Anda di halaman 1dari 150

MODUL PPN DAN PPnBM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Lahirnya dan Perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai


Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berlaku sistem perpajakan dengan sistem
Pajak Penjualan 1951. Sistem pajak penjualan, tidak memadai untuk menampung kegiatan
masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk
meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.
Dalam rangka itulah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
mencabut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang
Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan sebagai Undang-
Undang sebagaimana beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1968 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Pajak Penjualan
1951. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mulai berlaku sejak 01 April 1985 yang
disebut dengan UU PPN 1984.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah
Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi
bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan
Nilai. Dalam rangka menjawab perubahan yang sangat cepat, perlu dilakukan
pembaruan dan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah telah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu:
Perubahan pertama, pada tahun 1994 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1994 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995;
Perubahan kedua, pada tahun 2000 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2001; dan
Perubahan ketiga, pada tahun 2009 diterbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
yang mulai berlaku sejak 01 April 2010.
Dalam perubahan ketiga UU PPN 1984 yaitu dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 mempunyai tujuan, antara lain:
Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.

1
MODUL PPN DAN PPnBM

Menyederhanakan sistem Pajak Pertambahan Nilai.


Mengurangi biaya kepatuhan.
Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Tidak mengganggu penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
Mengurangi distorsi dan peningkatan kegiatan ekonomi.

B. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai


Untuk memudahkan dalam memahami Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia,
perlu diketahui tentang karakteristik PPN sebagai berikut :
1. Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak Tidak Langsung.
Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan konsekuensi yuridis
bahwa antara pemikul beban pajak (destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas
penyetoran pajak ke kas negara berada pada pihak-pihak yang berbeda. Pemikul beban
pajak ini berada pada pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena
Pajak (JKP). Sedangkan penanggung jawab atas pelaporan/penyetoran pajak ke kas
negara adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak selaku penjual BKP atau
pengusaha JKP selaku pengusaha yang menyerahkan JKP.
2. PPN adalah pajak objektif
Pengertian dari pajak Objektif adalah suatu jenis Pajak yang saat timbulnya
kewajiban Pajak ditentukan oleh faktor objektif.
3. PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal
Tarif PPN yang berlaku adalah tarif 10%, tarif PPN atas ekspor sebesar 0% dan
dangan Peraturan Pemerintah, tarif dapat dinaikkan setinggi-tingginya 15% atau
diturunkan serendah-rendahnya 5%.
4. PPN bersifat Netral
Netralitas Pajak Pertambahan Nilai dibentuk oleh dua faktor yaitu :
PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa; dan
Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan
PPN bersifat multi stage levy.
PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur
distribusi. 6. PPN tidak menimbulkan Dampak Pengenaan Pajak Berganda
PPN tidak menimbulkan dampak kumulatif karena dalam penghitungan pajak
terutang yang wajib disetor ke kas negara.
Metode Perhitungan PPN indirect subtraction method/tax credit method/invoice
method

2
MODUL PPN DAN PPnBM

PPN terutang yang disetor ke kas negara dihitung dengan cara mengurangkan
(mengkreditkan) PPN yang dibayar atas pembelian/perolehan (Pajak Masukan)
dengan PPN yang dipungut atas penyerahan barang atau jasa (Pajak Keluaran).
8. PPN adalah pajak atas konsumsi di dalam negeri
PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam Daerah
Pabean Republik Indonesia.

C. Mekanisme Pemungutan PPN di Indonesia


Pada awalnya mekanisme pemungutan PPN di Indonesia hanya mengenal dua
mekanisme yang berlangsung sejak 01 April 1985 sampai dengan tahun 1986
berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1983, yaitu:
Metode Pengurangan Tidak Langsung (Indirect Substraction Method) dengan
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP sebagai Subjek
Pajaknya.
Metode memungut, menyetor, dan melaporkan sendiri PPN dan PPnBM yang
terutang atas Impor BKP (Self Imposition Method).
Pada periode tersebut, diindikasikan banyaknya kecurangan dan penyelewengan
yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak bertanggung jawab yang
tidak menyetorkan PPN dan PPnBM yang dipungut dari konsumennya. Saat ini secara
umum mekanisme PPN dan PPnBM di Indonesia ada tiga, yaitu:
Indirect Substraction Method
Merupakan metode pengurangan tidak langsung yaitu cara mengurangkan pajak
keluaran yang diambil dengan pajak masukan yang didapat, dengan Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP sebagai Subjek Pajaknya.
Mekanisme ini merupakan mekanisme PPN yang bersifat umum.

Metode yang menggunakan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN sebagai


pemungut PPN atas transaksi pembayaran yang dilakukan bendaharawan dengan
menggunakan dana dari APBN/APBD. Mekanisme ini merupakan mekanisme PPN
yang bersifat khusus dan mekanisme ini diatur dalam Pasal 16A tentang Pemungut
PPN.
Self Imposition Method
Pemungutan PPN yang dilakukan sendiri oleh perusahaan ataupun orang pribadi
yang melakukan usaha. Contoh Impor JKP/BKP tidak berwujud oleh PKP dan Bukan
PKP, objek PPN Pasal 16 C atas kegiatan membangun sendiri dan Pasal 16 D atas
peyerahan aktiva tidak untuk diperjualbelikan.

3
MODUL PPN DAN PPnBM

Mekanisme Pemungutan PPN


Kas Negara
Memungut
PPN
Lapor SPT Masa (Pajak Keluaran)
PPN (PK-PM)

Faktur
BKP PKP PENJUAL Pajak
JKP

PPN 2
1

Kas Negara

PKP PEMBELI
Lapor SPT Masa
PPN (PK-PM)
Membayar PPN
(Pajak Masukan)

Gambaran Mekanisme PPN di Indonesia

Metode Perhitungan PPN di Indonesia


Untuk menghitung PPN atas nilai tambah dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu:
Subtraction method (metode pengurangan secara langsung), yaitu dengan cara
mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli.
Indirect subtraction method (metode pengurangan secara tidak langsung), yaitu
dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa
atas penyerahan barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau
pengusaha jasa lain atas perolehan barang atau jasa.
Addition method (metode penghitungan nilai tambah), yaitu mengalikan tarif PPN
dengan hasil penjumlahan unsur-unsur nilai tambah.

4
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB II

OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas objek pajak yang diatur dalam Pasal 4, Pasal
16C, dan Pasal 16D UU PPN 1984.

Objek PPN dalam UU PPN 1984

Pasal 4
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
impor Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 16C
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan
yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata
caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3. Pasal 16D
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha
Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan yaitu atas perolehan BKP/JKP yang tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha (Pasal 9 ayat (8) huruf b ) dan kendaraan bermotor berupa sedan
dan station wagon (Pasal 9 ayat (8) huruf c).

5
MODUL PPN DAN PPnBM

Barang Kena Pajak dan Bukan Barang Kena Pajak


1. Barang Kena Pajak
a. Pengertian Barang Kena Pajak
Dalam Pasal 1 angka 2 dan 3 UU PPN 1984, Barang adalah barang berwujud,
yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang yang
dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984.

Penyerahan Barang Kena Pajak


Pasal 1 angka 4 UU PPN 1984, Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap
kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak. Dalam Pasal 1A ayat (1) UU PPN 1984, yang
termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah: a) penyerahan hak
atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.
Perjanjian meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau
perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian
sewa guna usaha (leasing).
Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli
dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Pengalihan Barang Kena Pajak
karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan Barang Kena
Pajak yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.
Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak
dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier)
kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee).
penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
Pedagang perantaran adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan
atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa
tertentu, misalnya komisioner. Juru lelang adalah juru lelang Pemerintah atau yang
ditunjuk oleh Pemerintah.
pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak.
Pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri,
pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi
sendiri. Pemberian cuma-cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran
baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian
contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli. Barang Kena Pajak berupa

6
MODUL PPN DAN PPnBM

persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Dikecualikan dari ketentuan ini adalah penyerahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1A ayat (2) huruf e yaitu Barang Kena Pajak berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat
dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan/atau aktiva berupa
kendaraan bermotor sedan dan station wagon yang Pajak Masukan atas
perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
huruf c tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.
penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang.
Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang
baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena
Pajak antartempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Diman
”pusat” adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan “cabang” antara lain lokasi
usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya.
penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah
dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk
dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya
penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut.
Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan
diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, pengusaha yang
menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian
Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana
penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.
Contoh: Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia
dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas
pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah,
bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian

7
MODUL PPN DAN PPnBM

menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang PPN 1984, penyerahan


kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena
Pajak A kepada Tuan B.

c. Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak


Dalam Pasal 1A ayat (2), yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak adalah:
penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Yang dimaksud dengan ”makelar” adalah makelar sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu pedagang perantara yang
diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan
berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan
melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat
dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan
kerja
penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.
penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak
melakukan pemusatan tempat pajak terutang.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat
kegiatan usaha, baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan
Pengusaha Kena Pajak tersebut telah menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan Barang Kena Pajak dari
satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat ke cabang
atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak
antartempat pajak terutang.
pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak.
Yang dimaksud dengan “pemecahan usaha” adalah pemisahan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perseroan terbatas.
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang

8
MODUL PPN DAN PPnBM

Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang
Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan/atau aktiva berupa kendaraan bermotor sedan
dan station wagon yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c tidak termasuk
dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.

d. Syarat Penyerahan Kena Pajak


Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak.
barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud.
penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. dan
penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi
baik pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun
pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi
belum dikukuhkan.

2. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud


a. Jenis Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah:
penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian
atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses
rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak
serupa lainnya;
penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah;
pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a), penggunaan atau hak

9
MODUL PPN DAN PPnBM

menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b), atau pemberian


pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c),
penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films),
film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut di atas.

Objek Barang Kena Pajak Tidak Berwujud


Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud antara
lain atas:
penyerahan Barang Kena Pajak (Berwujud dan Tidak Berwujud) di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (Pasal 4 ayat (1) huruf a).
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean; (Pasal 4 ayat (1) huruf d).
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. (Pasal
4 ayat (1) huruf g).

3. Bukan Barang Kena Pajak


a. Pengertian Bukan Barang Kena Pajak
Bukan Barang Kena Pajak (Non BKP) adalah barang yang tidak dikenai pajak
berdasarkan UU PPN 1984, diatur dalam Pasal 4A ayat (2). Pada prinsipnya semua
barang kena pajak kecuali Undang-Undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang
yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok
barang sebagai berikut:
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
Yang termasuk dalam barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya antara lain:
minyak mentah (crude oil);
gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung
oleh masyarakat.
panas bumi;
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit,
gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir
dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah

1
0
MODUL PPN DAN PPnBM

serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif,
zeolit, basal, dan trakkit;
batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
meliputi:
Beras;
Gabah;
Jagung;
Sagu;
Kedelai;
garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,
dan/atau direbus;
telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,
atau dikemas;
susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas;
buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading, dan/atau dikemas
atau tidak dikemas; dan
sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
jasa boga atau katering.
Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 tentang


tentang Barang Kebutuhan Pokok Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai yang
ditetapkan tanggal 15 Agustus 2017 dimana jenis barang yang tidak dikenai Pajak

1
1
MODUL PPN DAN PPnBM

Pertambahan Nilai (PPN) adalah barang tertentu dalam kelompok barang antara lain
barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak tersebut merupakan
barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan
kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat,
berikut adalah kriteria dan/atau rincian dari Barang Kebutuhan Pokok Yang Tidak
Dikenai PPN:
No Uraian Barang Kriteria
a. Beras dan Gabah berkulit, dikuliti, setengah giling atau digiling seluruhnya,
disosoh atau dikilapkan maupun tidak, pecah, menir, selain
yang cocok untuk disemai
b. Jagung telah dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah,
menir, tidak termasuk bibit
c. Sagu empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung kasar dan bubuk

d. Kedelai berkulit, utuh dan pecah, selain benih

e. Garam konsumsi beryodium maupun tidak (termasuk garam meja dan garam
didenaturasi) untuk konsumsi/kebutuhan pokok
masyarakat)
f Daging daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan atau
tanpa tulang yang tanpa diolah, baik yang didinginkan,
dibekukan, digarami, dikapur, diasamkan, atau diawetkan
dengan cara lain.
g. Telur tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan
atau diawetkan dengan cara lain, tidak termasuk bibit;
h. Susu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan (pasteurisasi), tidak mengandung
tambahan gula atau bahan lainnya.
i Buah-buahan buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading,
selain yang dikeringkan
j Sayur-sayuran sayuran segar, yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah atau dibekukan, termasuk
sayuran segar yang dicacah.
k Ubi-ubian ubi segar, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, digrading.

12
MODUL PPN DAN PPnBM

l Bumbu-bumbuan segar, dikeringkan tetapi tidak dihancurkan atau ditumbuk


m Gula konsumsi gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan
bahan perasa atau pewarna

Jasa Kena Pajak dan Bukan Jasa Kena Pajak 1.


Jasa Kena Pajak
a. Pengertian Jasa Kena Pajak
Pengertian Jasa Kena Pajak terdapat dalam Pasal 1 angka 5 dan 6 UU PPN
1984. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
1984.

b. Penyerahan Jasa Kena Pajak


Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena
Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara
cuma-cuma.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.

2. Ekspor Jasa Kena Pajak


Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena
Pajak ke luar Daerah Pabean 1. Mekanisme ekspor atas Jasa Kena Pajak dijelaskan
sebagai berikut :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak
yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 30/PMK.03/2011.

13
MODUL PPN DAN PPnBM

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak;
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak;
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 0% (nol persen);
Dasar Pengenaan Pajak adalah Penggantian;
Batasan kegiatan Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut:
untuk Jasa Maklon:
pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak berada di luar Daerah Pabean dan
merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta tidak mempunyai Bentuk Usaha
Tetap (BUT) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya;
spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau penerima Jasa Kena
Pajak;
bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses menjadi Barang Kena Pajak yang
dihasilkan;
kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima Jasa
Kena Pajak; dan
pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan
permintaan pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.
untuk selain Jasa Maklon:
jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan
di luar Daerah Pabean; atau
jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak
di luar Daerah Pabean.
Jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah sebagai berikut:
Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf e poin 1);
jasa perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf e poin 2)a;
jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf e poin 2)b.

1
4
MODUL PPN DAN PPnBM

Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak
adalah pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak. Saat Ekspor Jasa Kena Pajak
adalah pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau
diakui sebagai penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan, atau tempat lain selain tempat
tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan
yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban eksportir JKP
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak.
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak yang dilampiri dengan invoice sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisahkan adalah dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak dengan menggunakan formulir
sebagaimana telah ditetapkan.
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
tas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor
Jasa Maklon oleh Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Maklon dilaporkan
sebagai ekspor Barang Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai.
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
ajak Pertambahan Nilai atas:
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
erolehan Barang Kena Pajak;
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
erolehan Jasa Kena Pajak;
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
emanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
emanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan/atau
ЀĀ ĀĀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
mpor Barang Kena Pajak,
merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
3. Bukan Jasa Kena Pajak
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai dalam Pasal 4A ayat (3)
adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medis;
Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:
jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.
jasa dokter hewan.

