Anda di halaman 1dari 35

DIKTAT

AKUNTANSI PERPAJAKAN

Bagian 13

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN) DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH (PPN &
PPN.BM)

Oleh:

Afrizal Tahar

Prodi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Yogyakarta

2021

A. Pajak Pertambahan Nilai

Di Indonesia Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ada mulai 1 April 1985. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pengganti dari Pajak Penjualan (PPn). Pajak
Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang
dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola
konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai.
Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional, maupun
internasional terus menciptakan jenis serta pola transaksi bisnis yang baru.
Undang-undang yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah adalah UU No 8 tahun 1983. PPN diatur dalam UU No 8
tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM, selanjutnya diubah dengan UU No.11 tahun
1994, lalu diubah dengan UU No. 18 tahun 2000, terakhir diubah lagi dengan UU No.42
tahun 2009 dan dirubah lagi terakhir di UU Ciptakerja Nomor 11 tentang PPN
Perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai ini bertujuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.
Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah menciptakan jenis dan pola
transaksi baru yang perlu ditegaskan lebih lanjut pengenaannya dalam Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menyederhanakan sistem Pajak Pertambahan Nilai.


Penyederhanaan sistem Pajak Pertambahan Nilai dilakukan dengan mengubah
atau menyempurnakan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
yang menyulitkan Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
3. Mengurangi biaya kepatuhan.

Penyederhanaan sistem Pajak Pertambahan Nilai diharapkan pula dapat


mengurangi biaya, baik biaya administrasi bagi Wajib Pajak dalam rangka
melaksanakan hak dan kewajibannya maupun biaya pengawasan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah dalam rangka mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.

4. Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

Tercapainya tujuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan


sukarela Wajib Pajak. Tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan pajak yang tercermin dengan naiknya rasio pajak (tax
ratio).
5. Tidak mengganggu penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

Di samping tujuan di atas, fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara tetap
menjadi pertimbangan.
6. Mengurangi distorsi dan peningkatan kegiatan ekonomi.

B. Pengertian-Pengertian:
1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang
mengatur mengenai kepabeanan. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
2. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam
Daerah Pabean.
3. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah
setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.

4. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena
Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.

5. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan


tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk dan/atau sifatnya.
6. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau
impor Barang Kena Pajak.
7. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan
Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
8. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan,
atau instansi pemerintah tersebut.

9. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean.

10. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar
Daerah Pabean

C. BARANG KENA PAJAK (BKP)

Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang
PPN 1984.
Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena
Pajak. Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau
karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perleng-kapan industrial, komersial, atau
ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, indus- trial, atau
komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:

a. Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa;

b. Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan

c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio


komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film
atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.

D. Barang yang Tidak Dikenai Pajak

Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok
barang sebagai berikut:

a. dihapus

b. dihapus
2. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi
daerah; dan

3. uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat
berharga.

E. Jasa Kena Pajak (JKP)

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa
Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984
sebagaimana telah di ubah di Undang – Undang Harmonisasi Perpajakan tahun 2021

F. Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai

Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:

1. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

a. Jasa pelayanan rumah ibadah;

b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah;

c. Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan;

d. Jasa lainnya di bidang keagamaan.


2. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja
seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah;
3. jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan
di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pajak daerah dan retribusi
daerah;
4. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan
yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat
disediakan oleh bentuk usaha lain;
5. jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan
tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola
tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah
dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
6. jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan
dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah.

G. PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang PPN 1984.
Kewajiban pengusaha kena pajak adalah:

1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;


2. Memungut pajak yang terutang;

3. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak
Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan
4. Melaporkan penghitungan pajak.

Hak pengusaha kena pajak adalah:


1. Melakukan pengkreditan Pajak Masukan (Pembelian) atas perolehan BKP/ JKP

2. Meminta restitusi apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran dan
berhak atas kompensasi kelebihan pajak.

Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak


adalah sebagai berikut:

1. Pengusaha kecil
2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak dikenakan
PP

Beberapa yang perlu diperhatikan oleh pengusaha kecil terkait dengan Pajak
Pertambahan Nilai:
1. Pengusaha Kecil dalam PPN adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00
(empat milyar delapan ratus juta rupiah).
2. Pengsaha sebagaimna dimaksud di atas wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat
jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000.
Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah
keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan
oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil:

1. Dilarang membuat faktur pajak


2. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN

3. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan


4. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh
peredaran bruto di atas batas yang telah ditentukan

Untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Orang Pribadi atau Badan harus
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor
Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Setiap Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan
Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila Peredaran usaha atau Omzet dalam 1
(satu) tahun lebih dari Rp.4.800.000.000.

2. Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau Omzet dalam
1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp.4.800.000.000. dapat mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan disebut Pengusaha
Kecil Kena Pajak.

3. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun
buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dapat mengajukan
permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan dalam hal:


1. PKP dan status Wajib Pajak non efektif

2. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/ atau kegiatan usahanya


3. PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;

4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;


5. PKP yang tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP;

6. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain.
Tata cara pencabutan pengusaha kena pajak

1. Pencabutan Pengukuhan PKP dapat dilakukan:

a. Atas permohonan PKP; atau

b. Secara jabatan.
2. Pencabutan pengukuhan PKP atas permohonan PKP atau secara jabatan dilakukan
berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara
Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.

H. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP)

Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian seperti jual beli,
tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan
penyerahan hak atas barang.Berdasarkan Pasal 1A Undang- undang PPN Tahun 1984
termasuk Penyerahan adalah sebagai berikut:
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penyerahan hak
atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian seperti jual beli, tukar-menukar, jual
beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas
barang.
2. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing.
Pengalihan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan
karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan yang disebabkan
oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan Hak Opsi. Meskipun pengalihan
atau penyerahan hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran
Harga Jual Barang Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena
penguasaan atas Barang Kena Pajak telah berpindah dari penjual kepada pembeli
atau dari lessor kepada lessee, maka undang-undang ini menentukan bahwa
penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian telah
ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas
Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya
perjanjian.
Berdasarkan SE-10/PJ.42/1994 yang mengatur pelaksanaan PPN terhadap
Perjanjian Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi sebagai berikut:

a. Perlakuan PPN Terhadap SGU dengan Hak Opsi (Finance Lease) Atas penyerahan
jasa dalam transaksi SGU dengan Hak Opsi dari Lessor kepada Lessee merupakan
Jasa Financial Leasing yang dike- cualikan dari pegenaan PPN.

Pengalihan BKP oleh suatu perjanjian SGU dengan Hak Opsi, ter- masuk dalam
pengertian penyerahan BKP yang terutang PPN. Penye- rahan barang dianggap
telah terjadi pada saat barang (barang modal) dipindahkan penguasaannya dari
penjual (supplier) atau Lessor kepada pembeli atau Lessee, walaupun belum diikuti
dengan penyerahan hak kepemilikan atas barang yang disewa guna tersebut
kepada Lessee.

b. Perlakuan PPN Terhadap SHU tanpa Hak Opsi

Penyerahan Jasa dalam transaksi SGU tanpa Hak Opsi dari Lessor kepada Lessee
adalah penyerahan jasa yang terutang PPN. Karena Lessor sebagai perusahaan
jasa persewaan barang dengan demikian merupakan Pengusaha Kena Pajak.

c. Perlakuan PPN Terhadap Sale and Lease back dengan Hak Opsi Perlakuan PPN
tidak terutang PPN sepanjang barang modal (aktiva tetap) yang bersangkutan
tetap digunakan oleh Lessee untuk kegiatan usaha yang menghasilkan
penyerahan yang terutang PPN.

3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
Pedagang perantara ialah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaanya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan
untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau bala jasa tertentu,
misalnya Komisioner atau yang ditunjuk oleh peme- rintah.
4. Penyerahan pemakaian sendiri.

