BAB I
PENDAHULUAN
1
MODUL PPN DAN PPnBM
2
MODUL PPN DAN PPnBM
PPN terutang yang disetor ke kas negara dihitung dengan cara mengurangkan
(mengkreditkan) PPN yang dibayar atas pembelian/perolehan (Pajak Masukan)
dengan PPN yang dipungut atas penyerahan barang atau jasa (Pajak Keluaran).
8. PPN adalah pajak atas konsumsi di dalam negeri
PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam Daerah
Pabean Republik Indonesia.
3
MODUL PPN DAN PPnBM
Faktur
BKP PKP PENJUAL Pajak
JKP
PPN 2
1
Kas Negara
PKP PEMBELI
Lapor SPT Masa
PPN (PK-PM)
Membayar PPN
(Pajak Masukan)
4
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB II
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas objek pajak yang diatur dalam Pasal 4, Pasal
16C, dan Pasal 16D UU PPN 1984.
Pasal 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
impor Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 16C
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan
yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata
caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
3. Pasal 16D
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha
Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan yaitu atas perolehan BKP/JKP yang tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha (Pasal 9 ayat (8) huruf b ) dan kendaraan bermotor berupa sedan
dan station wagon (Pasal 9 ayat (8) huruf c).
5
MODUL PPN DAN PPnBM
6
MODUL PPN DAN PPnBM
persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Dikecualikan dari ketentuan ini adalah penyerahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1A ayat (2) huruf e yaitu Barang Kena Pajak berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat
dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan/atau aktiva berupa
kendaraan bermotor sedan dan station wagon yang Pajak Masukan atas
perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
huruf c tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.
penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang.
Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang
baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena
Pajak antartempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Diman
”pusat” adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan “cabang” antara lain lokasi
usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya.
penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah
dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk
dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya
penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut.
Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan
diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, pengusaha yang
menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian
Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana
penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.
Contoh: Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia
dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas
pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah,
bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian
7
MODUL PPN DAN PPnBM
8
MODUL PPN DAN PPnBM
9
MODUL PPN DAN PPnBM
1
0
MODUL PPN DAN PPnBM
serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif,
zeolit, basal, dan trakkit;
batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
meliputi:
Beras;
Gabah;
Jagung;
Sagu;
Kedelai;
garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,
dan/atau direbus;
telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,
atau dikemas;
susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas;
buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading, dan/atau dikemas
atau tidak dikemas; dan
sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
jasa boga atau katering.
Uang, emas batangan, dan surat berharga.
1
1
MODUL PPN DAN PPnBM
Pertambahan Nilai (PPN) adalah barang tertentu dalam kelompok barang antara lain
barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak tersebut merupakan
barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan
kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat,
berikut adalah kriteria dan/atau rincian dari Barang Kebutuhan Pokok Yang Tidak
Dikenai PPN:
No Uraian Barang Kriteria
a. Beras dan Gabah berkulit, dikuliti, setengah giling atau digiling seluruhnya,
disosoh atau dikilapkan maupun tidak, pecah, menir, selain
yang cocok untuk disemai
b. Jagung telah dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah,
menir, tidak termasuk bibit
c. Sagu empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung kasar dan bubuk
e. Garam konsumsi beryodium maupun tidak (termasuk garam meja dan garam
didenaturasi) untuk konsumsi/kebutuhan pokok
masyarakat)
f Daging daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan atau
tanpa tulang yang tanpa diolah, baik yang didinginkan,
dibekukan, digarami, dikapur, diasamkan, atau diawetkan
dengan cara lain.
g. Telur tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan
atau diawetkan dengan cara lain, tidak termasuk bibit;
h. Susu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan (pasteurisasi), tidak mengandung
tambahan gula atau bahan lainnya.
i Buah-buahan buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading,
selain yang dikeringkan
j Sayur-sayuran sayuran segar, yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah atau dibekukan, termasuk
sayuran segar yang dicacah.
k Ubi-ubian ubi segar, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, digrading.
12
MODUL PPN DAN PPnBM
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak
yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 30/PMK.03/2011.
13
MODUL PPN DAN PPnBM
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak;
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak;
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 0% (nol persen);
Dasar Pengenaan Pajak adalah Penggantian;
Batasan kegiatan Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut:
untuk Jasa Maklon:
pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak berada di luar Daerah Pabean dan
merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta tidak mempunyai Bentuk Usaha
Tetap (BUT) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya;
spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau penerima Jasa Kena
Pajak;
bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses menjadi Barang Kena Pajak yang
dihasilkan;
kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima Jasa
Kena Pajak; dan
pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan
permintaan pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.
untuk selain Jasa Maklon:
jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan
di luar Daerah Pabean; atau
jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak
di luar Daerah Pabean.
Jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah sebagai berikut:
Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf e poin 1);
jasa perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf e poin 2)a;
jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf e poin 2)b.
1
4
MODUL PPN DAN PPnBM
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak
adalah pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak. Saat Ekspor Jasa Kena Pajak
adalah pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau
diakui sebagai penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan, atau tempat lain selain tempat
tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan
yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban eksportir JKP
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak.
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak yang dilampiri dengan invoice sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisahkan adalah dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak dengan menggunakan formulir
sebagaimana telah ditetapkan.
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
tas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor
Jasa Maklon oleh Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Maklon dilaporkan
sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai.
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
ajak Pertambahan Nilai atas:
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
erolehan Barang Kena Pajak;
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
erolehan Jasa Kena Pajak;
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
emanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
emanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan/atau
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
mpor Barang Kena Pajak,
merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
3. Bukan Jasa Kena Pajak
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai dalam Pasal 4A ayat (3)
adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medis;
Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:
jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.
jasa dokter hewan.
1
5
MODUL PPN DAN PPnBM
jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi.
jasa kebidanan dan dukun bayi.
jasa paramedis dan perawat.
jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium.
jasa psikolog dan psikiater. dan
jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal b.
jasa pelayanan sosial;
SE-121/PJ/2010 Tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Usaha Perbankan
1
6
MODUL PPN DAN PPnBM
jasa penjaminan.
e. jasa asuransi;
Yang dimaksud dengan “jasa asuransi” adalah jasa pertanggungan yang
meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa
penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi.
jasa keagamaan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 83/PMK.03/2012 tentang Kriteria Dan/Atau Rincian Jasa Tenaga Kerja
Yang Tidak Dikenai PPN
1
7
MODUL PPN DAN PPnBM
ȀĀ⤀Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
egiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha atau
Pekerjaan (Pasal 16C)
Kegiatan membangun sendiri (KMS) yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan pertimbangan untuk
mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pengenaan
PPN atas kegiatan membangun sendiri mulai dikenakan sejak perubahan UU PPN 1984
yang pertama yaitu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang mulai berlaku
sejak 1 Januari 1995. Dengan Peraturan Menteri Keuangan 5 diatur tentang batasan dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 122/PMK.03/2012 Tentang Kriteria Jasa Penyediaan Tempat Parkir Yang
Termasuk Dalam Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 163/PMK.03/2012 tanggal 22 Oktober 2012 mengatur tentang batasan
dan tata cara pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang mulai berlaku sejak 22
November 2012 yang mencabut PMK-39/PMK.03/2010
1
8
MODUL PPN DAN PPnBM
tata cara pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri dengan
ketentuan sebagai berikut:
Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau
bahan sejenis, dan/atau baja;
diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
luas keseluruhan paling sedikit 200 m2.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap
merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-
tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Termasuk kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan
yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan
membangun tersebut tidak dipungut PPN, dan kontraktor atau pemborong
tersebut bukan merupakan PKP.
Saat dan Tempat PPN Terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri
terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan.
Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri
adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Tarif PPN dan Dasar Pengenaan Pajak atas Kegiatan Membangun Sendiri
Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10%
(sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% (empat puluh persen) dari jumlah biaya
yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah. Jumlah biaya sebagaimana dimaksud termasuk
PPN atas pembalian material.
Sehingga PPN teruutang atas kegiatan membangun sendiri sebesar 10% x 20% x
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah atau dengan rumus efektif PPN
terutang sebesar 2% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
1
9
MODUL PPN DAN PPnBM
2
0
MODUL PPN DAN PPnBM
Uraian 01 Januari 1995 01 Jan 2001 01 Juli 2002 01 April 2010 22 November 2012
21
MODUL PPN DAN PPnBM
= Rp80.000.000,-
PPN = 10% x Rp80.000.000
Rp8.000.000,-
2
2
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB III
Dalam Pasal 1 angka 14 UU PPN 1984, Pengusaha adalah orang pribadi atau badan
dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya:
menghasilkan barang,
mengimpor barang,
mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984, Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
B. Pengusaha Kecil
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena
Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak
2
3
MODUL PPN DAN PPnBM
Apabila semula pengusaha tersebut termasuk sebagai Pengusaha Kecil, dan pada
suatu masa/bulan memiliki peredaraan usaha melebihi batasan Pengusaha Kecil maka
pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran
bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi batasan sebagai Pengusaha Kecil.
Namun demikian juga dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 (satu)
tahun buku ternyata tidak melebihi batasan sebagai Pengusaha Kecil, maka Pengusaha
Kena Pajak tersebut dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Berikut disajikan ringkasan perkembangan batasan peredaran usaha bagi pengusaha
kecil yang pernah berlaku hingga saat ini, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut ini:
KMK- KMK-
Dasar Hukum KMK-430/KMK.04/1984 KMK-648/KMK.04/1994
303/KMK.04/1989 1288/KMK.04/1991
1 Juli 1984 1 Januari 1995
1 April 1989 1 Januari 1992
Batasan
Peredaraan Usaha
Rp60.000.000 Rp120.000.00
− Penyerahan Rp60.000.000 (BJKP (BKP) (BKP) Rp240.000.000 (BKP)
BKP atau JKP) Rp30.000.000 (JKP) Rp60.000.000 (JKP) Rp120.000.000 (JKP)
− Penyerahan Dan Rp10.00.000
JKP (modal usaha)
2
4
MODUL PPN DAN PPnBM
Batasan
Peredaraan Usaha
− Penyerahan Rp360.000.000 (BKP) Rp600.000.000 Rp600.000.000 Rp4.800.000.000
BKP Rp180.000.000 (JKP) (BKP dan/atau JKP) (BKP dan/atau JKP) (BKP dan/atau JKP)
− Penyerahan
JKP
Pasal 6 PMK-30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Emas Perhiasan
2
5
MODUL PPN DAN PPnBM
Untuk Wajib Pajak Badan Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation):
fotokopi Perjanjian Kerjasama/Akta Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi
(Joint Operation), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak;
PER-02/PJ/2018 (berlaku sejak 19 Januari 2018) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,
Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan
PencabutanPengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak
2
6
MODUL PPN DAN PPnBM
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi
paspor dalam hal penanggung jawab adalah orang Warga Negara Asing;
dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak badan dalam
negeri maupun Wajib Pajak badan asing.
Dokumen lain yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak selain yang disebutkan di atas
antara lain:
Denah dan peta lokasi usaha
Bukti Pembelian/sewa tempat usaha
Spesimen tanda tangan Faktur Pajak
Fotocopy KTP Penandatangan Faktur Pajak
Daftar Harta dan Kewajiban
Laporan Keuangan (Neraca dan L/R)
SPT Tahunan Tahun Pajak terakhir.
Dan lain-lain
Proses pengukuhan PKP diberikan paling lambat 10 (Sepuluh) 9 hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap. Dalam proses pengukuhan PKP
tersebut petugas pajak akan melakukan verifikasi terlebih dahulu untuk memastikan
eksistensi usaha dan lokasi usaha calon PKP.
Wajib Pajak yang akan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
sebagaimana dimaksud dilakukan pada:
Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi
Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; atau
Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak,
maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar.
4. Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan PKP
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 147/PMK.03/2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib
Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Dan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sejak 1 November 2017. (mencabut PMK 182/PMK.03/2015)
2
7
MODUL PPN DAN PPnBM
Dokumen yang disyaratkan adalah dokumen yang menunjukkan bahwa data Wajib
Pajak dan/atau PKP mengalami perubahan.
Kewajiban di atas wajib dilaksanakan oleh Pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2
8
MODUL PPN DAN PPnBM
Apabila Orang Pribadi atau badan (baik PKP maupun NonPKP) yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutangnya sendiri yang penghitungan
dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan 10.
PMK-40/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran,
Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa
Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean
2
9
MODUL PPN DAN PPnBM
Dokumen yang disyaratkan meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa PKP sudah
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai PKP.
Berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan dalam rangka pencabutan
pengukuhan PKP:
Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak memberikan keputusan atas
permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan
oleh Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap.
Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan,
permohonan PKP dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan surat pencabutan
pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka
waktu tersebut berakhir.
Dalam hal dilakukan pencabutan pengukuhan PKP, DJP dapat mengumumkan
pencabutan pengukuhan PKP tersebut melalui laman www.pajak.go.id
3
1
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB IV
3
2
MODUL PPN DAN PPnBM
Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten.
Saat terutang penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk
menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum
atau secara nyata, kepada pihak pembeli
Saat terutang penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang
atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha
Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten; atau
kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal
saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
Saat terutang Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar;
tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada
Saat terutang pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak
memenuhi ketentuan Pasal IA ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:
disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil
Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan
bentuk usaha; atau
ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh
Notaris
3
3
MODUL PPN DAN PPnBM
Saat terutang impor Barang Kena Pajak, pada saat Barang Kena Pajak tersebut
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
Saat terutang penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat:
harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau
pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada
huruf a tidak diketahui; atau
mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian
atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa
Kena Pajak.
Saat terutang pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean, terjadi pada saat:
harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak
tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak
tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak
tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya,
yang terjadi lebih dahulu.
Saat terutang pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean terjadi pada tanggal ditandatanganinya kontrak atau
perjanjian, dalam hal saat terjadinya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui.
Saat terutang ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, terjadi pada saat Barang Kena
Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
Saat terutang ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, terjadi pada saat Penggantian
atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui
sebagai piutang atau penghasilan.
Saat terutang ekspor Jasa Kena Pajak terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang
diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan
lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau
tempat kegiatan usaha, sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak badan terutang pajak di
tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di
luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan
tempat terutangnya pajak dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang
yang berada di wilayah kerja 1 (satu) Kantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk seluruh
tempat terutang tersebut, Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan
usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat
kegiatan usahanya, kecuali apabila Pengusaha Kena Pajak tersebut menghendaki lebih
dari 1 (satu) tempat pajak terutang, Pengusaha Kena Pajak wajib memberitahukan
kepada Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal-hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.
Contoh 1:
Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai usaha di Cibinong. Apabila
di tempat tinggal orang pribadi A tidak ada penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak, orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong sebab
tempat terutangnya pajak bagi orang pribadi A adalah di Cibinong. Sebaliknya, apabila
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan oleh orang pribadi
A hanya di tempat tinggalnya saja, orang pribadi A hanya wajib mendaftarkan diri di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor. Namun, apabila baik di tempat tinggal maupun
di tempat kegiatan usahanya orang pribadi A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bogor dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong karena tempat
terutangnya pajak berada di Bogor dan Cibinong.
Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena Pajak badan wajib mendaftarkan diri
baik di tempat kedudukan maupun di tempat kegiatan usaha karena bagi Pengusaha
Kena Pajak badan di kedua tempat tersebut dianggap melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
3
5
MODUL PPN DAN PPnBM
Contoh 2:
PT A mempunyai 3 (tiga) tempat kegiatan usaha, yaitu di kota Bengkulu, Bintuhan, dan
Manna yang ketiganya berada di bawah pelayanan 1 (satu) kantor pelayanan pajak,
yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu. Ketiga tempat kegiatan usaha tersebut
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan melakukan
administrasi penjualan dan administrasi keuangan sehingga PT A terutang pajak di
ketiga tempat atau kota itu. Dalam keadaan demikian, PT A wajib memilih salah satu
tempat kegiatan usaha untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat kegiatan usaha di Bengkulu. PT A yang
bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh
kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut.
Dalam hal PT A menghendaki tempat kegiatan usaha di Bengkulu dan Bintuhan
ditetapkan sebagai tempat pajak terutang untuk seluruh kegiatan usahanya, PT A wajib
memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu.
Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak
dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan
dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e terutang pajak di
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
PER-19/PJ/2010 tentang penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat PPN terutang
3
6
MODUL PPN DAN PPnBM
3
7
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB V
B. Tarif PPN
1. Tarif PPN
Diatur dalam Pasal 7 UU PPN 1984, antara lain:
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
Tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15%
(lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan
harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Semua biaya sebagaimana dimaksud
termasuk biaya asuransi, biaya pengangkutan, biaya pengiriman, biaya pemeliharaan,
biaya garansi, dan biaya lain yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan BKP tersebut.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang
3
8
MODUL PPN DAN PPnBM
dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya
dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima
manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Semua biaya sebagaimana
termasuk biaya asuransi, biaya pengangkutan, biaya pengiriman, biaya pemeliharaan, biaya
garansi, dan biaya lain yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan, Ekspor, pemanfaatan JKP/BKP tidak berwujud tersebut.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perUndang-Undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dipungut.
