rp.5.500.000 (sudah termasuk
PPN 10%) pada tanggal 10 Febuari 2018. PT Jaya telah dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 15 Januari
2018. System pencatatan persediaan yang digunakan oleh PT Jaya adalah system perpetual, di mana
Harga Pokok Penjualan (HPP) adalah sebesar Rp.3.500.000
Pada tanggal 14 febuari 2018, PT Rona mengembalikan barang yang telah dibeli pada tanggal 10 febuari
2018 dari PT Jaya senilai Rp. 2.000.000. harga pokok barang tersebut sebesar Rp. 500.000.
Pada tanggal 26 febuari 2018 PT Jaya menghapus piutang usaha terhadap salah satu debiturnya, karena
PT Bola telah mengalami pailit. Adapun syarat-syarat penghapusan piutang yang tidak dapat ditagih telah
memenuhi ketentuan perpajakan. Piutang yang dihapuskan tersebut sebesar Rp. 1.000.000.
Buatlah Jurnal yang diperlukan atas transaksi di atas dengan dalam aspek akuntansi dan perpajakkan
yang diperlukan.

Kasus 2

PT.A memutuskan untuk melakukan pertukaran Mesin Pabrik dengan PT.B. Mesin Pabrik PT.A memiliki
harga perolehan sebesar Rp. 80.000.000 dengan Akumulasi penyusutan Rp.40.000.000 sedangkan harga
pasar Mesin Pabrik PT.A sebesar Rp 60.000.000. Mesin Pabrik PT.B Harga Perolehan Rp 120.000.000
dan telah disusutkan Rp.60.000.000 dengan harga pasar Rp.80.000.000. Saat pertukaran kedua

1
perusahaan sepakat mengikuti harga pasar dan PT.A akan membayar Rp.20.000.000. Buatlah jurnal yang
dibutuhkan dari transaksi diatas termasuk aspek pajaknya.

Terima Kasih

2
Nama : Rivatedi Rona Hernawan
NIM : 55519120002

Jawaban :

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penyusutan! Apakah semua aset tetap dapat disusutkan?
Berikan argument anda bahwa perbedaan pengakuan penyusutan memberikan dampak
perbedaan temporer terhadap perpajakkan.

Penyusutan adalah biaya yang dialokasikan untuk aset tetap selama suatu periode tertentu.
Penyusuta mengubah biaya asli dari aset tetap (fixed assets) seperti gedung pabrik, alat-alat kerja
dan mesin produksi menjadi beban selama masa manfaat yang diharapkan dari aset tetap tersebut.

Aset tetap sendiri terbagi menjadi 2, yaitu aset tetap berwujud dan aset tetap tidak berwujud. Aset
tetap berwujud merupakan aset yang benar-benar nampak wujud fisiknya, seperti tanah,
bangunan, kendaraan, peralatan pendukung kegiatan usaha dan lain-lain. Sedangkan aset tetap
tidak berwujud seperti hak cipta, hak kekayaan intelektual, software dan lain-lain. Semua aset
tersebut pasti akan disusutkan sesuai dengan metodenya masing-masing. Untuk aset tetap
berwujud akan disusutkan dengan depresiasi, sedangkan aset tetap tidak berwujud akan
disusutkan dengan metode amortisasi. Tetapi ada satu aset tetap berwujud tidak dapat
disusutkan, yaitu tanah.

Antara laporan keuangan komersial yang mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan dengan
laporan keuangan fiskal yang mengacu pada Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan
terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Salah satu faktor perbedaan tersebut adalah biaya
penyusutan aktiva tetap. Penyusutan dalam pajak tidak mengenal tanggal, yang ada yaitu posisi
aktiva tetap pada akhir bulan yang bersangkutan meski dibeli tanggal 30/31 tetap dibebankan pada
bulan yang bersangkutan. Aktiva tetap akan dimulai penyusutan ketika sudah digunakan.
Perbedaan ketentuan yang ditetapkan oleh aturan pajak dengan akuntansi jelas akan memberikan
selisih, dalam hal ini adalah selisih temporer (temporary differences) yang mengakibatkan selisih
dalam biaya/beban penyusutan periodik.

Pengakuan aktiva atau aset dalam kewajiban perpajakan yang ditunda pada laporan keuangan,
bahwa perusahaan yang menyusun laporan keuangan dapat mengakui nilai tercatat pada aktiva
atau akan melunasi nilai tercatat pada kewajiban. Perbedaan temporer yang dapat menambah
jumlah pajak di masa depan akan diakui sebagai kewajiban (utang pajak yang ditangguhkan dan
perusahaan harus mengakui adanya beban pajak tangguhan).

Sumber : https://www.jtanzilco.com/blog/detail/1316/slug/berbagai-macam-penyusutan-aset-
tetap
https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/definisi-pajak-tangguhan/

3
2. Coba anda jelaskan dampak dari Perubahan Standar Akuntansi Keuangan yang telah konvergensi
IFRS terhadap Perpajakkan, jelaskan dan berikan contoh.

Adanya adopsi terhadap IFRS tidak hanya berpengaruh terhadap dunia bisnis saja, tetapi juga
dalam dunia Perpajakan. Perbedaan IFRS dengan perpajakan salah satunya mencakup aset tetap
(PSAK No. 16). Berdasarkan PSAK No. 16 (Revisi 2007) perusahaan diperbolehkan memilih metode
biaya atau metode revaluasi, sedangkan Peraturan Perpajakan, yaitu Peraturan Menteri
Keuangan No.79/PMK.03/2008, metode penyustan aset tetap menggunakan biaya perolehan
sesuai Pasal 10 ayat (1) UU PPh, Menteri Keuangan. Oleh karena adanya kemungkinan terjadi
perbedaan pengaturan antara SAK ETAP – SAK Umum – Peraturan Perpajakan, maka regulator
pajak perlu mengatasi perbedaan penafsiran yang sangat mungkin terjadi di lapangan. Sehingga,
pemeriksa pajak yang satu dan yang lain tidak akan memiliki penafsiran yang berbeda cukup
signifikan atas suatu hal/item (item bisa digunakan dalam standar untuk menggantikan pos, unsur,
atau hal-hal lain terkait transaksi/laporan keuangan) tertentu.
Dan hal ini penting bagi Direktorat Jendral Pajak untuk menerbitkan Ketentuan Perpajakan Berlaku
Umum (KPBU) dengan harapan akan meminimalkan berbagai potensi“kebingungan” wajib pajak
dan juga aparat pajak berkenaan dengan rekonsiliasi fiskal.
Terdapat beberapa manfaat dalam penerapan konvergensi IFRS:
1. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan SAK secara
internasional (enhance comparability),
2. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi, menurunkan biaya modal dengan
membuka peluang fund raising melalui pasar modal,
3. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Namun, terdapat hal-hal yang menjadi perhatian manajemen dalam implementasi IFRS:
konsekuensi perpajakan, legal, sistem informasi akuntansi dan pelaporan keungan. Untuk
perpajakan, manajemen perusahaan harus melakukan daftar peraturan perpajakan yang mungkin
mengalami benturan dengan IFRS, seperti PMK RI No. 79/PMK.03/2008, tanggal 23 Mei 2008,
“Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan” yang berlaku efektif sejak
23 Mei 2008. PMK RI No.79/PMK.03/2008 mengharuskan revaluasi aktiva tetap dikenakan pajak.

Contoh Perusahaan yang telah mengadopsi IFRS

Jasa Marga Mulai Adopsi IFRS

Sebagai salah satu bentuk peningkatan sistem di bidang Keuangan dan Akuntansi, Jasa
Marga akan segera mengimplementasikan Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK)
dengan berbasis pada International Finance Reporting Standard (IFRS) untuk penyusunan Laporan
Keuangan. Untuk menuju program adopsi IFRS secara menyeluruh pada tahun 2012 nanti,
Jasamarga mulai tahun ini mencanangkan langkah-langkah untuk penerapan IFRS. Sejak tahun 2009
dan 2010, Jasa Marga telah menerapkan beberapa PSAK-PSAK tertentu yang mengacu kepada IFRS,
yakni PSAK nomor 54 dan 55 mengenai instrument keuangan.
Menurut Reynaldi selaku Direktur Keuangan Jasa Marga, dengan penyusunan Laporan
Keuangan dengan standard IFRS, maka penyusunan Laporan Keuangan Jasa Marga sudah
berstandard internasional, sama seperti perusahaan-perusahaan lain di dunia. Sehingga, Laporan
Keuangan Jasa Marga dapat dengan mudah dipahami oleh para pengguna laporan keuangan

