1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha ;
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut.
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak
berwujud
c. Penyerahannya dilakukan di dalam Daerah Pabean
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
1) Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merk Dagang, Hak Paten, Hak Cipta,
dan lain-lain);
2) Dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumber
jenisnya.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya.
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Jasa Kena Pajak (JKP) dalah kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia
untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permitnaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Unndang PPN dan PPnBM.
Pengertian penyerahan dimaksudkan adalah sebagai penyerahan hak, pengalihan hak atas
barang, pemakaian sendiri dan penyerahan lainnya seperti penyerahan karena konsinyasi.
Penyerahan Barang Kena Pajak sesuai Undang-Undang PPN adalah sebagai berikut:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
2) Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.
3) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak
tersebut melakukan pemusatan tempat pajak terutang.
4) Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak.
5) Barang Kena Pajak berupada aset yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan dan yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud Pasal 9
ayat (5) huruf b dan huruf e.
Jasa Kustodian
Jasa yang dilakukan oleh bank yang dapat berupa jasa penitipan, jasa settlement, jasa aksi
korporasi (corporate actions), dan jasa registrasi. Jasa kustodian yang berupa jasa penitipan
adalah jasa yang terutang PPN. Sedangkan jasa kustodian yang berupada jasa settlement, jasa
corporate actions, dan jasa registrasi merupakan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.
Berdasarkan Surat Edaran No. 34/PJ.53/1995 Tanggal 1 Agustus 1995, jasa consumer credit,
credit card, dan debit card merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, sehingga atas
penyerahannnya tidak terutang PPN. Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau JKP yang
harganya dilunasi dengan menggunakan fasilitas consumer credit atau cc atau debit card,
tetap terutang PPN dan/atau PPnBM sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan Surat Edaran No. SE. 63/PJ.53/1995 Tanggal 29 Desember 1995, jasa penagihan
rekening listrik dan telepon yang dilakukan oleh bank merupakan jasa yang tidak dikenakan
PPN. Dengan demikian atas penyerahan jasa penagihan listrik dan telepon tersebut tidak
terutang PPN.
Surat Direktur Jenderal Pajak No. 2-426/PJ.53/1996 Tanggal 13 Februari 1996 menyatakan
bahwa jasa angkutan umum di darat, laut, udara, maupun sungai yang dilakukan oleh
pemerintah maupun oleh swasta, dan jasa angkutan udara luar negeri, termasuk di dalamnya
jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri tersebut merupakan salah satu kelompok jenis jasa yang tidak dikenakan
PPN.
Terhadap penyerahan Barang Kena Pajak di samping dikenakan PPN sebagaimana telah
disebut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN dan PPnBM dikenai juga Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Karakteristik dalam PPnBM:
1) Pengenaan pajak PPnBM hanya satu kali yaitu pada waktu penyerahan BKP yang
tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor. Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah.
2) PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditan dengan PPN. Namun demikian, apabila
eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar
pada saat perolehan dapat direstitusi.
OBJEK PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
1) Penyerahan Barang Kena Pajak yang tegolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha
yang menghasilkan Barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya, dan
2) Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
TARIF PAJAK
1) Tarif Pajak Penjualan atas Bawang Mewah adalah serendah-rendahnya 10% dan
paling tinggi 200%.
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga Pajak
Penjualan atas Barang Mewah. Pengelompokan Barang Kena Pajak ini ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
2) Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenai pajak dengan tarif
0%.
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar
Daerah Pabean, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 0%.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah didasarkan pada tingkat kemampuan golongan
masyarakat yang mempergunakan barang di samping didasarkan pada nilai guna bagi
masyarakat pada umumnya. Atas dasar itulah tarif yang tinggi dikenakan terhadap
barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Demikian terhadap barang yang dikonsumsi masyarakat perlu dikenai Pajak
Penjualan atas Barang Mawah, tarif yang dipergunakan adalah tarif yang rendah.
1) Harga Jual
Harga jual adalah nilai berapa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2) Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena pPajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk
PPN yang dipungut menurut UU No.8 Tahun 1993, terakhir diubah dengan UU No.
24 Tahun 2009, dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai
berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa.
3) Nilai Ekspor
Nilai ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh eksportir.
4) Nilai Impor
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Perpu
Pabean untuk impor.
1) Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga
Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba kotor;
2) Untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah
Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba kotor;
3) Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata;
4) Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5) Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
6) Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar;
7) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan;
8) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang
disepakati antara pedagang perantara dan pembeli;
9) Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
10) Untuk penyerahan jasa pengiriman paket sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau
jumlah yang seharusnya ditagih; atau
11) Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata sebesar 10% dari
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak bagi PKP Perdagangan Eceran
1) PPN yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10%
x Harga Jual Barang Kena Pajak.
2) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
Pedagang Eceran adalah sebesar 10% x 20% x jumlah seluruh penyerahan barang
dagangan.
1) Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan
menggunakan kurs yang berlaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan pada saat
Faktur Pajak dibuat;
2) Terhadap penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada pemungut PPN, besarnya
pajak yang terutang harus dikonversi ke mata uang rupiah dengan kurs yang berlaku
sesuai Keputusan Menteri Keuangan pada saat pemungut PPN melakukan
pembayaran.
PPN atau PPnBM telah menjadi bagian dari harga atas penyerahan BKP atau JKP, maka PPN
dan PPnBM yang terutang dihitung: 1/110 atau 1/130 (tergantung tarif PPnBM) dikalikan
Dasar Pengenaan Pajak.
Dalam suatu transaksi dapat terjadi bahwa transaksi teresbut menjadi objek PPN dan objek
PPnBM karena BKP yang dijual tergolong mewah.
Pemungut PPN
Kewajiban yang melekat pada WP untuk melaporkan usaha dan kewajiban memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam undang-undang PPN sebagai berikut.
FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak
karena impor Barang Kena Pajak digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
Ketentuan Pasal 13 UU PPN dan PPnBM mewajibkan Pengusaha Kena Pajak untuk membuat
Faktur Pajak pada setiap:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha atau ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak berupa
aset yang penyerahan aset yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan;
2) Penyertahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
3) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan/atau
4) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
1) Faktur penjualan yang digunakan pengusaha telah dikenal masyarakat luas dan
memenuhi persyaratan administratif sebagai Faktur Pajak: kuitansi pembayaran
telepon dan tiket pesawat udara.
2) Adanya bukti pungutan pajak itu harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak yang
seharusnya membuat Faktur Pajak yaitu pihak yang menyerahkan BKP atau JKP,
berada di luar Daerah Pabean, sebagai contoh dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean.
3) Terdapat dokumen tertentu yang digunakan dalam hal import atau ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud.
Faktur Pajak
Faktur Pajak dimaksud merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti
pungutan pajak sebagai saran untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Dengan
perubahan UU PPN dan PPnBM yang berlaku per 1 April 2010 tidak lagi dengan
Faktur Pajak Standar. Pembagian secara global yaitu Faktur Pajak yang dapat
dikreditkan dan Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan.
Faktur Pajak setidaknya harus memuat;
a. nama, alamat, NPWP yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. nama, alamat, NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual, atau penggantian, dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPnBM yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Fak tur Pajak Gabungan
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan Barang
Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan kalender
kepada pembeli yang smaa atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.
Faktur Pajak Khusus
Dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan terutama UU
PPN dan PPnBM tentang Cara Pengajuan atau Penyelesaian Restitusi PPN atas
Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri diperlukan aturan tata
caranya dan memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Bukan Warga Negara Indonesia atau bukan Permanent Resident of Indonesia yang
tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 2 bulan sejak tanggal kedatangan;
dan/atau;
b. Bukan kru dari maskapai penerbangan.
Bagi para pembeli dengan Faktur Pajak Khusus, yang dilampiri cash register/struk
pembelian/invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang diterbitkan toko
ritel atas pembelian barang bawaan yang PPN-nya akan diminta kembali oleh orang
pribadi. Pengajuan pemohonan restitusi PPN atas barang bawaan tersebut oleh pribadi
harus memenuhi syarat:
Pada Pasal 14 ayat (1) huruf “e” UU KUP bahwa PKP dikenankan menerbitkan
Faktur Pajak tanpa mengisi kolom keterangan tentang:
a. Identitas pembeli berupa nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima
JKP; atau
b. Identitas pembeli BKP atau penerima JKP, dan tidak mengisi kolom tanda tangan
dan nama terang yang berlaku bagi PKP pedagang eceran.
1) Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dnegan keterangan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN tahun 1983 dan
perubahannya serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha
Kena Pajak untuk menandatanganinya.
2) Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak
ditandatangani merupakan Faktur Pajak cacat, sehingga PPN yang tercantum sebagai
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan oleh pembeli BKP atau penerima JKP.
3) PKP harus menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri
Faktur Pajak.
4) Nomor urut pada nomor seri Faktur Pajak dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat
secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara kode transaksi, kode status Faktur
Pajak, dan mata uang yang digunakan.
5) PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak
menandatangani Faktur Pajak yang disertai contoh tanda tangan kepada Kepala KPP
paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat mulai melakukan
penandatanganan Faktur Pajak.
6) Bentuk dan ukuran formulis Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP.
7) Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh PKP.
8) Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 rangkap, yaitu:
Lembar Ke-1 disampaikan kepada pembeli BKP atau penerima JKP.
Lembar Ke-2 untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak.
Untuk Faktur Pajak yang dibuat lebih dari yang ditetapkan, harus dijelaskan
keperuntukannya.
Faktur Pajak Pengganti dapat dibuat pada saat menerbitkan Faktur Pajak yang ternyata cacat,
rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan yang mengakibatkan Faktur Pajak
dimaksud tidak memuat keterangan, yang lengkap, jelas, dan benar. Tata cara pembuatannya
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 Tanggal 24 Maret 2010.
Bila Faktur Pajak yang hilang baik PKP yang menerbitkan maupun pihak yang menerima
Faktur Pajak tersebut dapat membuat salinan dari arsip Faktur Pajak. Bila ada pembatalan
transaksi penyerahan BPK dan/atau JKP yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan. Pihak PKP
yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.
Dokumen yang kedudukannya dipermasakan dengan Faktur Pajak adalah sebagai berikut.
1) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan
invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut.
2) Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tenaga kerja.
3) Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA
untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan BBM.
4) Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa komunikasi.
5) Tiket, tagihan Surat Muatan Udara, atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk
penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.
6) Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa ke pelabuhan.
7) Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.
8) Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
dilampiri dengan invoice.
9) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat
Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh
Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
10) Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/PJ/2010
tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Dokumen Tertentu mulai nomor 1 sampai 8 paling sedikit harus memuat:
Dokumen lainnya yaitu nomor 9 dan 10 dibuat sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Beberapa hal yang esensial dalam fungsi dokumen yang dimaksud dalam
pemungutan PPN yaitu sebagai berikut.
1) PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang
dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan formal dan mencantumkan NPWP
pembeli BKP, penerima JKP, pihak yang melakukan impor BKP, atau pihak yang
memanfaatkan JKP dan/atau BKPTB.
2) Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah
terlanjur dicetak tetapi tidak memenuhi ketentuan syarat formal, tetap dapat
dipergunakan sampai habis dengan cara membubuhkan keterangan yang diperlukan
sebagai,ama yang dimaksud dalam Pasal 2 pada dokumen tersebut.
3) Ketentuan dokumen tertentu ini berlaku pada tanggal 1 April 2010.
Barang Kena Pajak yang dikembalikan (retur) oleh pembeli, maka PPN dan PPnBM dari
BKP yang dikembalikan tersebut mengurangi Pajak Keluaran dan PPnBM yang terutang oleh
PKP penjual dan mengurangi:
Pembatalan penyerahan JKP oleh penerima JKP, maka PPN dari JKP yang dibatalkan
mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh PKP pembeli JKP dan mengurangi:
1) Bagi pengusaha baik Orang pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP
dilarang membuat Faktur Pajak.
2) Bila Faktur Pajak telah dibuat, sebagai akibatnya pengusaha baik Orang Pribadi atau
Badan dimaksud wajib menyetor pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas
Negara, sehingga dilarang tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut.
Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 13/PJ/2010 selanjutnya menegaskan bahwa PKP
dikenai sanksi administrasi sesuai Pasal 14 ayat (4) UU KUP Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 dalam hal:
1) menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi
secara lengkap jelas, benar, dan/atau tidak ditandangangani oleh pejabat atau kuasa
yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani Faktur Pajak dan/atau;
2) menerbitkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan yaitu tiga
bulan sejak Faktur Pajak seharusnya dibuat.
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor Barang Kena
Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang
dipungut PKP pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Pajak Keluaran – Pajak Masukan = Pajak yang harus disetor ke Kas Negara
Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan. Faktur Pajak harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
Apabila Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada Masa Pajak
berikutnya.
Apabila PKP yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan
penyerahan yang tidak terutang pajak, hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang
berkenaan 2 macam penyerahan yaitu:
Pedoman perhitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
telah dikeluarkan dengan penyerahan yang terutang pajak. Berdasarkan Ketentuan Pasal 14
UU Pajak Penghasilan telah mengatur sebagai berikut:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp4.800.000.000 diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Perhitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dan tahun pajak yang
bersangkutan.
2) Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan dan/atau wajib
menyelenggarakan pencatatan dan/atau dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan, tetapi;
a) tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau
pembukuan;
b) tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti
pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan.
Dengan ketentuan di atas, maka perlakuan PPN terhadap WP yang penghasilan netonya
dihitung berdasarkan norma penghasilan neto sebagai berikut:
1) Untuk Wajib Pajak tersebut pada butir 1 dan butir 2, apabila berdasarkan seuatu
pemeriksaan ternyata peredaran bruto menurut hasil pemeriksaan lebih besar daripada
peredaran bruto yang dilaporkan Pengusaha Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilainya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8)
huruf i UU PPN, Pajak Masukan yang tidak dilakukan pemeriksaan tidak dapat
dikreditkan. Yang dijadikan dasar untuk menghitung Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah peredaran bruto yang dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak
dalam Surat Pemberitahuan PPN.
2) Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengna penyerahan yang
tidak dikenakan PPN Rp300.000;
3) Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang
dibebankan dari pengenaan PPN Rp500.000.
Perolehan Barang Kena Pajak atu Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai PKP.
Perolahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengna kegiatan usaha.
Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan, station wagon, kecuali
apabila Barang Kena Pajak tersebut merupakan barang dagangan atau disewakan.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau bermanfaat Jasa Kena Pajak.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagai Faktur Pajak atau tidak terpenuhi persyaratan formal dan
materiil.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan Ketetapan Pajak.
Peroleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan, dan
Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi.
Pengkreditan Pajak Masukan yang dapa dikreditkan dalam suatu masa pajak dapat dilakukan
terhadap Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama, namun terhadap Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang
sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 bulan setelah
berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya yang
belum dilakukan pemeriksaan.
Kelebihan Pajak Masukan dapat dikompensasikan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak
berikutnya. Namun, apabila kelebihan Pajak Masukan terjadi dalam Masa Pajak pada akhir
tahun buku, kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian
(restitusi).
AKUNTANSI PAJAK
Dalam akuntansi komersial tidka pmngatur tersendiri perilaku akuntansi khusus untuk PPN
maupun PPnBM, PSAK hanya mengatur Akuntansi Pajak Penghasilan.
Namun demikiran dalam akuntansi komersial maupun akuntansi pajak terdapat persamaan
dalam melakukan pencatatan yang harus dipersiapkan antara lain sebagai berikut:
3) Pembelian secara kredit tetapi hingga kahir bulan belum dibayar dan Faktur Pajak
belum diterima
Tgl Akun Debit Kredit
Pembelian xxxxx
PM-Belum Difakturkan xxxxx
Utang xxxxx
4) Membayar utang muka pesanan BKP dan Faktur Pajak telah diterima dan BKP
sampai akhir bulan belum dikirim/diterima.
Tgl Akun Debit Kredit
Uang Muka Pembelian xxxxx
Pajak Masukan xxxxx
Kas dan Bank xxxxx