1
5
MODUL PPN DAN PPnBM

jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi.
jasa kebidanan dan dukun bayi.
jasa paramedis dan perawat.
jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium.
jasa psikolog dan psikiater. dan
jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal b.
jasa pelayanan sosial;

jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo.


jasa pemadam kebakaran.
jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.
jasa lembaga rehabilitasi.
jasa penyediaan rumah duka/jasa pemakaman, termasuk krematorium. dan
jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat
komersial. c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat
dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti
perangko tempel.
d. jasa keuangan;2
Jasa keuangan meliputi:
jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu.
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.
jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
sewa guna usaha dengan hak opsi.
anjak piutang.
usaha kartu kredit. dan/atau
pembiayaan konsumen.
jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai
syariah dan fidusia. dan

SE-121/PJ/2010 Tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Usaha Perbankan

1
6
MODUL PPN DAN PPnBM

jasa penjaminan.
e. jasa asuransi;
Yang dimaksud dengan “jasa asuransi” adalah jasa pertanggungan yang
meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa
penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi.
jasa keagamaan;

jasa pelayanan rumah ibadah.


jasa pemberian khotbah atau dakwah.
jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan. dan
jasa lainnya di bidang keagamaan.
g. jasa pendidikan;

jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan


pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan
profesional. dan
jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
h. jasa kesenian dan hiburan;
Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan.
jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau
televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat
iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
jasa tenaga kerja;3
Jasa tenaga kerja meliputi:
jasa tenaga kerja.
jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut. dan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 83/PMK.03/2012 tentang Kriteria Dan/Atau Rincian Jasa Tenaga Kerja
Yang Tidak Dikenai PPN

1
7
MODUL PPN DAN PPnBM

jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.


jasa perhotelan;
Jasa perhotelan meliputi:
jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan
untuk tamu yang menginap. dan
jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel.
jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian
lzin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan
Kartu Tanda Penduduk.
Jasa penyediaan tempat parkir 4.
Yang dimaksud dengan “jasa penyediaan tempat parkir” adalah jasa
penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau
pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.
Yang dimaksud dengan “jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam”
adalah jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.

ȀĀ⤀Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
egiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha atau
Pekerjaan (Pasal 16C)
Kegiatan membangun sendiri (KMS) yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan pertimbangan untuk
mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pengenaan
PPN atas kegiatan membangun sendiri mulai dikenakan sejak perubahan UU PPN 1984
yang pertama yaitu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang mulai berlaku
sejak 1 Januari 1995. Dengan Peraturan Menteri Keuangan 5 diatur tentang batasan dan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 122/PMK.03/2012 Tentang Kriteria Jasa Penyediaan Tempat Parkir Yang
Termasuk Dalam Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 163/PMK.03/2012 tanggal 22 Oktober 2012 mengatur tentang batasan
dan tata cara pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang mulai berlaku sejak 22
November 2012 yang mencabut PMK-39/PMK.03/2010

1
8
MODUL PPN DAN PPnBM

tata cara pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri dengan
ketentuan sebagai berikut:
Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau
bahan sejenis, dan/atau baja;
diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
luas keseluruhan paling sedikit 200 m2.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap
merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-
tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Termasuk kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan
yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan
membangun tersebut tidak dipungut PPN, dan kontraktor atau pemborong
tersebut bukan merupakan PKP.
Saat dan Tempat PPN Terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri
terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan.
Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri
adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

Tarif PPN dan Dasar Pengenaan Pajak atas Kegiatan Membangun Sendiri
Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10%
(sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% (empat puluh persen) dari jumlah biaya
yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah. Jumlah biaya sebagaimana dimaksud termasuk
PPN atas pembalian material.
Sehingga PPN teruutang atas kegiatan membangun sendiri sebesar 10% x 20% x
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah atau dengan rumus efektif PPN
terutang sebesar 2% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

1
9
MODUL PPN DAN PPnBM

Penyetoran dan Pelaporan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri


Pajak Pertambahan Nilai terutang wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos
atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya
masa pajak.
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercanturn pada Surat Setoran
Pajak diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar (ber-
NPWP) dan juga dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun
sendiri belum memiliki NPWP, dan Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan
sebagai berikut:
kolom NPWP diisi dengan
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya
meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya;
dan
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib
melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang ke Kantor Pelayanan
Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan
mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
Telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan
didirikan berada diluar wilayah kerja KPP tempat PKP tersebut
dikukuhkan/terdaftar maka kewajiban pelaporan selain di KPP tempat
bangunan didirikan juga meloporkan ke dalam SPT Masa PPN dengan
lampiran fotokopi lembar ke tiga SSP.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, atau KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta
Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran
Pajak Pertambahan Nilai terutang kewajiban pelaporan selain di KPP tempat
bangunan didirikan, wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam

2
0
MODUL PPN DAN PPnBM

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan


fotokopi lembar ketiga SSP.

Ketentuan lain-lain terkait Kegiatan Membangun Sendiri


Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri
tidak dapat dikreditkan.
Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri telah memiliki NPWP namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP
sebagai cabang sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan
Perkembangan perlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri sejak 1
Januari 1995 s.d 22 November 2012 adalah sebagai berikut:

Uraian 01 Januari 1995 01 Jan 2001 01 Juli 2002 01 April 2010 22 November 2012

KMK- KMK- PMK- PMK-


Dasar KMK-
554/KMK.04/20 320/KMK.03/200 39/PMK.03/2010 jo 163/PMK.03/2012 jo
Hukum 595/KMK.04/1994
00 2 SE-70/PJ/2010 SE-53/PJ/2012
Luas
Bangunan 400 m2 400 m2 200 m2 300 m 2 200 m2
Tarif PPN 10% 10% 10% 10% 10%

DPP* 40% 40% 40% 40% 20%


*DPP = jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah. Jumlah biaya sebagaimana dimaksud termasuk PPN atas pembalian
material.
Contoh Perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri:
Pada bulan Juli 2016, PT Fathiyyah Trading, PKP yang bergerak di bidang
perdagangan, membangun sebuah gedang untuk gudang dengan luas 300 m 2.
Pembangunan dilakukan dengan jasa tukang dan mandor serta diawasi sendiri
dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp750.000.000,- dengan rincian sebagai
berikut:
Biaya pembelian/perolehan tanah Rp350.000.000,-
untuk pembelian bahan bangunan adalah Rp275.000.000,- (termasuk PPN
sebesar Rp25.000.000);
untuk upah tukang Rp125.000.000,-

20% x Total Biaya yang dikeluarkan termasuk PPN tetapi tidak


termasuk harga perolehan tanah.
20% x (Rp750.000.000-Rp350.000.000)
20% x Rp400.000.000,-

21
MODUL PPN DAN PPnBM

= Rp80.000.000,-
PPN = 10% x Rp80.000.000
Rp8.000.000,-

Penyerahan Aktiva Menurut Tujuan Semula Tidak untuk Diperjualbelikan (Pasal


16D).
Berdasarkan Pasal 16D UU PPN 1984, penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, dikenakan PPN kecuali atas pengalihan
Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
dan pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu
kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9
ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat
dikreditkan.
Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh 3 (tiga) persyaratan yang harus dipenuhi
agar penyerahan tersebut terutang PPN Pasal 16D, yaitu:
yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak;
perolehan aktiva tersebut bukan untuk diperjualbelikan atau sebagai barang
dagangan; dan
perolehan aktiva tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan bukan
jenis kendaraan sedan dan station wagon.

