Anda di halaman 1dari 13

UU PPN

Konsep Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang


Mewah (PPnBM)

Disusun Oleh :

Mareta Ika W. (18.0102.0070)


Ahmad Saifudin. (18.0102.0080)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2018
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN.......................... .............................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah. ......................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ........................................................................ 2
BAB 2 PEMBAHASAN............................. ............................................................. 3
A . Definisi Akhlak .................. ................................................................ 3
B. Tujuan Akhlak..................... ................................................................ 4
C. Dasar – Dasar Akhlak....... .................................................................... 6
D. Manusia Adalah Makhluk Yang Perlu Hidup Bermasyarakat................. 7
1 Akhlak Terpuji ................................................................................ 8
2 Akhlak Tercela................................................................................ 9
E. Akhlak Dalam Bermasyarat............................................................... .... 10
1 Bertamu dan menerima Tamu......................................................... 11
2 Hubungan baik dengan tetangga ..................................................... 11
3 Hubungan baik dengan masyarakat ................................................. 11
4 Pergaulan muda - mudi................................................................... 14
5 Ukhuwah Islamiyah ........................................................................ 14
BAB 3 PENUTUP............................. ..................................................................... 16
F . Kesimpulan .................. . .................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA................................. .............................................................. 17


BAB 1
Konsep Dasar, Objek, dan Tarif PPn&PPnBM

A. Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam
bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax
(GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, Disebut pajak tidak langsung karena
tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui
mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi
penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa.

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang
dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali
yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak
tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak
berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll.

Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk
dari pemesan yang dikenakan PPN, Contohnya: jasa konstruksi, jasa sewa ruangan, jasa
konsultan, jasa perantara, dll.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau
produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam
perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak
masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,
sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh,
atau membuat produknya.
B. Undang-Undang yang Mengatur PPN

Terdapat tiga kali perubahan Undang-Undang PPN di Indonesia. Adapun


perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya pergantian model pemungutan
pajak dan peraturan perundang-undangan agar bisa lebih sederhana dan adil
untuk masyarakat. Berikut adalah perubahan UU PPN di Indonesia:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai


dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur
tentang PPN dan PPnBM dan disahkan pada 1 April 1985.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000

Setelah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, terdapat perubahan kedua


yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem
perpajakan yang tepat untuk masyarakat juga untuk meningkatkan
penerimaan negara.

3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Perubahan ketiga adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009


Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah. Untuk melengkapi kekurangan pada Undang-
Undang PPN sebelumnya, Undang-Undang ini bertujuan memberikan
keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan
sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana. Sampai tahun 2018 ini,
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 masih digunakan.
C. Mekanisme Pengenaan PPN & PPnBM di Indonesia
Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah
sebagai berikut:

1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari


pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual
atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran
bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar
(utang pajak).
3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang
dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya
sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut
berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih
besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan
sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak
Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya.
Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang
disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat
mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor
Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak.

D. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)


1) Barang atau Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di
dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak.
c. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
d. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
e. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
f. Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2
yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh
Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
g. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat
perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
2) Barang atau Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
a. Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu
bara, gas bumi, dan lain-lain).
b. Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan
lainnya).
c. Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran.
d. Uang dan emas batangan.
e. Jasa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan, asuransi, pendidikan
dan sebagainya.
E. Dasar Pengenaan Pajak PPN
Dasar pengenaan pajak PPN merupakan istilah yang mengacu pada
penggunaan nilai tertentu sebagai dasar perhitungan untuk menentukan besaran
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dipungut.

Nilai yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak PPN ini tidak hanya satu
macam, sebab pengenaan pungutan PPN tidak bisa dipukul rata antara Barang
Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

Untuk BKP memiliki lebih dari satu nilai yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak PPN. Pun demikian juga dengan JKP, yang juga tak hanya
berlandaskan satu nilai saja untuk menentukan dasar pengenaan pajak PPN.

Jenis-Jenis Dasar Pengenaan Pajak PPN

Terkait dengan dasar pengenaan pajak PPN, tarif pembayaran PPN diatur lewat
pasal 7 UU PPN dan PPnBM yang merinci bahwa tarif PPN adalah sebagai
berikut:

 Untuk penyerahan dalam negeri, tarif PPN sebesar 10%.

Untuk ekspor BKP berwujud maupun berwujud serta ekspor JKP dikenakan
tarif 0%.

 Tarif pajak terkait ekspor dapat berubah minimal sebesar 5% dan maksimal
sebesar 15%.

Pungutan PPN dengan tarif yang ditetapkan didasarkan atas dasar pengenaan
pajak PPN yang meliputi lima nilai, yakni:

1) Harga Jual
2) Penggantian
3) Nilai Impor
4) Nilai ekspor
5) Nilai lain yang diatur oleh Menteri Keuangan
1) Harga Jual Sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN

Penggunaan harga jual sebagai dasar pengenaan pajak PPN didasarkan atas Pasal 1
Ayat (18) UU PPN dan PPnBM. Dalam UU PPN dan PPnBM, yang dimaksud dengan
harga jual adalah nilai berupa uang.

Nilai berupa uang ini termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
UU PPN dan PPnBM, serta potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

2) Penggantian Sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN

Dalam UU PPN dan PPnBM Pasal 1 Ayat (19), yang dimaksud dengan penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP atau ekspor BKP tidak
berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM
serta potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

Penggantian juga termasuk nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar
oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP
tidak berwujud karena pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.

3) Nilai Impor dan Ekspor Sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN

Pengeritan nilai impor dalam UU PPN dan PPnBm Pasal 1 Ayat (20) adalah, nilai
berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan
berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan yang mengatur


mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM
yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM.

Sementara, nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
4) Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN

Penggunaan nilai lain dimaksudkan untuk mengindentikasi dasar pengenaan pajak


PPN yang bisa dikenakan pada beberapa transaksi tertentu, khususnya yang berada
di luar klasifikasi dasar pengenaan pajak PPN pada umumnya.

Berdasarkan PMK No.75/PMK.03/2010, kategori perhitungan nilai lain


sebagai dasar pengenaan pajak PPN adalah:

1. Untuk pemakaian sendiri, menggunakan harga jual atau penggantian setelah


dikurangi laba kotor.
2. Untuk pemberian cuma-cuma menggunakan harga jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor.
3. Untuk penyerahan film cerita menggunaan perkiraan hasil rata-rata per judul
film.
4. Untuk penyerahan produk hasil tembakau sebesar harga jual eceran.
5. Untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, menggunakan harga pasar wajar.
6. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan.
7. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara, menggunakan harga
yang disepakati antara pedagang perantara dan pembeli.
8. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang menggunakan harga lelang.
9. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket menggunakan 10% dari jumlah
yang ditagih.
10. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan
wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan dan pemesanan
sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian
komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan, besarannya adalah
10% dari jumlah tagihan.
11. Untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi yang di dalam tagihan jasa
pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi besarannya
adalah 10% dari jumlah yang ditagih.

Nilai lain PPN sebagai DPP dimaksudkan untuk menjamin rasa keadilan dalam dua
hal, yakni:

1. Harga jual, nilai penggantian, nilai ekspor yang sukar diterapkan.


2. Penyerahan BKP yang dibutuhkan masyarakat banyak, seperti air minum dan
listrik.

Prinsip dan Pertimbangan Pemungutan PPnBM /


Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Berikut beberapa pertimbangan mengapa pemerintah Indonesia menganggap bahwa
PPnBM sangatlah penting untuk diterapkan:

 Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang


berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
 Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah
 Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
 Mengamankan penerimanaan negara

Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja,
yaitu pada saat:

 Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah
 Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

Pemungutan pajak barang mewah ini sama sekali tidak memperhatikan siapa yang
mengimpor maupun seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor
tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali saja)

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah


Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:

 Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok


 Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
 Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
 Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial

Tarif Pajak PPN


1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud,
dan ekspor JKP.
3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan
paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Perhitungan PPn Masukan (VAT In) dan PPn Pengeluaran (VAT Out)

1. Pengertian PPN Masukan dan Keluaran

PPN masukan dan keluaran merupakan dua istilah yang dikenal dalam jenis
pajak PPN. Fungsinya untuk menghitung seberapa besar PPN yang perlu wajib
pajak setorkan ke pemerintah.

PPN masukan merupakan pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak
(PKP) melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena
Pajak (JKP). Sedangkan PPN keluaran merupakan pajak yang dikenakan saat
PKP melakukan penjualan terhadap BKP/JKP.

Secara sederhana penghitungan PPN masukan dan keluaran itu ketika PKP
mengkreditkan/mengurangkan pajak masukan dalam satu masa pajak dengan
PPN keluaran dalam masa pajak yang sama.

Jika dalam suatu masa pajak PPN keluaran ternyata lebih besar, maka kelebihan
pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada negara. Namun, jika yang
kelebihan adalah PPN masukannya, maka PKP bisa mendapatkan kompensasi di
masa pajak selanjutnya atau PKP bisa mengajukan restitusi pajak.

2. Contoh Penghitungan PPN Keluaran

Pengusaha yang sudah PKP menjual laptop sebanyak 20 unit dengan harga
satuannya sebesar Rp5.000.000. Tentukan besar PPN keluarannya!

Harga 1 laptop: Rp5.000.000

PKP menjual sebanyak 20 unit = 20 x Rp5.000.000 = Rp100.000.000

Maka PPN-nya: Rp100.000.000 x 10% (tarif PPN) = Rp10.000.000

Jadi, PPN sebesar Rp10.000.000 merupakan PPN Keluaran PKP yang


menyerahkan atau menjual BKP dalam bentuk laptop tersebut.

Contoh Penghitungan/Pengkreditan PPN Masukan

Untuk menemukan PPN terutang yang harus Anda setorkan ke kas negara, sebelumnya
Anda harus melakukan pengurangan antara PPN keluaran dan masukan yang dapat
dikreditkan. Hasil dari pengurangan tersebutlah yang harus disetorkan oleh PKP ke kas
negara.

Meski pajak masukan ini dapat dikreditkan, namun ada batasan waktu pajak masukan
bisa dikreditkan. Pajak masukan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa
pajak yang sama. Dapat pula dikreditkan pada masa pajak berikutnya, namun selambat-
lambatnya dalam waktu 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak.

Agar Anda bisa lebih memahami mekanisme pengkreditan pajak masukan, mari simak
contohnya sebagai berikut:

Pengusaha yang sudah PKP dalam masa pajak Februari 2016 memiliki komposisi PPN
sebagai berikut ini:

Atas penyerahan BKP, PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp100.000.000. Sedangkan
pajak masukannya sebesar Rp90.000.000.

Maka PPN keluaran - pajak masukan = Rp100.000.000 - Rp90.000.000 = Rp10.000.000


(PPN kurang bayar).
- Pada masa pajak Maret 2016

PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000

Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp130.000.000

Maka, PPN keluaran - pajak masukan = - Rp20.000.000 (kelebihan PPN)

- Pada masa pajak April 2016

PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000

Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp90.000.000

Maka, PPN keuaran - pajak masukan = Rp20.000.000 (PPN kurang bayar)

PPN kurang bayar sebesar Rp20.000.000

Kelebihan bayar pada bulan Rp20.000.000

Jadi PPN masa April Rp0 atau nihil.

Baik PPN keluaran dan masukan yang dilakukan oleh PKP ini wajib dituangkan dalam
faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan
BKP/JKP.

Anda mungkin juga menyukai