4
bahkan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan dari negara lain yang sudah menerapkan
IFRS.
Di sisi lain, menurut Kepala Biro Keuangan dan Akuntansi Rony Haryanto, proses persiapan
penerapan IFRS ini sudah dilakukan Jasa Marga sejak tahun 2009. Persiapan lain yang sudah
dilakukan adalah dengan mengirim para karyawan untuk mengikuti pelatihan dan seminar masalah
IFRS ini ke berbagai institusi atau perguruan tinggi seperti yang pernah diselenggarakan oleh
Universitas Indonesia. Selain itu, untuk menerapkan standard ini, Jasa Marga juga dibantu oleh
konsultan yang memiiiki kompetensi di bidang ini, yakni Konsultan keuangan Amir Abadi Jusuf
(AAJ).

Sumber : https://meccasjournal.wordpress.com/2012/08/21/konvergensi-ifrs-dan-pengaruhnya-
ke-pajak/
http://www.jasamarga.com/en_/berita/item/133-jasa-marga-mulai-adopsi-ifrs.html

3 Bagaimana Peraturan Perpajakan mengatur mengenai Revaluasi Aktiva Tetap? Bagaimana


dampak Revaluasi terhadap akuntansi dan pajak Jelaskan dan berikan ilustrasi!

Revaluasi biasanya dilakukan apabila nilai aktiva tetap dalam laporan keuangan perusahaan tidak
lagi mencerminkan nilai wajar. Hal itu dapat disebabkan oleh kenaikan nilai aktiva tetap di pasaran
atau karena rendahnya nilai aktiva tetap yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lainnya.
Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Penghasilan (UU PPh), Menteri Keuangan berwenang
menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi
ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga. Hal ini
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali
Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Dalam PMK tersebut dinyatakan bahwa
perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan,
dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.

Revaluasi aktiva tetap tentu saja akan memberikan dampak terhadap aspek perpajakan dan
akuntansi, mengingat perbedaan perlakuan dan pengakuan antara fiskal dengan komersial. PSAK
16, memberikan pilihan 2 metode pengukuran yaitu biaya dan revaluasi. Entitas yang memilih
model revaluasi harus melakukan revaluasi secara teratur. Sedangkan, Pajak menggunakan
pengukuran historical cost. Dampak yang timbul atas revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan
dan akuntansi:
1. Pajak kini dan tangguhan diakui di penghasilan komprehensif lain atau laba rugi, bergantung
pada peristiwa yang menyebabkan timbulnya konsekuensi pajak kini dan tangguhan tersebut.
2. Secara akuntansi, kenaikan nilai tercatat aset akibat revaluasi diakui di penghasilan komprehensif
lain.
3. Jumlah pajak yang telah dibayar diakui di penghasilan komprehensif lain dan terakumulasi dalam
ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
4. Jumlah tercatat suatu aset tetap yang direvaluasi secara pajak dan akuntansi akan menjadi sama
dengan dasar pengenaan pajaknya, sehingga tidak terdapat perbedaan temporer atas aset yang
direvaluasi tersebut. Jika sebelum tanggal persetujuan otoritas perpajakan entitas memiliki aset

5
atau liabilitas pajak tangguhan, maka peristiwa ini mengakibatkan pembalikan perbedaan
temporer yang sebelumnya timbul. Pembalikan perbedaan temporer tersebut diakui dalam laba
rugi.
5. Pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menentukan perbedaan temporer yang mungkin
timbul atas nilai tercatat aset dalam laporan keuangan dan dasar pengenaan pajaknya. Entitas
mengakui konsekuensi pajak kini dan tangguhan yang timbul atas aset tetap yang direvaluasi,
termasuk pembalikan perbedaan temporer yang mungkin timbul pada masa depan, bergantung
pada peristiwa yang menyebabkan timbulnya konsekuensi pajak tersebut sesuai PSAK 46.

Ilustrasi Revaluasi Pajak dan Akuntansi :


• Entitas pada 25 Desember membayar pajak Revaluasi sebesar Rp 9.000.000 atas Revaluasi aset :
– Tanah 15.000.000  100.000.000 naik 600.000.000
– Bangunan 9.000.000  700.000.000 naik 1.000.000.000
(menurut akuntansi masa manfaat 20 tahun, saat ini tahun ke 25)
• Persetujuan Revaluasi belum diterima sampai dengan 31 Desember 2015, maka entitas akan
mengakui pembayaran tersebut sebagai aset:
Pajak dibayar dimuka 24.000.000
Kas 24.000.000
• 30 Juni diperoleh keputusan, semua Revaluasi diterima.
• Atas Revaluasi aset tetap – tanah akan diakui sebagai beban
Beban pajak - OCI 15.000.000
Pajak dibayar dimuka 15.000.000
Aset tetap 500.000.000
Surplus Revaluasi - OCI 500.000.000
Tanah tidak didepresiasi sehingga tidak akan menimbulkan pajak tangguhan.
Surplus Revaluasi net of tax = 500 – 15 = 485
• Atas Revaluasi aset tetap – bangunan diakui sebagai beban
Beban pajak - OCI 9.000.000
Pajak dibayar dimuka 9.000.000
Aset tetap bangunan 300.000.000
Suplus Revaluasi – OCI 300.000.000
OCI net of tax 300jt – 9 jt = 291 juta.
Diakui kenaikan nilai aset bangunan
Jika sebelumnya tidak terdapat perbedaan akuntansi dan pajak karena aset sudah didepresiasikan
semua, maka tidak akan timbul pajak tangguhan pada pengakuan awal. Jika setelah Revaluasi aset
didepresiasikan dengan menggunakan masa manfaat sama

Sumber : https://news.ddtc.co.id/aspek-pajak-atas-revaluasi-aktiva-tetap-perusahaan-17028
Modul PPT – Akuntansi Pajak Aset Tetap dan Revaluasi Aset Tetap

6
4. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan pajak final, bagaimana pelaporannya oleh
individu/badan yang menerima ? Berikan analisis dari sisi kebijakan, apakah alasan
diterapkannya pajak final ini?

PPh Final merupakan pajak penghasilan yang langsung dikenakan saat menerima objek atau
sumber penghasilan tertentu dan tidak akan diperhitungkan kembali di dalam SPT Tahunan PPh.
PPh Final ini akan langsung disetorkan oleh WP. Ada beberapa penghasilan yang dikenakan pajak
penghasilan PPh Final, yaitu penghasilan dari transaksi penjualan saham, penghasilan bunga
deposito dan tabungan, penghasilan atas hadiah dan undian, penghasilan sewa atau pengalihan
hak atas tanah dan bangunan, serta penghasilan bunga atau diskonto obligasi di bursa efek.
Karena sifat pungutannya yang seketika, PPh final tidak lagi diperhitungkan dalam pelaporan SPT
tahunan meskipun nantinya tetap harus dilaporkan. Setidaknya ada dua pertimbangan yang
menjadi dasar penerapan pajak final, yaitu:

 Penyederhanaan pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha.


 Memudahkan serta mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak.

Kewajiban memotong ada pada pemberi penghasilan dalam hal ini di pihak penyewa, maka
seyogyanya yg membuat bukti potong adalah penyewa. Dalam hal yg menyewa bukanlah
pemotong (dalam hal ini adalah OP yg tdk ditunjuk sebagai pemotong pajak), maka atas persewaan
tersebut dilakukan penyetoran sendiri oleh pihak yg menyewakan dgn menggunakan SSP, nah SSP
inilah yg biasanya diminta oleh penyewa yg dapat menjadi bukti bahwa penyetoran telah dilakukan
oleh yg menyewakan.
Pasal 1 Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan bakar minyak
(BBM), pembayaran para pegawai negara dan pembangunan fasilitas publik semua dibiayai dari
pajak. Semakin banyak pajak yang dipungut maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang
dibangun. Karena itu, pajak merupakan ujung tombak pembangunan sebuah negara. Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara
langsung dan bersama- sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Jadi memang sudah sepatutnya kita sebagai warga negara yang baik untuk
taat akan bayar pajak. Wujud nyata dari pajak yang kita bayarkan dapat dilihat dari pembangunan
sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas dan kantor polisi
dimana semua itu menggunakan uang yang berasal dari pajak (Iqbal, 2015).

7
5. Obyek pajak adalah penghasilan yaitu yaitu "setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan" Jelaskan penerapan pengertian "baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia " dalam perpajakan di Indonesia dengan memberikan contoh aplikasi
pelaksanaannya ?

Objek pajak yang menjadi sasaran PPh adalah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) UU PPh1984, yang lengkapnya berbunyi, “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun,...”
“baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia”
Bahwa penghasilan yang dikenakan pajak itu meliputi penghasilan yang didapat di mana pun juga,
baik yang berasal dari sumber-sumber di Indonesia maupun dari sumber-sumber di luar Indonesia.
Bagi subjek pajak dalam negeri, kewajiban pajak objektifnya adalah world wide income sedangkan
bagi subjek pajak luar negeri kewajiban pajak objektifnya terbatas hanya yang diatur dalam Pasal
26 UU PPh 1984. Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan
bagi Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap.
Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara lain
yang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas
pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak
mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan
membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.
Contoh :
Orang pribadi Warga Negara Indonesia tetap merupakan subjek pajak dalam negeri apabila tidak
memiliki atau tidak dapat menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih
berlaku sebagai penduduk di luar negeri. Jika ke luar negeri bulan Agustus 2018, maka wajib pajak
dalam negeri wajib menyampaikan SPT Tahunan tahun pajak 2018, yaitu periode Januari sampai
dengan Agustus 2018.

Sumber : http://pajaktaxes.blogspot.com/2007/04/objek-pajak-penghasilan.html

6. Coba anda Ilustrasikan terjadinya pertambahan nilai yang dikenakan pajak (value Added Tax)
Terkait Perolehan Persediaan Dari Produsen, Distributor, Supplier sampai ke Konsumen
berdasarkan Alur Distribusinya dan Ilustrasikan dengan Nilai Rupiahnya. (asumsi semua PKP).

Sebagai bukti bahwa PPN adalah kewajiban pembeli, kita bisa menemukan PPN pada lembaran
struk belanja atau pembelian. PPN merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi
barang dan/atau jasa. Meskipun pengenaannya dapat dilakukan pada setiap mata rantai
penyerahan dalam rangkaian produksi, distribusi maupun pemasaran barang dan/atau jasa,
penanggung PPN yang sebenarnya adalah konsumen akhir dari barang dan/atau jasa tersebut.
Pengenaan PPN yang dilakukan pada setiap mata rantai penyerahan dalam rangkaian produksi,
distribusi, maupun pemasaran barang dan/atau jasa tersebut pada dasarnya hanya merupakan
mekanisme, dimana untuk menjaga kenetralannya, atas PPN yang dibayar maupun dipungut pada

8
mata rantai-mata rantai sebelum suatu barang dan/atau jasa mencapai konsumen akhir dilakukan
set-off (dikreditkan). Dengan kata lain, set-off tersebut merupakan mekanisme untuk menjaga
netralitas PPN sepanjang jalur produksi, distribusi maupun pemasaran barang dan/atau jasa yang
dikenai PPN sehingga secara ekonomis tidak terjadi pengenaan pajak secara berganda. Dengan
mekanisme tersebut hanya konsumen akhirlah yang benar-benar menanggung PPN yang terutang
atas konsumsi barang dan/atau jasa.

Ilustrasinya :

Sumber :
https://www.bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_ppn_penyelarasan_tahun_2016.
pdf

9
KASUS

1. PT Jaya menjual barang dagang secara kredit kepada PT Rona sebesar Rp.5.500.000 (sudah
termasuk PPN 10%) pada tanggal 10 Febuari 2018. PT Jaya telah dikukuhkan sebagai PKP
pada tanggal 15 Januari 2018. System pencatatan persediaan yang digunakan oleh PT Jaya
adalah system perpetual, di mana Harga Pokok Penjualan (HPP) adalah sebesar Rp.3.500.000
Pada tanggal 14 febuari 2018, PT Rona mengembalikan barang yang telah dibeli pada tanggal
10 febuari 2018 dari PT Jaya senilai Rp. 2.000.000. harga pokok barang tersebut sebesar Rp.
500.000.
Pada tanggal 26 febuari 2018 PT Jaya menghapus piutang usaha terhadap salah satu
debiturnya, karena PT Bola telah mengalami pailit. Adapun syarat-syarat penghapusan
piutang yang tidak dapat ditagih telah memenuhi ketentuan perpajakan. Piutang yang
dihapuskan tersebut sebesar Rp. 1.000.000.
Buatlah Jurnal yang diperlukan atas transaksi di atas dengan dalam aspek akuntansi dan
perpajakkan yang diperlukan.

Jawab :
Penjualan Barang Secara Kredit ke PT Rona
10 Feb 2018 Piutang Usaha 5,500,000
Penjualan Barang 5,000,000
PPn Keluaran 500,000
HPP 3,500,000
Persediaan 3,500,000

Pengembalian Barang atas Penjualan dari PT Rona


14 Feb 2018 Retur Penjualan 2,000,000
PPn Keluaran 200,000
Persediaan 500,000
HPP 500,000
Piutang Usaha 2,200,000

Penghapusan Piutang PT Bola


26 Feb 2018 Beban Piutang Tak Tertagih 1,000,000
Piutang Usaha 1,000,000

2. PT. A memutuskan untuk melakukan pertukaran Mesin Pabrik dengan PT.B. Mesin Pabrik PT.
A memiliki harga perolehan sebesar Rp. 80.000.000 dengan Akumulasi penyusutan Rp.
40.000.000 sedangkan harga pasar Mesin Pabrik PT.A sebesar Rp. 60.000.000. Mesin Pabrik
PT.B Harga Perolehan Rp. 120.000.000 dan telah disusutkan Rp. 60.000.000 dengan harga
pasar Rp. 80.000.000. Saat pertukaran kedua perusahaan sepakat mengikuti harga pasar dan
PT.A akan membayar Rp. 20.000.000. Buatlah jurnal yang dibutuhkan dari transaksi diatas
termasuk aspek pajaknya.

JAWAB :
PT. A melakukan pertukarang Mesin ke PT B

10
MESIN PT A
Harga Perolehan Mesin 80,000,000
Akumulasi Penyusutan 40,000,000
Nilai Buku 40,000,000
Harga Pasar Mesin 60,000,000

Mesin PT B
Harga Perolehan Mesin 120,000,000
Akumulasi Penyusutan 60,000,000
Nilai Buku 60,000,000
Harga Pasar Mesin 80,000,000

Pertukaran Dengan Harga Pasar dan PT A Membayar 20,000,000

Jurnal PT. A
Mesin Pabrik PT. A 60,000,000
Akumulasi Penyusutan PT A 40,000,000
Kas 20,000,000
Mesin Pabrik PT A 40,000,000
Keuntungan Pertukaran Mesin Pabrik 40,000,000

Jurnal PT B
Mesin Pabrik PT. B 40,000,000
Akumulasi Penyusutan PT B 60,000,000
Kas 20,000,000
Mesin Pabrik PT B 60,000,000
Keuntungan Pertukaran Mesin Pabrik 60,000,000

11
12

Anda mungkin juga menyukai