Nilai Impor = Cost, Insurance, and Freight (CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak.
Ketentuan mengenai nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan12 ditetapkan sebagai berikut:
Pemakaian sendiri/pemberian Cuma-Cuma, DPP adalah harga jual/penggantian
dikurangi laba kotor;
Penyerahan film cerita, DPP adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
Penyerahan produk hasil tembakau, DPP adalah harga jual eceran;
BKP persediaan dan/atau aktiva yang menurut semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran, DPP adalah harga pasar wajar;
Penyerahan BKP/JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
BKP/JKP antar cabang, DPP adalah Harga Pokok penjualan atau harga eceran;
Penyerahan BKP kepada pedagang Perantara, DPP adalah harga yang disepakati
antara pedagang perantara dengan pembeli;
Penyerahan BKP melalui juru lelang, DPP adalah harga lelang;
PMK- 75/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 sebagaima telah diubah terahir dengan PMK-121/PMK.03/2015
(berlaku sejak 1 Juli 2015) tentang NIlai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
3
9
MODUL PPN DAN PPnBM
Jasa pengiriman paket, DPP adalah 10% dari tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih; dan
Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa
penyerahan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana
akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas
penyerahan jasa perantara penjualan, adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan
jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges)
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 83/PMK.03/2012 tentang kriteria dan/atau rincian jasa tenaga kerja yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2012
4
0
MODUL PPN DAN PPnBM
E. Hubungan Istimewa
Dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka
Harga Jual atau Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan.
Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% (dua
puluh lima persen) atau lebih kepada Pengusaha lain, atau hubungan antara
Pengusaha dengan penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua
Pengusaha atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih
yang disebut terakhir;
Contoh:
Kalau PT. A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. B, pemilikan saham
oleh PT. A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT. B tersebut
mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. C, maka PT. A sebagai pemegang
saham PT. B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT. C sebesar
25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT. A, PT. B dan PT. C
dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT. A juga memiliki 25% (dua puluh
lima persen) saham PT. D, maka antara PT. B, PT. C dan PT. D dianggap terdapat
hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti tersebut diatas juga dapat terjadi
antara orang pribadi dan badan.
Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di
bawah penguasaan Pengusaha yang sama baik langsung maupun tidak langsung;
14
PMK-102/PMK.03/2011 yang berlaku sejak 1 Juli 2012 dan SE-79/PJ/2011 mengatur DPP Nilai lain atas
penyerahan film cerita impor
4
1
MODUL PPN DAN PPnBM
Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat.
Hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah
ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
ke samping satu derajat adalah kakak dan adik. Keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan
keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar.
Apabila antara suami isteri mempunyai perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,
maka hubungan antara suami isteri tersebut termasuk dalam pengertian hubungan
istimewa menurut Undang-Undang ini.
Perhitungan PPN atas Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma BKP dan
/atau JKP
Pemakaian Sendiri
Dalam rangka memberikan kemudahan administrasi bagi PKP, dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 dimana dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini
mengatur bahwa atas pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif yang
terutang PPN tidak perlu dilakukan pemungutan PPN dan tidak perlu menerbitan Faktur
Pajak. Sebaliknya, untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan konsumtif,
PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan, berikut akan dibahas pengenaan PPN atas pemakaian
sendiri BKP dan/atau JKP.
Pemakaian sendiri BKP dan/ atau JKP meliputi pemakaian sendiri untuk:
tujuan produktif; atau
tujuan konsumtif.
4
2
MODUL PPN DAN PPnBM
Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti
sawit sebagai bahan pembakaran boiler dalam proses pabrikasi.
Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa kayu lapis
(plywood) untuk membungkus kayu lapis (plywood) yang akan dipasarkan agar
tidak rusak.
Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya untuk
melakukan penyerahan jasa provider intemet kepada konsumennya.
Perkebunan kelapa sawit yang memiliki pabrik minyak kelapa sawit menggunakan
Tandan Buah Segar (TBS) hasil perkebunannya untuk bahan baku industrinya.
Contoh Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif untuk kegiatan yang
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang
bersangkutan :
Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk kegiatan
usaha mengangkut suku cadang.
Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti
sawit sebagai pengeras jalan di lingkungan pabrik.
Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya untuk kegiatan
operasional perusahaan dalam berkomunikasi dengan mitra bisnisnya.
Pabrik Ban mobil menggunakan Ban hasil produksinya untuk kendaraan
operasionalnya.
4
3
MODUL PPN DAN PPnBM
b. Pemberian Cuma-Cuma
Pemberian cuma-cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa imbalan pembayaran
baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian
contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
Pemberian cuma-cuma baik produksi sendiri atau bukan produksi sendiri terutang
PPN dan harus diterbitkan faktur pajak seperti biasa (identitas pembeli diisi identitas
pihak yang menerima BKP/JKP). PPN ini merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh pihak yang menerima memenuhi syarat pajak masukan yang dapat
dikreditkan (Pasal 9 ayat (8) UU PPN)
Faktur Pajak dibuat dengan kode “04” yang akan dibahas lebih lanjut dalam pokok
bahasan Faktur Pajak (Bab VI).
4
5
MODUL PPN DAN PPnBM
Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan Nilai Ekspor
Rp10.000.000,-. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 0% x Rp10.000.000,- = Rp0,-
. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp0,- tersebut merupakan Pajak Keluaran.
Pengusaha Kena Pajak “A” mengimpor Barang Kena Pajak dengan Nilai Impor
Rp5.000.000,-. Barang Kena Pajak tersebut, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai,
misalnya juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20%. Dengan
demikian, penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang atas impor Barang Kena Pajak tersebut adalah:
- Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,-
Pajak Pertambahan Nilai:
- 10% x Rp5.000.000,- = Rp 500.000,-
Pajak Penjualan atas Barang Mewah :
- 20% x Rp5.000.000,- = Rp 1.000.000,-
PKP “D” menyerahkan BKP secara Cuma-Cuma untuk membantu korban bencana Merapi
di Yogyakarta senilai Rp330.000.000,--, termasuk laba sebesar 10%. Berapa PPN yang
terutang atas peyerahan BKP tersebut?
100
DPP = ----------- x harga jual termasuk laba
100 +% laba
100
= ----------- x Rp330.000.000,-
110
= Rp300.000.000,-
PPN = 10% x Rp300.000.000,-
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
p30.000.000,-
PT Sentosa adalah PKP dengan bidang usaha pemborong bangunan telah selesai
membangun sendiri satu unit gedung seluas 400 m 2 untuk rumah dinas direksi, dengan
biaya Rp183.000.000,- termasuk PPN atas pembelian bahan bangunan Rp13.000.000,-.
Hitung PPN yag terutang atas kegiatan ini?
Jawaban:
DPP = Penggantian
PPN = 10% x (Rp183.000.000,- Rp13.000.000,-)
10% x Rp170.000.000,-
Rp17.000.000,-
4
6
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB VI
Bagi PKP apabila tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara
lengkap, dan melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur
Pajak akan dikenai sanksi administrasi sebesar 2% x Dasar pengenaan Pajak. Ketentuan
ini diatur dalam UU KUP Pasal 14 ayat (1) huruf d, e, dan f serta ayat (2) berikut ini:
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
4
7
MODUL PPN DAN PPnBM
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
dentitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
dentitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
engusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak;
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang
terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari
Dasar Pengenaan Pajak.
Penerapan Sanksi kepada Pengusaha Kena Pajak dalam ketentuan PPN 15, diatur
sebagai berikut:
Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4)
Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal :
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi
secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau
Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); dan/atau
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enerbitkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal
Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak; atau
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak, dan nama dan tandatangan yang berhak
menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 17 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-24/PJ./2012 dan peraturan perubahannya
4
8
MODUL PPN DAN PPnBM
Dalam pasal 13 UU PPN dan peraturan pelaksana UU PPN 1984 16, Faktur Pajak
harus dibuat pada :
Saat penyerahan BKP dan/atau JKP;
Saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;
Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan;
Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara pemerintah
sebagai pemungut PPN; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Ayat (2a)
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir
bulan penyerahan.
Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP
dan/atau JKP.
Contoh
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
pengusaha B pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Juli 2010, tetapi
sampai dengan tanggal 31 Juli 2010 sama sekali belum ada pembayaran atas
penyerahan tersebut, Pengusaha Kena Pajak A diperkenankan membuat 1 (satu)
Faktur Pajak gabungan yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan
Juli, yaitu paling lama tanggal 31 Juli 2010.
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30 September 2010.
Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran oleh pengusaha B atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 151/PMK.03/2013 tanggal 11 November 2013 tentang Tentang Tata Cara
Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014 tentang Bentuk,
Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan
atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
4
9
MODUL PPN DAN PPnBM
0 0 0 . 0 0 0 - 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0
Kode Transaksi
Nomor Seri Faktur Pajak
Kode Status
Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak harus lengkap sesuai dengan
banyaknya digit.
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur
Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari nomor seri 900-
13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 01 April 2013. Untuk tahun 2014
akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 demikian dan seterusnya.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak berikut artinya:
010.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh
PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP, Faktur Pajak normal (bukan Faktur Pajak
Pengganti), dengan nomor seri 010.900-13.00000001 sesuai
dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal Pajak.
011.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh
PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP dengan status Faktur Pajak pengganti. Faktur
Pajak pengganti diterbitkan dengan nomor seri 010.900-
13.00000001 sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti.
5
0
MODUL PPN DAN PPnBM
Cetak Ulang
Surat Pemberian
Surat
Nomor Seri Faktur
Pemberitahuan
Pajak
Sumber: Bahan Sosialisasi Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password DJP
Selanjutnya PKP akan mendapatkan surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak untuk
digunakan dalam penomoran Faktur Pajak
Syarat PKP mendapatkan nomor seri Faktur Pajak oleh KPP adalah:
telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; dan
Diatur dalam Suret Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ/2012 tanggal 22 November 2012
tentang Tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi Dan Password Serta Permintaan, Pengembalian
Dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak
5
1
MODUL PPN DAN PPnBM
telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah
jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke
Kantor Pelayanan Pajak.
Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak kepada PKP oleh DJP dengan ketentuan sebagai
berikut:
Perhitungannya by system
Nomor Seri yang dapat diberikan paling banyak:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
5 Nomor Seri untuk PKP baru atau PKP yang melaporkan SPTnya secara
manual/hardcopy; atau
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
20% dari jumlah Faktur Pajak yang diterbitkan PKP selama 3 bulan berturut-
turut yang telah jatuh tempo pada saat pengajuan permintaan untuk PKP
yang melaporkan SPTnya secara elektronik pada masa sebelumnya.
Dalam hal yang diminta PKP lebih dari dari formula/ketentuan maka PKP akan
menerima sejumlah yang diminta
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
4 April
Sudah lapor SPT Masa PPN bulan
Desember, Januari, dan Februari
18 Sep
100 150 250 Sudah lapor SPT Masa PPN
Maksimal diberi = 120% X (100+150+250) bulan Mei, Juni, dan Juli
= 600 .
55 25 0
• Yang diminta >600: diberikan 600 nomor
Maksimal diberi = 120% X (55+25+0)
• Yang diminta <600: diberikan sebesar
= 96.
diminta
• Yang diminta >96: diberikan 96 nomor
• Yang diminta <96: diberikan sebesar
diminta
Sumber: Bahan Sosialisasi Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password DJP
02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara
Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya
(selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN
Lainnya (selain Bendahara Pemerintah)
Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan
Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN,
termasuk perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di
dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut
PPN
04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain
yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP.
05 Kode ini tidak digunakan.
06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16E Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan
pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain:
Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%.
Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha
Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh
importir hasil tembakau dengan mengacu pada ketentuan yang diatur
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 62/KMK.03/2002 tentang
Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan
Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau
Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis
asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait dengan penerbitan
Faktur Pajak Khusus.
07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak
Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
53
MODUL PPN DAN PPnBM
Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut
atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku,
antara lain:
Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak
Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai
Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha
Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan
Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung
Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di Dalam Negeri.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan
Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta
Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai
dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan
Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas.
Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran
Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan
dari pengenaan PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari
pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain:
54
MODUL PPN DAN PPnBM
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
etentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
etentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
etentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.
09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yang melakukan penyerahan BKP
Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan
oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai
permintaan PKP.
Contoh:
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang
diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
00.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
00.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
00.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang
sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur
Pajak.
55
MODUL PPN DAN PPnBM
Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-
masing sebagai berikut :
Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak.
Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak.
Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari 2 (dua) rangkap, maka harus dinyatakan secara
jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.
5
6
MODUL PPN DAN PPnBM
Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak harus diisi sesuai dengan kartu
identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor,
yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai
yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya,
dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur
Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai
tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak.
Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang,
maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum
pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah
pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.
Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP
sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
5
7
MODUL PPN DAN PPnBM
yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut
termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan.
PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai terutang dilakukan atas:
nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak
disertai dengan contoh tandatangannya, dimaka PKP wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak
menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya, dengan
melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur
Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan
pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak.
perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak, dimana
dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani
Faktur Pajak, maka PKP wajib menyampaikan; pemberitahuan secara tertulis
atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat
pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai
menandatangani Faktur Pajak.
maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya
pemberitahuan
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak
menerbitkan Faktur Pajak dan Faktur Pajak ini bagi pembeli merupakan Faktur Pajak
tidak lengkap dan tidak dapat dikreditkan.
5
8
MODUL PPN DAN PPnBM
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak
ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak
yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut
termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak tertentu
dilaporkan ke KPP tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan SPT Masa PPN Masa
Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan dengan menggunakan formulir
Lampiran IVF.
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak
sesuai dengan ketentuan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur
Pajak Tidak Lengkap20.
Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak digunakan
untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang tertera
pada Nomor Seri Faktur Pajak
tersebut.21 Contoh:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
KP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10
November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
KP A menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut di atas untuk pembuatan
Faktur Pajak tertanggal 1 November 2014.
Maka Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP A telah mencantumkan keterangan berupa
tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya.
Tanggal pembuatan Faktur Pajak yang sebenarnya atau sesungguhnya dengan
menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut baru dapat dilakukan oleh PKP A
paling cepat tanggal 10 November 2014. Dengan demikian, Faktur Pajak yang telah
dibuat oleh PKP A dengan tanggal 1 November 2014 tersebut merupakan Faktur
Pajak Tidak Lengkap.
Atas Pembuatan FP Tidak Lengkap ini, PKP dapat melakukan tindakan sebagai
berikut:
Terhadap Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut dilakukan pembatalan Faktur
Pajak;
Dibuat Faktur Pajak baru dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang
sama dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap yang telah dibatalkan tersebut;
Tanggal Faktur Pajak yang baru dibuat tersebut tidak boleh mendahului
(sebelum) tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yang bersangkutan.
6
0
MODUL PPN DAN PPnBM
6
1
MODUL PPN DAN PPnBM
pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak
yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.
Pembetulan Faktur Pajak salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak
diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain,
selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti.
Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan
peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur
Pajak.
Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud di atas, diisi berdasarkan keterangan
yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak yang rusak, salah dalam
penulisan atau salah dalam pengisian tersebut.
Pada Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud, dibubuhkan cap yang mencantumkan
Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti tersebut. Pengusaha Kena
Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kode dan Nomor Seri serta
tanggal Faktur Pajak yang diganti dapat diisi dengan cara manual.
6
2
MODUL PPN DAN PPnBM
Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak
membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak
tempat Pengusaha Kena Pajak pemberi atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
embar ke-1: diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
embar ke-2:arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip
Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa PPN dari Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak tersebut.
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut
sudah dilaporkan sebagai Pajak Keluaran.
Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur
Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa PPN dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak tersebut.
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa
Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa
PPN dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk
meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan
sebagai Pajak Masukan.
6
4
MODUL PPN DAN PPnBM
cara tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan
nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur
Pajak Berbentuk Elektronik dan PER-17/PJ/2014 tentang perubahan atas PER-24/PJ/2012 tentang bentuk, ukuran,
prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian keterangan, pembetulan atau penggantian, dan
pembatalan FP
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 10/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-33/PJ/2014 tentang dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
dengan Faktur Pajak.
6
5
MODUL PPN DAN PPnBM
Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan
Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk
ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa
nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa
nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak;
Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean.
Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Perusahaan Air Minum:
Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara
efek; dan
Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan
Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang
disertai dengan Risalah Lelang
Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud angka 1 s.d. angka 8, dan angka 11 s.d 13,
paling sedikit harus memuat :
Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
Jumlah satuan barang apabila ada;
Dasar Pengenaan Pajak; dan
Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
PPN yang terdapat dalam dokumen tertentu tersebut merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan sepanjang :
Memenuhi ketentuan sebagai dokumen yang dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak
(memenuhi persyaratan formal yaitu diisi lengkap, jelas, dan benar); dan
Mencantumkan NPWP dan nama pembeli BKP atau penerima JKP atau pihak yang
melakukan impor BKP, atau pihak yang memanfaatkan JKP dan/atau BKP tidak berwujud.
6
6
MODUL PPN DAN PPnBM
NOTA RETUR
Ketentuan mengenai nota retur dalam UU PPN 1984 diatur dalam Pasal 5A ayat (1) dan
dengan bunyi sebagai berikut:
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat
dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya
pengembalian Barang Kena Pajak tersebut.
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dibatalkan, baik
seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang dalam Masa Pajak terjadinya pembatalan tersebut.
Sebagai ketentuan pelaksana dari pasal 5A UU PPN 1984 diterbitkan Peraturan Menteri
Keuangan24 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang
Dikembalikan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang Dibatalkan, Nota
Retur dibuat dalam hal terjadi:
Peraturan Menteri Keuagan Nomor: 65/PMK.03/2010 tanggal 18 Maret 2010 tentang Tata Cara
Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang Dikembalikan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa
Kena Pajak yang Dibatalkan sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
596/KMK.04/1994 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan.
6
7
MODUL PPN DAN PPnBM
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
omor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ana, alamat, dan NPWP pembeli;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, NPWP PKP penjual
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enis barang, jumlah harga jual BKP yang dikembalikan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
PN atas BKP yang dikembalikan, atau PPN dan PPnBM atas BKP yang
tergolong mewah dikembalikan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
anggal pembuatan nota retur;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur.
Nota retur harus dibuat pada saat BKP dikembalikan.
Bentuk dan ukuran nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi pembeli.
Nota retur dibuat paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) yaitu
• Lembar ke-1 : untuk PKP penjual
• Lembar ke-2 : untuk arsip pembeli BKP
Dalam hal pembeli bukan PKP, nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 3
(tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke KPP tempat pembeli terdaftar.
Pengembalian BKP dianggap tidak terjadi dalam hal:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud
di poin 2);
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ota retur tidak dibuat pada saat BKP tersebut dikembalikan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ota retur tidak disampaikan ke KPP pembeli dalam hal pembali bukan PKP b.
6
8
MODUL PPN DAN PPnBM
Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas
Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan;
biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal pajak atas Barang
Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai
biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai
biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut
Nota Pembatalan
Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun
seluruhnya oleh Penerima Jasa, Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak
Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi:
Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak Masukan
atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dikreditkan;
6
9
MODUL PPN DAN PPnBM
biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan
telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut; atau
biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal
Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut
b. Nota Pembatalan
70
MODUL PPN DAN PPnBM
PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan Ukuran Formulir Serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak
bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dan Pasal 20 PP Nomor 1 Tahun 2012;
7
1
MODUL PPN DAN PPnBM
jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya
Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai
dengan keterangan sebagaimana dimaksud di atas.
Jenis Faktur Pajak PKP PE berupa:
bon kontan,
faktur penjualan,
segi cash register,
karcis,
kuitansi, atau
tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan kepentingan PKP PE.
Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh PKP PE.
Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf e dapat berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP PE.
Faktur Pajak dibuat paling sedikit dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya
masing-masing sebagai berikut :
- Lembar ke-1 : disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak.
72
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB VIA
A. Definisi
Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur
Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pemberlakuan e-Faktur dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, dan
keamanan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
khususnya pembuatan Faktur Pajak
Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena
Pajak Yang Diwajibkan Membuatfaktur Pajak Berbentuk Elektronik
7
3
MODUL PPN DAN PPnBM
Berdasarkan uraian di atas PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur Pajak akan
ditentukan oleh Direklorat Jenderal Pajak dengan tahapan sebagai berikut:
Tahap pertama diberlakukan 1 Juli 2014 untuk PKP tertentu yang dikukuhkan di KPP di
lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta
Khusus, dan KPP Madya di Jakarta.
Tahap kedua diberlakukan 1 Juli 2015 unluk PKP yang dikukuhkan di KPP di Pulau
Jawa dan Bali.
Tahap ketiga diberlakukan 1 Juli 2016 untuk PKP secara keseluruhan.
Sebagai konsekuensi penerapan e-Faktur ini bagi PKP yang telah diwajibkan membuat
Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik
atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara
sebagaimana dimaksud, PKP tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak.
KEP-08/PJ/2015
Diktum ketiga KEP-136/PJ/2014
Diktum keempat KEP-136/PJ/2014
7
4
MODUL PPN DAN PPnBM
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
kta pendirian perusahaan atau asli penunjukan sebagai BUTIpermanent
establishment dari perusahaan induk di luar negeri.
Pengurus harus menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy kartu identitas
berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Dalam hal pengurus merupakan Warga Negara Asing, pengurus harus
menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas
(KITAS), atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).
Pengurus harus menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan dalam
compact disc (CD) atau media lain sebagai kelengkapan surat permintaan
sertifikat elektronik (file foto diberi nama: NPWP PKP-nama pengurus-nomor
kartu identitas pengurus).
Dalam hal PKP adalah PKP cabang atau PKP yang berbentuk kerja sama operasi,
sehingga tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan,
maka:
Untuk PKP cabang:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
engurus yang menandatangani Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan
Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik harus
menunjukkan dan menyampaikan fotocopy surat penunjukan dari pengurus
pusat PKP cabang tersebut.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
enyampaikan fotocopy SPT Tahunan PPh Badan pusatnya tahun pajak
terakhir yang jangka waktu penyampaiannya telah jatuh tempo pada saat
pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
) SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus
sudah disampaikan ke KPP dengan dibuktikan fotocopy bukti penerimaan
surat/tanda terima pelaporan SPT.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
engurus pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus tercantum dalam
SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada angka 2).
Untuk PKP berbentuk kerjasama operasi:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
engurus yang menandatangani Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan
Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik harus
menunjukkan dan menyampaikan fotocopy akta kerja sama operasi tersebut.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
enyampaikan fotocopy SPT Tahunan PPh pemilik bentuk kerja sama operasi
tersebut tahun pajak terakhir yang jangka waktu penyampaiannya telah jatuh
tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
PT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus sudah
disampaikan ke KPP dengan dibuktikan fotocopy bukti penerimaan
surat/tanda terima pelaporan SPT.
7
6
MODUL PPN DAN PPnBM
7
7
MODUL PPN DAN PPnBM
Untuk penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang menggunakan mata uang
selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam mata uang
Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri
Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur.
e-Faktur Pengganti
Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga
tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang
membuat e-Faktur tersebut dapat membuat e-Faktur pengganti melalui aplikasi atau
sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
Pembatalan e-Faktur
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang e-Fakturnya telah dibuat, PKP yang membuat e-Faktur
harus melakukan pembatalan e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak
SE-21/PJ/2014 tentang Tata Cara Permintaan Data Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
7
8
MODUL PPN DAN PPnBM
Keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur ini
adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi,
bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP,
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal keadaan tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak telah
berakhir, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam
keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) ke
Direktorat Jenderal Pajak oleh PKP melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
Proses 9: DJP
melakukan
pengelolaan
Proses 1: PKP menutup kontrak/kesepakatan Proses 4: DJP data e-faktur untuk
penyerahan, membuat Faktur Pajak , dan memberikan pelayanan dan
melakukan pencatatan baik secara manual/dengan persetujuan/approval FP pengawasan
sistem
Faktur
pajak 2014
Pajak
elektronik
Proses 3: PKP
melaporkan
FP ke DJP via e-faktur +
Proses 5: PKP online PKP
dapat
create PDF dan cetak e- Proses 2: PKP
Faktur memasukan data faktur pajak
secara manual atau dengan SPT PPN
impor data ke aplikasi e- Proses 8:
Faktur
.csv Proses 7: KPP
PKP membuat tanda
Keterangan : Ilustrasi di atas adalah gambaran melaporkan SPT PPN terima SPT
Masa
umum pembuatan e-Faktur melalui aplikasi client Proses 6: PKP langsung ke KPP atau PPN
membuat SPT PPN
via e-filling
dalam aplikasi e-Faktur
Bentuk e-Faktur
Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan
hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
Dalam hal e-Faktur dicetak dalam bentuk file pdf dan/atau kertas Contoh
tampilannya pdf/kertas e-Faktur
79
MODUL PPN DAN PPnBM
d. Apabila e-Faktur dicetak di atas kertas yang disediakan secara khusus oleh
Pengusaha Kena Pajak, misalnya kertas yang telah dicetak logo perusahaan,
alamat, atau informasi lainnya, maka e- Faktur yang dicetak di atas kertas tersebut
tetap berfungsi sebagai Faktur Pajak.
8
0
MODUL PPN DAN PPnBM
Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah
diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk
penomoran e- Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP yang membuat e-Faktur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan
merupakan Faktur Pajak.
Cetak FP Faktur
5 Pajak
Faktur
Send melalui email
Pajak
Elektronik
INTERNET
1
E-FAKTUR CLIENT
PKP PENJUAL PKP PEMBELI
3 8
Penerbitan
6 Faktur Pajak
INTERNET
Pelaporan
SPT
Nomo
r Seri Permohonan INTERNET
Faktur Nomor Seri Faktur
Upload FP
Send Approval Code
4
CSV , induk SPT dan lampiran lain
7
BPS
E-FAKTUR/E-NOFA DJP
8
1
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB VII
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena
Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena
Pajak. Ketentuan pengkreditan pajak masukan ini diatur dalam Pasal 9 UU PPN 1984
8
2
MODUL PPN DAN PPnBM
(dikapitalisasi) kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
bersangkutan dan terhadap Pengusaha Kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) sebagaimana dimaksud di atas, Pengkreditan Pajak
Masukan Masa tidak sama dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
a. Pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang tidak sama hanya
diperkenankan dilakukan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan Pajak Masukan tersebut
dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai yang bersangkutan
Contoh:
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tertanggal 7
Juli 2010 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak Juli 2010 atau
pada Masa Pajak berikutnya paling lama Masa Pajak Oktober 2010. Apabila Faktur
Pajak tertanggal 7 Juli 2010 tersebut baru diterima oleh PKP pembeli atau penerima
Jasa setelah melewati 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan,
misalkan baru diterima bulan Desember 2010 maka Pajak Masukan tersebut tetap
dapat dikreditkan dengan cara pembetulan pada SPT Masa PPN Masa Juli 2010.
8
3
MODUL PPN DAN PPnBM
Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka (4) dapat diajukan
permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang
bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan
yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan
Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang
pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar
kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut
mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun
sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu (angka 11) dapat
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak Masukan atas
Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak
yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima
pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak
Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.
8
4
MODUL PPN DAN PPnBM
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
berhubungan langsung dengan kegiatan Usaha.
8
5
MODUL PPN DAN PPnBM
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi.
8
6
MODUL PPN DAN PPnBM
Contoh:
Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam penyerahan, yaitu:
penyerahan yang terutang pajak =
Rp25.000.000,-Pajak Keluaran = Rp2.500.000,-
penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai =
Rp5.000.000,-Pajak Keluaran = nihil
penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai =
Rp5.000.000,-
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan
yang terutang pajak = Rp1.500.000,-
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan
yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai = Rp300.000,-
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp500.000,-
8
7
MODUL PPN DAN PPnBM
Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran sebesar Rp2.500.000,- hanya sebesar Rp1.500.000,-.
Pengusaha Kena Pajak suatu Masa Pajak selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat
diketahui dengan pasti.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak
dalam kondisi ini dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan32 sebagai berikut:
Pengusaha yang melakukan kegiatan:
usaha terpadu (integrated), terdiri dari:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
nit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
nit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang
Pajak;
usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha jasa yang
atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau
usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya
tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang
Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud adalah sebagai berikut:
P = PM x Z
dengan ketentuan:
adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak;
adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang
Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan
menggunakan pedoman penghitungan sebagaimana dimaksud di atas, harus
menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
ibid
8
8
MODUL PPN DAN PPnBM
P’ = PM x Z’
dengan ketentuan:
P' adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak.
adalah masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
ditentukan sebagai berikut:
untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh)
tahun;
untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan Jasa Kena Pajak
adalah 4 (empat) tahun;
Z' adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang
Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku;
8
9
MODUL PPN DAN PPnBM
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung (jagung bukan merupakan
Barang Kena Pajak), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung
merupakan Barang Kena Pajak).
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas
penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya
Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan
Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan
umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan
Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana tersebut di atas, perlakuan
pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut:
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang
Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk
memproduksi minyak jagung;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan
untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya
tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya,
seperti misalnya:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk
perkebunan jagung, karena jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak
yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan
umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan Jasa Kena Pajak
yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan
yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya
9
0
MODUL PPN DAN PPnBM
Contoh Perhitungan:
Contoh 1:
Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
pembuatan sepatu.
Pada bulan Januari 2011 membeli generator listrik dengan nilai perolehan
sebesar Rp100.000.000,- dan Pajak Pertambahan Nilai Rp10.000.000,-.
Generator listrik tersebut dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk
kegiatan pabrik.
Maka Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang dapat dikreditkan
pada Masa Pajak Januari 2011 adalah Rp10.000.000,-.
Selama tahun 2011 ternyata generator listrik tersebut digunakan:
untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2011:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk perumahan karyawan dan direksi;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk kegiatan pabrik, dan
untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2011:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk perumahan karyawan dan direksi;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk kegiatan pabrik.
Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk
kegiatan pabrik adalah:
90% + 80%
= 85%
2
Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi
untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini masa manfaat generator listrik
tersebut ditetapkan 4 (empat) tahun.
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku
2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Februari 2012 adalah sebagai berikut:
Rp10.000.000,-
85% x = Rp2.125.000,-
4
Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang telah dikreditkan untuk tiap
tahun buku sesuai masa manfaat generator listrik tersebut adalah:
9
1
MODUL PPN DAN PPnBM
Rp10.000.000,-
= Rp2.500.000,-
4
Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Februari 2012) adalah sebesar:
Rp2.500.000,- – Rp2.125.000,- = Rp375.000,-
Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan
sampai dengan masa manfaat generator listrik berakhir.
Contoh 2:
Pengusaha Kena Pajak C adalah perusahaan yang menghasilkan TBS kelapa
sawit, dan memproses TBS kelapa sawit tersebut menjadi minyak kelapa
sawit/CPO, minyak inti sawit/PKO dan produk dari minyak kelapa sawit lainnya
yang merupakan Barang Kena Pajak, serta selanjutnya hanya menjual minyak
kelapa sawit/CPO, minyak inti sawit/PKO, dan produk dari minyak kelapa sawit
lainnya kepada pihak di luar Pengusaha Kena Pajak C.
Pada bulan Februari 2014 Pengusaha Kena Pajak C melakukan pembelian
barang berupa pupuk, bahan bakar untuk alat berat di perkebunan sawit,
peralatan administrasi kantor dan pemanfaatan jasa berupa jasa kontraktor, dan
sewa alat berat untuk perkebunan yang digunakan untuk pemupukan,
pemeliharaan, pembangunan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit
serta administrasi kantor di kebun sebesar Rp400.000.000,00 dengan Pajak
Pertambahan Nilai sebesar Rp40.000.000,00.
Pada bulan Februari 2014 Pengusaha Kena Pajak C melakukan pembelian
bahan kimia dan bahan penolong lainnya untuk mengolah TBS kelapa sawit
menjadi minyak kelapa sawit/CPO dan minyak inti sawit/PKO sebesar
Rp200.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp20.000.000,00.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak C
pada masa Februari 2014 adalah sebesar Rp40.000.000,00 + Rp20.000.000,00
= Rp60.000.000,00.
Contoh 3:
Pengusaha Kena Pajak C adalah perusahaan integrated (terpadu) yang bergerak
di bidang perkebunan jagung dan pabrik minyak jagung.
Pada bulan April 2011 membeli truk yang digunakan baik untuk perkebunan
jagung maupun untuk pabrik minyak jagung dengan harga perolehan sebesar
Rp200.000.000,- dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp20.000.000,-.
9
2
MODUL PPN DAN PPnBM
Pajak Masukan atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku
sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
Rp14.000.000,-
= 3.500.000,-
4
Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Maret 2012) adalah sebesar:
Rp3.500.000,- – Rp3.000.000,- = Rp500.000,-
Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan
setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk berakhir.
Contoh 4:
Kelanjutan dari contoh 2, diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun
buku 2012 adalah Rp100.000.000.000,-, yang berasal dari penjualan jagung
sebesar Rp10.000.000.000,- dan penjualan minyak jagung sebesar
Rp90.000.000.000,-.
Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan
selama tahun buku 2012 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2013 adalah:
Rp90.000.000.000,- Rp20.000.000,-
x = Rp4.500.000,-
Rp100.000.000.000,- 4
Pajak Masukan atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku
sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
9
3
MODUL PPN DAN PPnBM
Rp14.000.000,-
= 3.500.000,-
4
Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (menambah Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Maret 2013) adalah sebesar:
Rp4.500.000,- – Rp3.500.000,- = Rp1.000.000,-
Penghitungan Pajak Masukan sebagaimana perhitungan di atas tidak perlu lagi
dilakukan pada tahun 2016.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 79/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, yang mulai berlaku sejak 01 April 2010
PMK-30/PMK.03/2014 tentang PPN atas penyerahan emas perhiasan
9
4
MODUL PPN DAN PPnBM
Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
9
5
MODUL PPN DAN PPnBM
Pengusaha Emas
Perhiasan36 a. Definisi
Pengusaha Emas Perhiasan meliputi pabrikan Emas Perhiasan dan pedagang Emas
Perhiasan.
Pabrikan Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang Menghasilkan Emas Perhiasan dan
melakukan kegiatan antara lain jual beli, jasa perbaikan/modifikasi, dan/atau jasa lain
yang berkaitan dengan Emas Perhiasan.
Pedagang Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang semata-mata melakukan kegiatan
jual beli Emas Perhiasan.
9
6
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB VIII
Karakteristik PPnBM
PPnBM dalam pemungutannya memiliki karakteristik sebagai berikut:
PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada hanya 1 (satu) kali pada waktu
penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah;
PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM. Namun, Pengusaha Kena
Pajak yang mengekspor BKP yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali
PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang Tergolong Mewah yang
diekspor tersebut.
9
7
MODUL PPN DAN PPnBM
Tarif PPnBM
Berdasarkan Pasal 8 UU PPN 1984, tarif PPnBM sebagai berikut :
Tarif PPnBM paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 37 (berlaku sejak 23 Mei 2013) tentang
BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM mencabut
Pasal 2 dan 3 dari PP 145 Tahun 2000 dan perubahannya.
Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor
Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan38. Untuk kelompok barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah berupa
kendaraan bermotor diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan 39.
Peraturan Pemerintah beserta peraturan pelaksananya, sebagaimana dimaksud di
atas, masih tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah atau
ketentuan terkait PPnBM sebagai peraturan pelaksana UU PPN 1984 dan mencabut
ketentuan tersebut.
Pengelompokan besarnya tarif PPnBM atas 2 (dua) kelompok BKP yang tergolong
mewah diatur dalam ketentuan sebagaimana dimaksud di atas.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 (berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal 19
Maret 2014) tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 (berlaku sejak 23 Mei 2013)
tentang BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 206/PMK.010/2015 (mulai berlaku setelah 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal 20 November 2015) tentang perubahan PMK-106/PMK.010/2015 tentang jenis BKP
tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM, PMK ini mencabut PMK-130/PMK.011/2013
(berlaku sejak 18 September 2013) tentang perubahan atas PMK-121/PMK.011/2013 (berlaku sejak 26 Agustus
2013) dan PMK-35/PMK.010/2017 (mulai berlaku sejak 1 Maret 2017) tentang Jenis Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 569/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah terkahir dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 355/KMK.03/2003.
9
8
MODUL PPN DAN PPnBM
Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang
Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewahantar
Cabang41
Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai
pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Pengusaha tersebut harus
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka (1) tidak berlaku dalam hal
Pengusaha melakukan pemusatan tempat pajak terutang.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena
Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah antar cabang, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam hal pusat atau cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 64/PMK.011/2014 (berlaku sejak 17 April 2014) tentang jenis
kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dan tata cara pemberian pembebasan dari pengenaan PPnBM
PER - 8/PJ/2010 tentang Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang
Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewahantar Cabang
9
9
MODUL PPN DAN PPnBM
Penghapusan pajak atas sejumlah barang mewah itu karena sudah tergolong
sebagai kebutuhan dasar masyarakat luas. Penghapusan itu juga bertujuan menjaga
daya beli masyarakat di tengah gejala perlambatan ekonomi.
10
0
MODUL PPN DAN PPnBM
2)Distributor :
a) Pembelian:
- Harga Beli (DPP) : Rp. 320.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 342.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 320.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 340.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 34.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan : Rp. 374.000.000,-
3)Dealer :
a) Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 340.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 34.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 374.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 340.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
101
MODUL PPN DAN PPnBM
Sub-Dealer/Showroom :
a) Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 360.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 36.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 396.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 360.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 380.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 38.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 418.000.000,- (yang dibayar konsumen)
Contoh mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM Untuk kendaraan impor dalam
keadaan CKD atau kendaraan bermotor produksi dalam negeri :
Importir Kendaraan Bermotor: Importir Umum/industri Perakitan/ATPM.
a) impor :
- Nilai Impor (DPP) : Rp. 200.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (-%) : Rp. -
Harga Impor Rp. 220.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 200.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 352.000.000,-
Distributor :
a) Pembelian:
- Harga Beli (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan)
102
MODUL PPN DAN PPnBM
Dealer :
Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 350.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 35.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 385.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 350.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 370.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 37.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 407.000.000,-
Sub-Dealer/Showroom :
Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 370.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 37.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 407.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 370.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 390.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 39.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 429.000.000,- (yang dibayar konsumen)
103
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB IX
A. Pemungut PPN
Kewajiban Pemungut PPN secara umum diatur dalam Pasal 16A UU PPN 1984 sebagai
berikut:
Pajak yang terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada Pemungut
PPN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN.
Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut PPN, diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pemungut PPN terdiri dari:
Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
selaku Pemungut PPN.
Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan43 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak
Kerja Sama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut,
Menyetor, dan Melapor PPN atau PPnBM, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
dan Pelaporannya yang diatur sebagai berikut:
a. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
10
4
MODUL PPN DAN PPnBM
Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
kontraktor atau pemegang kuasa/izin.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk
Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
Dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK-136/PMK.03/2012 yang mulai berlaku sejak
1 Juli 2012
10
5
MODUL PPN DAN PPnBM
Tidak perlu dipungut pajak oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPPN selaku
Pemungut PPN atas :
Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) termasuk
PPN dan PPnBM, dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Pembayaran untuk pembebasan tanah.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak
dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT PERTAMINA
(Persero).
Pembayaran atas rekening telepon.
Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan.
Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang tidak terutang PPN.
Kontraktor Kontrak Kerjasama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
(KKS Migas) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
a. Mekanisme Pemungutan
Kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh KKS
Migas dan BUMN sebagai berikut :
Pajak yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Rekanan kepada KKS
Migas dan BUMN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh KKS Migas dan BUMN.
PKP Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) atas setiap
penyerahan BKP dan/ atau JKP kepada KKS Migas dan BUMN sesuai dengan
ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan.
Faktur Pajak dimaksud dalam butir b harus dibuat oleh rekanan pada saat :
10
7
MODUL PPN DAN PPnBM
10
8
MODUL PPN DAN PPnBM
terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhir masa pajak.
Pelaporan atas pemungutan dan Penyetoran PPN atau PPnBM dilakukan dengan
menggunakan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN (SPT Masa PPN PUT) dengan
dilampiri lembar ke-3 Faktur Pajak dan SSP lembar ke-5.
Kriteria pembayaran yang tidak perlu dipungut pajak oleh Pemungut PPN dalam hal:
Pembuatan Kode Transaksi Faktur Pajak oleh PKP Rekanan terkait penyerahan
kepada Pemungut PPN
Bendaharawan Pemerintah dan KPPN
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ntuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM di atas Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), PPN dan PPnBM yang
terutang dipungut oleh BUMN, sehingga PKP Rekanan wajib membuat Faktur
Pajak dengan menggunakan kode transaksi "02" pada kode Faktur Pajak;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ntuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), PPN dan PPnBM yang
terutang dipungut oleh PKP Rekanan, sehingga PKP Rekanan wajib membuat
Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi "01" pada kode Faktur Pajak.
Untuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM tidak melebihi Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), PPN dan PPnBM
yang terutang dipungut oleh PKP Rekanan, sehingga PKP Rekanan wajib
membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi "01" pada kode
Faktur Pajak.
Kewajiban PKP Rekanan atas Penyerahan Kepada Pemungut PPN Terkait Faktur
Pajak yang Telah Diterbitkan.
Faktur Pajak wajib dilaporkan oleh PKP Rekanan dalam SPT Masa PPN 1111 pada
Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah, KKS Migas
dan BUMN atau pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut.
Contoh:
Bulan April 2011 PT A melakukan penyerahan BKP kepada Kementerian Pertanian
Rp100.000.0000,- (tidak termasuk PPN) dan Kementerian Keuangan Rp50.000.000,-
(tidak termasuk PPN).
Pada Juni 2011, PT A mengajukan penagihan, Faktur Pajak dan SSP harus dibuat
dalam bulan Juni 2011 tersebut.
Bulan Agustus 2011 diterima pembayaran termasuk PPN dari Kementerian Pertanian
Rp110.000.000 dan Kementerian KeuanganRp55.000.000,-
Pelaporan:
Penyerahan ini tidak dilaporkan pada SPT Masa PPN masa pajak April 2011 atau masa
pajak Agustus 2011, tetapi dilaporkan pada SPT Masa PPN masa pajak Juni 2011 yaitu
pada saat PT A menerbitkan Faktur Pajak, sebagai berikut:
Lampiran A2 SPT Masa PPN Formulir 1111 masa pajak Juni 2011, butir II kolom DPP
(rupiah) dan kolom PPN (rupiah) diisi dengan transaksi kepada Bendahara Kementerian
Pertanian sebesar Rp100.000.000,-(DPP) dan Rp10.000.000,-(PPN) serta transaksi
kepada Kementerian Keuangan sebesar Rp50.000.000,-(DPP) dan Rp5.000.000,-(PPN).
11
0
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB X
Fasilitas PPN dan PPnBM diatur dalam Pasal 16B UU PPN 1984 yang terdiri dari:
Pajak Terutang Tidak dipungut
Pajak Terutang dibebaskan
Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
impor Barang Kena Pajak tertentu;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean; dan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean,
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perbedaan perlakukan fasilitas pajak terutang tidak dipungut dengan dibebaskan adalah:
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan
Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai
dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan
Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
11
1
MODUL PPN DAN PPnBM
Peraturan Pemerintah Nomor: 33 Tahun 1996, jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 291/KMK.05/1997
tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: PMK-120/PMK.04/2013 tanggal 16 Agutus 2013.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Ekonomi Terpadu.
11
2
MODUL PPN DAN PPnBM
penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha
Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;
peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB
kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke
PDKB asal.
47
Peraturan Pemerintah Nomor: 42 Tahun 1995 tanggal 30 November 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam
Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 25 Tahun 2001 tanggal 18 Mei 2001
48
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 580/KMK.04/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Tatalaksana
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Dan Pengawasannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan
111/PMK.010/2006 tanggal 24 November 2006
11
3
MODUL PPN DAN PPnBM
Peraturan Pemerintah Nomor: 146 Tahun 2000 tentang impor dan atau penyerahan BKP tertentu dan atau
penyerahan JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN yang diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2003 tanggal 14 Juli 2003.
11
4
MODUL PPN DAN PPnBM
Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia,
dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT
(PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api,
suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang
akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan
Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau
TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh
Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan
atau TNI.
11
5
MODUL PPN DAN PPnBM
Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan
Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
Dalam Peraturan Pemerintah 50 tentang impor dan atau penyerahan BKP tertentu
yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, jenis Barang Kena Pajak
yang bersifat strategis antara lain:
barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas dan ikan;
barang hasil pertanian;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; dan
listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam
ratus) watt;
Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI)
Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,
yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya
termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau
mempermudah proses lebih lanjut.
Rumah Susun Sederhana Milik, yang selanjutnya disebut RUSUNAMI, adalah
bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai
tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu
dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya
dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang
memenuhi ketentuan :
luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak
melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
Peraturan Pemerintah Nomor: 12 Tahun 2001 tentang impor dan atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat
strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yang telah mengalami empat kali perubahan yang terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 31 Tahun 2007.
11
6
MODUL PPN DAN PPnBM
harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,- (seratus empat puluh
empat juta rupiah);
diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp
4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor:
Pokok Wajib Pajak (NPWP);
pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur
mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal
dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut;
makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas, dan ikan;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
barang hasil pertanian,
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut;
makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas dan ikan;
barang hasil pertanian;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt,
RUSUNAMI;
dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
11
7
MODUL PPN DAN PPnBM
Ketentuan penting terkait impor dan atau/penyerahan BKP tertentu yang bersifat
strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang modal
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ternyata digunakan tidak
sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat impor dan
atau perolehan, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan wajib dibayar
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan
penggunaannya atau dipindahtangankan.
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa RUSUNAMI
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak
sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebagian
atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau kurang sejak perolehannya
atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan,dengan ditambah sanksi
sesuai ketentuan peraturan perUndang-Undang an.
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan
tidak dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan peraturan perUndang-Undangan.
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 51 tentang Penegasan Perlakuan PPN
atas BKP tertentu dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP tertentu yang bersifat strategis
yang diekspor dan Barang Hasil Pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari
pengenaan PPN mengatur bahwa:
Fasilitas perpajakan berupa PPN terutang tidak dipungut atau dibebaskan dari
pengenaan PPN terbatas hanya untuk penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP
tertentu, Impor BKP tertentu, pemanfaatan BKP Tidak Berwujud tertentu dan JKP
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-95/PJ./2010 tanggal 20 September 2010 tentang Penegasan
Perlakuan PPN atas BKP tertentu dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP tertentu yang bersifat strategis yang dieks por
dan Barang Hasil Pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN
11
8
MODUL PPN DAN PPnBM
tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dan TIDAK mencakup
ekspor BKP Berwujud/Tidak Berwujud dan ekspor JKP.
Dengan demikian, BKP Tertentu dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP tertentu yang
bersifat startegis yang diekspor tetap dikenai PPN dengan tarif 0% (nol persen).
Ekspor JKP tertentu yang dikenai PPN dengan tarif 0% mengikuti ketentuan ekspor JKP
yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 70/PMK.03/2010 tentang
Batasan kegiatan dan jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPNdan perubahannya.
PPN yang dibayar oleh PKP untuk menghasilkan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu
dan/atau BKP tertentu yang bersifat strategis yang dikespor tetap dapat dikreditkan
sesuai dengan ketentuan perUndang-Undangan perpajakan.
Menegaskan bahwa:
Peraturan Pemerintah Nomor: 12 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 31 Tahun 2007;
Peraturan Pemerintah Nomor: 146 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2003.
Masih tetap berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah yang
menggantikan Peraturan Pemerintah Tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan
UU PPN 1984.
Khusus untuk barang hasil pertanian sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor: 7 Tahun 2007 tetap berlaku sebagai BKP tertentu yang bersifat
strategis kecuali untuk daging, telur, susu, sayuran dan buah-buahan yang telah
ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 4A UU PPN 1984.
11
9
MODUL PPN DAN PPnBM
BAB XI
PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea
masuk, dan apabila pembayaran bea masuk ditunda/dibebaskan, harus dilunasi
pada saaat penyelesaian dokumen impor.
PPN/PPnBm yang pemungutannya dilakukan oleh:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
endahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
itjen Bea dan Cukai yang memungut PPN/PPnBM atas impor, harus disetor
paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB)
ditebus.
Saat Pelaporan
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus dilaporkan dalam SPT Masa
dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir (Pasal 15A ayat (2) UU PPN).
PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT dan STP harus segera
dilaporkan setelah dilunasi ke KPP yang menerbitkan.
PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
endahara Pemerintah, harus dilaporakan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
itjen Bea dan Cukai yang memungut PPN/PPnBM atas impor, harus dilaporkan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dihitung
sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP
setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Nomor, kode dan nama formulir SPT Masa PPN 1111 adalah sebagai berikut:
Nomor dan
No. Kode Nama Formulir Keterangan
Formulir
1. 1111 Surat Pemberitahuan Masa Induk SPT Masa PPN
(F.1.2.32.04) Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN)
2. 1111 AB Rekapitulasi Penyerahan dan Lampiran SPT Masa PPN sebagai
(D.1.2.32.07) Perolehan Sub Induk SPT Masa PPN
(memuat keterangan rekapitulasi
penyerahan, perolehan dan
penghitungan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan)
3. 1111 A1 Daftar Ekspor BKP Berwujud, Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.08) BKP Tidak Berwujud, dan/atau melaporkan Pemberitahuan
JKP Ekspor Barang, Pemberitahuan
Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud)
4. 1111 A2 Daftar Pajak Keluaran atas Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.09) Penyerahan Dalam Negeri melaporkan:
Dengan Faktur Pajak - Faktur Pajak selain Faktur
Pajak yang menurut ketentuan
diperkenankan untuk tidak
mencantumkan identitas
pembeli serta nama dan tanda
tangan penjual, yang
diterbitkan; dan/atau;
- Nota Retur/Nota Pembatalan
yang diterima
5. 1111 B1 Daftar Pajak Masukan yang Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.10) Dapat Dikreditkan atas Impor melaporkan Pemberitahuan
BKP dan Pemanfaatan BKP Impor Barang atas impor Barang
Kena Pajak dan/atau SSP atas
122
MODUL PPN DAN PPnBM
123
MODUL PPN DAN PPnBM
124
MODUL PPN DAN PPnBM
125