Anda di halaman 1dari 6

Nama : Daniza Aulia

NIM : 023002107004
Tugas : Pengantar Perpajakan (Pertemuan 11)

1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai, jelaskan?


Jawab:
Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya adalah suatu pajak yang dikenakan
atas konsumsi dalam negeri oleh pribadi, badan atau pemerintah
Pajak Pertambahan Nilai / VAT (Value Added Tax)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT)
atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak
langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang
bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia


adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu
Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000,
dan Undang_Undang No. 42 Tahun 2009.

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa
kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali
jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-
Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN.

2. Jelaskan karakteristik dari Pajak Pertambahan Nilai?


Jawab:
1) Pajak Tidak Langsung, artinya beban pajak dilimpahkan kepada pihak
lain. Sehingga pemikul beban pajak (WP) dan penyetor pajak ke DJP
(pemungut) adalah pihak yang dapat berbeda.
2) Pajak Obyektif, PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena
penekanannya mula-mula kepada obyeknya terlebih dahulu, baru
kemudian kepada subyeknya. Siapapun subyeknya (masyarakat yang
mampu maupun yang kurang mampu), akan dikenakan PPN, selama
mereka mengonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, di dalam
daerah pabean
3) Multi Stage Levy, artinya dikenakan pada setiap mata rantai jalur
produksi dan jalur distribusi. Mulai dari pertama kali setelah diproduksi,
hingga sampai ke tangan konsumen akhir
4) Indirect Subtraction Method, yaitu PPN dikenakan berdasarkan atas
pertambahan nilai (added value) dari barang yang dihasilkan atau
diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), dengan cara
mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas
penyerahan barang atau jasa,dengan PPN yang dibayar kepada penjual
atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang atau jasa.
5) Konsumsi Dalam Negeri, PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa
yang dikonsumsi dalam daerah pabean Republik Indonesia. Ini sesuai
dengan destination principle (prinsip tempat tujuan) yang digunakan
dalam pengenaan yaitu PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa
akan dikonsumsi

3. Jelaskan pengecualian obyek Pajak Perambahan Nilai?


Jawab:
Bukan Objek PPN
Selain objek PPN, ada juga objek bukan PPN yang tercantum pada Pasal 4A
ayat (2) dan (3) UU Nomor 42 Tahun 2009, antara lain:

Ayat (2): Semua jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah kelompok
barang sebagai berikut:

 Barang hasil pertambangan atau hasil pencarian yang didapatkan dari


sumber barang tersebut. Misal: minyak mentah, gas bumi (tidak termasuk
elpiji), panas bumi, asbes, batu setengah, batu kapur, batu kapur, sebelum
pendakian menjadi briket, biji besi, biji timah, biji emas dan biji tembaga.
 Barang kebutuhan pokok yang memang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh
masyarakat. Contohnya: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam,
daging segar tanpa diolah, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
 Makanan dan minuman yang disajikan di restoran, hotel, warung, rumah
makan, dan semacamnya meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat atau tidak. Termasuk di dalamnya makanan dan
minuman yang ditawarkan pengusaha jasa tata boga atau katering. Objek
tersebut tidak dikenakan pajak PPN agar tidak ada pemungutan pajak
ganda karena objek ini merupakan objek pajak daerah.
 Uang, surat berharga, dan emas batangan.

Ayat (3): Jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa-jasa tertentu dalam
kelompok jasa berikut ini:

 Jasa pelayanan kesehatan medik yang meliput: jasa dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi, dokter hewan, ahli kesehatan (ahli akupuntur, ahli
gigi, ahli gizi, ahli fisioterapi), kebidanan/dukun bayi, paramedis dan
perawat, jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, sanatorium, psikolog, psikiater, dan jasa pengobatan termasuk
yang dilakukan oleh paranormal.
 Jasa pelayanan sosial yang meliputi: jasa pelayanan panti asuhan dan
panti jompo, pemadam kebakaran, pemberian pertolongan pada
kecelakaan, lembaga rehabilitasi, penyediaan rumah duka atau jasa
pemakaman termasuk krematorium, dan jasa di bidang olahraga kecuali
yang sifatnya komersial.
 Jasa pengiriman surat dengan perangko yang meliputi jasa pengiriman
surat dengan menggunakan perangko tempel atau cara lainnya untuk
meluncurkan perangko tempel.
 Jasa keuangan yang meliputi: jasa menghimpun dana dari masyarakat
seperti giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau
bentuk lain yang dipersamakan.
 Jasa menempatkan dana, meminjamkan dana atau meminjamkan dana
pihak lain menggunakan surat, sarana telekomunikasi, dan sebagainya.
 Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan yang berdasarkan prinsip
syariah, berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, piutang, usaha kartu
kredit, dan pembiayaan konsumen.
 Jasa penyaluran kredit atas dasar hukum gadai, termasuk gadai dalam
bentuk syariah dan fidusia.
 Jasa penjaminan.
 Jasa asuransi yang dimaksud adalah jasa pertanggungan yang meliputi
asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi. Tidak termasuk jasa
penunjang asuransi seperti agen asuransi, asuransi kerugian, dan
konsultan asuransi.
 Jasa keagamaan, seperti jasa pelayanan rumah ibadah, jasa
mempersembahkan khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan
keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan.
 Jasa pendidikan yang meliputi: jasa penyelenggaraan pendidikan umum,
kejuruan pendidikan biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, profesional, dan jasa penyelanggaraan
pendidikan luar sekolah.
 Semua jenis jasa seni dan hiburan.
 Semua jenis jasa siaran baik radio maupun televisi yang tidak bersifat
iklan, dibiayai oleh sponsor, dan/atau bertujuan.
 Jasa tenaga kerja yang meliputi: jasa penyelenggaraan pelatihan bagi
tenaga kerja, jasa tenaga kerja itu sendiri, dan jasa penyedia tenaga kerja
sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas
hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
 Jasa perhotelan yang meliputi: jasa penyewaan kamar termasuk
tambahannya, jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel.
 Jasa-jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, seperti pemberian
hibah pembangunan, pemberian izin usaha perdagangan, pemberian
NPWP, dan pembuatan KTP.
 Jasa penyediaan tempat parkir yang meliputi: penyedia jasa tempat parkir
yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan pengusaha kepada
pengguna tempat parkir dengan bayaran.
 Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.

4. Jelaskan dasar pengenaan pajak (DPP) terhadap PPN?


Jawab:
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor,
Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung
pajak yang terutang.
Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan
dalam hal:
a. Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar
ditetapkan; dan/atau
b. Penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan oleh masyarakat
banyak, seperti air minum dan listrik.

5. Kapan saatnya terutangnya PPN, jelaskan?


Jawab:
Pasal 11 dan 12 UU Nomor 42/2009
Terutangnya pajak terjadi pada saat:
a. penyerahan Barang Kena Pajak;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
h. ekspor Jasa Kena Pajak
DASAR HUKUM
Pasal 11 dan 12 UU Nomor 42/2009
Pasal 17 PP Nomor 1 tahun 2012
PMK-163/PMK.03/2012 tgl 22 Oktober 2012 (membangun sendiri)
PER-4/PJ/2010 tgl 15 Februari 2010
PER-19/PJ/2010 tgl 1 April 2010

6. Bagaimana konsep pajak masukan (PM) dan pajak keluaran (PK),


jelaskan?
Jawab:
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa
Kena Pajak.

Pasal 9 UU Nomor 42/2009


(2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
(2a) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum
melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan
dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
(2b) Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan
ayat (9).
(3) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
(4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak
yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
(4a) Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.
(9) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa
Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai