Anda di halaman 1dari 44

KELOMPOK 9

FAJAR ANUGRAHA (414046)


MUHAMMAD REZA SAPUTRA (414057)
RISTA PRIMA PRADANI (421461)
YULISTA ANDIKA PUTRA (421472)

DAN PENGENDALIAN PAJAK


PERTAMBAHAN NILAI
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PPN merupakan jenis pajak tidak langsung untuk disetor pleh pihak lain (pedagang) yang bukan
merpakan penanggung pajak (konsumen akhir). Prinsipnya suatu pajak suatu pajak yang harus
dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi, tetapi jumlah pajak yang terutang dibebankan
kepada konsumen akhir yang memakai produk tersebut
1. Objek PPN dikenakan pada :
◦ Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha
◦ Impor Barang Kena Pajak (BKP)
◦ Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
◦ Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
◦ Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP)
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Tarif PPN Undang-Undang Dasar No.42 tahun 2009 pasal 7 :
• Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).
• Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
1. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
2. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
3. Ekspor Jasa Kena Pajak
• Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen)
sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) Untuk PPN
1. Pengusaha
Mengacu Pasal 1 angka 14 UU PPN No 42 Tahun 2009, pengertian Pengusaha adalah orang
pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya:
◦ menghasilkan barang;
◦ mengimpor barang;
◦ mengekspor barang;
◦ melakukan usaha pedagangan;
◦ memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean;
◦ melakukan usaha jasa;
◦ mengekspor jasa;
◦ memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
2. Pengusaha Kena Pajak
Pasal 1 angka 15 UU PPN No 42 Tahun 2009:
Pengusaha (tidak termasuk pengusaha kecil).
Pengusaha kecil yang memilih menjadi PKP dan melakukan penyerahan BKP dan atau JKP.

PKP menurut Pasal 2 PP Nomor 24/2002 adalah:


Pengusaha yang baru berniat akan melakukan penyerahan BKP/JKP
Bentuk kerjasama operasi (Joint operation/Joint Venture:JO) yang melakukan penyerahaan
BKP/ atas nama JO.
Yang Wajib Dikukuhkan Sebagai PKP
1. Pengusaha Kecil
Menurut peraturan keuangan (MPK) Nomor 197/PMK.03/2013 yang berlaku
efektif sejak 1 Januari 2014 , Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang
selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00
2. Pengusaha yang Telah Melampaui Batasan Omset Rp 4,8 miliar Tetapi Tidak
Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan sebagai PKP
Pengusaha kecil yang telah melampaui batasan omset Rp 4,8 miliar dapat
dikukuhkan secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak
sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena
Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
Hak dan Kewajiban PKP
Hak yang diperoleh jika telah dikukuhkan sebagai PKP adalah :
1. Pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP;

2. Restitusi atau kompensasi atas kelebihan PPN


Kewajiban Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan
JKP di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, ekspor
JKP, dan/atau ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan:
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
2. Memungut pajak yang terutang;
3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih
besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM
yang terutang; dan
4. Melaporkan penghitungan pajak dalam SPT Masa PPN.
PADA TAHAP PENDIRIAN PERUSAHAAN
Tempat atau lokasi Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) yang dipilih untuk dilaporkan
Waktu pelaporan kegiatan usaha untuk sehagai tempat pengukuhan PKP daiam
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena hal perusahaan memiliki satu atau lebih
Pajak (PKP) kantor cabang

Tahap Pendirian
Perusahaan

Kepastian bahwa barang dan/atau jasa yang Hal lain untuk efisiensi PPN
akan dihasilkan merupakan BKP dan/atau
JKP yang terutang PPN atau tidak terutang
PPN atau termasuk BKP dan/atau JKP yang
penyerahannya mendapat pembebasan PPN
Waktu pelaporan kegiatan usaha untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pasal ayat 8 huruf a UU PPN

Pasal 13 ayat (1) huruf e dikaitkan Pasal 13 ayat (2) KUP


Tempat atau lokasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang dipilih
untuk dilaporkan sehagai tempat pengukuhan PKP daiam hal
perusahaan memiliki satu atau lebih kantor cabang

Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2012


Kepastian bahwa barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan
merupakan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN atau tidak
terutang PPN atau termasuk BKP dan/atau JKP yang
penyerahannya mendapat pembebasan PPN

Barang & BKP tertentu bersifat strategis yang impor &


Jasa yang penyerahannya mendapat pembebasan PPN
tidak
dikenai BKP tertentu bersifat strategis yang impor &
PPN penyerahannya mendapat pembebasan PPN
Barang
dan jasa BKP dan/atau JKP tertentu yang immmpornya
Barang& dan/atau penyerahannya mendapat
Jasa Kena pembebasan PPN
Pajak
(BKP & BKP tertentu yang impornya mendapat
JKP) pembebasan Bea Masuk dan PPN tidak
dipungut

BKP & JKP yang penyerahannya terutang PPN


Hal lain untuk efisiensi PPN

a. Pemusatan tempat pelaporan PPN dan/atau PPnBM


Pemusatan PPN memiliki beberapa manfaat:
1) Memudahkan PKP dalam memenuhi kewajiban administrasi
2) Membuat biaya administrasi dan pelaporan
3) Meminimalisir kesalahan, baik kesalahan penghitungan dan pengisian
4) Memudahkan koordinasi dengan bagian akutansi dan pelaporan keuangan
b. Batasan hanya pajak masukan atas barang modal saja yang dapat dikreditkan sebelum perusahaan
mulai berproduksi.
Pasal 9 ayat (2a) dan ayat (8) huruf j UU PPN mengatur bahwa:
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang
terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan
c. Pertimbangan unutk meminta restitusi atau tidak restitusi atas kelebihan pajak
masukan atas perolehan barang modal sebelum dimulaimnya berproduksi.
UU PPN memperbolehkan PKP untuk meminta pengembalian (restitusi) kelebihan
pajak masukan atas barang modal yang dikreditkan (Pasal 9 ayat (4b) huruf UU PPN)
tanpa menunggu akhir tahun. Pertimbangan nya adalah sebagai berikut:
1. Permohonan restitusi akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pajak
2. Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan ketetapan pajak paling lambat 12 hulan
sejak permohonan restitusi disampaikan
3. Pertimbangan kemungkinan adanya kegagalan berproduksi setelah PKP
mendapatkan restitusinya
4. Pertimbangan kebutuhan cashflow
d. Memanfaatkan fasilitas pembebasan PPN atas perolehan/impor barang modal.
Berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2001 yang telah diubah terakhir dengan PP
Nomor 31 Tahun 2007
e. Memilih jenis kendaraan tertentu.
Dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c UU PPN menyatakan bahwa pengkreditan pajak
masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan dan
pemeliharaan kendaraan bermotor
f. Pertimbangan ditetapkan menjadi Pengusaha Kawasan Berikat.
Jika perusahaan yang didirikan dipastikan akan berorientasi ekspor secara
dominan, maka agar cashflow perusahaan dapat digunakan secara maksimal untuk
kebutuhan modal kerja, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk ditetapkan
menjadi pengusaha Kawasan Berikat.
PENGENDALIAN SAAT PELAKSANAAN
KEGIATAN USAHA
Maksud dari pengendalian pajak pengeluaran adalah memastikan
PPN yang dipungut oleh PKP telah memenuhi ketentuan perundang-
undangan.
sanksi yang dikenakan bila tidak membayarkan PPN terutang adalah:
• Sanksi administrasi sebesar 2% per bulan (max. 24 bulan)
berdasarkan pasal 13 ayat (2) KUP
• Sanksi denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan PPN berdasarkan
pasal 14 ayat (4) KUP
Kewajiban memungut PPN terkait pada objek PPN. Berdasarkan Pasal
4 Ayat (1) juncto pasal 16C dan 16D UU PPN, yang menjadi objek PPN
adalah:
1. Penyerahan BKP dan JKP
2. Perolehan BKP dan JKP
3. Pasal 16C UU PPN
4. Pasal 16D UU PPN
Pengendalian Saat Pelaksanaan Kegiatan
Usaha - Impor
Jika:
• Mengimpor BKP,
• Memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean, dan
• Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
Yang TIDAK terkait pajak keluaran/masukan, harus tetap menyetor
PIB dan PPN Impor oleh PKP
Jika lalai menyetor PPN dari:
• pemanfaatan BKP Tidak Berwujud
• pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
Maka:
(1) ditagihkan pokok pajaknya,
(2) dikenakan sanksi
(3) PPN yang disetor tidak dapat dikreditkan sebagai pajak masukan
Pengendalian Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pemberian cuma-cuma dan Pemakaian sendiri
Menurut Pasal 1A UU PPN, pemberian cuma-cuma dan pemakaian
sendiri termasuk pengertian penyerahan terutang PPN.
• “Pemakaian sendiri” adalah pemakaian untuk kepentingan PKP
yang bersangkutan baik barang produksi sendiri maupun bukan
produksi sendiri.
• “Pemberian cuma-cuma” adalah pemberian yang diberikan tanpa
pembayaran baik barang produksi maupun bukan produksi sendiri.
Pengendalian Saat Pelaksanaan Kegiatan
Usaha – Pemakaian sendiri
Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI (PP) Nomor 1 Tahun 2012:
• Pemakaian sendiri BKP/JKP merupakan penyerahan yang terutang
PPN dan/atau PPnBM
• Pemakaian sendiri bisa untuk: a.tujuan produktif, b.tujuan konsumtif
• Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif tidak dilakukan
pemungutan PPN dan/atau PPnBM
• PPN yang dibayar atas perolehan BKP/JKP dalam rangka pemakaian
sendiri dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan perpajakan.
Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif merupakan pemakaian BKP/JKP yang:
• Digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya, atau
• Untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
Pengusaha yang bersangkutan, yang meliputi:
okegiatan produksi,
odistribusi,
opemasaran, dan
oManajemen
Jika tidak memenuhi kriteria tersebut, maka Pemakaian sendiri tersebut adalah
untuk tujuan konsumtif.

(Contoh ada di hal. 142)


Pengendalian Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pemberian cuma-cuma dan Pemakaian sendiri
Maka, yang dikenai PPN:
• pengeluaran biaya cuma-cuma, dan
• pemakaian sendiri (bersifat konsumtif)
Dalam rangka promosi atau pemberian bantuan barang dan jasa.

Kelalaian akan di sanksi sesuai Pasal 13 ayat 92) KUP dan pasal 14
ayat (4) KUP.
Pengendalian Terhadap Faktur Pajak
Keluaran
Pengendalian terhadap faktur pajak keluaran penting karena:
• Adanya sanksi administrasi yang disebabkan faktur yang diterbitkan
PKP tidak memenuhi syarat
• Penerbitan faktur yang terlalu cepat menyebabkan gangguan
cashflow bagi perusahaan
Contoh Faktur Pajak
• Tertera NPWP, Alamat, dan Nama PKP yang
melakukan penyerahan dan pembelian BKP
(Barang Kena Pajak ) atau JKP (Jasa Kena
Pajak)
• Memasukkan informasi tentang Barang atau
Jasa, beserta jumlah harga jual atau
penggantian, dan potongan harga
• Jumlah PPN dan atau PPnBM yang dipungut
• Nomor seri, kode serta tanggal pembuatan
faktur pajak
• Jabatan, Nama Terang serta tanda tangan dari
pihak terkait yang berhak
Sebagai satu bentuk dokumen formal,
pembuatan faktur pajak harus mengikuti
ketentuan yang diatur dalam undang-undang
terkait dengan bentuk dan caranya.
Pengendalian Terhadap Faktur Pajak
Keluaran
Hal lain yang harus diperhatikan PKP terkait faktur pajak adalah
waktu. Faktur Pajak atas penjualan yang dibuat "terlalu cepat"
dibandingkan dengan pelunasan atas tagihan penjualan akan
menyebabkan kesulitan cashflow. Ini karena:
• Faktur harus diterbitkan saat terjadinya penyerahan BKP/JKP; atau
saat diterimanya uang muka
• Setoran kekurangan PPN paling lambat sebelum dilaporkannya SPT
masa PPN di akhir bulan berikutnya
• Jika pembeli sangat lambat dalam membayar tagihan, PPN
dibayarkan terlebih dahulu oleh perusahaan
Untuk mengatasi hal ini sebaiknya perusahaan memperlakukan
pembali/penerima yang pembayarannya lebih dari sebulan dengan:
• Diwajibkan menyetorkan uang muka setidak-tidaknya sejumlah PPN
yang akan disetorkan
• Penyerahan BKP/JKP dan menerbitkan faktur pajak pada saat
penyerahan di awal bulan

Keterlambatan menerbitkan faktur pajak dari waktu yang seharusnya


akan dikenakan sanksi administrasi pasal 14 ayat (4) KUP
Pengendalian atas Pajak Masukan
Memeriksa apakah ada pajak masukan yang seharusnya bisa dikreditkan tetapi tidak
dikreditkan oleh pengusaha kena pajak;
Dampak

Pemborosan arus kas keluar


Pengendalian atas Pajak Masukan
Memeriksa apakah ada pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan tetapi
dikreditkan oleh pengusaha kena pajak
Dampak

Penting bagi perusahaan untuk mengetahui mana saja


Sanksi administratif berupa:
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang
Denda sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua
terdapat
puluhpada Pasal
empat) 9 (Pasal
bulan ayat (8) UU 2PPN
13 ayat KUP)untuk
menghindari
Kenaikan sebesar 100% sanksi. Nilai Barang dan
dari Pajak Pertambahan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau
kurang dibayar (Pasal 13 ayat 3 huruf c KUP)
Pengendalian atas Pajak Masukan
Mengecek fisik faktur pajak agar memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 13
ayat (5) atau ayat (9) UU PPN
Pengendalian atas Pemenuhan Kewajiban
Administrasi PPN
Tidak dibuatnya faktur pajak dan pengisian faktur pajak yang salah harus
diperhatikan oleh perusahaan. Karena apabila perusahaan tidak membuat faktur
pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu dan perusahaan tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5)UU PPN, perusahaan akan dikenai sanksi administrasi Surat Tagihan Pajak berupa
denda 2% dari dasar pengenaan PPN (Pasal 14 ayat (4) UU KUP).
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN
PADA SAAT PEMBUBARAN PERUSAHAAN
ketentuan Pasal 1 A ayat (1) huruf e UU No 42 Tahun 2009 tentang PPN
dan PPnBM

Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aset yang menurut


tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan.
STRATEGI MENGHADAPI TEMUAN PEMERIKSA
TENTANG KONFIRMASI PPN YANG DINYATAKAN
”TIDAK ADA”
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep - 754/Pj./2001 pada bagian lampiran
terdapat berbagai macam kesimpulan mengapa konfirmasi terhadap faktur pajak
dianggap “tidak ada” yaitu:
1. Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP
Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan
PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan;
2. Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP;
atau
3. PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang
bersangkutan; maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan.
Strateginya adalah:
1.Menyiapakan dokumen terkait transaksi.
2.Menyiapkan fotokopi pelaporan SPT masa PPN dari PKP penjual yang
menjadi lawan transaksinya.
3.Dalam pemeriksa pajak tidak bersedia mengubah koreksinya tersebut,
perusahaan harus menempuh jalur hukum dan keberatan dan banding yang
harus ditempuh perusahaan selama lebih dari 24 bulan atau sekitar 2
tahunan lebih.
REKONSILIASI DPP PPN DENGAN PEREDARAN
USAHA DALAM SPT PPH BADAN
Rekonsiliasi Penghasilan
Peredaran usaha sebagaimana tercantum dalam SPT Badan = XXX
Peredaran usaha sebagaimana tercantum dalam SPM PPN = XXX
Selisih XXX

SPT Badan > SPM PPN, kemungkinan bahwa terdapat penyerahan


BKP dan JKP yang belum dipungut PPNnya.

SPT Badan < SPM PPN, kemungkinan bahwa terdapat penghasilan


yang belum dilaporkan di PPN
Pertanyaan

Anda mungkin juga menyukai