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan


usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan
manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan,
Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan
dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu,
meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan
kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan,
yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang
terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
PT BUDI adalah PKP yang bergerak di bidang industri tekstil, pada 16 Mei 2016
melakukan penjualan aktiva berupa satu unit Truck yang semula untuk mengangkut
barang dagangan seharga Rp250.000.000,- kepada PT PEMBELI BARANG BEKAS,
Truck ini dibeli pada 17 Juni 2006 dengan harga Rp450.000.000,-.
Jawaban: PPN terutang atas penyerahan aktiva tang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjual belikan (Pasal 16D) adalah
10% x Rp250.000.000 = Rp25.000.000

2
2
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB III

SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A. Pengusaha dan Pengusaha Kena Pajak.


Berdasarkan Pasal 4, Pasal 16C, dan Pasal 16D UU PPN 1984 subjek PPN dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
Pegusaha Kena Pajak, adalah :
Pengusaha menyerahkan BKP (Pasal 4 ayat (1) huruf a)
Pengusaha menyerahkan JKP (Pasal 4 ayat (1) huruf c)
Pengusaha mengekspor BKP (Pasal 4 ayat (1) huruf f)
Pengusaha mengekspor BKP Tidak Berwujud (Pasal 4 ayat (1) huruf g)
Pengusaha mengekspor JKP (Pasal 4 ayat (1) huruf h)
Pengusaha menyerahkan aktiva tidak untuk dijual (berdasar Pasal 16D)

Bukan Pengusaha Kena Pajak, adalah :


Mengimpor BKP (Pasal 4 ayat (1) huruf b)
Memanfaatkan BKP tidak berwujud/JKP dari luar di dalam Daerah Pabean (Pasal
4 ayat (1) huruf d dan e)
Membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan (Pasal 16C)

Dalam Pasal 1 angka 14 UU PPN 1984, Pengusaha adalah orang pribadi atau badan
dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya:
menghasilkan barang,
mengimpor barang,
mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984, Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.

B. Pengusaha Kecil
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena
Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak

2
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Berwujud diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena


Pajak, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai yang mulai berlaku 1 Januari
20146, diatur sebagai berikut:
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku atau tahun
kalender melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah)
Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan
penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka
kegiatan usahanya.
Pengusaha yang masuk kriteria sebagai pengusaha kecil tidak wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak wajib memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.

Apabila semula pengusaha tersebut termasuk sebagai Pengusaha Kecil, dan pada
suatu masa/bulan memiliki peredaraan usaha melebihi batasan Pengusaha Kecil maka
pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran
bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi batasan sebagai Pengusaha Kecil.
Namun demikian juga dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 (satu)
tahun buku ternyata tidak melebihi batasan sebagai Pengusaha Kecil, maka Pengusaha
Kena Pajak tersebut dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Berikut disajikan ringkasan perkembangan batasan peredaran usaha bagi pengusaha
kecil yang pernah berlaku hingga saat ini, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut ini:
KMK- KMK-
Dasar Hukum KMK-430/KMK.04/1984 KMK-648/KMK.04/1994
303/KMK.04/1989 1288/KMK.04/1991
1 Juli 1984 1 Januari 1995
1 April 1989 1 Januari 1992
Batasan
Peredaraan Usaha
Rp60.000.000 Rp120.000.00
− Penyerahan Rp60.000.000 (BJKP (BKP) (BKP) Rp240.000.000 (BKP)
BKP atau JKP) Rp30.000.000 (JKP) Rp60.000.000 (JKP) Rp120.000.000 (JKP)
− Penyerahan Dan Rp10.00.000
JKP (modal usaha)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-197/PMK.03/2013 tentang perubahan PMK-68/PMK.03/2010 tentang


Batasan Pengusaha Kecil

2
4
MODUL PPN DAN PPnBM

KMK-552/KMK.04/2000 KMK-571/KMK.03/2003 PMK-68/PMK.03/2010 PMK-197/PMK.03/2013


Dasar Hukum 1 Januari 2001 1 Januari 2004 1 April 2010 1 Januari 2014

Batasan
Peredaraan Usaha
− Penyerahan Rp360.000.000 (BKP) Rp600.000.000 Rp600.000.000 Rp4.800.000.000
BKP Rp180.000.000 (JKP) (BKP dan/atau JKP) (BKP dan/atau JKP) (BKP dan/atau JKP)
− Penyerahan
JKP

C. Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak


Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) Pengusaha yang melakukan :
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
ekspor Jasa Kena Pajak.
Pengusaha sebagaimana dimaksud wajib melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai
PKP, kecuali Pengusaha Kecil. Namun Pengusaha Kecil sebagaima dimaksud dapat
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengukuhan PKP Pengusaha Emas7


Pengusaha Emas Perhiasan diwajibkan melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban Pengusaha Emas Perhiasan untuk melaporkan usahanya ke Kantor
Pelayanan Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetap berlaku
bagi Pengusaha Emas Perhiasan yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha kecil
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Batasan
Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

Permohonan Pendaftaran PKP


Untuk mendapatkan Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Wajib Pajak dapat
melakukan pendaftaran sebagai PKP secara elektronik dengan mengisi Formulir
Perubahan Data WP pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman DJP di
www.pajak.go.id. ataupendaftaran secara tertulis langsung ke KPP dengan mengisi

Pasal 6 PMK-30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Emas Perhiasan

2
5
MODUL PPN DAN PPnBM

formulir pendaftaran dan melengkapi dokumen yang disyaratkan berdasarkan Peraturan


Direktur Jenderal Pajak8.
Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak, meliputi:
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi:
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia, atau fotokopi
paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal
Tetap (KITAP) bagi Warga Negara Asing, yang dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang;
Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.

Untuk Wajib Pajak Badan:


Fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi wajib pajak
badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi
bentuk usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
Fotokopi kartu nomor pokok wajib pajak salah satu pengurus, atau fotokopi
paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari pejabat pemerintah daerah
sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa dalam hal penanggung jawab adalah
warga negara asing;
Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang; dan
Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari pejabat pemerintah daerah
sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.

Untuk Wajib Pajak Badan Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation):
fotokopi Perjanjian Kerjasama/Akta Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi
(Joint Operation), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak;

PER-02/PJ/2018 (berlaku sejak 19 Januari 2018) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,
Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan
PencabutanPengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak

2
6
MODUL PPN DAN PPnBM

fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi
paspor dalam hal penanggung jawab adalah orang Warga Negara Asing;
dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak badan dalam
negeri maupun Wajib Pajak badan asing.

Dokumen lain yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak selain yang disebutkan di atas
antara lain:
Denah dan peta lokasi usaha
Bukti Pembelian/sewa tempat usaha
Spesimen tanda tangan Faktur Pajak
Fotocopy KTP Penandatangan Faktur Pajak
Daftar Harta dan Kewajiban
Laporan Keuangan (Neraca dan L/R)
SPT Tahunan Tahun Pajak terakhir.
Dan lain-lain
Proses pengukuhan PKP diberikan paling lambat 10 (Sepuluh) 9 hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap. Dalam proses pengukuhan PKP
tersebut petugas pajak akan melakukan verifikasi terlebih dahulu untuk memastikan
eksistensi usaha dan lokasi usaha calon PKP.
Wajib Pajak yang akan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
sebagaimana dimaksud dilakukan pada:
Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi
Perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; atau
Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak,
maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar.
4. Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan PKP

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 147/PMK.03/2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib
Pajak, Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Dan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sejak 1 November 2017. (mencabut PMK 182/PMK.03/2015)

2
7
MODUL PPN DAN PPnBM

Berdasarkan permohonan pengukuhan PKP Kepala KPP atau KP2KP meneliti


pemenuhan kelengkapan dan kesesuaian dokumen untuk kemudian memberikan
keputusan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima lengkap

Permohonan Perubahan Data PKP


Perubahan data WP dan/atau PKP dapat dilakukan dalam hal data yang terdapat dalam
administrasi perpajakan berbeda dengan data WP dan/atau PKP menurut keadaan yang
sebenarnya yang tidak memerlukan pemberian NPWP baru dan/atau pengukuhan PKP
baru.
Perubahan data WP dan/atau PKP dapat dilakukan:
ȀĀ ȀĀ⸀Ā ᜀ Āꨀĥ ᜀ Ā ᜀ Ā
tas permohonan Wajib Pajak; atau
ȀĀ ȀĀ⸀Ā ᜀ Āꨀĥ ᜀ Ā ᜀ Ā
ecara jabatan.
Permohonan perubahan data WP dan/atau PKP diajukan melalui permohonan dengan
menggunakan Formulir Perubahan Data Wajib Pajak dilakukan sbb:
Permohonan perubahan data dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir
Perubahan Data WP pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman DJP di
www.pajak.go.id.
Dalam hal WP tidak dapat menyampaikan permohonan perubahan data secara
elektronik, permohonan perubahan data dapat dilakukan dengan menyampaikan
permohonan secara tertulis. Penyampaian permohonan secara tertulis ini dilakukan:
secara langsung;
melalui pos; atau
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.

Dokumen yang disyaratkan adalah dokumen yang menunjukkan bahwa data Wajib
Pajak dan/atau PKP mengalami perubahan.

D. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib:
memungut pajak yang terutang;
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak
Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan
melaporkan penghitungan pajak.

Kewajiban di atas wajib dilaksanakan oleh Pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2
8
MODUL PPN DAN PPnBM

Apabila Orang Pribadi atau badan (baik PKP maupun NonPKP) yang memanfaatkan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutangnya sendiri yang penghitungan
dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan 10.

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak
terhadap:
Pengusaha Kena Pajak dengan status Wajib Pajak Non Efektif;
Pengusaha Kena Pajak yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
Pengusaha Kena Pajak menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
Pengusaha Kena Pajak telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan
Nilai di tempat lain; atau
Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan :


atas permohonan Pengusaha Kena Pajak; atau
secara jabatan.

Pencabutan PKP atas permohonan Pengusaha Kena Pajak


Permohonan pencabutan pengukuhan PKP, dilakukan dengan menggunakan
Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP.
Dalam hal pencabutan pengukuhan PKP terkait dengan PKP orang pribadi
yang meninggal dunia, permohonan pencabutan pengukuhan PKP dapat
diajukan oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang
mengurus harta peninggalan.
Permohonan pencabutan pengukuhan PKP dilakukan secara elektronik
dengan mengisi Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

PMK-40/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran,
Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa
Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean

2
9
MODUL PPN DAN PPnBM

pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal


Pajak di www.pajak.go.id.
Permohonan pencabutan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak
melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara
elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
PKP yang telah menyampaikan Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP
dengan lengkap pada Aplikasi e-Registration harus mengirimkan
dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha PKP.
Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara
mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi
e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat
Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan
pencabutan pengukuhan PKP secara elektronik, permohonan tersebut
dianggap tidak diajukan.
Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP
menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
Dalam hal PKP tidak dapat mengajukan permohonan pencabutan
pengukuhan PKP secara elektronik, permohonan pencabutan pengukuhan
PKP dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan
menandatangani Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP.
PKP yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan
Pengukuhan PKP harus melengkapi formulir penghapusan tersebut
dengan dokumen yang disyaratkan.
Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan dengan cara:
ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
angsung ke KPP atau melalui KP2KP;
ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
elalui pos; atau
ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
elalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Dalam hal permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP,
KP2KP meneruskan permohonan pencabutan pengukuhan PKP ke KPP.
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP memberikan
Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima
secara lengkap.
3
0
MODUL PPN DAN PPnBM

Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis yang diterima secara


tidak lengkap, berlaku ketentuan:
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan
dikembalikan kepada PKP; atau
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
Pencabutan PKP secara jabatan
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil
Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan
atau tata cara Verifikasi.
Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan PKP secara
jabatan, dilakukan apabila:
terdapat data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur
Jenderal Pajak yang menunjukkan bahwa PKP tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/atau objektif; dan
PKP tidak mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP.

Dokumen yang disyaratkan meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa PKP sudah
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai PKP.
Berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan dalam rangka pencabutan
pengukuhan PKP:
Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak memberikan keputusan atas
permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan
oleh Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap.
Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan,
permohonan PKP dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan surat pencabutan
pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka
waktu tersebut berakhir.
Dalam hal dilakukan pencabutan pengukuhan PKP, DJP dapat mengumumkan
pencabutan pengukuhan PKP tersebut melalui laman www.pajak.go.id

3
1
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB IV

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

A. Saat Pajak Terutang


Dalam Pasal 11 UU PPN 1984 dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 17 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang saat terutangnya pajak. Pajak terutang pada saat:
penyerahan Barang Kena Pajak;
impor Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak
dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan
yang dapat menimbulkan ketidakadilan

Saat terutang Penyerahan Barang Kena Pajak


penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa
barang bergerak, terjadi pada saat:
Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada
penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan
penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar
cabang;
Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau
pengusaha jasa angkutan; atau
harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena

3
2
MODUL PPN DAN PPnBM

Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten.
Saat terutang penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk
menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum
atau secara nyata, kepada pihak pembeli
Saat terutang penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang
atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha
Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan
secara konsisten; atau
kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal
saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
Saat terutang Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar;
tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau
berdasarkan data atau dokumen yang ada
Saat terutang pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak
memenuhi ketentuan Pasal IA ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:
disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil
Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan
bentuk usaha; atau
ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh
Notaris

3
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Saat terutang impor Barang Kena Pajak, pada saat Barang Kena Pajak tersebut
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
Saat terutang penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat:
harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau
pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada
huruf a tidak diketahui; atau
mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian
atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa
Kena Pajak.
Saat terutang pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean, terjadi pada saat:
harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak
tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak
tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak
tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya,
yang terjadi lebih dahulu.
Saat terutang pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean terjadi pada tanggal ditandatanganinya kontrak atau
perjanjian, dalam hal saat terjadinya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui.
Saat terutang ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, terjadi pada saat Barang Kena
Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
Saat terutang ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, terjadi pada saat Penggantian
atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui
sebagai piutang atau penghasilan.
Saat terutang ekspor Jasa Kena Pajak terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang
diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan

B. Tempat Pajak Terutang


Pasal 12 UU PPN 1984 mengatur tempat pajak terutang:
Ȁ ᜀĀ ᜀ ĀꨀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
engusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h terutang pajak di tempat tinggal
atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat
3
4
MODUL PPN DAN PPnBM

lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau
tempat kegiatan usaha, sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak badan terutang pajak di
tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di
luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan
tempat terutangnya pajak dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang
yang berada di wilayah kerja 1 (satu) Kantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk seluruh
tempat terutang tersebut, Pengusaha Kena Pajak memilih salah satu tempat kegiatan
usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat
kegiatan usahanya, kecuali apabila Pengusaha Kena Pajak tersebut menghendaki lebih
dari 1 (satu) tempat pajak terutang, Pengusaha Kena Pajak wajib memberitahukan
kepada Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal-hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.

Contoh 1:
Orang pribadi A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai usaha di Cibinong. Apabila
di tempat tinggal orang pribadi A tidak ada penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak, orang pribadi A hanya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong sebab
tempat terutangnya pajak bagi orang pribadi A adalah di Cibinong. Sebaliknya, apabila
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dilakukan oleh orang pribadi
A hanya di tempat tinggalnya saja, orang pribadi A hanya wajib mendaftarkan diri di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor. Namun, apabila baik di tempat tinggal maupun
di tempat kegiatan usahanya orang pribadi A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak, orang pribadi A wajib mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bogor dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong karena tempat
terutangnya pajak berada di Bogor dan Cibinong.
Berbeda dengan orang pribadi, Pengusaha Kena Pajak badan wajib mendaftarkan diri
baik di tempat kedudukan maupun di tempat kegiatan usaha karena bagi Pengusaha
Kena Pajak badan di kedua tempat tersebut dianggap melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

3
5
MODUL PPN DAN PPnBM

Contoh 2:
PT A mempunyai 3 (tiga) tempat kegiatan usaha, yaitu di kota Bengkulu, Bintuhan, dan
Manna yang ketiganya berada di bawah pelayanan 1 (satu) kantor pelayanan pajak,
yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu. Ketiga tempat kegiatan usaha tersebut
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan melakukan
administrasi penjualan dan administrasi keuangan sehingga PT A terutang pajak di
ketiga tempat atau kota itu. Dalam keadaan demikian, PT A wajib memilih salah satu
tempat kegiatan usaha untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, misalnya tempat kegiatan usaha di Bengkulu. PT A yang
bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini bertanggung jawab untuk melaporkan seluruh
kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha perusahaan tersebut.
Dalam hal PT A menghendaki tempat kegiatan usaha di Bengkulu dan Bintuhan
ditetapkan sebagai tempat pajak terutang untuk seluruh kegiatan usahanya, PT A wajib
memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bengkulu.
Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak
dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan
dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e terutang pajak di
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.

C. Pemusatan PPN Terutang


Pemusatan PPN Terutang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak11 dengan
penjelasan sbb:
Tata cara pengajuan tempat pemusatan PPN terutang adalah:
PKP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJP yang
membawahi KPP yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan PPN Terutang
dengan tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-
tempat PPN terutang yang akan dipusatkan.
Pemberitahuan kepada Kepala Kanwil DJP tersebut minimal memuat:
nama, alamat, dan NPWP tempat terpilih sebagai pemusatan PPN Terutang (tidak
harus/ tidak selalu tempat pemusatan di kantor pusat yang ber-NPWP 000);
nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang akan dipusatkan;

PER-19/PJ/2010 tentang penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat PPN terutang

3
6
MODUL PPN DAN PPnBM

dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan dipusatkan pada


tempat terpilih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.
Kepala Kanwil DJP menerbitkan SK Persetujuan atau SK Penolakan paling lama 14
hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari PKP. Dalam hal ditolak, maka PKP
dapat menyampaikan pemberitahuan kembali dengan melengkapi syarat yang
diperlukan.
SK Persetujuan berlaku selama lima tahun dan dimulai pada masa pajak berikutnya
setelah tanggal SK.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak telah mendapatkan persetujuan pemusatan
tempat PPN terutang, PKP dapat memilih tempat PPN terutang yang lain sebagai
Tempat Pemusatan PPN Terutang yang baru dengan syarat masa berlaku
pemusatan di tempat lama sudah berjalan minimal 2 tahun, kecuali bagi PKP dengan
tempat pemusatan awal yang secara permanen tidak ada lagi aktivitas usaha (jangka
waktu minimal 2 tahun tidak berlaku baginya)

Tata cara pencabutan tempat pemusatan PPN terutang adalah:


PKP menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP tembusan
Kepala KPP masing-masing tempat kedudukan;
Disampaikan paling lambat 2 bulan sebelum masa yang diinginkan untuk tidak lagi
pemusatan.
Kepala Kanwil DJP menerbitkan SK Pencabutan paling lama 5 hari kerja sejak
diterimanya pemberitahuan dari PKP.

Tata cara perpanjangan tempat pemusatan PPN terutang adalah:


PKP menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala Kanwil DJP;
Paling lambat disampaikan 2 bulan sebelum jangka waktu pemusatan berakhir.
Apabila tidak terpenuhi, maka PKP dianggap tidak memperpanjang jangka waktu
pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang. Namun PKP dapat menyampaikan
pemberitahuan pemusatan kembali dalam jangka waktu 2 tahun sejak SK
persetujuan pemusatan berakhir.
Kepala Kanwil DJP menerbitkan SK Persetujuan yang baru paling lambat 14 hari
kerja sejak diterimanya pemberitahuan.
SK Persetujuan yang baru berlaku selama lima tahun dan dimulai pada masa pajak
berikutnya setelah tanggal SK.

3
7
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB V

CARA MENGHITUNG PAJAK, TARIF, DAN DASAR PENGENAAN PAJAK

A. Cara Menghitung Pajak


Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
PPN Terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

B. Tarif PPN

1. Tarif PPN
Diatur dalam Pasal 7 UU PPN 1984, antara lain:
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
Tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15%
(lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor,
atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan
harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Semua biaya sebagaimana dimaksud
termasuk biaya asuransi, biaya pengangkutan, biaya pengiriman, biaya pemeliharaan,
biaya garansi, dan biaya lain yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan BKP tersebut.

2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang

3
8
MODUL PPN DAN PPnBM

dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya
dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima
manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Semua biaya sebagaimana
termasuk biaya asuransi, biaya pengangkutan, biaya pengiriman, biaya pemeliharaan, biaya
garansi, dan biaya lain yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan, Ekspor, pemanfaatan JKP/BKP tidak berwujud tersebut.

3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perUndang-Undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dipungut.

Nilai Impor = Cost, Insurance, and Freight (CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan

4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain
Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak.
Ketentuan mengenai nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan12 ditetapkan sebagai berikut:
Pemakaian sendiri/pemberian Cuma-Cuma, DPP adalah harga jual/penggantian
dikurangi laba kotor;
Penyerahan film cerita, DPP adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
Penyerahan produk hasil tembakau, DPP adalah harga jual eceran;
BKP persediaan dan/atau aktiva yang menurut semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran, DPP adalah harga pasar wajar;
Penyerahan BKP/JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
BKP/JKP antar cabang, DPP adalah Harga Pokok penjualan atau harga eceran;
Penyerahan BKP kepada pedagang Perantara, DPP adalah harga yang disepakati
antara pedagang perantara dengan pembeli;
Penyerahan BKP melalui juru lelang, DPP adalah harga lelang;

PMK- 75/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 sebagaima telah diubah terahir dengan PMK-121/PMK.03/2015
(berlaku sejak 1 Juli 2015) tentang NIlai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

3
9
MODUL PPN DAN PPnBM

Jasa pengiriman paket, DPP adalah 10% dari tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih; dan
Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa
penyerahan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana
akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas
penyerahan jasa perantara penjualan, adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan
jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges)
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih

Pajak Masukan sehubungan dengan:


penyerahan jasa pengiriman paket yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket;
penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa
penjualan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana
akomodasi, yang tidak didasari oleh perjanjian jasa perantara penjualan yang dilakukan
oleh pengusaha jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata; dan
penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa
pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) yang
dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi,
Tidak dapat dikreditkan karena dalam PPN yang dibayar telah diperhitungkan dengan Pajak
Masukan atas perolehan BKP/JKP tersebut.

DPP Nilai Lain Jasa Tenaga Kerja


Apabila jasa tenaga kerja tidak memenuhi ketentuan yang tidak terutang PPN (Pasal 4 A
PPN 1984), dan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan 13, maka
akan dikenakan PPN dengan DPP Nilai lain dalam hal tagihan atas penyerahan jasa
penyediaan tenaga kerja dirinci dalam Faktur Pajak dengan memisahkan antara tagihan
atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja yang diterima oleh pengusaha jasa dan
imbalan yang diterima oleh tenaga kerja.
Nilai lain adalah seluruh tagihan yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa
atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada pengguna jasa, tidak termasuk imbalan
yang diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya.

DPP Nilai Lain Film Cerita Impor

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 83/PMK.03/2012 tentang kriteria dan/atau rincian jasa tenaga kerja yang tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2012

4
0
MODUL PPN DAN PPnBM

DPP Nilai Lain Film Cerita Impor14, sebagai berikut:


Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
berupa Film Cerita Impor, DPP Sebesar Rp12.000.000,00 per copy Film Cerita Impor
Penyerahan Film Cerita Impor oleh Importir kepada Pengusaha Bioskop, DPP Sebesar
Rp12.000.000,00 per copy Film Cerita Impor, dimana dipungut pada saat pertama kali
masing-masing copy Film Cerita Impor tersebut diserahkan kepada Pengusaha Bioskop.

D. Dasar Pengenaan Pajak dalam hal terdapat hubungan istimewa


Dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka
Harga Jual atau Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan
BKP atau JKP itu dilakukan.

E. Hubungan Istimewa
Dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka
Harga Jual atau Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan.
Hubungan istimewa dianggap ada apabila:
Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% (dua
puluh lima persen) atau lebih kepada Pengusaha lain, atau hubungan antara
Pengusaha dengan penyertaan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih pada dua
Pengusaha atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih
yang disebut terakhir;
Contoh:
Kalau PT. A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. B, pemilikan saham
oleh PT. A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT. B tersebut
mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT. C, maka PT. A sebagai pemegang
saham PT. B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT. C sebesar
25% (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT. A, PT. B dan PT. C
dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT. A juga memiliki 25% (dua puluh
lima persen) saham PT. D, maka antara PT. B, PT. C dan PT. D dianggap terdapat
hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti tersebut diatas juga dapat terjadi
antara orang pribadi dan badan.
Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di
bawah penguasaan Pengusaha yang sama baik langsung maupun tidak langsung;

14
PMK-102/PMK.03/2011 yang berlaku sejak 1 Juli 2012 dan SE-79/PJ/2011 mengatur DPP Nilai lain atas
penyerahan film cerita impor

4
1
MODUL PPN DAN PPnBM

Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat.
Hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah
ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
ke samping satu derajat adalah kakak dan adik. Keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan
keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar.
Apabila antara suami isteri mempunyai perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,
maka hubungan antara suami isteri tersebut termasuk dalam pengertian hubungan
istimewa menurut Undang-Undang ini.

Perhitungan PPN atas Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma BKP dan
/atau JKP
Pemakaian Sendiri
Dalam rangka memberikan kemudahan administrasi bagi PKP, dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 dimana dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini
mengatur bahwa atas pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif yang
terutang PPN tidak perlu dilakukan pemungutan PPN dan tidak perlu menerbitan Faktur
Pajak. Sebaliknya, untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan konsumtif,
PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan, berikut akan dibahas pengenaan PPN atas pemakaian
sendiri BKP dan/atau JKP.
Pemakaian sendiri BKP dan/ atau JKP meliputi pemakaian sendiri untuk:
tujuan produktif; atau
tujuan konsumtif.

Pemakaian sendiri BKP adalah pemakaian BKP untuk kepentingan pengusaha


sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan
produksi sendiri. Pemakaian sendiri JKP adalah pemakaian JKP untuk kepentingan
pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya.

Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Produktif


Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif adalah pemakaian BKP
dan/atau JKP yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya atau untuk
kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang
bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Contoh Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif yang nyata-
nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya :

4
2
MODUL PPN DAN PPnBM

Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti
sawit sebagai bahan pembakaran boiler dalam proses pabrikasi.
Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa kayu lapis
(plywood) untuk membungkus kayu lapis (plywood) yang akan dipasarkan agar
tidak rusak.
Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya untuk
melakukan penyerahan jasa provider intemet kepada konsumennya.
Perkebunan kelapa sawit yang memiliki pabrik minyak kelapa sawit menggunakan
Tandan Buah Segar (TBS) hasil perkebunannya untuk bahan baku industrinya.

Contoh Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif untuk kegiatan yang
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang
bersangkutan :
Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk kegiatan
usaha mengangkut suku cadang.
Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti
sawit sebagai pengeras jalan di lingkungan pabrik.
Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya untuk kegiatan
operasional perusahaan dalam berkomunikasi dengan mitra bisnisnya.
Pabrik Ban mobil menggunakan Ban hasil produksinya untuk kendaraan
operasionalnya.

Ketentuan Perpajakan Terkait Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Produktif.


Ketentuan ini diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012
sebagai berikut:
Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan
PPN atau PPnBM, kecuali pemakaian sendiri yang digunakan untuk melakukan
penyerahan yang:
tidak terutang PPN; atau
mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan produktif yang digunakan
untuk melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN atau mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan PPN ini tetap dilakukan pemungutan PPN.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā
KP wajib membuat FP

4
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Contoh pemakaian sendiri untuk tujuan produktif yang terhadapnya dilakukan


pemungutan PPN dan yang tidak dilakukan pemungutan PPN.
Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri untuk:
truk yang digunakan untuk pengangkutan ban produksinya;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā
tas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif ini tidak dilakukan pemungutan
PPN.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā
emudahan administrasi tersebut diberikan karena PPN yang dipungut oleh PKP
atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan.
kendaraan angkutan umumnya.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
tas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif ini tetap dipungut PPN (perhitungan
sama dengan PPN untuk tujuan konsumtif), karena digunakan untuk penyerahan
jasa angkutan umum yang merupakan penyerahan yang tidak terutang PPN.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā
erlakuan ini diberikan karena PPN yang dipungut oleh PKP atas pemakaian
sendiri merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Konsumtif


Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan konsumtif adalah pemakaian BKP
dan/atau JKP yang tidak ada kaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya atau untuk
kegiatan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha
yang bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan
manajemen.
Contoh Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP untuk tujuan konsumtif :
Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi karyawan
atau para tamu.
Pabrikan sepatu dalam rangka promosi membeli topi dengan logo merek sepatu pabrik
tersebut dan sebagian dibagikan kepada karyawannya.
Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya telepon selular
kepada para direksinya.

Ketentuan Perpajakan Terkait Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Konsumtif


Atas Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Konsumtif terutang PPN dan harus diterbitkan
faktur pajak dengan identitas pembeli yang sama dengan identitas penjual.
1) Dasar Pengenaan Pajak dan Kode Faktur Pajak
DPP yang digunakan adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba
kotor dan Faktur Pajak dibuat dengan kode “04” yang akan dibahas lebih lanjut
dalam pokok bahasan Faktur Pajak (Bab VI).
4
4
MODUL PPN DAN PPnBM

2) Pengkreditan Pajak Masukan


PPN yang dibayar atas perolehan BKP dan/atau JKP dalam rangka pemakaian
sendiri BKP dan/atau JKP tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
3) Pelaporan dalam SPT Masa PPN
Pelaporan dalam SPT Masa PPN atas pemakaian sendiri bersifat konsumtif
dilaporkan di bagian "Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak" sebagai
Pajak Keluaran dan lapor di bagian "Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan”

b. Pemberian Cuma-Cuma
Pemberian cuma-cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa imbalan pembayaran
baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian
contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
Pemberian cuma-cuma baik produksi sendiri atau bukan produksi sendiri terutang
PPN dan harus diterbitkan faktur pajak seperti biasa (identitas pembeli diisi identitas
pihak yang menerima BKP/JKP). PPN ini merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh pihak yang menerima memenuhi syarat pajak masukan yang dapat
dikreditkan (Pasal 9 ayat (8) UU PPN)
Faktur Pajak dibuat dengan kode “04” yang akan dibahas lebih lanjut dalam pokok
bahasan Faktur Pajak (Bab VI).

G. Contoh Perhitungan PPN


a. Pengusaha Kena Pajak A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000,-.
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000,- = Rp2.500.000,-
Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.500.000,- tersebut merupakan Pajak Keluaran
yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak A.
Pengusaha Kena Pajak B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
Penggantian Rp20.000.000,-
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp20.000.000,- = Rp2.000.000,-
Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.000.000,- tersebut merupakan Pajak Keluaran
yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak B.
Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor
Rp15.000.000,-. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai = 10% x Rp15.000.000,- = Rp1.500.000,-.

4
5
MODUL PPN DAN PPnBM

Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan Nilai Ekspor
Rp10.000.000,-. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 0% x Rp10.000.000,- = Rp0,-
. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp0,- tersebut merupakan Pajak Keluaran.
Pengusaha Kena Pajak “A” mengimpor Barang Kena Pajak dengan Nilai Impor
Rp5.000.000,-. Barang Kena Pajak tersebut, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai,
misalnya juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20%. Dengan
demikian, penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang terutang atas impor Barang Kena Pajak tersebut adalah:
- Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,-
Pajak Pertambahan Nilai:
- 10% x Rp5.000.000,- = Rp 500.000,-
Pajak Penjualan atas Barang Mewah :
- 20% x Rp5.000.000,- = Rp 1.000.000,-
PKP “D” menyerahkan BKP secara Cuma-Cuma untuk membantu korban bencana Merapi
di Yogyakarta senilai Rp330.000.000,--, termasuk laba sebesar 10%. Berapa PPN yang
terutang atas peyerahan BKP tersebut?
100
DPP = ----------- x harga jual termasuk laba
100 +% laba
100
= ----------- x Rp330.000.000,-
110
= Rp300.000.000,-
PPN = 10% x Rp300.000.000,-
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
p30.000.000,-
PT Sentosa adalah PKP dengan bidang usaha pemborong bangunan telah selesai
membangun sendiri satu unit gedung seluas 400 m 2 untuk rumah dinas direksi, dengan
biaya Rp183.000.000,- termasuk PPN atas pembelian bahan bangunan Rp13.000.000,-.
Hitung PPN yag terutang atas kegiatan ini?
Jawaban:
DPP = Penggantian
PPN = 10% x (Rp183.000.000,- Rp13.000.000,-)
10% x Rp170.000.000,-
Rp17.000.000,-

4
6
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB VI

FAKTUR PAJAK DAN NOTA RETUR

A. Pengertian Faktur Pajak

Dalam Pasal 1 angka 23 UU PPN 1984 mendefinisikan Faktur Pajak adalah


“Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak”

1. Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak


a. Kewajiban dan Larangan Membuat Faktur Pajak serta Sanksi.
Kewajiban membuat Faktur Pajak.
Dalam Pasal 13 ayat (1) UU PPN 1984, menentukan:
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
penyerahan Barang Kena Pajak;
penyerahan Jasa Kena Pajak;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
Larangan membuat Faktur Pajak dan Sanksi.
Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dilarang membuat Faktur Pajak.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 39A UU KUP “Setiap orang yang dengan sengaja :

menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti


pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya;atau
menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6
(enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak,
bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan
paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

Bagi PKP apabila tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara
lengkap, dan melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur
Pajak akan dikenai sanksi administrasi sebesar 2% x Dasar pengenaan Pajak. Ketentuan
ini diatur dalam UU KUP Pasal 14 ayat (1) huruf d, e, dan f serta ayat (2) berikut ini:
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;

4
7
MODUL PPN DAN PPnBM

pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
dentitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
dentitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
engusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak;

Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang
terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari
Dasar Pengenaan Pajak.

Penerapan Sanksi kepada Pengusaha Kena Pajak dalam ketentuan PPN 15, diatur
sebagai berikut:
Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4)
Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal :
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi
secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau
Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); dan/atau
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enerbitkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal
Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak; atau
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak, dan nama dan tandatangan yang berhak
menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.

Saat Pembuatan Faktur Pajak.


Diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU PPN 1984, Faktur Pajak harus dibuat pada:

saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 17 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-24/PJ./2012 dan peraturan perubahannya

4
8
MODUL PPN DAN PPnBM

Dalam pasal 13 UU PPN dan peraturan pelaksana UU PPN 1984 16, Faktur Pajak
harus dibuat pada :
Saat penyerahan BKP dan/atau JKP;
Saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;
Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan;
Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara pemerintah
sebagai pemungut PPN; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

c. Saat Pembuatan Faktur Pajak Gabungan


Dalam Pasal 13 ayat (2) dan (2a) UU PPN 1984, diatur sebagai berikut:
Ayat (2)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena
Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan
kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama
1 (satu) bulan kalender.

Ayat (2a)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir
bulan penyerahan.

Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP
dan/atau JKP.
Contoh
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
pengusaha B pada tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Juli 2010, tetapi
sampai dengan tanggal 31 Juli 2010 sama sekali belum ada pembayaran atas
penyerahan tersebut, Pengusaha Kena Pajak A diperkenankan membuat 1 (satu)
Faktur Pajak gabungan yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan pada bulan
Juli, yaitu paling lama tanggal 31 Juli 2010.
Pengusaha Kena Pajak A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada
pengusaha B pada tanggal 2, 7, 9, 10, 12, 20, 26, 28, 29, dan 30 September 2010.
Pada tanggal 28 September 2010 terdapat pembayaran oleh pengusaha B atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 151/PMK.03/2013 tanggal 11 November 2013 tentang Tentang Tata Cara
Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014 tentang Bentuk,
Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan
atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.

4
9
MODUL PPN DAN PPnBM

penyerahan tanggal 2 September 2010. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak A


menerbitkan Faktur Pajak gabungan, Faktur Pajak gabungan dibuat pada tanggal 30
September 2010 yang meliputi seluruh penyerahan yang terjadi pada bulan
September.

d. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak


1) Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit , yaitu :
2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
a. 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak.
Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara keseluruhan menjadi
sebagai berikut:

0 0 0 . 0 0 0 - 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0

Kode Transaksi
Nomor Seri Faktur Pajak
Kode Status

Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak harus lengkap sesuai dengan
banyaknya digit.
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur
Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari nomor seri 900-
13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 01 April 2013. Untuk tahun 2014
akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 demikian dan seterusnya.

Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak berikut artinya:
010.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh
PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP, Faktur Pajak normal (bukan Faktur Pajak
Pengganti), dengan nomor seri 010.900-13.00000001 sesuai
dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal Pajak.
011.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh
PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP dengan status Faktur Pajak pengganti. