Anda di halaman 1dari 33

Nama Kelompok :

1. Ali Yafie Halim Perdana (06)


2. Devi Ayu Ramadanti (13)
3. Ika Nani Hapsari (20)
4. Ninda Oktikasari (26)
5. Rahmat Fauzan (33)
6. Wesly Joshua Sitompul (38)
1. Pengertian terminologi
a. BKP/JKP dan non BKP/non JKP
b. Penyerahan BKP/JKP
c. Daerah pabean
d. Kegiatan usaha/pekerjaan
2. PPN atas impor BKP
3. PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah paben
4. PPN atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean
5. Ekspor BKP berwujud oleh PKP
6. Ekspor BKP Tidak berwujud oleh PKP
7.Ekspor JKP oleh PKP
2.1 Pengertian
Terminologi
Penyerahan BKP/JKP
Dalam UU PPN 1984, pengertian penyerahan BKP
diatur dalam pasal 1A ayat 1, sebagai berikut:
a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena
suatu perjanjian.
b. Pengalihan Barang Kena Pajak karena satu
perjanjian sewa beli dan atau perjanjian
sewa guna usaha (leasing).
c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada
pedagang perantara atau melalui juru
lelang.
d. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma
atas Barang Kena Pajak.
e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan atau
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan.
f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang
atau sebaliknya dan atau penyerahan Barang Kena
Pajak antarcabang.
g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.
h. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena
Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha
Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkanBarang
Kena Pajak.
Tidak termasuk dalam penyerahan
Barang kena Pajak

a. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan


utang-piutang.
b. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antarcabang, dalam hal
Pengusaha Kena Pajak tersebut telah
memperoleh izin pemusatan tempat pajak
terutang
c. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha
dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan
adalah Pengusaha Kena Pajak.
d. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan, dan yang
Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan.
Penyerahan Jasa Kena Pajak

Berdasarkkan pasal 1 angka 7 dan memori


penjelasan pasal 4 ayat 1 huruf UU PPN 1984,
termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa
Kena Pajak adalah :
1. Setiap pemberian Jasa Kena Pajak
2. Pemakkaian sendiri Jasa Kena Pajak
3. Pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak
Sama halnya dengan pemakaian sendiri BKP, mulai 14
April 2012 terjadi perubahan perlakuan terhadap
pemakaian sendiri JKP diatur dalam pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.
Pemakaian sendiri JKP untuk tujuan produktif yang
digunakan untuk melakukan penyerahan kena pajak,
tidak dilakukan pemungutan PPN yang terutang
Pemakaian sendiri JKP untuk tujuan produktif yang
digunakan untuk melakukan penyerahan tidak kena
pajak atau penyerahan fasilitas dibebaskan dari
ppengenaan PPN, dilakukan pemungutan PPN yang
terutang
Pemakaian sendiri JKP untuk tujuan konsumtif
dikenai PPN dan dilakukan pemungutan PPN terutang
Daerah Pabean

Dalam pasal 1 angka 1 UU PPN 1984 dirumuskan


bahwa Daerah Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan
ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen yang
di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur
mengenai kepabeanan.
Jadi yang dikenai PPN hanya penyerahan BKP/JKP
yang dilakukan dalam Wilayah Republik Indonesia.
Pembayaran boleh dilakukan dimana saja.
Kegiatan Usaha/ Pekerjaan
Kegiatan usaha atau pekerjaan mengandung
pengertian dalam rangka kegiatan usaha sehari-hari
pengusaha yang bersangkutan.
Contoh: perusahaan yang kegiatan usahanya
menghasilkan mebel, apabila pada suatu ketika
menyerahkan sepatu, maka atas penyerahan sepatu
tidak dikenai PPN karena dilakkukan tidak dalam rangka
kegiatan usahanya sebagai pengusaha industri mebel.
Tetapi apabila kegiatan penyerahan sepatu dilakukan
terus-menerus, maka perusahaan ini kegiatan usaha atau
pekerjaannya selain pabrikan mebel adalah pedagang
sepatu sehingga menyerahkan sepatu juga dikenai PPN
2.2 PPN Atas Impor Barang
Kena Pajak
Ruang lingkup Impor dan Nilai Impor diatur dalam Pasal 1
angka 9 dan angka 20 UU PPN yang berbunyi Impor
adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar
Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
Sedang Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut
Undang-Undang ini.
Pajak juga dipungut pada saat impor
Barang Kena Pajak.Pemungutan
dilakukan melalui Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai. Berbeda dengan
penyerahan Barang Kena Pajak, maka
siapapun yang memasukkan Barang
Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean
tanpa memperhatikan apakah
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
atau pekerjaannya atau tidak, tetap
dikenakan pajak
PPN yang Dibebaskan atas
Impor
1.Barang Kena Pajak Tertentu adalah:
a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat
angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat
angkutan di darat, kendaraan lapis baja,
kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus
lainnya, serta suku cadangnya;
b. Komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam
negeri yang digunakan dalam pembuatan senjata
dan amunisi untuk keperluan Departemen
Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia (TNI)
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);
c. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program
Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
d. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-
buku pelajaran agama;
e. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan
danau dan kapal angkutan peneberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau keselamatan manusia.
f. Pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau aylat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan;
g. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana;
h. Komponen atau bahan yang digunakan untuk pembuatan
kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh
PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
i. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh
Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data
batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan
Nasional; dan
j. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah
susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan
pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar
pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana
Wilayah.
2. Jasa Kena Pajak Tertentu adalah:
a. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut
Nasional, Perusahaan penangkapan ikan nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional,
atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai,
Danau, dan Penyeberangan Nasional.
b. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional.
c. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima
oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
d. Jasa yang diserahkan oleh Kontraktor untuk
pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 huruf j dan pembangunan tempat yang semata-
mata untuk keperluan ibadah;
e. Jasa persewaan rumah susun sederhana,
rumah sederhana, dan rumah sangat
sederhana; dan
f. Jasa yang diterima oleh Departemen
Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan
dalam rangka penyediaan data batas
photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia untuk mendukung pertahanan
nasional.
2.3 PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
Pasal 1 angka 10 UU PPN menyatakan
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
Untuk dapat memberikan perlakuan
pengenaan pajak yang sama dengan impor
Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak
tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah
Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di
dalam Daerah Pabean juga dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai
2.4 PPN atas Pemanfaatan JKP Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean

Pasal 1 angka 8 menyebutkan Pemanfaatan Jasa


Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap
kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang
dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, PT
Sejuk Alami di Bandung memanfaatkan Jasa Kena
Pajak dari Pengusaha yang berkedudukan di Malaysia.
Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang
Pajak Pertambahan Nilai.
2.5 Ekspor BKP Berwujud oleh
PKP
*Pengertian Ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena
Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar
Daerah Pabean.
*Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud terjadi pada saat
Barang Kena Pajak dikeluarkan dari daerah Pabean.
*Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud yang dilakukan oleh
Anda akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
*Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud tersebut terbatas pada ekspor yang
dilakukan oleh Anda yang berstatus Pengusaha Kena Pajak.
*Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan dalam hal
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud tersebut dilakukan oleh
Anda yang bukan Pengusaha Kena Pajak.
Dasar Hukum:
Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009
Faktur Pajak
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur
Pajak untuk setiap Ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud.
Faktur Pajak harus dibuat pada saat terjadi Ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena
Pajak Berwujud adalah sebesar 0 % (nol persen).
Contoh Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud :
PT.Kayu Jati Abadi menjual produksi kayu lapis
kepada pembeli dari Amerika Serikat, maka
kegiatan penjualan dan pengiriman kayu lapis
kepada pembeli dari Amerika Serikat tersebut
merupakan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
2.6 Ekspor BKP Tidak Berwujud
oleh PKP

Pasal 1 angka 28 UU PPN menyebutkan


Ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud adalah setiap kegiatan
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari dalam Daerah Pabean di
luar Daerah Pabean.
Contoh ekspor barang kena pajak tidak
berwujud:
PT Filmtama adalah Pengusaha Kena Pajak
berkedudukan di Jakarta bergerak dalam
bidang produksi film, melakukan penjualan
hak pemutaran salah satu film produksinya
untuk ditayangkan di bioskop di Singapura.
Pengenaan PPN atas kegiatan ekspor barang
kena pajak tidak berwujud sama dengan
kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud,
dikenakan hanya kepada pengusaha yang telah
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
Tidak semua ekspor jasa kena pajak dikenakan
PPN, hanya beberapa jasa kena pajak saja
yang merupakan objek PPN.Batasan ini diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK
No 70/PMK.03/2010 Tentang Batasan Kegiatan
Dan Jenis Jasa Kena Pajak Yang Atas Ekspornya
Dikenai Pajak Pertambahan Nilai diatur Jenis
Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai
Pajak Pertambahan Nilai.
2.7 Ekspor Jasa Kena Pajak Oleh
Pengusaha Kena Pajak

Ekspor Jasa Kena Pajak adalah


penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam
Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan
dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud atas dasar pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk
dari pemesan di luar Daerah Pabean.
Jasa jasa tersebut sebagai berikut

a. Jasa Maklon.
Jasa maklon adalah jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
b. jasa perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya
memenuhi ketentuan
c. jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi
perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan
kegiatannya memenuhi ketentuan.
Objek PPN Pasal 16C UU PPN 1984

Pasal 16 C berbunyi Pajak Pertambahan Nilai dikenakan


atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi
atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya, dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai dengan pertimbangan untuk mencegah
terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.
Objek PPN Pasal 16D UU PPN 1984

Pasal 16 D berbunyi Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas


penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut
tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,
PPN dikenakan atas penyerahan seluruh aktiva, kecuali atas
penyerahan aktiva yang tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha, serta penyerahan aktiva berupa sedan dan
station wagon.
Penyerahan mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau
aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, dikenakan
pajak sepanjang memenuhi persyaratan, yaitu bahwa Pajak
Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya,
sesuai ketentuan Undang-undang ini, dapat dikreditkan.
Namun, Pajak Pertambahan Nilai tidak
dikenakan atas pengalihan Barang Kena
Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha dan
pengalihan aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu
kendaraan bermotor berupa sedan dan
station wagon, yang menurut ketentuan
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak
Masukan atas perolehan aktiva tersebut
tidak dapat dikreditkan

Anda mungkin juga menyukai