Anda di halaman 1dari 127

PERPAJAKAN

INTERNASIONAL

Buku dan dokumen lain yang harus dibaca:


1. UU No.36 tahun 2008 tentang Pajak penghasilan.
2. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Sebuah
Pengantar oleh : Rachmanto Surahmat.
3. Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional,
oleh Darussalam, John Hutagaol, Denny Septriadi.
4. Pajak Internasional oleh Anang Mury Kurniawan
5. Model Tax Convention on Income and on Capital
(OECD Model)
6. United Nations Model Double Taxation Convention
Between Develope and Developing Countries (UN
Model)
7. Tax Treaty (Dalam Bahasa Inggris)
Indonesia Jepang
Indonesia Singapore
Indonesia USA
Indonesia Belanda
8. Serta surat edaran lainnya yang berkaitan

KEBIJAKAN PEMAJAKAN
1. Keadilan (equality)
2. Netralitas (neutrality)
3. Penerimaan (revenue)
4.
Pertimbangan
administrasi
kepatuhan.
(administrative and compliance)
Pemajakan
atas
arus
Internasional
adalah
pemajakan
penghasilan dalam negeri.

dan

penghasilan
perluasan

AZAS PENGENAAN PAJAK

Azas
Azas
Azas
Azas
Azas

Domisili
Sumber
Kewarganegaraan
Teritorial
Campuran

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL


Pengertian
Rosendorf :
Hukum pajak Internasional adalah keseluruhan hukum
pajak nasional dari semua negara.
P.Verloren van Themaat :
Hukum pajak Internasional adalah keseluruhan normanorma
(kebiasaan
atau
traktat)
internasional,
yang
membatasi kedaulatan suatu negara dalam soal pajak.
Rochmat Soemitro :
Hukum Pajak Internasional adalah hukum pajak nasional
yang terdiri dari kaedah, baik berupa kaedah nasional
maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan
dari prinsip/kebiasaan yang telah diterima baik oleh negaranegara di dunia untuk mengatur soal-soal perpajakan dan
dalam mana dapat ditunjukan adanya unsur-unsur asing baik
mengenai subjeknya maupun mengenai objeknya.

SUMBER FORMIL DARI HUKUM PAJAK


INTERNASIONAL
1. Hukum pajak nasional masing masing negara yang
mengatur secara sepihak dari setiap negara yang
maksudnya tidak ditunjukan kepada negara lain.
2. Azas hukum antar negara, baik tertulis maupun
tidak tertulis.
3. Traktat ( Perjanjian ) dengan negara lain.
- Untuk meniadakan pajak berganda
- Perlakuan fiskal terhadap orang asing
- Mengatur soal pemecahan untung
- Mengatur masalah tarif
- Mengatur penghindaran pajak berganda
- Pemberian informasi
- Saling memberi bantuan untuk pengenaan
pajak

PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL


Terjadi karena tidak ada Hukum Internasional yang mengatur
secara khusus tentang hal ini, sehingga terjadi bentrokan
hukum pajak antar negara.
Pengertian
Volkenbond :
Pajak ganda internasional terjadi apabila pajak pajak dua
negara atau lebih saling menindih sedemikian rupa, sehingga
orang orang yang dikenakan pajak di negara- negara yang
lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada
jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja.
Ehrenzweig dan Koch :
Pajak ganda terjadi apabila suatu sistem hukum atau
beberapa Yurisdiksi hukum mengenakan pada satu objek pajak
atau lebih yang pada pokoknya mempunyai sifat dan efek yang
sama.

CONTOH PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL


WAJIB PAJAK A
TOTAL PENGHASILAN
10 MILYAR
PAJAK 30%
3 MILYAR
Penjelasan :
Seluruh penghasilan diperoleh di Indonesia.
Total beban pajak yang harus dibayar atau ditanggung
Wajib Pajak A adalah 3 Milyar
WAJIB PAJAK B
TOTAL PENGHASILAN
PAJAK 30%
Penjelasan :
Penghasilan diperoleh dari :
Indonesia
5 Milyar
Malaysia
3 Milyar
Pajak di Malaysia 25%
Thailand
2 Milyar
Pajak di Thailand 35%

10 MILYAR
3 MILYAR

750 Juta
700 Juta

Total beban pajak yang harus dibayar atau ditangung Wajib Pajak B
adalah: 3 Milyar + 750 Juta + 700 = 4.450 Milyar

Sebab
terjadinya
pajak
berganda
secara
internasional (International double taxation)

Konflik
azas
pengenaan
pajak,
seperti
bertemunya azas domicili dengan azas sumber.

Konflik
perbedaan
definisi
penduduk,
seseorang
atau
badan
pada
saat
yang
bersamaan dianggap penduduk dari dua negara.

Perbedaan
definisi
tentang
sumber
penghasilan,
dua
atau
lebih
negara
menganggap satu jenis penghasilan bersumber
di wilayahnya.

DAMPAK PAJAK BERGANDA


INTERNASIONAL
Sumber ekonomis pajak merupakan pengorbanan sumber
daya yang harus ditanggung oleh pengusaha dan
masyarakat.
Pajak berganda akan memberikan tambahan beban kepada
pengusaha, sehingga bila tidak ada upaya untuk mencegah
atau meringankannya berarti akan ikut memicu ekonomi
global dengan biaya tinggi
Kebiasaan perpajakan seharusnya bersifat netral terhadap
kompetisi internasional, dan hal ini hanya dapat
dilaksanakan dengan penyediaan atau eliminasi terhadap
pajak berganda internasional.
Suatu kebijakan perpajakan yag bersifat netral akan
mendorong alokasi sumber daya yang paling efisien dan
optimal sehingga tidak mempengaruhi pilihan seseorang
untuk bertempat tinggal atau melakukan investasi

dimanapun.

PENCEGAHAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL


1.

Cara Unilateral
Masing masing negara mengatur dalam undang undang
pajaknya sendiri tentang cara pencegahan pajak berganda, dan
biasanya
dengan
memperhatikan
kebiasaan
kebiasaan
internasional atau berdasarkan prinsip prinsip yang telah
diterima baik oleh negara-negara didunia, dan biasanya
disyaratkan timbal balik.

2.

Cara Bilateral
Penghindaran pajak berganda didasarkan atas kesepakatan
(persetujuan) dari 2 (dua) negara pemegang yurisdiksi
pemajakan dan pada umumnya dirumuskan dalam suatu bentuk
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang diratifikasi
oleh kedua negara.

3.

Cara Multilateral
Karena Menyangkut beberapa negara biasanya lebih bersifat
harmonisasi dari ketentuan perpajakan masing-masing negara.

Pencegahan pajak berganda secara unilateral


biasanya kurang efektif karena beberapa hal :
A.
B.

C.

Tidak adanya jaminan timbal balik dari negara


lainnya.
Sistem pajak atas penghasilan di suatu negara itu
unik, sehingga kemungkinan pengenaan pajak ganda
atas penghasilan dari transaksi antara dua negara
sangat mungkin terjadi.
Ketentuan undang undang domestik biasanya kaku,
tidak lentur, karena secara umum memang
ditunjukan untuk penerimaan negara dan bukan
untuk
pencegahan
pajak
berganda.
Setiap
pencegahan pajak ganda artinya memberikan
keringanan pajak yang pada akhirnya berarti
penurunan penerimaan negara.

Upaya penghindaran pajak berganda secara bilateral yang biasanya


dirumuskan dalam suatu perjanjian penghindaran pajak berganda
(tax treaty) dianggap paling baik dan kedudukan tax treaty ini
diatas undang undang domestik.
Upaya pencegahan pajak berganda dalam tax treaty diatur secara
berlapis.
Lapisan pertama
residence

adalah

ketentuan

untuk

mencegah

dual

Lapisan kedua diatur dengan 2 (dua) ketentuan yaitu ;


Pertama dengan pembagian hak pemajakan antara negara domicili
dan negara sumber.
Kedua dengan mengatur ketentuan cara mencegah pajak ganda di
negara domicili bila ternyata di negara sumber dikenakan pajak.
Lapisan ketiga dengan Mutual Agreament Procedure (MAP) yaitu
upaya subjek pajak di negara domicili untuk melakukan Mutual
Agreament dengan negara sumber untuk menghilangkan pajak
ganda.

HAK
PEMAJAKAN
NEGARA
PENGHASILAN / KEKAYAAN

SUMBER

ATAS

Penghasilan dan kekayaan yang dapat dikenakan


pajak tanpa pembatasan (Exclusively taxing rights)
Penghasilan dan kekayaan yang dapat dikenakan
pajak tetapi dengan pembatasan. (Limited taxing
rights)
Penghasilan dan kekayaan yang sama sekali tidak
boleh dikenakan pajak. (Relinguished taxing rights)

METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA


A. Credit Method (metode kredit pajak)
- Full Credit
- Ordinary Credit
- per country limitation
- Tax Sparing
B. Exemption Method (metode pembebasan)
- Pembebasan penuh
- Pembebasan dengan Proporsional

METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA


METODE PENGURANGAN PAJAK {TAX CREDIT}
Penghasilan Luar Negeri merupakan penghasilan objek dan harus digabungkan penghasilan DN dalam
menentukan besarnya PKP. Pajak yang terhutang atau telah dibayar di luar negeri, atas penghasilan LN
tersebut dapat dikurangkan sebagai pengurang pajak ( kredit pajak ) terhadap pajak yang terhutang atas
PKP.
Metode Pengurangan Pajak Penuh ( FULL TAX CREDIT METHOD )
Penghasilan Luar Negeri merupakan objek pajak dan ikut dihitung dalam menentukan besarnya PKP.
Pajak yang terhutang atau dibayar di LN atas penghasilan LN dapat dikurangkan seluruhnya terhadap
pajak yang terhutang PKP.
Contoh :
Tn A pada tahun 2012 memperoleh penghasilan sbb :
a. Penghasilan DN

Rp.

600.000.000

b. Penghasilan LN

Rp. 1.200.000.000

Tarif pajak di LN 30%


Tarif pajak di DN sbb:
Lapisan PKP
s/d 50 jt

Tarif Pajak
5%

diatas 50 jt s/d 250 jt

15%

diatas 250 jt s/d 500 jt

25%

diatas 500 jt

30%

Diminta : Hitunglah besarnya kredit pajak LN dan pajak yang masih harus dibayar

METODE PENGURANGAN PAJAK PENUH {Full Tax Credit


Method}
Penghasilan DN
Penghasilan LN
PKP

600.000.000
1.200.000.000
1.800.000.000

PPh Terhutang
5% x
50.000.000
=
2.500.000
15% x
200.000.000
= 30.000.000
25% x
250.000.000
= 62.500.000
30% x
1.300.000.000
= 390.000.000
PPh terhutang
485.000.000
Kredit Pajak LN
{ Full tax credit } 30% x 1.200 jt
360.000.000
Pajak yang masih harus dibayar di DN
125.000.000
Metode pengurangan Pajak Terbatas { Ordinary Tax Credit Method }
Pajak terhutang atau dibayar di LN atas penghasilan LN dapat dikurangkan dari pajak
yang terhutang atas PKP, tidak melebihi jumlah pengurangan pajak yang dihitung
berdasarkan UU Pajak DN atas pengasilan LN yang bersangkutan

Metode Pengurangan Pajak Terbatas ( Ordinary Tax Credit


Method )
Penghasilan DN
600.000.000
Penghasilan LN 1.200.000.000
PKP 1.800.000.000
Pajak Terhutang
5% x
50.000.000 =
2.500.000
15% x
200.000.000 = 30.000.000
25% x
250.000.000
= 62.500.000
30% x
1.300.000.000
= 390.000.000
PPh terhutang
485.000.000
Pajak yang dibayar di LN
30% x 1.200.000.000 = 360.000.000
Maksimal kredit pajak
1.200.000.000
x 485.000.000 = 323.333.333
1.800.000.000
Pajak DN yang masih harus dibayar = 161.666.667

Metode Pengurangan Pajak Terbatas yang dihitung Per


Negara
( Per Country limitation
Ordinary Tax Credit Method )
Seluruh penghasilan yang diperoleh di LN dijumlahkan menjadi
satu, begitu juga pajaknya, sedangkan menurut metode ini
penghitungannya dilakukan per negara. Setelah diperoleh hasil
perhitungan per negara, baru maksimum kredit pajak LN per
negara tersebut dijumlahkan.

Metode Tax Sparing Credit ( Tax Sparing Credit Method )


Pada saat menghitung kredit pajak LN atas penghasilan LN dinegara domisili, pembebasan atau
keringanan pajak yang diberikan negara sumber atas pengahsilan negeri tersebut akan dihitung menurut
tarif pajak yang normal, seolah olah dinegara sumber tidak diberikan pembebasan atau keringanan
pajak.
Maksud dari pemberian sparing credit ini adalah agar pembebasan pajak atau keringan pajak tersebut
benar benar dapat dinikmati oleh WP yang bersangkutan.
Pembebasan atau keringanan pajak yang diberikan dinegara sumber akan dinikmati oleh WP karena
kredit pajak untuk penghasilan LN nol dan akan dinikmati oleh negara domisili.
Penghasilan DN 600.000.000
Penghasilan LN 1.200.000.000
PKP 1.800.000.000
Pajak Terhutang
5% x
50.000.000 =
2.500.000
15% x
200.000.000 = 30.000.000
25% x
250.000.000 = 62.500.000
30% x
1.300.000.000 = 390.000.000
PPh terhutang
485.000.000
Kredit pajak
30% x 1.200.000.000
Pajak yang masih harus dibayar
125.000.000

360.000.000

METODE PEMBEBASAN PAJAK ( TAX EXEMPTION METHOD )


Metode Pembebasan Pajak Penuh ( Full Exemption Method )
Penghasilan LN tidak dianggap sebagai penghasilan dalam
menentukan besarnya PKP, jadi menurut metode ini penghasilan
yang dikenakan pajak hanyalah penghasilan yang diperoleh di
dalam negeri saja.
PKP 600.000.000
Penghasilan LN sebesar
1.200.000.000
Tidak dihitung sebagai penghasilan
Pajak terhutang
5% x
50.000.000 =
2.500.000
15% x
200.000.000 = 30.000.000
25% x
250.000.000 = 62.500.000
30% x
100.000.000 = 30.000.000
PPh terhutang di DN
125.000.000

Metode Pembebasan Pajak ( Propotional Tax Exemption )


Penghasilan LN tetap dianggap dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Atas
penghasilan luar negeri diberikan pembebasan pajak secara proposional, yang dihitung berdasarkan
perbandingan antar penghasilan LN dengan PKP yang dikalikan terhadap pajak terhutang atas PKP
Contoh
Penghasilan DN 600.000.000
Penghasilan LN 1.200.000.000
PKP 1.800.000.000
Pajak Terhutang
5% x
50.000.000 =
2.500.000
15% x
200.000.000 = 30.000.000
25% x
250.000.000 = 62.500.000
30% x
1.300.000.000 = 390.000.000
PPh terhutang
485.000.000
Pembebasan pajak proposional
( propotional tax exemption )
1.200.000.000 x 485.000.000 = 323.333.333
1.800.000.000
Pajak DN yang masih harus dibayar = 161.666.667

ASPEK INTERNASIONAL DARI UNDANGUNDANG PAJAK PENGHASILAN

Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal

2 ayat (1) huruf c


2 ayat (2)
2 ayat (4)
2 ayat (5)
3
5
16 ayat (3)
18 ayat (2,3,3a dan 4)
24
26
32A

SUBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)

ORANG PRIBADI

- WARISAN YANG BELUM TERBAGI

BADAN

BENTUK USAHA TETAP (BUT))

SUBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (2)

SUBJEK PAJAK

DALAM NEGERI

LUAR NEGERI

SUBJEK PAJAK
LUAR NEGERI
Pasal 2 ayat (4)

ORANG PRIBADI YANG TIDAK BERTEMPAT


TINGGAL DI INDONESIA/ BERADA DI INDONESIA
TIDAK LEBIH DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN
BADAN YANG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK
BERKEDUDUKAN DI INDONESIA

YANG MENJALANKAN
USAHA ATAU KEGIATAN
MELALUI BUT DI
INDONESIA

YANG MENERIMA ATAU


MEMPEROLEH PENGHASILAN
DARI INDONESIA BUKAN
DARI MENJALANKAN USAHA
ATAU KEGIATAN MELALUI
BUT DI INDONESIA

BENTUK USAHA TETAP


Pasal 2 ayat (5)

BENTUK USAHA YANG


DIPERGUNAKAN OLEH

ORANG PRIBADI
SEBAGAI
SUBJEK PAJAK LN

BADAN
SEBAGAI
SUBJEK PAJAK LN

UNTUK MENJALANKAN
USAHA ATAU KEGIATAN
DI INDONESIA

BENTUK USAHA
TETAP
Pasal 2 ayat (5)
DAPAT BERUPA

Tempat kedudukan manajemen


Cabang perusahaan
Kantor perwakilan
Gedung kantor
Pabrik
Bengkel
Gudang
Ruang untuk promosi dan penjualan
Pertambangan dan penggalian sumber alam
Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
Proyek konstruksi, instalasi dan perakitan
Pemberian jasa yang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas
Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi luar negeri yang menerima
premi atau menanggung resiko di Indonesia
Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK


Pasal 3

BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING

PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT ATAU


PEJABAT-PEJABAT LAIN DARI NEGARA ASING, DAN ORANG-ORANG
YANG DIPERBANTUKAN KEPADA MEREKA YANG BEKERJA PADA DAN
BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA-SAMA MEREKA DENGAN SYARAT BUKAN
WNI DAN DI INDONESIA TIDAK MENERIMA TAU MEMPEROLEH PENGHASILAN
LAIN DILUAR JABATAN ATAU PEKERJAANNYA TERSEBUT SERTA NEGARA
YANG BERSANGKUTAN MEMBERIKAN PERLAKUAN TIMBAL BALIK
ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DENGAN
SYARAT INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN TIDAK MENJALANKAN
USAHA/ KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROEH PENGHASILAN DARI
INDONESIA SELAIN PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA PEMERINTAH YANG
DANANYA BERASAL DARI IURAN PARA ANGGOTA.
PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN
DENGAN KEPMENKEU DENGAN SYARAT BUKAN WNI DAN TIDAK
MENJALANKAN USAHA/ KEGIATAN/ PEKERJAAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH
PENGHASILAN LAIN DARI INDONESIA SESUAI KMK NO.574/KMK.04/2000

OBJEK PAJAK BUT


Pasal 5 ayat (1)

PENGHASILAN
DARI

-USAHA/ KEGIATAN BUT


-HARTA YANG DIMILIKI/
DIKUASAI BUT

PENGHASILAN
KANTOR PUSAT
DARI

-USAHA ATAU KEGIATAN


-PENJUALAN
BARANG BARANG
-PEMBERIAN JASA

DI INDONESIA

PENGHASILAN
YANGTERSEBUT
DALAM PASAL 26
YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH
KANTOR PUSAT

YANG SEJENIS DENGAN


YANG DILAKUKAN BUT
DI INDONESIA
SEPANJANG ADA
HUBUNGAN EFEKTIF
ANTARA BUT DENGAN
HARTA/KEGIATAN YANG
MEMBERIKAN PENGHASILAN

OBJEK PAJAK BUT

PENGHASILAN KANTOR PUSAT DARI USAHA ATAU


KEGIATAN DAN PENJUALAN BARANG YANG SEJENIS
DENGAN YANG DILAKUKAN BUT DI INDONESIA
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf b
BANK
DI LUAR
INDONESIA

BUT DI
PINJAMAN
INDONESIA

PT. B
DI INDONESIA

BUNGA

PT. A
DI INDONESIA

PINJAMAN
BUT DI
INDONESIA

KANTOR
PUSAT
DI LN

BARANG

PT. D
DI INDONESIA

LISTRIK
LABA
BARANG LISTRIK
KANTOR
PUSAT
KONSULTAN
DI LN

JASA

BUT DI
INDONESIA

PT. C
DI INDONESIA

PT. F
DI INDONESIA

KONSULTASI
FEE

JASA KONSULTASI

PT. E
DIINDONESIA

OBJEK PAJAK BUT


PENGHASILAN KANTOR PUSAT TERSEBUT DALAM
PASAL 26 SEPANJANG TERDAPAT HUBUNGAN EFEKTIF
ANTARA BUT DENGAN HARTA/KEGIATAN
YANG MEMBERIKAN PENGHASILAN
Penjelasan Pasal 5 ayat () huruf c

X. Inc

DI LUAR
INDONESIA

BUT
DI
INDONESIA

PERJANJIAN/
LISENSI
PENGGUNAAN
MERK X Inc

PT. Y
DI
INDONESIA
JASA MANAJEMEN
JASA PEMASARAN
JASA PRODUKSI

ROYALTY

KONSEP PENGHASILAN B.U.T


(BENTUK USAHA TETAP) DALAM UNDANG-UNDANG
PAJAK PENGHASILAN INDONESIA
A. Penghasilan dari usaha/ kegitan BUT. (attributable
income)
B. Penghasilan Kantor Pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang atau pemberian jasa sejenis (Force
of attraction income)
C. Penghasilan Kantor Pusat sebagaimana dalam Psl 26
UU PPh, sepanjang terdapat hubungan effektif antara
BUT dengan harta/kegiatan yang memberikan
penghasilan tersebut (Effectively Connected income)

BIAYA YANG BOLEH


DIKURANGKAN DARI
PENGHASILAN BUT
Pasal 5 Ayat (2)

BIAYA YANG BERKENAAN


DENGAN
PENGHASILAN
KANTOR PUSAT

SEHUBUNGAN DENGAN:
-Usaha atau kegiatan,
-Penjualan barang
-Pemberian jasa
YANG SEJENIS DENGAN
DIJALANKAN BUT DI
INDONESIA

YANG

PENGHASILAN
SEBAGAIMANA
TSB DALAM PASAL 26
JIKA TERDAPAT
HUBUNGAN EFEKTIF
ANTARA BUT DENGAN
HARTA/KEGIATAN YANG
MEMBERIKAN
PENGHASILAN

PENENTUAN LABA
BUT
Pasal 5 Ayat (3)

BIAYA ADM KANTOR


PUSAT YANG BOLEH
DIBEBANKAN
SEBAGAI BIAYA

BIAYA YG BERKAITAN
DENGAN USAHA
ATAU KEGIATAN BUT

BESARNYA DITETAPKAN
DIRJEN PAJAK

PEMBAYARAN KPD
KANTOR PUSAT YG
TIDAK BOLEH
DIBEBANKAN SBG
BIAYA

- ROYALTY/IMBALAN
SEHUBUNGAN
DENGAN
PENGGUNAAN
HARTA PATEN ATAU HAK LAINNYA
- IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA
MANAJEMEN DAN JASA LAINNYA
-BUNGA KECUALI BUNGA YANG BERKENAAN
DENGAN USAHA PERBANKAN

BUKAN SEBAGAI
PENGHASILAN BUT
PEMBAYARAN DARI
KANTOR PUSAT BERUPA

-ROYALTI/IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN


PENGGUNAAN HARTA PATEN ATAU HAK
LAINNYA
- IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA
MANAGEMEN DAN JASA LAINNYA
- BUNGA KECUALI BUNGA YANG BERKENAAN
DENGAN USAHA PERBANKAN

PENGHASILAN KENA PAJAK


(PKP)
Pasal 16 Ayat (1), (2), (3) DAN (4)

PKP BAGI
WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI

PENGHASILAN DIKURANGI
DENGAN BIAYA YANG
DIPERKENANKAN
KOMPENSASI KERUGIAN
UNTUK WP ORANG PRIBADI
DIKURANGI DENGAN PTKP

PKP BAGI
WAJIB PAJAK YG
DIHITUNG DGN
NORMA

DIHITUNG DENGAN NORMA


PENGHITUNGAN DAN
UNTUK WP ORANG PRIBADI
DIKURANGI PTKP

PKP BAGI
WP BUT

PENGHASILAN DIKURANGI
DENGAN BIAYA YANG
DIPERKENANKAN
KOMPENSASI KERUGIAN

PKP BAGI WP
ORANG PRIBADI
DENGAN YG
KEWAJIBAN
PAJAK SUBJEKTIF NYA
<1 TAHUN YANG
TERUTANG PAJAK DLM
BAG TAHUN PAJAK

DIHITUNG
SESUAI PENGHASILAN NETO
DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK
YANG DISETAHUNKAN

CONTOH PERHITUNGAN PKP


BAGI WP BENTUK USAHA TETAP
(BUT)
-

PEREDARAN BRUTO
- BIAYA 3M PENGHASILAN
PENGHASILAN USAHA
- PENGHASILAN BUNGA
Rp.
- PENJUALAN LANGSUNG BARANG
OLEH KANTOR PUSAT YANG SEJENIS
DENGAN YANG DIJUAL BUT
- PENGHASILAN LAINNYA
- BIAYA 3M PENGHASILAN
PENGHASILAN DARI LUAR USAHA
PENGHASILAN NETTO USAHA DAN
LUAR USAHA
DIVIDEN YANG DITERIMA KANTOR
PUSAT YANG MEMPUNYAI HUB EFEKTIF
DENGAN BUT

Rp.400.000.000,00
(Rp.275.000.000,00)
Rp.125.000.000,00
5.000.000,00
Rp.200.000.000,00
Rp. 205.000.000,00
(Rp.150.000.000,00)
Rp. 55.000.000,00
Rp.180.000.000,00

Rp.

2.000.000,00

JUMLAH PENGHASILAN NETTO


BIAYA MENURUT PSL 5 AYAT (3)

Rp.182.000.000,00
(Rp. 7.000.000,00)

PENGHASILAN KENA PAJAK

Rp.175.000.000,00

Contoh:
1. Perhitungan Pajak untuk BUT
2. Perhitungan Branch
Pasal 26 ayat 4)

Profit

Tax

(PPh

3. PPh Pasal 26 yang tidak final serta


4. Penanaman kembali laba setelah pajak
dari suatu BUT

D&D Consult Jakarta merupakan BUT dari konsultan manajemen


& keuangan Edith Consultant Int yang berkedudukan di
Singapura
Data keuangan tahun 2010 yang diperoleh adalah sebagai berikut:
A. Penghasilan D&D Consul Jakarta.
a. Fee sehubungan dengan kegiatan utama konsultasi dalam
bidang investasi keuangan nasabah
Rp.100.000.000.000
b. Pendapatan dari jasa training, asisten
manajemen
Rp. 20.000.000.000
Biaya usaha sehubungan dengan Kegiatan tersebut terdiri
dari:
Biaya Riset
Rp.10.000.000.000
Kegiatan Analisa Investasi
Rp. 1.000.000.000
Penghasilan dari luar usaha:
b. Penghasilan penjualan buku investasi
Rp.
900.000.000
Biaya Pemasaran
c. Biaya iklan dan promosi
Rp.10.000.000.000
d.Biaya Telp, Fax dll
Rp. 1.000.000.000

Biaya Umum dan Administrasi :


a. Gaji para konsultan
Rp.20.000.000.000
b. Sewa ruangan kantor
Rp. 5.000.000.000
c. Biaya jasa manajemen untuk
Rp. 7.500.000.000
Kantor Pusat
d. Biaya Royalti untuk Kantor Pusat
Rp.20.000.000.000
e. Biaya training oleh Kantor Pusat
Rp. 5.000.000.000
(dibebankan ke BUT)
B. Penghasilan Edith Consultan Inti di Indonesia:
f. Fee sebagai pembicara
Rp. 1.000.000.000
seminar yang dilakukan di Indonesia
b. Konsultasi yang dilakukan Kantor
Rp.20.000.000.000
Pusat terhadap beberapa nasabahnya
di Indonesia
Biaya konsultasi,akomodasi dan perjalanan dinas
yang dilakukan kantor Pusat di Indonesia
Rp. 4.900.000.000

C. Beberapa catatan dalam data keuangan di atas antara

lain:

PPh Psl 25 yang telah disetor


thn 2010
Rp.11.150.000.000
PPh Psl 23 yang telah dipotong
pihak lain sebesar
Rp. 3.000.000.000
PPh Psl 26 atas nama Edith
Consult Int yang di potong oleh
PT. Asia Jaya atas pembayaran jasa
manajemen sebesar
Rp. 1.500.000.000
Pertanyaan :
1. Hitunglah PPh yang masih harus dibayar oleh BUT D&D
Consult di Indonesia pada tahun 2010
2. Hitunglah Branch Profit Tax yang terutang

Penghasilan Kena Pajak dari BUT D&D Consult, Jakarta tahun 2010
Penghasilan dari BUT D&D Consult, Jakarta
1.Fee dari konsultasi investasi
Rp.100.000.000.000
2.Jasa training dll
Rp. 20.000.000.000
Jumlah
Rp.120.000.000.000
Biaya Usaha:
Biaya riset
Rp.10.000.000.000
Biaya analisa
Rp. 1.000.000.000
Rp. 11.000.000.000
Rp.109.000.000.000
3.Pendapatan lain-lain
Rp.
900.000.000
Rp.109.900.000.000
Biaya pemasaran
Rp.11.000.000.000
Biaya umum&adm Rp.57.500.000.000
Rp. 68.500.000.000
Penghasilan komersial
Rp. 41.400.000.000

Penghasilan komersial
Rp. 41.400.000.000
Koreksi Fiskal:
- Jasa manajemen
Rp. 750.000.000
- Royalty
Rp. 2.000.000.000
- Biaya training
Rp. 500.000.000
Jumlah koreksi Fiskal
Rp. 32.500.000.000
Penghasilan BUT di Indonesia
Rp. 73.900.000.000
Penghasilan Kantor Pusat
a.Fee
Rp. 1.000.000.000
b.Jasa Konsultasi
Rp. 20.000.000.000
Rp. 21.000.000.000
Biaya Kantor Pusat
Rp. 4.990.000.000
Penghasilan Kantor Pusat digabungkan
Ke BUT
Rp. 16.100.000.000
Total PenghasilanKena Pajak
Rp. 90.000.000.000

1.Perhitungan pajak dari BUT D&D Consult, Jakarta


Penghasilan Kena Pajak
Rp.90.000.000.000
Pajak yang terhutang 25%
Rp.22.500.000.000
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak
(Branch Profit)
Rp.67.500.000.000
Perhitungan Pajak yang masih harus dibayar:
PPh yang terutang
Rp.22.500.000.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 25 Rp. 11.500.000.000
PPh Pasal 23 Rp. 3.000.000.000
PPh Pasal 26 Rp. 1.500.000.000
Rp.16.000.000.000
PPh yang masih harus dibayar
Rp. 6.500.000.000
2. Perhitungan Branch Profit
Branch Profit yang harus dibayar, sebesar
20%x Rp.67.500.000.000

Rp.13.500.000.000

PERHITUNGAN PKP BAGI WP


YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
Pasal 18 Ayat (3)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BERWENANG

-- MENENTUKAN KEMBALI BESARNYA PENGHASILAN DAN


PENGURANGAN SERTA
- MENENTUKAN UTANG SEBAGAI MODAL

UNTUK MENGHITUNG BESARNYA


PKP BAGI WP YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA

PERHITUNGAN PKP BAGI WP


YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
Pasal 18 ayat (3a)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
BERWENANG

MELAKUKAN PERJANJIAN DENGAN


WAJIB PAJAK DAN BEKERJASAMA
DENGAN PIHAK OTORITAS PAJAK
NEGARA LAIN

UNTUK MENENTUKAN HARGA TRANSAKSI


ANTARA PIHAK PIHAK YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA SEBAGAIMNA DIMAKSUD
DALAM AYAT (4)

BERLAKU SELAMA SATU PERIODE TERTENTU DAN


MENGAWASI PELAKSANAANNYA SERTA MELAKUKAN
RENEGOSIASI SETELAH PERIODE TERTENTU
TERSEBUT BERAKHIR

HUBUNGAN ISTIMEWA
Pasal 18 ayat (4)

HUBUNGAN ISTIMEWA DIANGGAP


ADA APABILA

WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung


paling rendah 25% pada WP lainnya; atau
Hubungan antara WP dengan penyertaan paling rendah 25%
pada dua WP atau lebih; atau
Hubungan antara dua WP atau lebih yang disebut terakhir

WP YANG MENGUASAI WP LAINNYA DUA TAU LEBIH BAIK LANGSUNG


MAUPUN TIDAK LANGSUNG

ADA HUBUNGAN KELUARGA SEDARAH MAUPUN SEMENDA DALAM


GARIS KETURUNAN LURUS DAN/ATAU KESAMPING SATU DERAJAT

PPh Pasal 24:


Tentang Kredit Pajak Luar Negeri
Pajak penghasilan yang dibayar atau
terhutang
diluar
negeri
dapat
dikreditkan atas Pajak Penghasilan
yang terutang di dalam negeri

PENGKREDITAN PPh YANG DIBAYAR


ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI
Pasal 24 ayat (1), (2), (5), DAN (6)

PPh YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG


DI LUAR NEGERI ATAS PENGHASILAN
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI
LUAR NEGERI OLEH WP DALAM NEGERI

BOLEH DIKREDITKAN
DENGAN PPh YANG TERUTANG
DALAM TAHUN PAJAK YANG SAMA

SEBESAR PAJAK PENGHASILAN YANG


DIBAYAR/TERUTANG DI LUAR NEGERI,TETAPI TIDAK
BOLEH MELEBIHI PENGHITUNGAN
PAJAK YANG TERUTANG BERDASARKAN
UU PPh

APABILA PPh DARI LUAR NEGERI YANG TELAH


DIKREDITKAN TERNYATA DIKURANGI/DIKEMBALIKAN
MAKA PPh YANG TERUTANG MENURUT UU PPh HARUS
DITAMBAH DENGAN JUMLAH TERSEBUT PADA TAHUN
PENGURANGAN ATAU PENGEMBALIAN DILAKUKAN

PELAKSANAAN PENGKREDITAN PAJAK ATAS


PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI DIATUR DENGAN KMK
640/KMK.04/1994

PERHITUNGAN BATAS PPh


YANG BOLEH DIKREDITKAN
Pasal 24 ayat (3) dan (4)
DITENTUKAN BERDASARKAN
SUMBER PENGHASILAN

1. PENGHASILAN DARI:
a. Saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut berkedudukan;
b. Bunga, royalty, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
bunga,royalty atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;
c. Sewa harta tak gerak adalah negara tempat harta tesebut terletak;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa,pekerjaan dan kegiatan adalah
tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada;
e. Bentuk Usaha Tetap adalah negara tempat Bentuk Usaha Tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
2. PENGHASILAN LAINNYA DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP YANG
SAMA DENGAN NOMOR 1 DIATAS

KMK
No.164/KMK.03/2002
Tgl.
19
TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

APRIL

2002

1. WP Dalam Negeri terhutang pajak atas Penghasilan Kena


Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk
penghasilan yang diterima/diperoleh dari luar negeri.
2. Penggabungan penghasilan luar negeri dilakukan sebagai
berikut:
a. Penghasilan dan usaha dilakukan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut
b. Penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut
c. Penghasilan berupa deviden sesuai pasal 18 ayat (2) UU
PPh dilakukan pada saat perolehan deviden sebagaimana
ditetapkan dalam kep. Men. Keu
3. Kerugian yang diderita diluar negeri tidak boleh
digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
4. PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah sebesar nilai
terkecil dari

4.1. Jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri.


4.2. Jumlah PPh terutang di Indonesia.
4.3. Nilai yang dihitung berdasarkan perbandingan antara:
Penghasilan Netto LN
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, x PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak
5. Dalam penghasilan kena pajak yang diperhitungkan tidak
termasuk penghasilan yang dikenakan pajak secara final
(pasal 4(2) UU PPh) atau penghasilan yang dikenakan pajak
tersendiri (pasal 8 (1&4) UU PPh)
6. Dalam hal penghasilan LN diperoleh dari beberapa negara,
maka perhitungan kredit pajak harus dilakukan untuk
masing-masing negara.
7. PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang melebihi
kredit pajak yang diperkenankan tidak dapat diperhitungkan
dengan PPh yang terhutang tahun berikutnya, juga tidak
boleh dikurangkan sebagai biaya dan tidak dapat direstitusi.

8. Wajib Pajak yang menyampaikan:


a. Laporan Keuangan dari penghasilan LN
b. Fotocopy SPT di LN
c. Dokumen pembayaran Pajak di LN harus
disampaikan bersamaan dengan SPT PPh ybs.
9. Bila terjadi perubahan besarnya penghasilan LN:
a. WP harus melakukan pembetulan SPT
b. Bila
akibatnya
kurang
bayar,maka
atas
kekurangannya
tidak
dikenakan
bunga
sebagaimanan diatur dalam pasal 8 (2) UU.
c. Bila akibatnya lebih bayar,maka dapat direstitusi
atau dikompensasikan.
d. Bila PPh LN yang dikreditkan ternyata kemudian
dikembalikan, maka pajak uang direstitusi tersebut,
harus ditambahkan dengan PPh terutang pada tahun
pengurangan atau pengembalian dilakukan (lihat
formulir SPT PPh)

Saat diperolehnya deviden atas penyertaan pada badan


usaha
di
luar
negeri
yang
sahamnya
tidak
diperdagangkan di bursa efek.
KMK No.650/KMK.04/1994 tgl 29-12-1994.

Saat diperolehnya deviden ditetapkan pada bulan ke empat


setelah berakhirnya kewajiban SPT badan usaha di luar
negeri tersebut.
Apabila tidak ada ketentuan tersebut, saat tersebut adalah
bulan ke tujuh setelah tahun pajak berakhir.
WPDN tersebut, memiliki minimal 50% (baik sendiri atau
bersama WPDN lainnya) dari saham yang disetor pada
WPLN tersebut.
WPDN
harus
menghitung
deviden
sesuai
dengan
perbandingan antara penyertaannya dengan laba setelah
pajak dari WPLN tersebut.
Pajak deviden yang dipotong di luar negeri dapat
dikreditkan.
Kedudukan WPLN tersebut terbatas pada negara dalam
lampiran KMK ini

Daftar Negara atau Tempat kedudukan Badan Usaha di Luar


Negeri Lampiran KMK No.650/KMK04/1994 tgl 29-12-1994

Argentina
Bahama
Bahrain
Balize
Bermuda
British Isle
British Virgin Island
Cayman Island
Channel Island Greensey
Channel Island Jersey
Cook Island
El Salvador
Estonia
Hongkong
Liechtenstein
Lithuania

Macau
Mauritius
Mexico
Nederland Antiles
Nikaragua
Panama
Paraguay
Peru
Qatar
St. Lucia
Saudi Arabia
Uruguay
Venezuela
Vanuatu
Yunani
Zambia

Contoh: I
PT.ABC di Jakarta, tahun 2010 memperoleh penghasilan
sebagai berikut:
Dari negara X, penghasilan netto
Rp.1 milyar
Tarif pajak di negara X 40% =
Rp.400 Juta
Dari negara Y, penghasilan netto
Rp.3 milyar
Tarif pajak di negara Y 25% =
Rp.750 Juta
Dari negara Z menderita rugi
Rp.2.5 milyar
Penghasilan usaha dalam negeri
Rp.4 milyar
Perhitungan PPh Luar Negeri sebagai berikut:
Penghasilan LN
Laba negara X
Rp.1 milyar
Laba negara Y
Rp.3 milyar
Laba negara Z
Jumlah Penghasilan LN
Rp.4 milyar
Penghasilan dalam negeri
Rp.4 milyar
Rp.8 milyar
PPh terutang: 25%

Rp.2 Milyar

Batas
maksimum
PPh
Psl
24
diperhitungkan adalah sebagai berikut:
Untuk negara X:
1.000.000.000
Rp250.000.000
8.000.000.000
Pajak di negara X

yang

dapat

xRp.2.000.000.000 =

Rp.400.000.000

Untuk negara Y:
3.000.000.000xRp.2.000.000.000
Rp.750.000.000
8.000.000.000

Pajak di negara Y
= Rp.750.000.000
PPh 24 yang dapat diperhitungkan
Rp.250.000.000 + Rp.750.000.000 = Rp.1.000.000.000

Contoh kasus 2:
PT.B memperoleh penghasilan netto dalam Tahun Pajak
2004 sebagai berikut:
Penghasilan usaha di luar negeri
= Rp.1.000.000.000
(Pajak di LN 40% =(Rp.400 Juta)
Rugi dari usaha di dalam negeri
=(Rp. 200.000.000)
Jumlah penghasilan netto
= Rp. 800.000.000
PPh terutang
= Rp. 200.000.000
Keredit Pajak
= Rp. 200.000.000
PPh yang masih harus disetor
nihil
Dalam kondisi tersebut jumlah yang dapat dikreditkan
ditentukan
berdasarkan
nilai
terendah
diantara
Rp.200.000.000 Rp.400,000,000 dan Rp.250.000.000
(dihitung
dari
(Rp.1.000.000.000/Rp.800.000.000)
x
Rp.200.000.000).
Dengan demikian hak pengkreditan dan PPh yang dibayar di
luar negeri hanya sebesar Rp.200.000.000,-

PPh Pasal 26
Tentang Pemotongan pajak
penghasilan atas penghasilan yang
dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar
Negeri.

PEMOTONG, OBJEK DAN


TARIF PPh PASAL 26

PEMOTONG
PPh 26

BADAN PEMERINTAH
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
PENYELENGGARAAN KEGIATAN
BENTUK USAHA TETAP
PERWAKILAN PERUSAHAAN
LUAR NEGERI LAINNYA

OBJEK
PENGHASILAN WP LUAR NEGERI
DIVIDEN,BUNGA,ROYALTI,SEWA,IMBALAN
SEHUBUNGAN DGN JASA,PEKERJAAN,KEGIATAN
HADIAH
DAN
PENGHARGAAN
PENSIUN
PEMBAYARAN BERKALA LAINNYA

DIPOTONG
PPh PSL 26 DGN TARIF

DAN

PENGHASILAN DARI PENJUALAN HARTA DI INDONESIA


KECUALI YG DIATUR DLM PASAL 4 (2) DAN PREMI
ASURANSI/REASURANSI YANG DIBAYARKAN KEPADA
PERUSAHAAN ASURANSI LN
PKP SETELAH DIKURANGI PPh BUT DI INDONESIA,
KECUALI PENGHASILAN TERSEBUT DITANAM KEMBALI
DI INDONESIA
PELAKSANAAN
KETENTUANNYA
LANJUT DENGAN KEP.MENKEU

DIATUR

LEBIH

20% DARI JUMLAH


BRUTO (FINAL)

20% DARI PERKIRAAN


PENGHASILAN NETTO
(FINAL)

20% DARI PKP


DIKURANGI PPh BUT
(FINAL

Perkiraan Penghasilan Netto sebagai DPP PPh pasal 26 atas


penghasilan berupa premi kepada perusahaan asuransi di luar
negeri.
KMK No.624/KMK.04/1994 tgl 27-12-1994.

Jenis Penghasilan
1. Premi yang dibayar bertanggung kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik
secara langsung maupun melalui pialang.
2. Premi yang dibayar perusahaan asuransi
yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri baik
secara langsung maupun melalui pialang
3. Premi
yang
di
bayarkan
perusahaan
reasuransi yang berkedudukan di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun pialang

%
50%

10%

5%

CONTOH PENGHITUNGAN PPh


PASAL 26 PADA BUT

PENGHASILAN KENA PAJAK


BUT DI INDONESIA

Rp.17.500.000.000

PPh TERUTANG: 25%

Rp. 4.375.000.000

PKP Setelah dikurangi pajak

Rp.13.125.000.000

PPh pasal 26 YG DIPOTONG (20%)

(Rp. 2.625.000.000)

PENGHASILAN YANG DIKIRIM KE


KANTOR PUSAT
Rp. 10.500.000.000

APABILA
DITANAMKAN KEMBALI DI INDONESIA
SESUAI KEP.MENKEU, MAKA TIDAK
DIPOTONG PAJAK

Syarat Penanaman kembali dari Penghasilan Kena


Pajak setelah dikurangi PPh dari suatu BUT
KMK No.113/KMK.03/2002 tgl 28-3-2002
Penanaman
kembali
dilakukan
atas
seluruh
Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi PPh dalam
bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai
pendiri atau peserta pendiri.
Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak
diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut.
Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali
tersebut paling sedikit dalam jangka waktu dua (2)
tahun sesudah perusahaan berproduksi komersial.

PEMOTONGAN PPh PASAL 26


YANG TIDAK BERSIFAT FINAL
Pasal 26 ayat (5)

Penghasilan Kantor Pusat dari usaha atau kegiatan,


penjualan barang atau pemberian
jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang
dijalankan oleh
BUT di Indonesia.
-. Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor
pusat
sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT
dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud

a. -

b.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi


atau badan luar negeri yang berubah status menjadi
Wajib Pajak dalam negeri atau BUT

Norma perhitungan khusus WPLN


1. Kantor Perwakilan dagang
KMK No.834/KMK.04/1994 tgl 29-12-1994
jo.Kep.DJP.No.Kep.667/PJ/2001 tgl 29-10-2001

Norma Penghitungan Netto


Tarif PPh (Maximal)
Jumlah PPh = 30% x 1% =
Laba setelah PPh = 1%-0.3% =
Tarif PPh Pasal 26 (4)
PPh Pasal 26 = 20% x 0.7% =
Tarif efektif = 0.3% + 0.14% =

1 %
30 %
0.3 %
0.7 %
20 %
0.14 %
0.44 %

Bersifat FINAL
Dihitung dari Nilai Ekspor Bruto
Dikenakan terhadap WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan
Dagang di Indonesia

Norma Perhitungan Khusus WPLN


2. Perusahaan Pelayaran dan atau Penerbangan
KMK No.417/KMK04/1996 tgl 14-6-1996 jo.SE.DJP.No.SE 32/PJ
4/1996 tgl 29-8-1996.
Norma Penghitungan Netto
6%
Tarif PPh (Maxsimal)
30%
Jumlah PPh = 30% x 6% =
1.8%
Laba setelah PPh = 6%-1.8%
4.2%
Tarif PPh Psl 26(4)
20%
PPh Psl 26 =20% x 4.2% =
0.84%
Tarif Efektif = 1.8% + 0.84% =
2.64%
Bersifat FINAl
Dikenakan terhadap WPLN yang melakukan usaha melalui
BUT (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia.
Dihitung dari semua nilai ganti yang diperoleh dari
pengangkutan orang/barang dari pelabuhan ke pelabuhan
lain di indonesia dan dari pelabuhan Indonesia ke Pelabuhan
di luar negeri.

PPh Pasal 26 atas Penghasilan dari keuntungan


penjualan saham oleh WPLN selain BUT
KMK No.434/KMK04/1999 tgl 24-8-1999
Yang dimaksud PT Dalam Negeri adalah yang tidak
berstatus Emiten atau Perusahaan Pablik.
Atas Penghasilan dari penjualan saham harus
dipotong PPh pasal 26.
Terhadap WPLN yang berkedudukan di Negara yang
ada P3B, dilakukan sesuai P3B dan bila diatur hak
pemajakanya ada pada pihak Indonesia
Besarnya perkiraan penghasilan netto adalah 25%
dari harga jual, sehingga besarnya PPh pasal 26
adalah 20% x 25% atau 5% dari harga jual.
Bersifat FINAL.

PERJANJIAN PERPAJAKAN DENGAN


NEGARA LAIN
Pasal 32A

PEMERINTAH BERWENANG UINTUK


MELAKUKAN PERJANJIAN DENGAN
PEMERINTAH NEGARA LAIN DALAM
RANGKA PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA DAN PENCEGAHAN
PENGELAKAN PAJAK

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

( UNTUK UAS )

Pengertian P3B
P3B adalah perjanjian pajak antara dua negara yang
mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas
penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh
penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak
pada persetujuan dengan tujuan untuk mencegah
seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak
berganda, selain itu juga mempunyai tujuan lain
yaitu :
Mencegah

pengelakan pajak
Memberikan kepastian hukum
Pertukaran informasi
Penyelesaian sengketa dalam P3B
Non diskriminasi
Bantuan dalam penagihan pajak

Inti dari suatu Tax Treaty adalah membagi hak pemajakan antara
negara sumber dan negara domisili.
Pembagian hak pemajakan ini terlihat dari dua ungkapan yaitu:
1)

May be taxed in...


Kata kata ini memberikan pengertian bahwa negara
sumber tetap diberi hak pemajakan. Cara dan besar
tarifnya tergantung pada Undang-Undang negara tersebut

2)

Shall be taxable only in..


Kata-kata ini memberikan pengertian hanya salah satu
negara yang berhak mengenakan pajak.
Biasanya hak ini diberikan kepada negara domisili.

Subjek Pajak Perpajakan Internasional


1. Subjek
Pajak
Dalam
Negeri
yang
mendapatkan (menerima atau memperoleh)
penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri.
2. Subjek Pajak Luar Negeri yang mendapatkan
penghasilan dari sumber-sumber di dalam
negeri

Objek Pajak dalam studi perpajakan internasional terinci


dalam 15 jenis penghasilan:

1. Penghasilan dari harta tetap atau barang tak gerak


income from immovable property.
2. Business income atau Business profits atau
penghasilan dari usaha.
3. Penghasilan
dari
usaha
perkapalan
dan
usaha
pengangkutan udara atau income from shipping and air
transport.
4. Dividen
5. Bunga
6. Royalti
7. Keuntungan penjualan harta atau capital gains.
8. Penghasilan dari pekerjaan bebas atau income from
independent personal services.

9. Penghasilan dari pekerjaan atau income from


dependent personal services.
10. Gaji direktur atau directors fees.
11. Penghasilan seniman, artis, dan olahragawan
atau
income earned by entertainers and athletes.
12. Uang pensiun dan jaminan sosial tenaga kerja atau
pension and social security payments.
13. Penghasilan pegawai negeri atau income in respect of
government service.
14. Penghasilan pelajar atau mahasiswa atau income
received by students and apprentices.
15. Penghasilan lain-lain atau other income atau income
not experessly montioned

Model Model P3B


OECD Model adalah suatu model perjanjian pencegahan pajak
ganda yang disusun dan dikembangkan oleh suatu committee
yang dibentuk oleh Negara Negara OECD yaitu singkatan dari
Organization for Economic Cooperation and Development,
berdasarkan Paris Convention 14 Desember 1960.
Kelompok Negara yang terdiri dari Negara Negara maju yaitu
umumnya Negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman dan
lainnya ditambah Jepang, Australia, Amerika Serikat, Kanada dan
negara maju lainnya, +/- 26 Negara. (Model 1 tahun 1963)
UN Model adalah suatu model perjanjian pencegahan pajak ganda
yang disusun oleh United Nation atas prakarsa dari the United
Nations Economic and Social Counsil, yang anggotanya terdiri
dari ahli perpajakan dari Negara maju dan perwakilan dari Negara
Negara yang sedang membangun dari berbagai kawasan seperti
Asia, Amerika Latin dan Afrika seperti Indonesia, India, Sudan,
Tunisia, Turki dan Lainnya ,+/- 20 Negara (Model ini dimulai
tahun 1980)

Perbedaan utama dari kedua model tersebut adalah :


OECD Model lebih mementingkan Hak Negara domisili
untuk memungut pajak, sedangkan UN Model memberikan
hak yang lebih besar kepada Negara sumber untuk
memungut pajak
UN Model timbul setelah OECD Model karena disadari
bahwa arus modal, Investasi, Teknologi, Hak Cipta, Paten
dan lainnya tidak seimbang dari Negara maju ke Negara
Berkembang , sehingga perlu diberikan hak pemajakan
yang lebih besar kepada Negara berkembang dan ini yang
lebih diatur dalam UN Model

Model P3B Lainnya.


Andean Pack, dibentuk tgl 26 May 1969 oleh Andean
Groups yang terdiri dari 5 Negara:
Bolivia, Chili, Columbia, Equador, dan Peru. Terakhir
Venezuella ikut bergabung tgl 13 Februari 1973.
US Model, mulai tahun 1981.
Nordic Model Convention, dibentuk tgl 18 Februari 1987
oleh Negara: Denmark, Finland, Iceland, Norway dan
Sweden.

Model Tax Convention / Tax Treaty


Secara umum tax treaty disusun dengan daftar sebagai berikut:
Chapter I
Art I
Art 2

Scope of the convention


Persons covered
Taxes covered

Chapter II Definitions
Art 3
General definitions
Art 4
Residents
Art 5
Permanent Establishment
Chapter III Taxation of income
Art 6
Income from immovable property
Art 7
Business Profit
Art 8
Shipping and air transport
Art 9
Associated Enterprises
Art 10
Dividen
Art 11
Interest
Art 12
Royalties
Art 13
Capital gains
Art 14
Independent Personal Services
Art 15
Dependent Personal Serices
Art 16
Directors fee

Art
Art
Art
Art
Art

17
18
19
20
21

Artistes and Sportmen


Pensions
Government Services
Students
Other Income

Chapter IV

Taxation of Capital

Art 22

Capital

Chapter V

Menthod of elimination of double taxation

Art 23

Credit/Exemption method ( Choose one of two )

Chapter VI

Special Provisions

Art 24
Art 25
Art 26

Non Discrimination
Mutual agreement procedure
Exchange of information

Chapter VII

Final Provision

Art 27
Art 28

Entry into force


Termination

Resident
Dalam tax treaty, Resident atau penduduk memegang peranan sangat
penting, karena salah satu prinsip pemajakan menggunakan azas domicili.
Seseorang dianggap penduduk/resident dari suatu negara apabila:

1. Mempunyai rumah yang tetap (permanent home) pada salah satu


negara.
2. Bila memiliki lebih dari satu tempat tinggal tetap, maka dilihat
hubungan ekonomis dan kekeluargaannya (personal and economic
relation)
3. Bila kriteria ini belum dapat ditentukan maka kriteria yang digunakan
adalah kebiasaan berdiam (habitual abode) dari wajib pajak tersebut.
4. Bila ini juga belum memecahkan masalah, maka tes kewarganegaraan
akan diterapkan (nationality)
5. Cara terakhir bila tes kewarganegaraan tidak memecahkan masalah,
maka persetujuan antara pejabat yang berwenang (mutual agreement)
yang menentukan.

Untuk Badan Hukum pemecahannya adalah dengan menentukan dimana


Effective managementnya.

Permanent Establishment
Bentuk Usaha Tetap
Adalah sarana bagi non resident tax payer untuk melakukan bisnis di negara
lain.
Kriteria BUT dalam tax treaty antara 2 negara biasanya mengacu kepada
OECD model atau UN model
Secara umum BUT dibagi menjadi:
1. BUT karena Asset / Fisik
Misal : tempat kedudukan manajemen , cabang, kantor, pabrik, bengkel,
pertambangan, penggalian sumber alam, perikanan atau peternakan.
2. BUT karena Aktivitas
Misal: proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan.
3. BUT Keagenan
Misal: agen di negara lain yang tidak dapat menjalankan aktivitasnya
tanpa persetujuan kantor pusatnya.
4. BUT Asuransi
Misal: perusahaan asuransi di negara lain bila menerima premi dan
menutup resiko di negara tersebut.

Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Adanya tempat tetap yang dipakai oleh perusahaan luar negeri (yang dimiliki
atau dijalankan Subjek Pajak luar negeri) untuk melakukan seluruh atau
sebagian kegiatan usaha di negara sumber.
BUT terutama meliputi :
a. Tempat pimpinan perusahaan
b. Cabang
c. Kantor
d. Pabrik
e. Bengkel, dan
f. Tambang, sumur minyak atau gas bumi, galian atau tempat lain
untuk mengambil sumber daya alam
. Tempat pembangunan gedung atau konstruksi atau proyek instalasi
merupakan bentuk usaha tetap hanya apabila berlangsung lebih dari (jangka
waktu yang ditentukan atau time test tertentu)
. Agen yang tidak bebas sepanjang memenuhi syarat :
a. Mempunyai wewenang untuk menutup kontrak dan perjanjian atas
nama perusahaan luar negeri.
b.Tidak punya wewenang seperti diatas tetapi dapat menyerahkan
barang/barang dagangan atas nama perusahaan luar
negeri
tersebut.

BUT dianggap tidak ada dalam hal :

1. Pemakaian fasilitas semata-mata untuk menyimpan, memamerkan,


atau menyerahkan barang kepunyaan perusahaan luar negeri.
2. Penimbunan persediaan barang kepunyaan perusahaan luar negeri
semata mata untuk tujuan menyimpan, memamerkan atau
menyerahkan.
3. Penimbunan persediaan barang kepunyaan perusahaan luar negeri
semata mata ditunjukan untuk diproses oleh perusahaan lain.
4. Pemeliharaan tempat tetap untuk usaha yang semata mata untuk
membeli barang atau mengumpulkan informasi untuk perusahaan
luar negeri.
5. Pemeliharaan tempat tetap semata mata ditunjukan untuk
melakukan kegiatan persiapan atau perlengkap bagi kegiatan
usaha nanti dari perusahaan luar negeri.
6. Pemeliharaan tempat tetap yang semata mata ditujukan untuk
melakukan kegiatan sebagai gabungan atau kombinasi kegiatan
diatas dengan syarat kegiatan tersebut tidak menjadi kegiatan
usaha yang lengkap.

Business Profits
Penghasilan Usaha
Penghasilan dari usaha sebuah perusahaan yang berdomisili di suatu negara
hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut, kecuali usaha tersebut dilakukan
di negara sumber melalui permanent establishment
Masalahnya : penghasilan mana yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya?
Ada 2 prinsip yang dikenal :
1. Attribution Principle
Yang dianggap laba usaha adalah yang berasal dari kegiatan yang dilakukan
oleh BUT itu saja.
2. Force of Attraction Principle
Tidak hanya dari kegiatan BUT itu saja, tetapi juga laba usaha yang berasal
dari kegiatan yang dilakukan diluar BUT oleh kantor pusatnya.
Biasanya dalam praktek diambil suatu kompromi, yaitu Force of Attraction
akan diterapkan apabila syarat-syarat tertentu dipenuhi.

Dependent Personal Service


Penghasilan dari Hubungan Kerja
Imbalan yang diperoleh oleh penduduk negara Domocili atas pekerjaan
yang dilakukan di negara Sumber, hanya dikenakan pajak di negara
Domocili bila dipenuhi tiga Syarat :

1. Penerimaan gaji tersebut berada dinegara Sumber tidak melebihi


jangka waktu yang ditetapkan dalam tax treaty dalam satu tahun
pajak.
2. Gajinya dibayar oleh pemberi
penduduk negara sumber.

kerja

yang

bukan

merupakan

3. Gajinya tidak dibebankan kepada BUT atau Fixed base yang dimiliki
pemberi kerja yang ada di negara sumber.

Pengecualian untuk shipping dan air transport yang beroperasi dijalur


internasional, pengenaan pajak atas gaji terhadap mereka yang bekerja,
tunduk pada ketentuan yang diatur pada pasal 8 tentang Shipping and
Air Transport yaitu dikenakan pajak di negara pimpinan perusahaan
berada.

Independent Personal Service


Pekerjaan Bebas
Disini dikenal konsep tempat usaha tetap (fixed base)

1. Ia memiliki tempat tertentu yang tetap yang tersedia secara


teratur.
misal: -Kamar praktek dokter
-Kantor seorang pengacara atau arsitek
2. Ia tinggal di negara lain itu selama masa atau masa yang berjumlah
.... Hari (time test)
3. Adakalanya alternatif ketiga yaitu penentuan batas minimum
imbalan yang diterima jika tenaga professional tersebut dibayar
oleh penduduk negara sumber.

Masalah pokok dalam Independent Personal Service ini adalah :


1.
2.

Pengertian Fixed Base


Attribution Principle

CAPITAL GAIN
Prinsip umum dalam tax treaty :
Harta tak gerak diberikan kepada negara dimana
harta tersebut terletak.
Harta berupa kapal laut atau pesawat udara
diberikan
kepada
negara
tempat
effektif
manajemennya berada.
Harta lainnya diberikan kepada negara domicili.

INTEREST (BUNGA)

Pengertian:
Penghasilan dari semua jenis tagihan piutang
(termasuk bunga atas penjualan berdasarkan
pembayaran cicilan)
Baik yang dijamin hipotek ataupun tidak, dan baik
yang berhak maupun tidak atas bagian laba debitur.
Pada khususnya penghasilan dari surat surat
berharga pemerintah dan penghasilan dari obligasi
atau surat surat hutang, termasuk premi dan hadiah
hadiah yang terkait pada surat surat berharga,
obligasi maupun surat surat hutang tersebut.

INTEREST (BUNGA)
Prinsip umum dalam tax treaty
. Hak Pemajakan terbatas untuk negara sumber.
Penerimaan bunga yang tidak dapat menunjukkan SKD
dan atau bukan beneficial owner, kena tarif pasal 26
UU PPh.
Bunga yang memiliki hubungan efektif dengan BUT/
Permanent Establishment berubah sifatnya menjadi
business profit.
Bunga
dalam
hubungan
istimewa
dihitung
menggunakan nilai transaksi wajar.
Untuk beberapa negara, bila penerima bunga adalah
bank atau lembaga keuangan yang tertentu, negara
sumber membebaskan pengenaan pajaknya.

BENEFICIAL OWNER DALAM TAX TREATY

Dalam situasi tertentu diperlukan kepastian bahwa


suatu jenis penghasilan memang milik subjek pajak
dari salah satu negara
Bagi negara sumber perlu penegasan bahwa :
a. Yang menerima penghasilan adalah subjek
pajak negara domisili,dan
b. Yang bersangkutan memang benar benar
yang memiliki penghasilan tersebut.
Penerapan beneficial owner ini dilakukan terhadap
pembayaran Bunga, Deviden dan Royalty

BENEFICIAL OWNER

SE.DJP NO.SE-04/PJ 34/2005 tgl 7 Juli 2005.


Beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya
dari penghasilan berupa deviden, Bunga dan
Royalti baik wajib pajak perorangan maupun wajib
pajak badan, yang berhak sepenuhnya untuk
menikmati secara langsung manfaat penghasilanpenghasilan tersebut.
SPV (Special Purpose Vehicle) dalam bentuk
conduit company, paper box company, pass
through company serta yang sejenis
lainnya,
tidak termasuk dalam pengertian beneficial owner
tersebut diatas.

SURAT
(SKD)

KETERANGAN

DOMISILI

SE DJP No. SE-03/PJ.101/1996 tgl 29-03-1996.


SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau
wakilnya yang sah di negara treaty partner, atau
oleh pejabat kantor pajak dari WPLN tersebut.
Bentuknya sesuai kelaziman
WPLN berkedudukan.

dinegara

SKD berlaku selama 1 (satu) tahun


diterbitkan, kecuali untuk Wajib Pajak Bank.

tempat
sejak

DIVIDENS
Pengertian:
Penghasilan dari sahan-saham.
Hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat
hutang piutang, yang berhak atas pembagian laba.
Penghasilan dari hak hak perseroan lainnya yang
mendapatkan perlakuan perpajakan yang sama
dengan penghasilan dari saham-saham menurut
undang-undang
perpajakan
negara
dimana
perseroan
yang
membagikan
dividen
itu
berkedudukan.

DEVIDENS
Prinsip umum dalam tax treaty :

Hak pemajakan terbatas untuk negara sumber.


Penerimaan dividen yang tidak dapat menunjukkan
SKD, dan atau bukan beneficial owner, akan
dikenakan ketentuan pasal 26 UU PPh.
Dividen yang memiliki hubungan efektif dengan
BUT/ Permanent Establishment sifatnya berubah
menjadi business profit.
Negara sumber dapat mengenakan Branch profit
tax.

ROYALTY
Pengertian :
Pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas
penggunaan atau hak untuk menggunakan setiap
hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah
Termasuk film sinematografi, paten, merk, dagang,
pola atau model, perencanaan, rumus rahasia, atau
cara pengolahan.
Penggunaan atau hak untuk penggunakan alat alat
perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu
pengetahuan atau untuk informasi di bidang industri,
perdagangan atau pengalaman di bidang ilmu
pengetahuan.

ROYALTY
Prinsip umum dalam tax treaty :
Hak pemajakan terbatas di negara sumber.
Penerima yang tidak dapat memberikan SKD dan
atau bukan beneficial owner, dikenakan pasal 26 UU
PPh
Royalty yang memiliki hubungan efektif dengan
BUT/Permanent establishment sifatnya berubah
menjadi bussines profit.
Royalty dalam hubungan istimewa dihitung dengan
menggunakan transaksi wajar.

Beberapa perlakuan khusus:

1. Imbalan yang diterima karena pekerjaan diatas kapal laut, pesawat udara
dalam jalur internasional dikenakan pajak di negara effective manajemen
berada.
2. Directors feehak pemajakannya ada di negara dimana perusahaan
tempat ia menjabat sebagai anggota dewan direksi tersebut
berkedudukan.
3. Imbalan yang diterima artis atau olahragawan dikenakan pajak di negara
dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Dalam pengertian ini termasuk
artis film, teater, radio, televisi, pemain musik, atau sebagai atlit.
4. Imbalan yang diterima pelajar atau karyawan suatu perusahaan yang
sedang menjalani training dikenakan pajak dimana pelajar/ karyawan
tersebut berdomicili sebelum kegiatan tersebut dilakukan, asalkan
sumber imbalan tersebut berasal dari luar negera tempat mereka
melakukan kegiatan.
5. Guru dan Peneliti, dalam tax treaty diatur tentang pembebasan
pemajakan atas penghasilannya dalam waktu tertentu (biasanya 2 tahun)
dengan syarat tertentu.

RESUME PRINSIP UMUM PEMAJAKAN MENURUT TAX TREATY

JENIS PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN


1. Dari harta tak gerak
Dapat dikenakan pajak (may be taxed) di negara dimana harta tak gerak
tersebut terletak.
2. Laba usaha ( Business Profit )
Dapat dikenakan pajak di negara sumber, jika orang atau badan dari
negara treaty partner melakukan kegiatan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap (permanent Establishment).
3. Penerbangan dan Pelayaran dalam lalu lintas Internasional
Hanya dikenakan pajak (shall be taxable only) di negara dimana efektif
manajemen dari perusahaan penerbangan atau pelayaran berkedudukan,
atau dimana perusahaan penerbangan atau pelayaran itu berdomisili

RESUME
TREATY

PRINSIP

UMUM

PEMAJAKAN

MENURUT

TAX

JENIS PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN


4. Dividen
Hak utama pemajakan ada pada negara domicili. Negara sumber diberi
hak pemajakan terbatas menurut tarif yang ditentukan dalam
perjanjian. Laba BUT setelah pajak juga dikenakan Branch Profit Tax
(dianggap sebagai dividen), terbatas sebesar tarif yang ditentukan
dalam perjanjian.
5. Bunga
Hak utama pemajakan ada pada negara domicili. Negara sumber diberi
hak pemajakan terbatas menurut tarif yang ditentukan dalam
perjanjian. Bunga yang diterima pemerintah atau bank sentral
dibebaskan dari pengenaan pajak di negara sumber.
6. Royalti
Hak utama pemajakan ada pada Negara domicili. Negara sumber diberi
hak pemajakan terbatas menurut tarif yang ditentukan dalam

perjanjian.

RESUME PRINSIP UMUM PEMAJAKAN MENURUT


TAX TREATY
JENIS PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN
7. Capital gains
-Dalam hal pemindah tanganan harta tak gerak dapat dikenakan pajak
di negara dimana harta itu terletak (negara sumber).
-Dalam hal pemindah tanganan harta gerak yang merupakan bagian
dari kegiatan usaha BUT, dapat dikenakan pajak di negara dimana BUT
itu berada.
-Dalam hal pemindah tanganan pesawat udara atau kapal laut, hanya
dikenakan pajak di negara dimana effektif manajemen perusahaan
tersebut berkedudukan atau di negara domisilinya.
8. Penghasilan dari pekerjaan bebas (independent personal services)
-Hanya dikenakan pajak dinegara domisili.
-Namun dapat dikenakan pajak di negara sumber bila pekerja bebas
tersebut :

RESUME PRINSIP UMUM PEMAJAKAN MENURUT


TAX TREATY

Berada di negara sumber melebihi time test yang ditentukan dalam


perjanjian.
Atau mempunyai tempat usaha tetap (Fixed Base)
Atau mendapat jumlah penghasilan melebihi jumlah yang ditentukan
dalam perjanjian.
9. Penghasilan dari hubungan kerja (dependent personal services)
Hanya dikenakan pajak di negara domisili apabila :
yang bersangkutan tidak berada dinegara sumber lebih dari time test yang
ditentukan dalam perjanjian, biasanya lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan.
Balas jasa yang diterima tidak dibayarkan oleh pemberi kerja yang
merupakan penduduk negara sumber.
Dan balas jasa tersebut tidak dibebankan kepada suatu BUT atau Fixed
Base yang dimiliki oleh pemberi kerja di negara sumber.
10.Penghasilan Direktur (Directors fees)
Dapat dikenakan pajak di negara sumber.

RESUME PRINSIP UMUM PEMAJAKAN MENURUT TAX TREATY

JENIS PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN


11. Penghasilan seniman dan olahragawan
Dapat dikenakan pajak dinegara tempat kegiatan kesenian atau olah
raga dilangsungkan (negara sumber). Bila penghasilan tidak diterima
langsung oleh seniman atau olahragawan yang bersangkutan tetapi
oleh badan penyelenggara, maka penghasilan tersebut dapat
dikenakan pajak di negara tempat kegiatan olahraga atau seni
dilangsungkan.
12. Penghasilan dari jabatan pemerintah
Penghasilan dan uang pensiun dari jabatan pemerintah hanya
dikenakan pajak dinegara dimana jabatan pemerintah diberikan.
13. Penghasilan siswa dan mahasiswa
Jika memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian, hanya
dikenakan pajak dinegara domicili. Biasanya ada batasan waktu dan
jumlah penghasilan serta penghasilan tersebut bukan dari negara itu.

RESUME
PRINSIP
UMUM
MENURUT TAX TREATY

PEMAJAKAN

JENIS PENGHASILAN DAN KETENTUAN PEMAJAKAN


14. Penghasilan guru dan peneliti
Jika memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian,
hanya dikenakan pajak di negara domicili. Biasanya harus ada
keterangan dari instalasi terkait serta dilakukan pada perguruan
tinggi yang diakui.
15. Penghasilan berupa pensiun
Hanya dikenakan pajak di negara domicili.
16. Penghasilan lain-lain
Adalah penghasilan yang tidak termasuk dalam kategori point 1 s/d
15 diatas. Bila tidak diatur dalam perjanjian biasanya hanya
dikenakan pajak di negara domicili.
Namun dalam beberapa treaty, negara sumber diberi hak
pemajakan sesuai dengan undang-undangnya, artinya bila Indonesia
sebagai negara sumber maka dapat diberlakukan ketentuan pasal
26 UU PPh.

ASSOCIATED ENTERPRISE
(HUBUNGAN ISTIMEWA)
Artikel ini digunakan untuk mengatur perlakuan perpajakan
atas pihak pihak yang mempunyai hubungan istimewa
Biasanya hal ini terjadi karena adanya turut serta atau
partisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam
manajemen, modal atau pengawasan dari orang atau badan
dari negara pihak pada persetujuan dengan orang atau
badan pada negara pihak lainnya.
Artikel ini mengatur hak dari negara yang melakukan
persetujuan untuk melakukan adjusment terhadap laba
kena pajak dari orang atau badan tersebut dalam hal
ditemukannya harga tidak wajar atau biasanya kita sebut
bila ditemukan adanya tranfer pricing

HUBUNGAN ISTIMEWA
Pasal 18 ayat (4) UU PPh

HUBUNGAN ISTIMEWA DIANGGAP ADA


APABILA :

WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling


rendah 25% pada WP lainnya; atau
Hubungan antara WP dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua
WP atau lebih; atau
Hubungan antara dua WP atau lebih yang disebut terakhir;

WP YANG MENGUASAI WP LAINNYA, DUA ATAU LEBIH BAIK LANGSUNG


MAUPUN TIDAK LANGSUNG

ADA HUBUNGAN KELUARGA SEDARAH SEMENDA DALAM GARIS


KETURUNAN LURUS DAN/ATAU KE SAMPING SATU DERAJAT

HUBUNGAN ISTIMEWA DIANGGAP ADA DALAM


HAL
Ps.2 ayat (2) UU PPN

HARGA JUAL ATAU PENGGANTIAN YANG MENJADI DASAR


PENGENAAN PAJAK DITEKAN LEBIH RENDAH DARI
HARGA PASAR WAJAR

YANG
YANG DISEBABKAN
DISEBABKAN OLEH
OLEH ::
1.

FAKTOR KEPEMILIKAN ATAU PENYERTAAN LANGSUNG ATAU


TIDAK LANGSUNG SEBESAR 25% ATAU LEBIH PADA
PENGUSAHA LAINNYA ATAU HUBUNGAN ATARA PENGUSAHA
DENGAN PENYERTAAN 25% ATAU LEBIH

2. FAKTOR
PENGUASAAN
PENGGUNAAN TEKNOLOGI

MELALUI

MANAJEMEN

ATAU

3. FAKTOR HUBUNGAN KELUARGA, SEDARAH DAN SEMENDA DALAM


GARIS KETURUNAN LURUS SATU DERAJAT DAN KESAMPING SATU
DERAJAT

CONTOH FAKTOR
KEPEMILIKAN / PENYERTAAN
(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA)

PENYERTAAN
LANGSUNG (PL)

PT A

PT D

25%
P
L

50%

P
L
T

P
T
L

PT B

P
L

PT
L

50%

PT C
PTL : PENYERTAAN TIDAK LANGSUNG

CONTOH FAKTOR
PENGUASAAN MANAJEMEN DAN TEKNOLOGI
(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA)

APABILA LEBIH DARI SATU ATAU BEBERAPA


PERUSAHAAN BERADA DI BAWAH PENGUASAAN
PENGUSAHA YANG SAMA DALAM BIDANG MENAJEMEN
DAN TEKNOLOGI, MAKA DIANGGAP ADA HUBUNGAN
ISTIMEWA

CONTOH :
- PT. A SELAKU PERUSAHAAN REAL ESTAT MENEMPATKAN
TENAGA AHLI PEMASARANNYA PADA PT. B YANG JUGA
PERUSAHAAN REAL ESTAT.
-ANTARA PT. A DENGAN PT. B DIANGGAP TELAH TERJADI
HUBUNGAN ISTIMEWA

CONTOH FAKTOR HUBUNGAN KELUARGA


(DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA)
SEDARAH

SEMENDA

AYAH
+
IBU

MERTUA
PKP

10 KEATAS

10 KEATAS

PKP + ISTRI

10 KEBAWAH

10 KEBAWAH

ANAK
KANDUNG

SEDARAH

10
GKES
AMPI
N

10
KESA
MPIN
G

ANAK TIRI
PKP
SEMENDA

PSAK 7
Dianggap mempunyai Hubungan istimewa bila :
. Salah satu pihak mempunyai kemapuan untuk
mengendalikan pihak lain.
. Mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam
mengambil keputusan keuangan atau operasional.
. Pengendalian dimaksud adalah kepemilikan langsung
melalui anak perusahaan dengan lebih setengah hak
suara dari satu perusahaan atau suatu kepentingan
substansial dalam hak suara dan kekuasaan untuk
mengarahkan
kebijakan
keuangan
dan
operasi
manaJemen perusahaan berdasarkan anggaran dasar
atau perjanjian.

