Anda di halaman 1dari 5

Uniformity within industries and relevant circumtances

Sulit untuk membahas mengenai Uniformity, apakah ada cukup bukti yang menunjukan bahwa adanya
tingkat kesamaan atas pilihan metode akuntansi yang dipilih dalam suatu industry yang sama jika
memiliki ukuran yang sama.

Beberapa study mencoba untuk menkategorikan kemiripan pilihan metode akuntansi untuk melihan
tingkat kemiripan dari Agency (Contracting) Theory Condition.

Ada dua jenis kondisi dimana bisa saling berhubungan atau saling berpotongan dengan tipe analisa
uniformity dan kebijakan.

Contohnya Dopuch and Pincus menunjukan bawha

Keadaan yang relevan (relevant circumstances) merupakan suatu keadaan yang


ekonomis dan memiliki kemungkinan memengaruhi kejadian-kejadian yang sama
secara luas secara signifikan (Wolk, e al., 2004). Keadaan yang signifikan ekonomis
merupakan kondisi umum atau faktor yang terkait dengan kejadian yang diharapkan
memengaruhi timbulnya atau waktu aliran kas (Wolk, et al., 2004).

Oleh karena itu, keadaan yang relevan (relevant circumstances) dapat diartikan sebagai
keadaan ekonomis yang dapat berpengaruh luas pada kejadian yang sama secara
signifikan.

Relevant circumstances merupakan aspek yang sangat penting dalam masalah


uniformity. Menurut Powell (1965) dalam Wolk, et al., (2004), pengaruh manajemen
merupakan pertimbangan penting yang menyebabkan penggunaan metoda akuntansi
yang berbeda. Pemilihan metoda akuntansi kemungkinan valid, tetapi masalah
pemilihan metoda akuntansi dipengaruhi oleh motivasi manajemen yang berbeda
dengan arah relevant circumstances. Motivasi manajemen tersebut seperti hal-hal
berikut.
a. Memaksimalkan laba jangka pendek dalam pelaporan jika kompensasi manajerial
berdasarkan laba tersebut.

REPORT THIS AD

b. Meminimalkan laba jangka pendek jika terdapat kekhawatiran adanya intervensi


pemerintah terkait dengan antitrust.

c. Meratakan laba (smoothing income) untuk menunjukkan kepada pemegang saham


bahwa perusahaan memiliki risiko yang cukup rendah.
Keseragaman secara Finite dan Rigid serta Konsep Fleksibilitas
Konsep finite uniformity berusaha menyamakan metoda akuntansi yang ditentukan dengan
keadaan yang relevan atau terkait dalam situasi serupa secara umum. Konsep rigid uniformity
berusaha menentukan satu metoda untuk transaksi yang serupa meskipun terdapat relevant
circumstances. Sementara fleksibilitas diterapkan pada situasi tidak ada relevant circumstances
tetapi terdapat lebih dari satu kemungkinan metoda akuntansi yang bisa dipilih (Wolk, et al.,
2004).
Finite uniformity adalah usaha yang digunakan untuk menyamakan metoda akuntansi yang
ditentukan dengan relevant circumstance dalam situasi yang sama secara umum (Wolk, et al.,
2004). Contoh finite uniformity adalah SFAS No.13 tentang leasing jangka panjang.
Rigid uniformity adalah formulasi keseragaman alternatif. Rigid uniformity berarti menentukan
metoda akuntansi untuk transaksi yang secara umum sama walaupun terdapat relevant
circumstances (Wolk, et al., 2004). Contoh rigid uniformity dalam SFAS No.2 yakni yang
meminta pembebanan biaya penelitian dan pengembangan pada perioda terjadinya walaupun
manfaatnya ada di masa yang akan datang. Contoh lain pada SFAS No.109 adalah kondisi yang
meminta alokasi pajak penghasilan harus digunakan, walaupun tidak ada antisipasi
pengembalian hutang pajak sepanjang masa yang akan datang.
Grady (1965) dalam Wolk, et al., (2004), menjelaskan bahwa penerapan situasi fleksibilitas
tidak dilihat pada relevant circumstances, tetapi lebih pada penggunaan metoda akuntansi yang
ada. Sebab pada dasarnya perusahaan memiliki keleluasaan untuk memilih metoda akuntansi
tersebut. Misalnya, pemilihan metoda dalam menentukan persediaan dan harga pokok
penjualan (cost of goods sold). Menurut Grady (1965) dalam Wolk, et. al., (2004), aliran fisik
yang aktual tidak melihat pada definisi relevant circumstance.
Meskipun demikian, perusahaan bisa memilih di antara metoda FIFO, LIFO, dan rata-rata
tertimbang. Misalnya, perusahaan merasa lebih cocok menggunakan LIFO ketika pada situasi
income tax. Begitu juga dengan penggunaan metoda FIFO atau rata-rata tertimbang, LOCOM
(lower of cost or market) modification diperlukan.

Menurut Cadenhead (1970) dalam Wolk, et al., (2004), pembatasan relevant circumstances
dengan elemen yang melampaui kendali manajemen disebut environmental conditions.
Environmental conditions membedakan perusahaan dan membawa pada biaya pengukuran
yang terlalu berlebihan atau tingkat verifiabilitas relatif rendah terhadap metoda akuntansi yang
dikehendaki. Misalnya, pada penggunaan metoda identifikasi khusus pada penilaian
persediaan, biaya pencatatan akan besar sekali pada perusahaan retail yang memiliki banyak
persediaan dengan nilai per unit yang rendah. Jika nilai yang direalisasi bisa diperoleh, biaya
penyelesaian akan sulit diprediksi pada beberapa industri dan menyebabkan tingkat
verifiabilitas yang rendah. Hanya dalam kasus circumstantial variables diperbolehkan
penyimpangan metoda akuntansi yang telah ditentukan secara rigid.
Relevant circumstances merupakan keadaan yang penting secara ekonomi yang dapat
memengaruhi secara luas kejadian-kejadian yang mirip atau serupa. Pada kondisi umum atau
faktor yang berkaitan dengan kejadian kompleks yang diharapkan memengaruhi waktu dari
arus kas. Hal tersebut dapat diketahui pada saat kejadian (present magnitudes) atau setelah
kejadian (future contingencies). Institusi perumusan standar seharusnya mengidentifikasi
faktor relevant circumstances secara tepat agar standar yang dirumuskan tidak kaku (Wolk, et
al., 2004).

Menurut Cadenhead (1970) dalam Wolk, et al., (2004), pembatasan relevant


circumstances dengan elemen yang melampaui kendali manajemen disebut
environmental conditions. Environmental conditions membedakan perusahaan dan
membawa pada biaya pengukuran yang terlalu berlebihan atau tingkat verifiabilitas
relatif rendah terhadap metoda akuntansi yang dikehendaki. Misalnya, pada
penggunaan metoda identifikasi khusus pada penilaian persediaan, biaya pencatatan
akan besar sekali pada perusahaan retail yang memiliki banyak persediaan dengan nilai
per unit yang rendah. Jika nilai yang direalisasi bisa diperoleh, biaya penyelesaian akan
sulit diprediksi pada beberapa industri dan menyebabkan tingkat verifiabilitas yang
rendah. Hanya dalam kasus circumstantial variables diperbolehkan penyimpangan
metoda akuntansi yang telah ditentukan secara rigid.
Relevant circumstances merupakan keadaan yang penting secara ekonomi yang dapat
memengaruhi secara luas kejadian-kejadian yang mirip atau serupa. Pada kondisi
umum atau faktor yang berkaitan dengan kejadian kompleks yang diharapkan
memengaruhi waktu dari arus kas. Hal tersebut dapat diketahui pada saat kejadian
(present magnitudes) atau setelah kejadian (future contingencies). Institusi perumusan
standar seharusnya mengidentifikasi faktor relevant circumstances secara tepat agar
standar yang dirumuskan tidak kaku (Wolk, et al., 2004).

Dalam dunia perpajakan, metode LIFO dianggap hanya membuat kerugian bagi negara
karena dengan menggunakan metode ini, laba yang dihasilkan akan semakin kecil yang
berakibat pajak yang dibayarkan juga akan semakin kecil. Hal ini menjadi jalan bagi
perusahaan-perusahaan yang ingin memperkecil beban pajaknya. Oleh karena itu,
metode LIFO tidak diperbolehkan lagi untuk digunakan dalam peraturan perpajakan di
Indonesia

Mengapa Pajak Tidak Mengakui Metode LIFO?


Pendahuluan
Sering terjadi perdebatan ketika perusahaan akan
menentukan metode perhitungan persediaan, seperti
mengapa pajak tidak mengakui metode LIFO?
Sebagaimana kita ketahui bahwa metode penghitungan
persediaan ada tiga yaitu rata-rata (Average), masuk
pertama keluar pertama (First In First Out - FIFO), dan
masuk terakhir keluar pertama (Last In First Out - LIFO).
Menurut fiskal dalam menentukan metode perhitungan
persediaan hanya memperbolehkan menggunakan metode
Average dan FIFO. Sedangkan akuntansi komersial
memperbolehkan menggunakan metode LIFO, namun
perlu kita ketahui tidak semua akuntansi komersial
memperbolehkan menggunakan metode LIFO. Salah satu
standar akuntansi yang tidak memperbolehkan menggunakan metode perhitungan persediaan dengan LIFO, salah
satunya yaitu: International Financial Reporting Standards (IFRS). Berdasarkan IFRS metode LIFO sudah tidak boleh
lagi untuk digunakan karena metode LIFO menyebabkan nilai inventory yang disajikan dalam laporan posisi keuangan
(balance sheet) tidak merepresentasikan recent cost level of inventory (IAS 2.BC13)

Metode Perhitungan Persediaan


Sebelum mengupas alasan mengapa pajak tidak mengakui metode LIFO? Berikut contoh yang dapat menjelaskan
perbedaan antara ke tiga metode:
Tn. Hendy memiliki transaksi persediaan pada tahun 2014 sebagai berikut:

Tn. Hendy menggunakan metode pencatatan sistem periodical. Pada 31 Desember 2014 Tn. Hendy memiliki 50 unit
persediaan akhir di gudang. Sehingga persediaan yang terjual sebanyak 850 unit.

Berdasarkan contoh di atas, berikut penjelasan dari masing-masing metode perhitungan persediaan:

1. Metode rata-rata (Average)


a. Total Pembelian :

Perhitungan:

1. Harga rata-rata perunit = Rp 785.000/ 900 unit = Rp 872,22


2. Harga Pokok Penjualan = 850 unit x Rp 872,22 = Rp 741.388
3. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 872,22 = Rp 43.612

Berdasarkan metode Average, nilai persediaan yang diperoleh adalah nilai rata-rata persediaan yang diperoleh. Jadi
harga pokok penjualan dan persediaan akhir per 31 Desember 2014 dengan sistem periodik adalah sebesar Rp 741.388
dan Rp 43.612.

2. Metode masuk pertama keluar pertama (First In First Out – FIFO)


a. Total Pembelian :

b. Perhitungan Harga Pokok Penjualan :

c. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 950 = Rp 47.500

Berdasarkan metode FIFO, persediaan yang terjual adalah persediaan yang diperoleh lebih awal, mulai dari bulan
Februari sampai dengan Agustus secara berturut-turut, namun pada bulan Agustus yang baru terjual 250 unit maka
masih tersisa 50 unit. Jadi harga pokok penjualan dan persediaan akhir per 31 Desember 2014 dengan sistem periodik
adalah sebesar Rp 737.500 dan Rp 47.500.
3. Metode masuk terakhir keluar terakhir (Last In First Out – LIFO)

a. Total Pembelian :

b. Perhitungan Harga Pokok Penjualan :

c. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 800 = Rp 40.000

Berdasarkan metode LIFO, persediaan yang terjual adalah persediaan yang diperoleh paling akhir, mulai dari bulan
Agustus sampai dengan Februari secara berturut-turut mundur ke belakang, namun pada bulan Februari yang baru
terjual 150 unit maka masih tersisa 50 unit. Jadi harga pokok penjualan dan persediaan akhir per 31 Desember 2014
dengan sistem periodik adalah sebesar Rp 745.000 dan Rp 40.000.

Perbandingan Ketiga Metode Perhitungan Persediaan


Berdasarkan perhitungan diatas, berikut adalah hasil perbandingan perhitungan metode Average, FIFO, dan LIFO.
Pendapatan dan Tarif Pajak Penghasilan diasumsikan sebesar Rp 1.000.000,00 dan 25%.

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan menggunakan metode perhitungan persediaan LIFO, maka
perusahaan dapat memperkecil laba sebelum pajak atau laba kotor, sehingga pembayaran pajak penghasilan menjadi
lebih sedikit.
Penutup
Dari uraian diatas sudah dapat terjawab mengapa pajak tidak mengakui metode LIFO? Karena dengan menggunakan
metode LIFO perusahaan dapat meminimalkan laba sehingga memperkecil biaya pajak penghasilan. Seiring dengan
berjalannya waktu harga pembelian persediaan terus mengalami peningkatan yang dapat disebabkan oleh inflasi, maka
jika perusahaan menggunakan metode LIFO akan mengakibatkan kerugian bagi negara karena setoran ke kas negara
semakin sedikit. Oleh karena itu, metode yang boleh digunakan berdasarkan ketentuan perpajakan di Indonesia hanya
metode Average atau FIFO.

Anda mungkin juga menyukai