Dasar Hukum: Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 diubah dengan Undang-Undang No. 16
Tahun 2000, Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 dan Undang-undang No. 16 Tahun 2009.
KUP memuat:
1. Pengertian Baku :
a. Wajib Pajak.
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak.
Objek Pajak : Sesuatu yang dapat dikenakan pajak, timbul karena keadaan, perbuatan,
dan peristiwa yang secara hukum dapat dikenakan pajak.
Contoh:
1. Timbulnya Objek Pajak karena perbuatan.
Seseorang melakukan kegiatan kerja dan mendapatkan upah (penghasilan).
”Penghasilan”: merupakan Objek Pajak untuk Pajak Penghasilan (PPh).
2. Timbulnya objek Pajak karena keadaan.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Objek Pajak untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
3. Timbulnya Objek Pajak akibat peristiwa.
Kelahiran dan Kematian → Surat Keterangan yang bermaterai.
(”materai”: merupakan pajak atas Dokumen).
Wajib Pajak :
Orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan diwajibkan
untuk menyelesaikan kewajiban perpajakan.
b. Badan : Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang berbadan hukum.
c. Masa Pajak : Jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 bulan takwim / bulan
kalender.
d. Tahun Pajak : Jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 tahun takwim / 12 bulan
masa pajak.
e. Bagian tahun Pajak : Jangka waktu yang lamanya merupakan bagian dari satu tahun
pajak.
f. Pajak Terutang : Pajak yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak untuk jangka waktu
tertentu. ( 1 masa pajak / bagian tahun pajak).
g. Penanggung Pajak : Orang / badan yang diwajibkan untuk melunasi pajak terutang.
h. Surat Paksa : Surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada orang /
badan yang memiliki tunggakan pajak agar segera melunasinya.
Pencantuman NPWP
NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara lain:
a. Formulir pajak yang dipergunakan Wajib Pajak,
b. Surat menyurat dalam hubungan dengan perpajakan.
c. Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP.
Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merpakan Kode Wajib Pajak dan 6
digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
Catatan:
a. WP yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila memerlukan NPWP, dapat
mendaftarkan diri dan kepadanya akan diberikan NPWP.
b. Setiap WP hanya mempunyai satu NPWP untuk demua jenis pajak.
c. Untuk perusahaan perseoraangan, NPWP atas nama pemiliknya.
d. Untuk Badan (misalnya PT) yang beru berdiri sebaiknya tetap memunyai NPWP
karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.
2. Fungsi
a. Sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang.
b. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
c. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
d. Harta dan kewajiban.
e. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pengkreditan Pajak masukan terhadap Pajak Keluaran.
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.
3. Prosedur Penyelesaian SPT
a. Wajib Pajak mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang telah
ditetapkan Direktur Jenderal Pajak atau dengan cara lain dengan ketentuan
Menteri Keuangan.
b. Wajib Pajak wajib mengisi dengan benar dengan tanda tangan.
4. Pembetulan SPT
Wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan
yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal
Pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 tahun sebelum
daluwarsa penetapan.
5. Jenis SPT
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat pemberitahuan untuk suatu Masa
Pajak.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
SPT meliputi:
a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
b. SPT Masa yang terdiri dari:
1) SPT Masa Pajak Penghasilan
2) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
3) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut PPN
6. Batas Waktu Penyampaian SPT
a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 30 hari setelah akhir Masa
Pajak.
b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib Pajak orang
pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib pajak badan
paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
7. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 bulan sejak batas waktu
penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan.
8. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan,
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
a. Rp 500.000,- untuk Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai.
b. b. Rp 100.000,- untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.
c. Rp1.000.000,- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak badan.
d. Rp 100.000,- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi.
Apabila melakukan kealpaan maka didenda paling sedikit satu kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah
pajak terutang yang tidak atu kurang dibayar atau dipidana kurungan paling
singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.
Dan bila melakukan kesengajaan maka dipidana dengan penjara paling sedikit
enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat
kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
3. Fungsi
14. PEMERIKSAAN
1. Pengertian
Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau
keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang
- undangan perpajakan.
2. Sasaran Pemeriksaan
Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan adalah untuk mencari
adanya:
a. Interpretasi UU yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan Wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
3. Tujuan Pemeriksaan
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakn dalam rangka
memberikan kepastian hokum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak.
b. Dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang - undangan
perpajakan.
4. Wewenang Memeriksa
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka meaksanakan
ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.
5. Prosedur Pemeriksaan
a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan
harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
b. Wajib Pajak yang diperiksa harus:
1) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak
atau objek yang terutang pajak.
2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
3) Memberi keterangan yang diperlukan.
c. Bila Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasikan, maka pada
saat diperiksa kewajiban itu harus ditiadakan.
d. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau
ruangan tertentu.
15. PENYIDIKAN
1. Pengertian
Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di
bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
2. Penyidik.
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakn sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang - undangan.
3. Wewenang Penyidik
a. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
b. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan.
c. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan.
d. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan.
e. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
4. Kewajiban Penyidik
Penyidik sebagaimana memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik
pejabat Polisi Negara RI sesuai dengan ketentuan yang diatur UU Hukum Acara
Pidana.
1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya, serta sejumlah harga perolehan dan penyerahan
barang dan jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
2. Wajib pajak orang pribadi ang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelengarakan pembukuan.
3. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan diperbolehkan menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto
dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
tetapi wajib melakukan pencatatan. Yang dimaksud pencatatan terdiri dari data
yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan
penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
4. Pembukuan dan pencatatan harus:
a. Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha
sebenarnya.
b. Diselenggarakan di Indonesia.
c. Menggunakan huruf latin dan angka arab.
d. Menggunakan satuan mata uang rupiah dan uang asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
e. Dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan.
f. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan accrual basis atau cash
basis. Perubahan atas metode pembukuan dan pencatatan harus
mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Pencatatan/pembukuan serta dokumen-dokumen lain harus disimpan selama
10 tahun. Tempat penyimpanan dokumen tersebut untuk Wajib Pajak orang
pribadi, di tempat kegiatan atau tempat tinggal dan untuk Wajib Pajak
badan, di tempat kedudukan.
5. Sanksi Tidak Memenuhi Kewajiban Pembukuan
a. Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang ditetapkan
dengan SKP ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%,
dan khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan sebesar 50%.
b. Dengan sengaja:
1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar.
2. Tidak melakukan pembukuan/pencatatan.
3. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lainnya.
Dipidana dengan penjara selam-selamanya 6 tahun dan denda setinggi-
tingginya 4 kali dari jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar.