Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MANAJEMEN PERPAJAKAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG


MEWAH (PPnBM)

Dosen Pengampu :
Yulinda Devi Pramita, S.E., M.Sc.

Disusun oleh :

Srimaya Indah Savitri 16.0102.0087


Diah Ayu Safitri 16.0102.0127
Rika Yulia 18.0102.0006

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber peneriman Negara yang digunakan untuk membiayai
kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti
kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebaginya.
Sehingga pajak merupakansalah satu alat untuk mencapai tujuan negara. Pembiayaan
pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa
untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Jenis pajak yang seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak
ini sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini, karena
pajak tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara langsung maupun tidak
langsung dikehidupan sehari-hari.
Sebagai warga negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN
dan PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak ini serta
seluk beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak naïf dalam hal-hal
yang menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar PPN dan PPnBM dalam objek, tarif dan perhitungannya?
2. Apa fungsi dan persayaratan mengenai faktur pajak?
3. Bagaimana dasar pengenaan pajak PPN?
4. Bagaimana cara perhitungan PPN dan PPnBM?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar PPN dan PPnBM dalam objek, tarif dan perhitungannya.
2. Untuk mengetahui fungsi dan persyaratan dari faktur pajak.
3. Untuk mengetahui dasar pengenaan pajak PPN.
4. Untuk mengetahui cara perhitungan PPN dan PPnBM.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)


1. Pengertian dan Dasar PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 april
1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No 8
tahun 1983. PPN diatur dalam UU No 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM,
selanjutnya diubah dengan UU No.11 tahun 1994, lalu diubah dengan UU No. 18 tahun
2000, terakhir diubah lagi dengan UU No.42 tahun 2009.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di
Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan
distribusi (Siti Resmi, 2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah
Pabean.
Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan
PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang
hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan
dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya
dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Ada juga barang yang merupakan
Barang Kena Pajak tetapi PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku
pelajaran agama dan barang-barang tertentunya.
2. Objek PPN
a. Penyerahan /impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP /JKP/BKP tidak berwujud.
1) Penyerahan BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena
pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan
menjadi pengusaha kena pajak tetapi belum dikukuhkan.
2) Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
3) Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daearah pabean didalam daerah
pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang memberikan
jasa manajemen, jasa teknik dan jasa lain) didalam daerah pabean.
6) Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang
melakukan adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
7) Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha yang melakukan ekspor BKP
tidak berwujud adalah hanya pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak.
8) Ekspor JKP oleh PKP.
a. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya diigunakan sendiri
atau digunakan pihak lain.
b. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut
tidak untuk diperjual belikan sepanjang pajak masukan yang dibayar pada
saat perolehan menurut ketentuan dapat dikreditkan.
3. Bukan Objek PPN
a. Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
2) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau catering.
4) Uang, emas batangan, dan surat berharga.
b. Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN: Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan
sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa
keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak
bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar
negeri, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parker, jasa
telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman uang dengan wesel
pos dan jasa boga atau katering.
4. Subjek Pajak
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang PPN, yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
5. Bukan Subjek Pajak
Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali
pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1
angka 15 UU PPN).
6. Tarif PPN
a. Tarif PPN adalah 10%.
Dikenakan atas setiap penyerahan BKP di dalam daerah pabean/impor
BKP/penyerahan JKP di dalam daerah pabean/pemanfaatan BKP tidak berwujud dari
luar daerah pabean di dalam pabean/pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diubah menjadi
paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya
pertimbangan perkembangan perekonomian Indonesia, sehingga tarif PPN bisa
diturunkan. Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak
yang besar, sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.
b. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.
7. Dasar Pengenaan PPN
a. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk
PPN yang dipungut menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya
dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh
penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
c. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain
Sebagai DPP dan Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai
lain sebagai DPP atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean, di dalam daerah pabean berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita
impor.
8. Wajib Pajak PPN dan PPnBM
Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPn :
a. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP didalam Daerah Pabean dan
melakukan ekspor BKP berwujud/tidak berwujud.
b. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
c. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP.
d. Orang pribadi yang melakukan impor barang kena pajak.
e. PKP yang melakukan penjualan barang yang menurut tujuan tidak untuk dijual
kembali.
f. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan
persyaratan tertentu
g. Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh Pemerintah
9. PPN Kurang/Lebih Disetor
𝑃𝑃𝑁 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔(𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ)𝑑𝑖𝑠𝑒𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 = 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑥 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 (𝐷𝑃𝑃)
Pajak Keluaran
Pajak keluaran merupakan PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP.
𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 = 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑥 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 (𝐷𝑃𝑃)
Tarif pajak keluaran adalah sebesar 10% (sepuluh persen) untuk penyerahan barang kena
pajak di dalam Daerah Pabean/penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean oleh
pengusaha kena pajak. Tarif 0% (nol persen) untuk ekspor barang kena pajak
berwujud/ekspor barang kena pajak tidak berwujud/ekspor jasa kena pajak oleh
pengusaha kena pajak. DPP dapat berupa harga jual, penggantian, atau nilai ekspor.
Pajak Masukan
Pajak (PPN) Masukan merupakan PPN yang dibayar oleh PKP karena impor
BKP/perolehan BKP/penerimaan JKP/pemanfaatan BKP tidak brwujud dari luar Daerah
Pabean/pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean.
𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 = 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑥 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 (𝐷𝑃𝑃)
Tarif Pajak Masukan adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan DPP dapat berupa nilai
impor, harga beli (sama dengan harga jual bagi penjual), nilai penggantian, atau nilai lain.
Contoh :
Pada bulan Mei 2011, pengusaha kena pajak Ananda melakukan penyerahan barang kena
pajak senilai Rp 210.000.000, pada bulan yang sama membeli barang kena pajak senilai
Rp 150.000.000. Atas penilaian tersebut diperoleh faktur pajak yang memenuhi syarat
sebagai faktur pajak yang dapat dikreditkan.
Pajak Keluaran : 10% x Rp 210.000.000 Rp 21.000.000
Pajak Masukan : 10% x Rp 150.000.000 Rp 15.000.000
Pajak yang kurang disetor/dibayar Rp 6.000.000
10. PPN Masukan Yang Dapat Dikreditkan
a. Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP
atau penerimaan JKP dapat dikreditkan dengan pajak Keluaran yang dipungut oleh
PKP pada waktu menyerahkan BKP atau JKP. Pengkreditan pajak masukan terhadap
pajak keluaran tersebut harus dilakukan dalam masa pajak yang sama.
b. Pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan pajak
keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.
11. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Di dalam Pasal 1 UU PPN, Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha
Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, kecuali
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Yang Wajib Dikukuhkan Sebagai PKP
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor
BKP, JKP, dan atau ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha Kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP. Apabila
pengusaha kecil memilih menjadi PKP, UU PPN juga berlaku sepenuhnya bagi
pengusaha kecil tersebut. Namun bagi Orang Pribadi atau Badan (bukan PKP)
yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean, dan memanfaatkan
JKP dari Luar Daerah Pabean, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang
terutang dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau
tempat kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat
terutangnya pajak.
12. Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP)
a. BARANG KENA PAJAK (BKP) Adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak/barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
b. JASA KENA PAJAK (JKP) Adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang/fasilitas/kemudahan/hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang pesanan/permintaan dengan bahan dan atau petnjuk dari
pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

B. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)


Kegiatan-kegiatan berikut selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM):
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan BKP yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2. Impor BKP yang tergolong mewah.
Pengenaan PPnBM tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa:
1. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah;
3. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
4. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu
ketertiban masyarakat, contoh minuman beralkohol.
1. Tarif PPnBM
a. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif, yaitu tarif terendah
sebesar 10% dan tarif tertinggi sebesar 200%.
b. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor BKP yang tergolong mewah.
2. PPnBM dikenakan terhadap :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh
Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
3. Objek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPnBM )
a. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
1) Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan
pesawat penerima siaran televisi.
2) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga.
3) Kelompok mesin pengatur suhu udara.
4) Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran
radio.
5) Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.
b. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
1) Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain
yang disebut pada huruf a.
2) Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium,
town house, dan sejenisnya.
3) Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena,
selain yang disebut pada huruf a.
4) Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin
pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen music.
5) Kelompok wangi-wangian.
c. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:
1) Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan umum.
2) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada
huruf a.
d. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40%
(empat puluh persen), adalah :
1) Kelompok minuman yang mengandung alcohol.
2) Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan.
3) Kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool.
4) Kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk
meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam
itu.
5) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam
mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
6) Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang
disebut pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.
7) Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat
udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
8) Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
Negara.
9) Kelompok jenis alas kaki.
10) Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.
11) Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau
keramik.
12) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu
selain batu jalan atau batu tepi jalan.
e. Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50%
(lima puluh persen), adalah:
1) Kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus.
2) Kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan udara niaga.
3) Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada
huruf a dan huruf c.
4) Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara.
f. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
1) Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut pada
huruf d.
2) Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu
mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya.
3) Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan umum.
g. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan
15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api
atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder.
2) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar
cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu)
gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
h. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar
cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1
(satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500
cc sampai dengan 2500 cc.
2) Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk
kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3
(tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2)
atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas
isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.
i. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan
kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:
1) Kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api
atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai
dengan 1500 cc.
2) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar
cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua)
gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
j. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa :
1) Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar
cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc.
2) Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar
penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai
dengan 3000 cc.
3) Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel),
berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1500 cc sampai dengan 2500 cc.
k. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang
dibuat untuk golf.
l. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
1) Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250
cc sampai dengan 500 cc.
2) Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di
gunung, dan kendaraan semacam itu.
m. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
1) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc.
2) Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa
sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem
1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak
(4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc.
3) Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari
500 cc.
4) Trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
n. Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah adalah:
1) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan
angkutan umum.
2) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan.
3) Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan
untuk kendaraan dinas tni atau polri.
4) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli tni atau polri.

C. Pencatatan PPN dan PPnBM


1. Pencatatan PPN
a. Nilai PPN Keluaran, PPN Masukan dan PPN Kurang (Lebih) Bayar yang dicatat
tidak mempengaruhi laba rugi perusahaan.
b. PPN Keluaran dicatat sebagai Liabilitas Lancar. PPN Masukan dicatat sebagai Aset
Lancar
c. PPN Kurang (Lebih) Bayar dicatat sebagai aset atau liabilitas.
2. Pencatatan PPnBM
a. PPnBM dicatat sebagai tax expense atau masuk cost barang, karena PPnBM tidak
dapat dikreditkan.
b. PPnBM akan ditambahkan dari harga jual yang telah ditetapkan oleh produsen atau
importir
c. Jumlah pajak yang dibayar oleh pembeli akan dicatat sebagai utang PPnBM. Utang
PPnBM dibayarkan ke kas negara dan dilaporkan kepada fiskus.

D. Faktur Pajak
1. Pengertian
Menurut Siti Resmi (2012:52), faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa
kena pajak. Faktur pajak merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan
sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus
benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur pajak wajib dibuat oleh
pengusaha kena pajak untuk setiap :
a. Saat penyerahan barang kena pajak.
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Saat pengusaha kena pajak rekana menyampaikan tagihan kepada Bendahara
Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
2. Persyaratan Faktur Pajak
a. Nama, alamat, nomor pokok WP yang menyerahkan BKP atau JKP.
b. Nama, alamat, nomor pokok WP pembeli BKP atau penerima JKP.
c. Jenis barang atau jasa, jumlah HJ atau penggantian dan potongan harga.
d. PPN yang dipungut.
e. PPnBM yang dipungut.
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak.
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
3. Fungsi Faktur Pajak
Adapun fungsi faktur pajak adalah :
a. Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat oleh PKP atau Direktorat Jendral Bea dan
Cukai, baik karena penyerahan BKP atau JKP maupun Impor BKP.
b. Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah dilakukan oleh pembeli BKP atau
penerima JKP kepada PKP atau Direktorat Bea dan Cukai.
c. Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap kewajiban perpajakan.
4. Perhitungan Pajak
PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Mekanisme Perhitungan PPN dapat diuraikan sebagai berikut :
a. PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
b. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk
Masa Pajak yang sama.
c. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan
tetap dapat dikreditkan.
d. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar
oleh Pengusaha Kena Pajak.
e. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
f. Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian
penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya,
maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
g. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang
pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat
diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk
penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
h. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan
Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
i. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

E. Perhitungan PPN dan PPnBM


a. Cara menghitung PPN
𝑃𝑃𝑁 = 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑥 𝐷𝑃𝑃

1. PKP “ANDIN” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp.
25.000.000.
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000= Rp2.500.000
PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “ANDIN”.
2. PKP “BERLIN” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
Penggantian sebesar Rp20.000.000.
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x Rp. 20.000.000 = Rp 2.000.000
PPN sebesar Rp2.000.000tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “B”.
3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai
Impor sebesar Rp15.000.000. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai = 10% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

b. Cara menghitung PPnBM

𝑃𝑃𝑛𝐵𝑀 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 = 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑃𝑃𝑛𝐵𝑀 𝑥 𝐷𝑃𝑃


Apabila dalam suatu harga terdiri atas PPN dan PPnBM, maka:
𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑃𝑃𝑛𝐵𝑀
𝑃𝑃𝑛𝐵𝑀 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 = 𝑥 𝐷𝑃𝑃
(110 + 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑃𝑃𝑛𝐵𝑀)

1. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah
dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000
PPN = 10% x Rp 5.000.000 = Rp500.000
PPn BM = 20% x Rp5.000.000= Rp1.000.000
2. Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari
suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif
misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor
tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000dapat
ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan
sebagai biaya. Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka
penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 50.000.000
PPN = 10% x Rp50.000.000 = Rp5.000.000
PPnBM = 35% x Rp50.000.000 = Rp17.500.000
PPN sebesar Rp500.000yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan
bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000merupakan pajak keluaran bagi PKP
“D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000tidak dapat dikreditkan. Begitu pun
dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
c. Perhitungan PPN dan PPnBM dalam Satu Transaksi
Contoh:
PT Yulanda adalah sebagai importir melakukan impor Air Conditioner (AC) sebanyak
2.000 unit dari Jepang dengan harga impor (CIF) US$500 per unit, atas impor AC
terutang Bea Masuk 50%. Kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Rp.12.000
per US$1. Perhitungan PPN dan PPnBM sebagai berikut:
Harga impor (CIF) : 2.000 x $500 x Rp.12.000 = Rp.12.000.000.000
Bea Masuk 50% x Rp.12.000.000.00 = Rp. 6.000.000.000
Nilai Impor = Rp.18.000.000.000
PPN Terutang 10% x Rp.18.000.000.000 = Rp. 1.800.000.000
PPnBM 20% x Rp.18.000.000.000 = Rp. 3.600.000.000
Jumlah yang harus dibayar importir = Rp.23.400.000.000
DAFTAR PUSTAKA

Ortax, T. R. (2014, Oktober 2). Tax Learning. Retrieved November 10, 2019, from ortax.org:
https://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=17

Resmi, S. (2012). PERPAJAKAN TEORI DAN KASUS. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai