Anda di halaman 1dari 22

Manajemen Perpa-

jakan atas Pengelo-


laan PPN dan
PPnBM
Nama Anggota Kelompok:
1. Intan Salsabila (1910531040)
2. Ade Fitra (1910532026)
3. Atikah Hafizah Najla (1910531007)
Manajemen PPN pada Saat Pendirian Perusahaan

1. Waktu pelaporan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP

Keterlambatan pengukuhan PKP akan menyebabkan kerugian dan pemborosan, dikarenakan:


a. Pasal 9 ayat 8 huruf a UU PPN
b. Pasal 13 ayat (1) huruf e juncto pasal 13 ayat (2) KUP

2. Tempat atau lokasi Kantor Pelayanan Pajak(KPP) yang dipilih untuk dilaporkan sebagai
tempat pengukuhan PKP dalam hal perusahaan memiliki satu ataulebih kantor cabang

• Hal yang perlu diperhatikan :


Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2012 : Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak harus dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tem-
pat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan
• Maka, KPP yang dipilih adalah KPP yang membawahi kantor cabang (lokasi) atau tempat
kedudukan dimana perusahaan melakukan penyerahan BKP/JKP.
Manajemen PPN pada Saat Pendirian Perusahaan
3. Kepastian barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan merupakan BKP dan/atau JKP yang
terutang PPN atau tidak terutang PPN atau termasuk BKP dan/atau JKP yang penyerahannya
mendapat pembebasan PPN

Kepastian ini bersifat krusial, karena :


• Jika sejak awal kegiatan usaha dapat dipastiakan tidak termasuk BKP/JKP, maka perusahaan
tidak perlu mengukuhkan sebagai PKP
• Jika sejak awal kegiatan usaha dapat dipastikan termasuk BKP/JKP yang penyerahannya
mendapatkan pembebasan PPN, maka perusahaan harus mengukuhkan sebagai PKP, namun
atas pajak masukan keseluruhan tidak dikreditkan
• Jika sejak awal perusahaan ragu apakah produknya termasuk BKP/JKP, maka sejak awal
perusahaan menegaskan dengan surat ke DJP agar punya kepastian hukum atas PPN yang
dihasilkannya.
Manajemen PPN pada Saat Pendirian Perusahaan
4. Hal lain untuk efesiensi PPN

a. Pemusatan tempat pelaporan PPN dan/atau PPnBm


Manfaat pemusatan PPN :
1. Memudahkan PKP dalam memenuhi kewajiban administrasi
2. Biaya administrasi dan pelaporan kewajiban PPN menjadi lebih efesien
3. Meminimalisir kesalahan
4. Memudahkan koordinasi dengan bagian akuntansi dan pelaporan keuangan
Ketika pengusaha sudah memilih tempat pemusatan, PKP yang dimaksud harus menyam-
paikan pemberitahuan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada
kepala KPP setempat.

Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) harus memenuhi syarat:
1. Memuat nama,alamat, dan NPWP tempat PPN terutangyang dipilih sebagai tempat pemusa-
tan PPN Terutang
2. Memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang akan dipusatkan
3. Dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan diiselenggarakan terpusat pada
tempat PPN terutang yang dipilih sebagai tempat pemusatan.
=> Pemusatan tempat PPN terutang disetujui jika memenuhi persyaratan.
Manajemen PPN pada Saat Pendirian Perusahaan
4. Hal lain untuk efesiensi PPN
b. Batasan hanya pajak masukan atas barang modal saja yang dapat dikreditkan sebelum pe-
rusahaan mulai berproduksi
• Pasal 9 ayat (2a) dan ayat 8 huruf j UU PPN mengatur bahwa: Bagi PKP yang belum berpro-
duksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, pajak masukan atas per-
olehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan
• Pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: perolehan BKP
selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi

Secara perpajakan, waktu dimulainya produksi ketika PKP mulai melakukan :


1) Penyerahan BKP
2) Penyerahan JKP
3) Ekspor BKP
4) Ekspor JKP

c. Pertimbangan untuk meminta restitusi atau tidak atas kelebihan pajak masukan atas perolehan
barang modal sebelum dimulainya berproduksi.

Harus diperhatikan dengan cermat karena:


1. Permohonan restitusi akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pajak
2. DJP akan menerbitkan ketetapan pajak paling lambat12 bulan sejak permohonan
3. Pertimbangan kemungkinan adanya kegagalan berproduksi setelah PKP mendapatkan restitusi
4. Pertimbangan kebutuhan cashflow.
Manajemen PPN pada Saat Pendirian Perusahaan
4. Hal lain untuk efesiensi PPN
d. Memanfaatkan fasilitas pembebasan PPN atas perolehan /impor barang modal
Berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2001 yang telah diubah PP Nomor 31 Tahun 2007, barang
modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak
termasuk suku cadang termasuk dalam jenis BKP tertentu bersifat strategis yang impor dan peny-
erahannya mendapat pembebasan PPN.

e. Memilih jenis kendaraan tertentu


Pasal 9 ayat (8) huruf c UU PPN menyatakan bahwa pengkreditan pajak masuka tidak dapat
diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa
sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

f. Pertimbangan ditetapkan menjadi pengusaha kawasan berikat


• Dengan ditetapkannya perusahaan sebagai pengusaha kawasan berikat, maka atas penyerahan
BKP dan/atau JKP akan mendapatkan failitas PPN tidak dipungut atas pemasukan-pemasukan
tertentu.
• Penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, PPN san PPnBM, tidak dipungut PPh pasal 22
Impor, karna diberikan atas pemasukan barang dari kawasan bebas ke kawasan berika.
• Barang yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut adalah barang yang bukan untuk dikon-
sumsi di kawasan berikat, seperti makanan, minuman, BBM dan pelumas.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian atas Pajak Keluaran

PKP harus memastikan bahwa semua objek PPN yang PPN-nya harus
dipungut oleh PKP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan PPN, telah dipenuhi dan tidak ada yang terlewati.

Kelalaian memungut PPN atas suatu objek PPN akan merugikan pe-
rusahaan. Setidak-tidaknya perusahaan dapat terkena sanksi adminis-
trasi pasal 13 ayat (2) KUP sebesar 2% per bulan maksimum sanksi un-
tuk
24 bulan dan sanksi denda pasal 14 ayat (4) KUP sebesar 2% dari
Dasar Pengenaan PPN.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian atas Pajak Keluaran

Objek PPN (Berdasarkan Pasal 4 ayat (11) jo. Pasal 16C dan 16D UU PPN)

1. Penyerahan BKP dan JKP, meliputi:


a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pen-
gusaha.
b. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP.
c. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP.
d. Ekspor JKP oleh PKP.
e. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pen-
gusaha.

2. Perolehan BKP dan JKP, meliputi:


f. Impor BKP.
g. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
h. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian atas Pajak Keluaran

3. Pasal 16C UU PPN


PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain
yang Batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

4. Pasal 16D UU PPN


PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas
penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian atas Pajak Keluaran

Impor BKP Walaupun tidak terkait dengan


pajak keluaran, namun Pemberi-
tahuan Impor Barang (PIB)
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan PPN Impor harus disetor
dari luar Daerah Pebean di dalam sendiri oleh PKP yang melakukan
Daerah Pabean impor. Selain itu, BKP Tidak Berwu
jud dan/atau JKP tersebut harus
disetorkan PPN-nya ke Kas negara
Pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
Kelalaian menyetorkan PPN tersebut,
selain ditagihkan pokok pajaknya,
juga dikenakan sanksi adm. Pasal 13
PPN atas pemanfaatan BKP ayat (2) dan Pasal 14 ayat (4) KUP;
dan/atau JKP tersebut dapat
dikreditkan sebagai PPN yang disetor tidak dapat
Pajak Masukan dikreditkan sebagai pajak masukan
(Pasal 9 ayat (8) huruf h UU PPN)
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian atas Pajak Keluaran

Pemakaian Sendiri Pemberian Cuma-Cuma


Pemakaian untuk kepentingan Pemberian yang diberikan
PKP yang bersangkutan, tanpa pembayaran baik produksi
pengurus, atau karyawan, baik sendiri maupun bukan produksi
barang produksi sendiri maupun sendiri, seperti pemberian contoh
bukan produksi sendiri. barang untuk promosi kepada
relasi atau pembeli.
Tujuan Konsumtif
Kegiatan yang mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha
Tujuan Produktif
Kegiatan produksi selanjutnya

Pemberian cuma-cuma dan pemakaian sendiri yang sifatnya konsumtif,


merupakan objek PPN yang harus dipungut PPN-nya. Kelalaian memungut
PPN atas hal ini, selain akan ditagihkan pokok pajaknya, juga akan dikenakan
sanksi adm. Pasal 13 ayat (2) KUP dan Pasal 14 ayat (4) KUP.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian atas Pajak Keluaran

Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat


sebagai berikut.

1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;


2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud;
3. Penyerahan dilakukan dalam Daearh Pabean;
4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
(Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPN)

Jika terdapat penghasilan lain-lain diluar usaha tetapi diperoleh perusahaan


masih terkait dengan kegiatan usahanya, maka penghasilan tersebut
masih memenuhi syarat sebagai objek PPN.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian Terhadap Faktur Pajak Keluaran

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh PKP:

Pembuatan Faktur Waktu Penerbitan dan


Pelaporan Faktur

Pembetulan atau Penggantian Faktur

Pembatalan Faktur

PKP dapat memerhatikan ketentuan faktur pajak yang diatur dalam Pasal
13 ayat (5) UU PPN jo. Peraturan Dirjen Pajak No. PER – 24/PJ/2012 ten-
tang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberi-
tahuan
dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan
Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak; sebagaiman telah diubah dengan
Peraturan Dirjen Pajak No. 08/PJ/2013.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian Terhadap Faktur Pajak Keluaran

Waktu Penerbitan dan Pelaporan Faktur

1. Faktur Pajak atas penjualan yang dibuat “terlalu cepat” dibandingkan


dengan pelunasan atas tagihan penjualan akan menyebabkan kesulitan
cashflow.
• PPN terutang pada saat dilakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, kecuali
adanya penerimaan uang muka yang mendahului penyerahan BKP
dan/atau JKP.

• Faktur pajak harus diterbitkan pada saat terjadinya penyerahan BKP


dan/atau JKP atau pada saat diterimanya uang muka penjualan.

• Penerbitan faktur pajak keluaran pada suatu masa pajak, mengharuskan


PKP penerbit faktur pajak untuk menyetorkan kekurangan PPN akibat
penerbitan faktur pajak tersebut paling lambat sebelum dilaporkannya
SPT Masa PPN di akhir bulan berikutnya.
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian Terhadap Faktur Pajak Keluaran

Waktu Penerbitan dan Pelaporan Faktur

1. Faktur Pajak atas penjualan yang dibuat “terlalu cepat” dibandingkan


dengan pelunasan atas tagihan penjualan akan menyebabkan kesulitan
cashflow.

• Kewajiban untuk menyetorkan PPN atas faktur pajak yang diterbitkan di


akhir bulan berikutnya (sebelum pelaporan SPT Masa PPN) dapat mem-
boroskan cashflow perusahaan jika perusahaan pembeli/penerima BKP/
JKP sangat lambat dalam melakukan pembayaran atas tagihan pen-
jualan/penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya sudah harus terlebih dahulu
disetor oleh perusahaan yang melakukan penjualan/penyerahan BKP/JKP
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian Terhadap Faktur Pajak Keluaran

Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan sebaiknya memperlakukan


pembeli/penerima BKP/JKP yang pembayarannya lebih lama dari 1
bulan dengan cara:

• Mewajibkan pembeli/penerima BKP/JKP menyetorkan uang muka


setidak-tidaknya sejumlah PPN yang akan disetorkan oleh perusa-
haan, sehingga perusahaan tidak perlu mengorbankan cashflow-
nya untuk membayarkan terlebih dahulu PPN atas tagihan yang
belum dilunasi oleh Pembeli tersebut.

• Jika pembeli tersebut tidak bersedian menyetorkan uang muka,


maka perusahaan dapat melakukan penyerahan BKP/JKP dan
menerbitkan faktur pajak pada saat penyerahan di awal bulan, se-
hingga diharapkan dalam jangka waktu dua bulan ke depan, pem-
beli tersebut sudah melunasi tagihan perusahaan dan perusahaan
tidak perlu mengorbankan cashflow-nya untuk membayarkan ter-
lebih dahulu PPN yang terutang
Manajemen PPN Saat Pelaksanaan Kegiatan Usaha –
Pengendalian Terhadap Faktur Pajak Keluaran

Waktu Penerbitan dan Pelaporan Faktur

2. Faktur Pajak yang dibuat terlambat akan dikenakan sanksi administrasi.

Keterlambatan menerbitkan faktur pajak dari waktu yang seharusnya akan


dikenakan sanksi adm. Pasal 14 ayat (4) KUP. Bahkan, jika keterlambatannya
melebih batas waktu 3 bulan dari waktu seharusnya dibuat faktur pajak,
maka PKP yang bersangkutan dianggap tidak menerbitkan faktu pajak.

Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya mempunyai pengendalian yang


memadai agar tidak ada faktu pajak yang terlambat diterbitkan; sehingga
perusahan terhindar dari saknsi adm. yang tidak perlu.
Pengendalian Pajak Masukan
Terkait pajak masukan yang harus diperhatikan adalah Ketentuan yang diatur pada Pasal 9 ayat 8
dalam undang PPN. Pasal 9 ayat 8 menyatakan Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 tidak diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsungdengan kegiatan usaha;
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
DaerahPabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
5. Dihapus;
6. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak
mencantumkan nama, alamat,dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
7. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
DaerahPabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13ayat (6);
8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitanketetapan pajak;
9. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang pajak masukannya tidak dilaporkan
dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai, yang ditemukan pada walktu
dilakukanpemeriksaan; dan
10. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha KenaPajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) hurufb UU PPN, secara berlawanan dapat diartikan bahwa Pajak
masukan yangdapat dikreditkan adalan pajak masukan yang berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha. Menyikapi halini, perusahaan harus bisa memilah agar tidak terjadi suatu pajak
masukan yang seharusnya bisa dikreditkantetapi tidak dikreditkan oleh perughaan dan
sebaliknya. Jika ada pajak masukan yang seharusnya bisadikreditkan tetapi perusahaan lalar
lidak mengkreditkannya, maka hal ini dapat memboroskan cashflowperusahaan jika PPN dalam
masa tersebut secara keseluruhan masih kurang bayar; kebalikannya, jika adapajak masukan
yang seharusnya tidak bisa dikreditkan tetapi oleh perusahaan lalai dikreditkan maka selainakan
terkena sanksi Pasal 13 ayat (2) KUP juga berisiko terkena sanksi Pasal 13 ayat (3) KUP dalam
halterjadi kelebiban bayar PPN karena pengkreditan pajak masukan yang tidak seharusnya.
Sanksi yang besarini tentu sangat memboroskan keuangan perusahaan.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN, secara berlawanan dapat diartikan bahwa Pajak
masukanyang dapat dikreditkan adalan pajak masukan yang faktur pajaknya memenuhi
persyaratan formal danmaterial sebagaimana diatur Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN.
Untuk itu pihak perusahaan harusselalu mengecek fisik dari faktur pajak yang diterimanya agar
memenuhi kedua persyaratan sebagaimanadiatur pasal Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN.
Manajemen PPN Pada Saat Pembubaran
Perusahaan

Terkait dengan pembubaran perusahaan, hal yang harus diperhatikan perusahaan adalah
ketentuan Pasal 1A ayat 1 huruf e UU PPN yang menyatakan:
termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah:
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aset yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. Jika pada saat
pembubaran perusahaan masih ada tersisa barang atau bahan baku yang telah rusak dan
menjadi kerugian perusahaan, maka pajak masukan atas perolehan barang atau bahan baku
yang telah rusak tersebut tetap dapat dikreditkan; demikian juga dengan adanya piutang yang tak
tertagih hingga saat pembubaran perusahaan, piutang tak tertagih tersebut tidak membuat
pembatalan atas faktur pajak keluaran yang PPN nya sudah disetorkan oleh perusahaan (PP
No.1 Tahun 2012)

Anda mungkin juga menyukai