Pemakaian sendiri mengandung pengertian bahwa Barang Kena Pajak yang merupakan
barang dagangan atau hasil produksi digunakan untuk kepentingan Pengusaha Kena
Pajak atau digunakan untuk kepentingan pengurus atau karyawannya. Atas pemakaian
sendiri Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak atau untuk pengurus dan
karyawannya, terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dengan menggunakan
Dasar Penge- naan Pajak (DPP) sebesar harga jual Barang Kena Pajak tersebut, tidak
termasuk laba kotor.
Dilihat dari tujuan pemakaian sendiri atas hasil produksi sendiri, dibedakan dalam
pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif dan pemakaian sendiri untuk tujuan
produktif.

a. Contoh Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Konsumtif. Pabrik minimum ringan


menggunakan sebagian dari hasil produksinya untuk konsumsi karyawan. Atas
pemakaian sendiri oleh PKP untuk tujuan konsumtif yang berasal dari
produksinya sendiri tentang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh
pengusaha yang bersangkutan. PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

b. Contoh Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Produktif. Pabrik mobil/truk


mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk kegiatan usaha mengangkut
bahan baku spare parts dari satu tempat ke pabriknya. Atas pemakaian sendiri ini
terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh pengusaha yang
bersangkutan. PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.

5. Penyerahan pemberian cuma-cuma.

Pemberian cuma-cuma: sebagai pemberian Barang Kena pajak oleh PKP yang diberi
tanpa pembayaran baik dari hasil produksi sendiri, maupun bukan produksi sendiri
antara lain pemberian contoh barang dagangan untuk kegiatan promosi kepada
relasi atau calon pembeli, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena
Pajak.

Atas pemberian cuma-cuma Baarang Kena Pajak oleh pengusaha Kena Pajak
terutang PPN dan harus dibuatakn Faktur Pajak dengan menggunakan Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) sebesar harga jual Barang Kena Pajak yang diberikan.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar
cabang.Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerhan BKP
antarcabang dikenakan pajak. Karena menganut prinsip desentralisasi Pengusaha
Kena pajak, maka baik kantor pusat maupun kantor cabang dengan nama dan
bentuk apa pun masing-masing dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak oleh KKP
setempat. Akhirnya penyerahan BKP dari kantor pusat ke kantor cabang atau sebaliknya
dan penyerahan antar cabang dikenakan pajak.
7. Penyerahan persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang
PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1A UU PPN Tahun 1994 menetapkan pajak PPN


dikenakan atas penyerahan persediaan BKP dan aktiva oleh PKP yang menurut
tujuan semua tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakai sendiri sehingga dianggap
sebagai penyerahan kena pajak. Khusus untuk aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan tersebut, hanya dikenakan PPN apabila memenuhi
persyaratan, yaitu bahwa PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan
Tidak termasuk dalam penyerahan Barang kena Pajak adalah:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.

b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.

c. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak
tersebut telah memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang

d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, pelebura- n, pemekaran,


pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan ada- lah Pengusaha Kena Pajak.

e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran per- usahaan, dan yang
Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat di- kreditkan.

I. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean; suatu penyerahan BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak PPN
atau tidak tergantung dari peristiwa-peristiwa.Di dalam Pasal 4 UU PPN Tahun 2009
disebutkan bahwa PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

a. barang berwujud yang diserahakan merupakan Barang Kena Pajak;

b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak
berwujud;

c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan

d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2. Impor Barang Kena Pajak; pajak juga dipungut pada saat impor Barang kena Pajak.
Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;

b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Termasuk


dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
dimanfaatkan untuk arah pakepentingan sendiri dan/ atau yang diberikan secara
cuma-cuma.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean; suatu penyerahan BKP tidak berwujud oleh Peng- usaha Kena Pajak PPN
atau tidak tergantung dari peristiwa-peristiwa se- bagai berikut:

a. Saat harga penyerahan BKP tidak berwujud dinyatakan sebagai piutang oleh PKP.
b. Saat harga penyerahan BKP tidak berwujud diterima pembayaannya baik
sebagian atau seluruhnya oleh PKP.

c. Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh PKP, dalam hal saat-saat
bagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka

d. 3) tidak diketahui.
Contoh: Pengusaha A berkedudukan di Jakarta memperoleh hak mengguna- kan merek
yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan
merek tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean terutang Pajak
Pertambahan Nilai.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam
Daerah Pabean didikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari
Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatn Jasa Kena Pajak
tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.
6. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusha Kena Pajak.

7. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan yang
dimaksud dengan “Barang Kena Pajak tidak berwujud’ adalah: Penggunaan atau hak
menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten,
desain atau model, rencana, for- mula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial, atau hak serupa lainnya.

a. Penggunaan hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial,


atau ilmiah.

b. Pemberian penetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, in- dustrial,


atau komersial.
Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan peng- gunaan
atua hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
a. Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurakan pada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa.

b. Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televise atau r adio yang disiarkan/ dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optic, atau teknologi yang serupa.

c. Pengunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum radio


komunikasi.
Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture film),
film atau pita radio untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran
radio.Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak- hak
lainnya sebagaimana tersebut di atas.
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena
Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak
yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak berwujud atas dasar
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar
Daerah Pabean.

J. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)


Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pungutan resmi tambahan
selain PPN ataspenyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh PKP yang
menghasilkan BKP tersebut di dalam Daerah Pabean atau atas impor Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah.

Dasar HukumDasar hukum PPnBM yaitu:


1. Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU HPP
2. PP Nomor 145 Tahun 2000

3. KMK-569/2000 sttd PMK-355/2003


4. KMK-570/2000 diganti dgn PMK-620/04 5.

5. PMK-35/2008

PPnBM dikenakan karena di latar belakangi oleh:


1. PPN yang bersifat regresif

2. Mengurangi pola Konsumsi yang kontra produktif


3. Sarana untuk melindungi produsen kecil dan tradisional;

4. Menambah penerimaan negara

Karakteristik PPnBM
1. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.

2. PPnBM hanya dikenakan satu kali (yaitu ; pada saat impor atau pada saat
penyerahan BKPMewah oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan).

3. PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.


4. Dalam hal BKP Mewah diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya
dapatdiminta kembali/direstitusi.

BKP yang tergolong mewah berarti:


1. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau

2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau


3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang
berpenghasilan tinggi;atau
4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

5. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta


menggangguketertiban masyarakat seperti minuman beralkohol.

Tarif dan Pengelompokan Barang Mewah (Pasal 8 UU PPN)


1. Tarif PPn BM Kb: 10%;20%;30%;40%;50%;60% dan 75%.
2. Tarif PPn BM non Kb: 10%;20%;30%;40%;50%; dan 75%.

3. Pengelompokan Barang Mewah diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP. 145 Tahun
2000 dan perubahannya) yang dijabarkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pabrikan Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang


menghasilkankendaraan bermotor atau menyuruh orang pribadi atau badan lain
menghasilkankendaraan bermotor. Menghasilkan berarti merakit kendaraan
bermotor dan ataumengubah kendaraan sasis atau kendaraan angkutan orang
(penumpang) atau kendaraan double cabin.
Impor atau penyerahan BKP Mewah yang tidak dikenakan PPnBM (355/
KMK.03/2003 JO PP No 43 Tahun 2003).
1. Kendaraan CKD;

2. Kendaraan sasis;
3. Kendaraan pengangkutan barang

4. Kendaraan bermotor roda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250
CC

5. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk
pengemudi

K. DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)

Berdasarkan jenis-jenis DPP maka DPP dibagi menjadi Harga Jual, Penggantian,
Nilai Iimpor, Nilai Ekspor, dan Nilai Lain.
1. Harga Jual: Harga Jual adalah nilai berupa mata uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penj ual karena penyerah- an BKP, tidak termasuk
pajak yang dipungut menurut UU No.8 PPN Th.1983 dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur pajak.
2. Penggantian: Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena pe-nyerah- an JKP tidak termasuk
pajak yang dipungut menurut UU No. 8 PPN Th. 1983 dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur pajak.

3. Nilai Impor: Nilai Impor adalah nilai berupa uang, yang menjadi dasar peng-hitungan
bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan ber- dasarkan ketentuan dalam
pengaturan perundang-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk pajak yang
dipungut menurut UU No. 8 PPN Th. 1983.

4. Nilai Ekspor: Nilai Ekspor sebagai dasar pengenaan pajak dirumuskan sebagai nilai
berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seha- rusnya diminta oleh
eksportir. DPP atas ekspor BKP adalah Nilai Ekspor yang tercantum dalam PEB yang
telah difiat muat oleh DJBC.

5. Nilai Lain: Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan KMK No.
251/KMK 04/02 tanggal 31 Mei 2002 terdiri dari:

a. Pemberian cuma-cuma dan pemakaian sendiri, yaitu penyerahan BKP dalam bentuk
sumbangan/hadiah dalam nama dan bentuk apa pun kepada pihak lain yang tidak
memiliki nama/NPWP/ alamat jelas dan bentuk pemakaian sendiri BKP milik
sendiri/ orang lain untuk ke- pentingan sendiri sama dengan harga jual/penggantian
dikurangi unsur laba yang diharapkan;

b. Media rekaman suara dan gambar dengan harga jual rata-rata;

c. Film cerita dengan harga jual rata-rata per judul film;

d. Anjak piutang sama dengan 5% x provisi service charge dan diskon;

e. Persedian BKP pada saat pembubaran perusahaan dengan harga pasar wajar;

f. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk di perjual belikan pada saat
pembubaran perusahaan, dengan harga pasar wajar;

g. Kendaraan bermotor bekas dengan 10% x harga jual;

h. Penyerahan BKP/JKP melalui pedagang perantara/juru lelang dengan harga lelang;


TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 11
i. Penyerahan BKP/JKP dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya dan antar
cabang: harga jual/penggantian dikurangi unsur laba yang diharapkan.
6. PPN Besaran Tertentu
 Pengusaha kena Pajak dengan Ketentuan :
a. mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi
jumlah tertentu
b. melakukan kegiatan usaha tertentu
c. melakukan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena
Pajak tertentu
dapat memungut PPN yang terutang dengan besaran tertentu.

 Atas Pajak Masukan perolehan BKP/JKP, impor BKP, dan pemanfaatan


JKP/BKP tidak berwujud oleh PKP tersebut tidak dapat dikreditkan.

 Contoh:
 PKP dengan peredaran usaha kurang dari 4,8 miliar
 PKP yang melakukan penyerahan jasa pengiriman paket
 PKP yang melakukan penyerahan jasa biro perjalanan wisata
dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa penyerahan paket
wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana
akomodasi yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian
komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan
 PKP yang melakukan penyerahan jasa pengurusan transportasi
(freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan
transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges)

L. TARIF
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:


a. sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
b. sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada
tanggal 1 Januari 2022.
Undang-undang PPN 1984 Sebagaimana terakhir diubah di UU HPP tahun 2021
menerapkan single rate atau tarif tunggal dalam menghitung PPN terutang. Besarnya
tarif ini adalah 11% dan 12 % berlaku tahun 2025. Dengan tarif tunggal ini maka
semua BKP dan JKP akan dikenakan tarif yang sama yaitu 11%, tanpa melihat jenis
barang atau jasanya. Dengan pengenaan tarif tunggal ini, PPN menegaskan dirinya
bersifat netral dari persaingan dunia bisnis. Namun demikian, PPN juga memilki tarif
lain yaitu tarif 0%. Tarif ini dikenakan khusus untuk objek PPN berupa ekspor BKP,
TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 12
ekspor JKP dan ekspor BKP tidak berwujud. Pengenaan tarif 0% ini dimaksudkan agar
PKP yang melakukan ekspor dapat meminta kembali unsur PPN yang terdapat dalam
BKP atau JKP yang diekspornya sehingga harga barang atau jasa tersebut tidak
mengandung unsur PPN. Hal ini sesuai dengan ciri PPN yang merupakan pajak atas
konsumsi di dalam negeri. Namun demikian, sejak berlakunya PPN sampai sekarang,
belum pernah terjadi Pemerintah menaikkan atau menurunkan tarif PPN.

2. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Besarnya PPnBM yang terutang dalam dua kondisi di atas adalah sebesar tarif
PPnBM dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Berdasarkan Pasal 8 ayat (1)
UU PPN 1984, tarif PPnBM bervariasi tergantung kelompok dan jenis BKP yang
tergolong mewah. Tarif terendah adalah 10% dan tertinggi dapat mencapai 200%.

M. MEKANISME PENGENAAN PPN


1. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP (Pengusaha
Kena Pajak)/ penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP tersebut merupakan
pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak
menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.

2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, si penjual wajib


memungut PPN. Bagi si penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai
bukti telah memungut PPN, PKP wajib membuat faktur pajak.
3. Apabila dalam suatu masa pajak (misal 1 bulan) jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.
4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak
Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikom- pensasikan ke masa
pajak berikutnya.

5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan meng- gunakan
Surat Pemberitahuan Masa PPN yang disebut SPT Masa PPN.

Contoh:

Sepanjang bulan Maret 2011, PT ABC mempunyai transaksi sebagai berikut: Membeli
bahan baku seharga Rp. 100.000.000,-
(dipungut PPN sebesar Rp. 11.000.000,-. -> DPP x 11%)
TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 12
Membeli bahan penolong seharga Rp. 40.000.000,-
(dipungut PPN sebesar Rp. 4.400.000,-)
Menjual produknya seharga Rp. 200.000.000,-
(memungut PPN 11% sebesar Rp. 22.000.000,-)
Perhitungan PPN:

Jumlah Pajak Keluaran – Jumlah Pajak Masukan = PPN kurang bayar Rp.
22.000.000 – Rp. 15.400.000,- = Rp. 6.600.000,-
Jadi, Jumlah PPN kurang bayar sebesar Rp. 6.600.000,- ini harus disetorkan ke kas
negara.
PPn = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

N. CARA MENGHITUNG PPN

Contoh:

Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai BKP kepada Pengusaha Kena Pajak “B” dengan
harga jual Rp. 25.000.000,00. PPN yang terutang:
11% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.750.000,00

PPN sebesar Rp. 2.750.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “B”, PPN tersebut
merupakan pajak Masukan.
PPn BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

O. CARA MENGHITUNG PPnBM

Contoh:

PKP “ABC” sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual Rp.
10.000.000,00. Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan tarif PPn BM
sebesar 40%. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut:
PPN = 11% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.100.000,00 PPn BM = 40% x Rp.
10.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00

TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 12


P. SAAT TERUTANG PAJAK

Saat pajak terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU PPN adalah:

1. Pada saat penyerahan BKP dan atau JKP;


2. Pada saat impor BKP (masuk daerah pabean);

3. Pada saat pembayaran dalam hal sebelum penyerahan BKP dan/ atau JKP;
4. Pada saat dimulai pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean;
5. Pada saat pembayaran dalam hal pembayaran dilakukan sebelum pemanfaatan
BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
6. Pada saat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Q. TEMPAT PAJAK TERUTANG

Tempat pajak terutang sebagaimana diatur di dalam Pasal 12 UU PPN adalah


1. Tempat tinggal atau tempat kedudukan;

2. Tempat kegiatan usaha dilakukan;


3. Tempat BKP dimasukkan dalam hal impor;

4. Tempat orang pribadi dan/atau badan terdaftar sebagai WP dalam hal pe- manfaatan
BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam pabean;

5. Tempat lain sebagaimana ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;


6. Satu tempat atau lebih yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak atas permohonan tertulis dari
pengusaha kena pajak.

Selanjutnya, tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak dengan KEP- DJP No.
525/PJ/2000 adalah seperti berikut:
1. Untuk penyerahan di dalam daerah pabean, pajak terutang di tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat
pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai PKP.

2. Impor BKP, pajak terutang di tempat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean.

TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 12


3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean, pajak terutang di tempat orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
terdaftar sebagai WP.
4. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan usaha atau
pekerjaan dan pajak terutang di tempat bangunan didirikan.
5. Ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan tertulis dari wajib pajak
atau secara jabatan

R. Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak atau pada saat impor Barang Kena Pajak. Dalam Faktur Pajak
harus dicantumkan catatan tentang penyerahan yang dikenakan pajak menurut (per
03/PJ/2022 yang meliputi:

1. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP;


2. identitas pembeli BKP atau penerima JKP yang meliputi:

a) nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi
pemerintah;

b) nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang
pribadi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c) nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang
pribadi; atau

d) nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan
merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PPh;

3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
4. PPN yang dipungut;

5. PPnBM yang dipungut;


6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 12


Faktur Pajak dibuat pada (Per 03/PJ/2022):
 saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;
 saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau JKP;
 saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan;
 saat ekspor BKP berwujud, BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP; atau
 saat lain yang diatur berdasarkan PMK tersendiri.
Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat atau tidak mengisi seleng- kapnya
Faktur Pajak menurut ketentuan diatas maka dikenakan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 1 % (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak (UU HPP pasal 14
ayat 4)

S. Mekanisme Kredit Pajak (UU PPN pasal 9)

Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran untuk masa yang sama. Dan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran
lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan pajak yang harus
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. Kemudian apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan
pajak yang dapat dikompensasikan dengan pajak terhutang dalam Masa Pajak
berikutnya, atau dapat dikembalikan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak di samping melakukan
penyerahan kena pajak juga melakukan penyerahan tidak kena pajak, sepanjang
bagian penyerahan kena pajak itu dapat diketahui dengan pasti dari catatan dalam
pembukuan, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan hanya sebesar Pajak
Masukan yang telah dibayar pada waktu perolehan atau pengimporan Barang Kena
Pajak yang diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak, atau yang dipakai untuk
menghasilkan Barang Kena Pajak.
Pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 memilih
dikenakan pajak dengan pedoman Norma Penghitungan, sepanjang terhutang Pajak
Pertambahan Nilai, dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayar terhadap
TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 12
Pajak Keluaran yang harus dipungut, dengan mempergunakan pedoman penghitungan
kredit Pajak Masukan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

T. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan

Pajak Masukan pada dasarnya dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran. Akan
tetapi tidak semua Pajak Masukan dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk (UU HPP tentang PPN pasal
9):
a) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha;
b) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9)
atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli
Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);

U. Pemungut PPN dan PPnBM

Pemungut PPN menurut UU PPN 1984 adalah Badan, atau Instansi Pemerintah
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan
pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP
kepada badan, atau instansi pemerintah tersebut
1. Instansi Pemerintah

Instansi Pemerintah adalah yang melakukan pembayaran yang dananya


berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan
Daerah baik Provinsi, Kabupaten atau Kota.
Tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN atau PPnBM:

a. PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP
Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui instansi Pemerintah,
dipungut, disetor dan dilaporkan oleh instansi Pemerintah atas nama PKP
Rekanan Pemerintah.

b. Penyerahan JKP oleh instansi pemerintah yang pembayarannya melalui instansi


Pemerintah
TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono tidak dipungut PPN sepanjang pembayaran tersebut berasal dari 12
APBN/APBD dan Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan
pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) dari Instansi Pemerintah tersebut.
PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah, dalam hal:
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah) tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang
terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang
dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
b. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi
Pemerintah Pusat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu
kredit pemerintah;
c. pembayaran untuk pengadaan tanah;
d. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan
bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
e. pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan
telekomunikasi;
f. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan; dan/atau
g. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan
dari pengenaan PPN.
2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Tertentu

BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan.

3. Kontraktor

Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, ditetapkan Per- aturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak
Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut,
Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertam- bahan Nilai atau Pajak Pertambahan
NilaiArisdan
TaxBase 6.0 - Toni Pajak
Margono Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan,
12
Penyetoran, Dan Pelaporannya. Per- aturan Menteri Keuangan ini mencabut
dan menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin adalah:

a. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bum.

b. Kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas


bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

Pajak yang terutang tidak perlu dipungut oleh Pemungut PPN dalam hal:

a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)


termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.

b. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang per- pajakan mendapat
fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nila.

c. Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan
minyak oleh PT Pertamina (Persero)

d. Pembayaran atas rekening telepon

e. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan


penerbangan

f. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut


ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran oleh Bendaharawan/KPPN

a. Aris
TaxBase 6.0 - Toni Rekanan
Margonowajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau 12
JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

b. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di
bidang perpajakan.

c. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta
identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin seba- gai penyetor atas nama Rekanan.

d. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka
Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang ter- utang pada Faktur
Pajak.

e. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 3


(tiga):
 lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
 lembar kedua untuk Rekanan

 lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang


dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.

f. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan
peruntukkan sebagai berikut:
 lembar kesatu untuk Rekanan

 lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos

 lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN
 lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos

 lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang


dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.

g. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan pemungutan


wajib membubuhkan cap ”Disetor Tanggal. ” dan
menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5.

h. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau
PPN dan PPnBM.
TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 12
i. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib menyetorkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/ Bank Persepsi paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

V. PPN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

Kegiatan Membangun sendiri (KMS) adalah kegiatan membangun


bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh or- ang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sndiri atau digunakan pihak lain.
Kriteria bangunan tersebut adalah:

1. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja

2. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha

3. Luas keseluruhan paling sedikit 200m2

W. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN dengan tarif 11% dika- likan
dengan Dasar Pengenaan Pajak. Sedangkan Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan
membangun sendiri adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Jadi,
PPN yang terutang setiap bulannya dihitung dengan cara: PPN = (20% × jumlah biaya
yang dikeluarkan) × 11%

X. Saat dan Tempat Terutang PPN

Saat terutang PPN atas kegiatan membangun sendiri dimulai saat di-
bangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Sedangkan tempat pajak
terutang asalah di tempat bangunan tersebut didirikan. Orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri harus menyetorkan PPN yang terutang ke
Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan
TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 13
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, dengan meng- gunakan Surat Setoran
Pajak. Kegiatan membangun sendiri wajib dilaporkan kepada Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut dengan mempergunakan
lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak.

Y. FASILITAS PPN

Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:

1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean


2. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu

3. Impor Barang Kena Pajak tertentu


4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakikatnya untuk
memberikan fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk
berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional,
mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung
pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional. Pemberian kemudahan
di bidang perpajakan ini besifat sementara, apabila dunia usaha sektor-sektor tertentu
tersebut sudah mandiri, maka kemudahan sibidang perpajakan tersebut tidak perlu
diberikan lagi.

Z. Dibebaskan dari Pengenaan PPN

1. barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging,
telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran
2. gula konsumsi berasal dari tebu tanpa bahan perasa atau pewarna.
3. jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan
prangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa penyiaran tidak bersifat
iklan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum menggunakan uang
TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 13
logam, dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
4. minyak mentah, gas dialirkan melalui pipa, LNG, dan CNG, panas bumi, mineral bukan
logam dan batuan tertentu, bijih mineral.

AA.Tidak Dipungut PPN

Alat angkutan tertentu yang atas impornya tidak dipungut Pajak Pertam-
bahan Nilai meliputi:

1. Alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, serta suku
cadangnya yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, Tentara

Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan oleh pihak lain yang
ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan, Tentara nasional Indo- nesia, dan kepolisian
negara Republik Indonesia untuk melakukan impor tersebut.

TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 13


2. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal ang- kutan
penyebrangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkong, dan
suku cadangnya, serta alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Per- usahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional,
dan Perusahaan Penye- lenggara Jasa Angkutan Sungai, danau dan penyeberangan
Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
3. pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang impor dan
digunakan untuk perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional, dan suku cadangnya, serta
peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh
pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional yang digunakan
dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan
Udara Niaga Nasional; dan

4. kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan peme- liharaan
serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian Umum, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak
yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penye- lenggara Sarana Umum dan/atau Badan Usaha
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum,yang digunakan untuk pembuatan
kereta api, suku cadang peralatan perbaikan dan pemeliharaan, serta sarana
perkeraapian yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Umum dan/
atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.

Alat angkutan tertentu yang atas Penyerahannya tidak dipungut pajak


pertambahan nilai meliputi:

TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 13


1. Alat angkutan di air, alat angkutan dibawah air, alat angkutan di udara, dan kereta
api, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Kementrian Pertahanan, tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkut- an
penyebrangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, dan
suku cadangnya serta alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia
yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Per- usahaan Pelayaran Niaga Nasional,
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggaraan Jasa Kepelabuhan
Nasional dan Perusahaan Penyelenggaraan Jasa Angkutan Sungai, Danau dan
Penyebrangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya.

3. Pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diserahkan
kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional dan suku
cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang
diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional
yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi Pesawat Udara
kepada Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional; dan
4. Kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan
serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian Umum dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang
ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau
Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan oleh Badan
Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.

Jasa kena pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak
dipungut pajak pertambahan nilai meliputi:

TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 13


1. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Penyelenggara Niaga Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, dan
Perusahaan Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional yang meliputi:

a. Jasa persewaan kapal;

b. Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh,
dan

c. Jasa perawatan dan reparasi (docking kapal);


2. Jasa yang diterima oleh perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional yang meliputi:

a. Jasa persewaan pesawat udara; dan

b. Jasa perawatan dan reparasi pesawat udara; dan

c. Jasa perawatan dan reparasi kereta api yang diterima oleh Badan Usaha
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum.
Untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang
atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Masukannya dapat
dikreditkan.

TaxBase 6.0 - Toni Aris Margono 13

Anda mungkin juga menyukai