PSAK 7
Pengaruh signifikan adalah :
. Penyertaan dalam pengambilan keputusan kebijakan
keuangan dan operasi perusahaan, tetapi tidak
mengendalikan kebijakan itu.
Caranya :
. Perwakilan dalam Dewan Komisaris
- Penyertaan dalam perumusan kebijakan.
. Transaksi antar perusahaan yang material.
.Pertukaran karyawan manaJemen
. Ketergantungan pada informasi teknis

Transfer Pricing
Globalisasi ekonomi membawa dampak meningkatnya transaksi
internasional (cross border transaction)
Salah satu masalah perpajakan yang timbul dari transaksi ini adalah
masalah transfer pricing istilah ini berkaitan erat dengan harga
transaksi barang, jasa atau harta tak berwujud antar perusahaan .
Dampaknya : overpricing atau underpricing.
Selain motivasi bisnis, biasanya dimaksudkan untuk mengendalikan
mekanisme arus sumber daya antar anggota grup dan maksimalisasi
laba setelah pajak

Perusahaan Multi Nasional


Adalah perusahaan yang beroperasi di berbagai
membuka cabang, mengorganisasi anak perusahaan
kontrak keagenan, dan sebagainya

negara dengan
atau melakukan

Hubungan istimewa

Undang-undang PPh :
.
.
.

Pasal 18 (3)
Pasal 18 (3a)
Pasal 18 (4)

Dalam P3B biasanya diatur pada ;


.

Article 9 yaitu tentang : Associated enterprice

Transfer Pricing
Biasanya disebut :
- Intracompany Pricing
- Intercorporate Pricing
- Interdivisional Pricing
- Internal Pricing
Pengertian Transfer Pricing :
- Bersifat Netral
- Bersifat Pejoratif

Pengertian Netral

Transfer Pricing adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan


dengan penyerahan barang, jasa atau pengalihan teknologi antar
perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
(Gunadi. DR, MSc.AK)

Pengertian Pejoratif

Transfer Pricing adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara


sistematis dengan maksud mengurangi laba artificial, membuat seolah
olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara.
(Gunadi.DR,MSc,AK)

Netral :
Pejoratif :

Murni taktik dan strategi bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak
Upaya untuk menghemat beban pajak dengan taktik antara lain
menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya rendah.

TRANSFER PRICING
Pengertian umum :
Adalah penentuan harga atau
penyerahan barang, pemberian
antar unit dari MNC yang sama.

balas
jasa

jasa
atau

sehubungan dengan
pengalihan teknologi

Transfer pricing biasanya dimaksudkan untuk tujuan-tujuan


manajemen yaitu :
1. Untuk menjamin bahwa sasaran unit-unit sejalan dengan
sasaran MNC secara keseluruhan.
2. Untuk mengarahkan para manager unit sejalan dengan tujuan
MNC untuk mencapai efisien dalam Allocation of Resources
3. Agar terdapat ukuran yang seragam dalam menilai prestasi
setiap unit .
4. Untuk mempermudah komunikasi yang efektif bagi seluruh unit
MNC.

Tujuan Transfer Pricing:


1.
2.

Memaksimalkan penghasilan global.


Mengamankan posisi kompetitif anak / cabang
perusahaan dan penetrasi pasar.
3. Evalusi kinerja anak/ cabang perusahaan manca
negara.
4. Menghindarkan pengendalian devisa.
5. Mengatrol kreditable asosiasi.
6. Mengurangi resiko moneter.
7. Mengatur cash flow anak / cabang perusahaan yang
memadai
8. Membina
hubungan
baik
dengan
administrasi
setempat.
9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk.
10. Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah.

Penentuan transfer pricing:


1.

2.
3.

4.

Penentuan harga transfer berdasarkan biaya atau cost basis


transfer pricing.
Penentuan harga transfer berdasarkan harga pasar atau market
basis transfer pricing.
Penentuan harga transfer berdasarkan negosiasi atau the
negotiated price.
Penentuan harga transfer berdasarkan arbitrasi atau arbitration
transfer pricing.
Isu isu internasional dalam transfer pricing
- Lebih dari 80% MNC melihat transfer pricing sebagai suatu isu pajak
internasional
- Banyak negara menerima pedoman yang dikeluarkan oleh OECD model
dalam menghadapi masalah transfer pricing yaitu dengan
menerapkan prinsip arms-length

Prinsip Arms Length.


Menempatkan perusahaan perusahaan dalam satu group dalam
kondisi yang sama dengan perusahaan yang independen sehingga
menghilangkan faktor faktor yang menguntungkan maupun yang
merugikan.
(lihat pasal 9 OECD model atau UN model)
Menurut Arms Length standard harga transfer seharusnya ditetapkan
supaya dapat mencerminkan harga yang akan disusun oleh pihak pihak
yang tidak terkait yang bertindak secara bebas.
Tiga metode yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi harga
transfer yang wajar adalah:
1. Comparable Uncontrolled pricing method
- Mengevaluasi harga transfer yang wajar dengan mengacu kepada
tingkat harga yang terjadi antar unit yang independen atau antar MNC
dengan unit yang independen.
-Secara teoritis paling baik.
- Kendala: Kuantitas, kualitas, kondisi, waktu penjualan, merk dagang,
pangsa pasar, geografis pasar.

2. Resale pricing method

- Metode ini dapat diterapkan untuk produk yang ditransfer ke


anggota grup lainnya untuk dijual kembali.
- Kewajaran harga transfer didekati dengan pengurangan harga
penjualan kepada pihak independen dengan suatu mark up yang
wajar (sebanyak keuntungan dan biaya si penjual)
-Kendala: penentuan mark up
3. Cost plus pricing method

- Metode ini mendekati harga wajar transfer dengan menambahkan


mark up yang wajar pada harga pokok (cost) pihak yang
mentransfer.
Metode ini biasanya dipakai dalam hal penyerahan barang setengah
jadi (semi finished product) atau salah satu anggota grup sebagai
sub kontraktor dari yang lainnya.

Dalam keadaan tertentu, kombinasi dari ketiga metode tersebut diatas


perlu diterapkan,atau juga metode lainnya, misalnya alokasi laba atas
transaksi tertentu (Profit Split Method) atau kalkulasi tingkat keuntungan
yang pantas pada suatu investasi tertentu (TNMM atau Transactional Net
Margin Method)

Transfer Pricing Hubungan Istimewa


Transfer pricing dapat terjadi antara WP DN maupun antara WP DN
dengan pihak luar negeri, terutama yang berkaitan dengan penduduk
dinegara yang sering disebut tax heaven countries
Indonesia dalam kaitan transaksi antar WP yang mempunyai hubungan
istimewa menganut azas material.
Hubungan istimewa dapat mengakibatkan:

Kekurangwajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan


dalam suatu transaksi usaha, dan penentuan harga secara sepihak dan
lain sebagainya dapat menimbulkan adanya indikasi transfer pricing

Transfer
Pricing
dapat
mengakibatkan
terjadinya
pengalihan
penghasilan (income), dasar pengenaan pajak (tax base) dan atau biaya
(cost) dari suatu WP ke WP lainnya yang dapat direkayasa untuk
menekan keseluruhan jumlah pajak yang terhutang atas wajib pajak
yang
mempunyai
hubungan
istimewa
baik
nasional
maupun
internasional.

Kekurangwajaran tersebut dapat terjadi pada:


-

Harga penjualan
Harga Pembelian
Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost)
Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang
saham (shareholder loan)
- Pembayaran komisi, lisensi, sewa, franchise, royalty, imbalan
jasa manajemen, imbalan jasa teknik, dan imbalan jasa lainnya.
Penangkal transfer pricing:
1.
2.
3.
4.

Menyingkap praktek bisnis intercompany


Harmonisasi pemajakan internasional
Kerjasama internasional
Advance pricing arrangement

Petunjuk Penanganan Kasus Kasus Transfer Pricing


SE DJP No.SE 04/PJ.7/1993 tgl 3-9-1993
Wewenang Dirjen Pajak mengatur perlakuan perpajakan
atas transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa, sesuai ketentuan pasal 18 ayat (2) dan
(3) UU Pajak Penghasilan, dan pasal 2 ayat (1) dan (2) UU
PPN
Prinsip utama disini adalah transaksi dalam kaitan
hubungan
istimewa
harus
diteliti
agar
dapat
meminimalisasi praktek penghindaran atau penyelundupan
pajak.
Terutama
transaksi
dengan
badan
usaha
yang
berkedudukan di negara Tax Haven Countries.
UU Pajak Indonesia menganut azas materiil.
Transaksi dalam kaitan hubungan istimewa harus sesuai
dengan harga pasar wajar

Treaty Shopping
Negara yang bukan merupakan para pihak dalam P3B,
menggunakan fasilitas P3B.

Offshore Financial Centres


Negara

negara
kecil
berlombalomba
menyediakan fasilitas perpajakan yang murah,
dengan harapan mendapatkan bisnis lainnya.
Ada lebih dari 200 negara seperti ini yang dulu
disebut TAX HAVEN, sekarang disebut OFFSHORE
FINANCIAL CENTRE.

Ciri-ciri Offshore Financial Centre


Pada umumnya transaksi perdagangan dilakukan
dengan bukan penduduk negeri tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
dengan transaksi keuangan dan pendirian usaha
ditujukan
untuk
menarik
perdagangan
internasional
Kerahasiaan didalam transaksi keuangan sangat
dijaga ketat.
Peraturan perpajakannya sangat menguntungkan
wajib pajak.

MULTINATIONAL ATAU TRANS NATIONAL


CORPORATIONS (MNC/TNC)
Pengertian :
MNC/TNC adalah sekelompok perusahaan yang
saling berkaitan dan saling terikat satu sama lain,
serta selain beroperasi dinegara asal juga
perusahaan / kelompok perusahaan tersebut
beroperasi dinegara lain.
Ciri ciri khususnya:
Dalam kelompok MNC/TNC, terdapat kesatuan
langkah, sikap atau strategi yang meliputi seluruh
kegiatan internasionalnya.

MASALAH YANG DIHADAPI OLEH MNC/TNC


Adanya keharusan untuk mengadakan penyesuaian diri dengan
hukum dan peraturan dari negara dimana perusahaan tersebut
beroperasi.
Timbulnya masalah perpajakan di negara dimana mereka melakukan
kegiatan usaha.
Pada setiap transaksi antar perusahaan dalam kelompok MNC/TNC
(yang pada umumnya dalam jumlah besar) akan timbul masalah
penentuan harga pasar wajar (armlength price)
Tidak selamanya MNC/TNC, selalu menggunakan harga transaksi
tidak wajar, mungkin hal itu dilakukan untuk menolong perusahaan
lain karena ada persaingan, persediaan uang tunai untuk cukup lama,
serta untuk merebut pasaran
Dalam hal ini transfer teknologi, penentuan harga pasar secara wajar
biasanya lebih sulit

BENTUK MNC/TNC MASUK KE INDONESIA


Penanaman langsung dengan partner Indonesia
dalam bentuk PMA (Penanaman modal asing)
Penanaman langsung
dalam bentuk PMDN
negeri)

dengan partner Indonesia


(Penanaman modal dalam

Membentuk sarana usaha di Indonesia dalam bentuk


Permanent Establishment (BUT)
Mengadakan usaha atau kegiatan usaha di Indonesia
tanpa melalui ketiga hal tersebut diatas.

Anda mungkin juga menyukai