Anda di halaman 1dari 13

Konsep Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)


dan Pajak Penjualan
Barang Mewah (PPnBM)

DISUSUN OLEH :

1. Rika Yulia Irianti 18.0102.0006


2. Maretta Ika W 18.0102.0070
3. Ardani 18.0102.0027
4. Restu Widyastuti 18.0102.0040
Pengertian PPN & PPnBM

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan


atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam
peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris,
PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax
(GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, Disebut pajak tidak
langsung karena tidak langsung dibebankan kepada
penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme
pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual).

Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBm) adalah


Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang
dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan
oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor
barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
UNDANG-UNDANG YANG
MENGATUR PPN & PPnBM

PPn PPnBM

 Undang-Undang Nomor 42  Jika menilik akarnya, maka dasar hukum


Tahun 2009 PPnBM adalah Undang-Undang (UU)
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
 Undang-Undang Nomor 18 Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Tahun 2000 Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
UU Nomor 8 Tahun 1983 ini juga dikenal
 Undang-Undang Nomor 8 dengan nama UU PPN.
Tahun 1983
 Dasar hukum PPN dan PPnBM selalu
berjalan beriringan, sebab PPnBM tidak
mungkin dikenakan tanpa adanya
pengenaan PPN. Artinya, ketika konsumen
membeli suatu Barang Kena Pajak (BKP)
yang tergolong mewah, konsumen
dikenakan PPN dan PPnBM.
 Dalam perjalanannya, UU Nomor 8 Tahun
1983 mengalami perubahan hingga
akhirnya menjadi UU Nomor 42 Tahun 2009,
yang juga disebut UU PPN. Perubahan
terakhir ini tetap merupakan dasar hukum
PPnBM.
Mekanisme Pengenaan PPN & PPnBM di Indonesia

1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib


memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang
bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut
merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP
3.Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan
BKP/JKP yang dikenakan PPN
4.Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak
Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya
harus disetor ke Kas Negara

5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke


Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak.
Barang atau Jasa yang Dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
A. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak
(JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
B. Impor Barang Kena Pajak.
C. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean.
D. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
E. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud
dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP).
F. Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih
dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan
G. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang
dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh
dikreditkan.
BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG
MEWAH (Objek PPnBM)

Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai


PPnBM ialah:
1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan
pokok
2. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu
3. Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi
4. Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan
status atau kelas sosial
Perhitungan PPn masukan (VAT in),
PPn keluaran (VAT in)

 PPN masukan merupakan  angkan PPN keluaran


pajak yang dikenakan ketika merupakan pajak yang
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikenakan saat PKP
melakukan pembelian atas melakukan penjualan
Barang Kena Pajak (BKP) terhadap BKP/JKP.
dan/atau Jasa Kena Pajak
(JKP).
Tarif PPN menurut ketentuan
Undang-Undang No.42 tahun 2009
pasal 7 :
 Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).
 Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen)
diterapkan atas:
 Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
 Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
 Ekspor Jasa Kena Pajak
 Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah
menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar
15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan
Pemerintah.
Contoh Perhitungan PPn Keluaran

 Pengusaha yang sudah PKP


menjual laptop sebanyak 20 unit
dengan harga satuannya sebesar
Rp5.000.000. Tentukan besar PPN
keluarannya!
 Harga 1 laptop: Rp5.000.000
 PKP menjual sebanyak 20 unit = 20
x Rp5.000.000 = Rp100.000.000
 Maka PPN-nya: Rp100.000.000 x
10% (tarif PPN) = Rp10.000.000
 Jadi, PPN sebesar Rp10.000.000
merupakan PPN Keluaran PKP
yang menyerahkan atau menjual
BKP dalam bentuk laptop
tersebut.
Contoh Penghitungan PPn masukan
Pengusaha yang sudah PKP dalam masa pajak Februari 2016
memiliki komposisi PPN sebagai berikut ini:
Atas penyerahan BKP, PPN keluaran PKP tersebut sebesar
Rp100.000.000. Sedangkan pajak masukannya sebesar
Rp90.000.000.
Maka PPN keluaran - pajak masukan = Rp100.000.000 - Rp90.000.000
= Rp10.000.000 (PPN kurang bayar).
- Pada masa pajak Maret 2016
PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000
Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp130.000.000
Maka, PPN keluaran - pajak masukan = - Rp20.000.000 (kelebihan
PPN)
- Pada masa pajak April 2016
PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000
Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp90.000.000
Maka, PPN keuaran - pajak masukan = Rp20.000.000 (PPN kurang
bayar)
PPN kurang bayar sebesar Rp20.000.000
Kelebihan bayar pada bulan Rp20.000.000
Jadi PPN masa April Rp0 atau nihil.
Baik PPN keluaran dan masukan yang dilakukan oleh PKP ini wajib
dituangkan dalam faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP.
Pencatatan PPn

Jurnal PPN bisa diartikan sebagai pencatatan akuntansi


atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang melekat pada
suatu transaksi, baik transaksi penjualan maupun
pembelian.
Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan
penjualan atau penyerahan atas Barang/Jasa Kena Pajak
(BKP/JKP), maka PKP tersebut berhak untuk melakukan
pemungutan PPN dan hal ini merupakan pajak keluaran.
Sementara, jika BKP melakukan transaksi pembelian atau
menerima BKP/JKP, maka PKP tersebut akan dikenakan
pajak masukan.
Pembuatan jurnal PPN dengan mencatat setiap transaksi
pembelian maupun penjualan BKP/JKP, diperlukan
sebagai fungsi analisis untuk menentukan perkiraan yang
di debit dan perkiraan yang dikredit serta jumlahnya
masing-masing. Selain itu, pembuatan jurnal PPN juga
diperlukan untuk mencatat setiap aktivitas perusahaan
yang berhubungan dengan PPN.
Pencatatan PPnBM
Jurnal PPnBM dapat diartikan sebagai kegiatan pencatatan akuntansi
terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), baik transaksi
penjualan ataupun pembelian barang mewah yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Jurnal PPnBM ini ditulis atas setiap PPnBM yang dikenakan terhadap
penyerahan dan impor barang mewah. Jenis barang mewah yang
dikenakan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sementara, tarif
PPnBM ditetapkan serendah-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya
50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP). Sedangkan, untuk ekspor barang mewah,
PKP dikenakan tarif PPnBM 0%.
PPnBM dihitung berdasarkan tarif yang ditetapkan dikalikan dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Seperti PPN, DPP untuk PPnBM adalah
nilai jual atau nilai impor, namun perbedaannya dengan PPN adalah,
PPnBM yang sudah dibayar pada saat perolehan atau impor barang,
tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut.
THANKS FOR YOUR ATTENTION
SANGGAHAN :
1
2
3
PERTANYAAN :
1
2
3

Anda mungkin juga menyukai