Anda di halaman 1dari 11

BAB 4

OVERVIEW PPN

(KULIAH MANAJEMEN PERPAJAKAN, DISAMPAIKAN RABU, 7 OKTOBER 2015)

PENGERTIAN PPN

PPN atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang
dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau
jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen.

Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak
(konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain
(penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan
sewa-menyewa.

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang
dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang
diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut
terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud
(hak cipta, merek dagang, paten, dll.

Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk
dari pemesan yang dikenakan PPN, Contohnya: jasa konstruksi, jasa sewa ruangan, jasa
konsultan, jasa perantara, dll.

Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN merupakan kewajiban dari Produsen atau
Pedagang yang disebut Pengusaha Kena Pajak (biasa disingkat PKP). Pengusaha Kena
Pajak (disingkat PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak.

OBJEK PPN

Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah objek PPN. Tetapi oleh karena
adanya pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh
Undang-undang PPN bahwa ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut
serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN. 
Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu: 

1. Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 
2. Jasa Kena Pajak yaitu setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa
yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.

Apa saja yang menjadi Objek PPN selengkapnya diatur dalam Undang-undang PPN
pasal 4, pasal 16 C, dan pasal 16 D.

Pasal 4:

PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 16 C:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan
tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan."

Pasal 16 D:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha
Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c."

Jasa Kena Pajak


Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan/
hak tersedia untuk dipakai, termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan
dengan bahan dan petunjuk pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
Undang PPN.
Diantaranya : Jasa konsultan, jasa sewa, jasa konstruksi, jasa perantara, dsb.

Pada dasarnya semua jasa merupakan Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali yang
dinyatakan lain oleh Undang-Undang PPN itu sendiri. Jenis jasa yang tidak
dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

1. jasa pelayanan kesehatan medis;


2. jasa pelayanan sosial;
3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. jasa keuangan;
5. jasa asuransi;
6. jasa keagamaan;
7. jasa pendidikan;
8. jasa kesenian dan hiburan;
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri;
11. jasa tenaga kerja;
12. jasa perhotelan;
13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum;
14. jasa penyediaan tempat parkir;
15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
17. jasa boga atau katering.

PPN IMPOR BARANG


Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 ditetapkan bahwa salah satu obyek pajak yang dikenai PPN adalah Impor
Barang Kena Pajak.  Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar
Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. 
Pada prinsipnya semua kegiatan impor barang dikenai PPN. Namun dalam rangka
mendorong perkembangan dunia usaha Indonesia dan meningkatkan daya saing
kita, maka Pemerintah menetapkan jenis-jenis Barang Kena Pajak Tertentu yang
bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai,
yang bertujuan untuk menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat
strategis tersebut. Pemberian fasilitas perpajakan ini hanya bersifat sementara.

Impor Barang yang Dibebaskan PPN

1. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat
angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan
patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang
diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain yang
ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan
impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam
negeri, yang diimpor oleh PT. (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam
pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan,
TNI atau POLRI;
2. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
3. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
4. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional,
sesuai dengan kegiatan usahanya;
5. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional, dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka
pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan
Angkatan Udara Niaga Nasional;
6. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT.
(PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor
oleh pihak yang ditunjuk oleh PT. (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang
digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh
PT. (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
7. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen
Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung
pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau
pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.

Catatan:
Apabila penyerahan BKP pada angka 4,5,dan,6 diatas ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula
atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sejak impor maka PPN yang telah dibebaskan tetap wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak
barang modal tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahkan, sedangkan PPN yang telah dibayarkan
tidak dapat dikreditkan.

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang


Dibebaskan PPN
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan PPN lebih jauh diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
11/PMK.03/2007, meliputi:

1. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik,baik dalam keadaan


terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, dimana impor
tersebut:a.Diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajakb.Tidak dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan
tujuan semula, baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak impor dan atau perolehan;
2. Makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan;
3. Barang hasil pertanian yaitu barang hasil pertanian yang dipetik langsung,
diambil langsung atau disadap lansung dari sumbernya termasuk hasil
pemrosesannya yang dilakukan dengan cara: Dikeringkan dengan cara
dijemur atau dengan cara lain; Dirajang; Diasinkan atau digarami;
Dibekukan atau didinginkan; Dipecah; Dicuci atau disucihamakan;
Direndam, direbus; Disayat, dikupas, dibelah; Diperam; Digaruk; Pemisahan
dari kulit atau biji atau pelepah; atau Dikemas dengan cara sangat
sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan;
4. Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan;
5. Air bersih yang dialirkan melalui pipa termasuk air bersih yang diserahkan
dengan cara lain seperti penyerahan melalui mobil tangki air, oleh
Perusahaan Air Minum milik Pemerintah dan atau Swasta;
6. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600 watt.

DASAR PENGENAAN PAJAK


Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak
yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai
Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

 Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang
PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

 Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang
PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

 Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea
Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP,
tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.

 Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir.

 Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:

1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
2. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga
Jual rata-rata;
4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
adalah harga pasar yang wajar;
6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas
perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah
harga pasar wajar;
7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual.
8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
9. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
10. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima
berupa service charge, provisi, dan diskon;
11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah
harga lelang.

FASILITAS PPN
Ada 4 (empat) jenis fasilitas PPN di Indonesia yaitu : Fasilitas PPN Tidak
Dikenakan, PPN Dibebaskan, PPN Tidak Dipungut dan PPN 0% (Nol Persen).
Pengertian keempat fasilitas tersebut adalah sama-sama tidak dibebani PPN.
Tetapi, ada beberapa perbedaan mendasar di antara keempat fasilitas tersebut,
yaitu :

1. PPN Tidak Dikenakan:


o BKP/JKP dikecualikan dari objek PPN.
o Apabila tidak ada usaha lain, maka wajib pajak tidak wajib untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
o Pajak Masukan atas perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak
tidak dapat dikreditkan.
2. PPN Dibebaskan:
o Ada Objek PPN.
o Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib
membuat Faktur Pajak kecuali ada peraturan yang menyatakan tidak
diperlukan.
o Pajak Masukan atas perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak
tidak dapat dikreditkan.
3. PPN Tidak Dipungut:
o Ada Objek PPN.
o Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib
membuat Faktur Pajak kecuali ada peraturan yang menyatakan tidak
diperlukan.
o Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dapat dikreditkan.
4. PPN 0% (Nol Persen):
o Ada Objek PPN.
o Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP.
o Pajak Masukan atas perolehan BKP dapat dikreditkan.

PPN MEMBANGUN SENDIRI


PPN Membangun Sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
39/PMK.03/2010 menggantikan ketentuan sebelumnya tentang PPN Kegiatan
Membangun Sendiri yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor
554/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 320/KMK.03/2002.

PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang memenuhi kriteria berikut:

1. Dilakukan oleh Pribadi atau Badan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain,
termasuk yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas
kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
2. Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan
dengan kriteria:
o konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata,
atau bahan sejenis, dan/atau baja;
o diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;
o luas keseluruhan minimal 300 m2 (tiga ratus meter persegi).

Bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi utamanya terdiri dari


beton dan/atau kayu tahan lama dan/atau bahan lain yang umur
bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.
Tarif dan Pengenaan Pajak

 Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN sebesar 10 % (sepuluh persen)


dari Dasar Pengenaan Pajak.
 Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40%
(empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau
dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan
tanah.
 Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau
dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar
atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri
tersebut.

Saat dan Tempat Pajak Terutang

 Saat yang menentukan PPN terutang adalah saat dimulainya secara fisik
kegiatan membangun sendiri(menggali fondasi, memasang tiang pancang
dan lain-lain).
 Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap
merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara
tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
 Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat
bangunan tersebut didirikan.

Penyetoran dan Pelaporan

 PPN yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan
dan atau dibayarkan, harus disetorkan seluruhnya dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang
melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank
Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya pengeluaran biaya tersebut. Dalam hal kegiatan membangun
sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut tidak
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN
tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan,
 Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
wajib melaporkan pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan
mempergunakan SSP lembar ke tiga bukti setoran PPN paling lambat
tanggal 20 pada bulan dilakukannya penyetoran.

Untuk lebih lengkapnya saat pembayaran dan pelaporan SPT adalah sbb

Kewajiban perpajakan bulanan:

Batas Waktu
No Jenis SPT Batas WaktuPelaporan
Pembayaran
Masa
1. PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2. PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3. PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
4. PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
PPh Pasal 25 (angsuran Pajak)
5. untuk Wajib Pajak orang pribadi Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
dan badan
PPh Pasal 25 (angsuran Pajak)
untuk Wajib Pajak kriteria tertentu Tgl.20 setelah
6. yang diperbolehkan melaporkan Akhir masa Pajak terakhir berakhirnya Masa Pajak
beberapa Masa Pajak dalam satu terakhir
SPT Masa
Hari kerja terakhir
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh minggu berikutnya
7. 1 hari setelah dipungut
Bea Cukai (melapor secara
mingguan)
PPh Pasal 22 - Bendahara Pada hari yang sama saat
8. Tgl. 14 bulan berikut
Pemerintah penyerahan barang
Sebelum Delivery Order
9. PPh Pasal 22 – Pertamina  
dibayar
10. PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
Akhir bulan berikutnya
Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa
11. PPN dan PPn BM – PKP setelah berakhirnya Masa
Pajak dan sebelum SPT
Pajak
Masa PPN disampaikan
12. PPN dan PPn BM - Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut
PPN & PPn BM - Pemungut Non
13. Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
Bendahara
PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal Tgl.20 setelah
Sesuai batas waktu per
14. 15,21,23, PPN dan PPnBM Untuk berakhirnya Masa Pajak
SPT Masa
Wajib Pajak Kriteria Tertentu terakhir

Kewajiban perpajakan tahunan:


No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
Tahunan
PPh - Orang Sebelum SPT Tahunan PPh akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
1.
Pribadi disampaikan atau bagian tahun Pajak
Sebelum SPT Tahunan PPh akhir bulan keempat setelah berakhirnya
2. PPh - Badan
disampaikan tahun atau bagian tahun Pajak
6 (enam) bulan sejak tanggal
3. PBB ----
diterimanya SPPT

Anda mungkin juga menyukai