Pajak Objektif
Multistage Tax
Nonkumulatif
Tarif Tunggal
bersambung
bersambung
SUBJEK PAJAK
PPN merupakan pajak tidak langsung yang berarti beban pajak bisa digeser ke pembeli.
Dalam PPN, subjek pajak meliputi:
1. Pengusaha kena pajak. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009. Pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan kriteria pengusaha kecil
tidak wajib menjadi pengusaha kena pajak, kecuali memilih untuk dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak.
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh PKP
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP
8. Ekspor BKP
1. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
Di samping beberapa hal yang kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
disebutkan, Pasal 16C dan 16D
UU PPN mengatur tentang 2. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula
pengenaan PPN atas: aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang
Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya
menurut ketentuan dapat dikreditkan.
PENYERAHAN TERUTANG PPN DAN TIDAK TERUTANG PPN
Terutangnya PPN menurut Pasal 11 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 terjadi pada
saat:
1. penyerahan BKP;
2. impor BKP;
3. penyerahan JKP
4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean;
Dalam hal orang pribadi atau badan memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean, terutangnya pajak terjadi pada saat orang
pribadi dan badan tersebut mulai memanfaatkan BKP tidak berwujud tersebut di
dalam daerah pabean. Hal itu dihubungkan dengan kenyataan bahwa yang
menyerahkan BKP tidak berwujud atau JKP tersebut di luar daerah pabean
sehingga tidak dapat dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Oleh karena itu,
saat pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan saat penyerahan tetapi dikaitkan
dengan saat pemanfaatan.
5. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean;
6. ekspor BKP berwujud;
7. ekspor BKP tidak berwujud;
8. ekspor JKP.
TEMPAT TERUTANG PPN
Tempat terutangnya PPN ditetapkan sebagai berikut:
bersambung
4. Atas kegiatan membangun sendiri oleh PKP atau bukan PKP yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Tempat terutangnya pajak adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Dalam hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat lain selain tempat
tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER Nomor: 4/Pj./2010
dan surat edaran dirjen pajak No. SE 27/Pj/2010 sebagai berikut:
1. Bagi pengusaha kena pajak orang pribadi, PPN terutang di tempat tinggal dan/atau
tempat kegiatan usaha atau tempat lain.
2. Apabila pengusaha kena pajak orang pribadi ternyata mempunyai tempat tinggal
tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya, maka pengusaha orang pribadi tersebut
dikukuhkan dan terutang PPN hanya di tempat usahanya, sepanjang pengusaha kena
pajak tidak melakukan kegiatan usaha apa pun di tempat tinggalnya.
3. Bagi pengusaha kena pajak badan, PPN terutang di tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha atau tempat lain.
SAAT PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN
Menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak
Menggunakan formulir Surat Pertambahan Nilai (SPT Masa
Setoran Pajak (SSP). PPN).
TARIF PPN Pasal 7 UU No. 42
Tahun 2009
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah tertentu sebagai dasar untuk
menghitung PPN. Dasar Pengenaan Pajak terdiri atas harga jual, nilai penggantian, nilai
ekspor, nilai impor, dan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut
berdasarkan Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur
pajak. Harga jual merupakan DPP untuk penyerahan BKP.
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut berdasarkan undang-undang PPN.
bersambung
Penentuan nilai impor BKP didasarkan pada undang-undang Pabean yang
menggunakan Dasar Pengenaan Bea Masuk, yaitu cost (harga
faktur), insurance (biaya asuransi antar-Daerah Pabean), dan freight (ongkos angkut
atau pengapalan antar-Daerah Pabean) atau disingkat dengan CIF (cost, insurance,
freight).
Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
Nilai lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain
tersebut ditetapkan sebagai berikut (Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
38/PMK.011/2013) → penjelasan baca buku halaman 24.
MENGHITUNG PPN
PKP pengiriman barang KILAT melakukan penyerahan jasa pengiriman paket barang
selama Maret 2015 senilai Rp300.000.000. Dalam bulan yang sama dilakukan pembelian
peralatan kantor senilai Rp26.000.000 dan membayar PPN sebesar Rp2.600.000.
Besarnya PPN yang terutang dihitung sebagai berikut:
Pajak Keluaran
Pengusaha Kena Pajak A menjual Barang Kena Pajak kepada pelanggan XX dengan
harga jual sebesar Rp25.000.000.
Contoh 2
Pengusaha Kena Pajak B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
penggantian sebesar Rp20.000.000.
Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan nilai impor
sebesar Rp15.000.000.
PPN yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% × Rp15.000.000 = Rp1.500.000
PPN sebesar Rp1.500.000 tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan pada pajak keluaran apabila memenuhi ketentuan yang berlaku.
Contoh 4
Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan nilai ekspor
sebesar Rp10.000.000.
Contoh 6
Pengusaha Kena Pajak F menyerahkan BKP senilai Rp4.800.000 untuk kegiatan
promosi. Nilai penyerahan tersebut termasuk laba kotor sebesar 20 persen. Kegiatan
ini termasuk pemberian cuma-cuma.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak A menjual Barang Kena Pajak kepada Instansi YY dengan harga
sebesar Rp110.000.000 (harga ini termasuk PPN).
DPP = 100 ×Rp110.000.000
110
DPP = Rp100.000.000
PPN yang terutang = 10% × Rp100.000.000 = Rp10.000.000
PPN sebesar Rp10.000.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran.
Pajak Masukan
Dasar Pengenaan Pajak dapat berupa nilai impor, harga beli (sama dengan harga
jual bagi penjual), nilai penggantian, atau nilai lain.
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak X melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
Pengusaha Kena Pajak Y dengan harga jual Rp210.000.000.
Namun, Pajak Masukan dimungkinkan tidak dapat dikreditkan dari Pajak Keluaran.
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dari Pajak Keluaran apabila berasal dari:
bersambung
4. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
5. perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak
mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
6. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan;
7. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak;
8. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa
PPN, yang ditemukan pada waktu pemeriksaan;
9. perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi;
10. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP, impor BKP, dan/atau
pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN;
bersambung
11. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP atas kegiatan
membangun sendiri yang tidak dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan;
12. Pajak Masukan yang dibayar oleh PKP yang melakukan penyerahan jasa
pengiriman paket dan jasa biro perjalanan atau jasa biro wisata, karena dalam nilai
lain sudah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP dalam
rangka usaha tersebut.
Pajak Masukan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Formulir 1111 B1,
Formulir 1111 B2, dan Formulir 1111 B3. Pajak Masukan yang dikreditkan atas
impor BKP dan pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean
dilaporkan dalam Formulir 1111 B1. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas
perolehan BKP/JKP Dalam Negeri dilaporkan dalam Formulir 1111 B2, dan Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan atau yang mendapat fasilitas dilaporkan dalam
Formulir 1111 B3.
Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang
Pajak dan Penyerahan Tidak Terutang Pajak.
1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang
bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak
Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Contoh
bersambung
Pajak Masukan yang dibayar atas:
a. Perolehan BKP dan JKP yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN
adalah Rp1.500.000.
b. Perolehan BKP dan JKP yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak dikenai PPN
adalah Rp300.000.
c. Perolehan BKP dan JKP yang berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan dari
pengenaan PPN adalah Rp500.000.
Contoh 1
PKP B bergerak di bidang usaha pembuatan sepatu. Pada Januari 2014, perusahaan
membeli generator listrik yang dimaksudkan seluruhnya untuk kegiatan pabrik. Harga
perolehan generator listrik adalah Rp100.000.000, dengan PPN sebesar Rp10.000.000.
Rp10.000.000 = Rp2.500.000
4
bersambung
2) Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tersebut digunakan sebagai berikut:
bersambung
bersambung
PPN Kurang/Lebih Disetor
Apabila Pajak Keluaran > Pajak Masukan, selisihnya dinamakan PPN kurang
disetor.
Apabila Pajak Keluaran < Pajak Masukan, selisihnya dinamakan PPN lebih
disetor.
PPN kurang disetor wajib dibayar oleh PKP paling lambat pada akhir
bulan berikutnya sebelum penyampaian SPT Masa PPN.
PPN lebih disetor dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau dapat
diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun.
bersambung
bersambung
bersambung
bersambung
bersambung
RESTITUSI (Permohonan Pengembalian)
karena
bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
PKP diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP atau JKP. Namun,
untuk meringankan beban administrasi, kepada PKP diperkenankan membuat satu
Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan BKP atau JKP yang terjadi selama satu
bulan takwim kepada pembeli BKP yang sama atau penerima JKP yang sama.
Tata Cara Pengisian Faktur Pajak Baca buku halaman 53 s.d. 60
bersambung
bersambung
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)
PPnBM dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang
dilakukan oleh produsen atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
untuk
1. Tarif PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam
Daerah Pabean
Tarif yang berlaku adalah tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan tarif
tertinggi sebesar 200% (dua ratus persen).
2. Tarif PPnBM atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah ke
luar Daerah Pabean (ekspor)
Tarif yang berlaku adalah 0% (nol persen).
Contoh
Produsen PKP Perdana melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah (tarif 30%) dengan harga Rp140.000.000 (dalam harga tersebut tidak
termasuk PPN dan PPnBM).
Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat
dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.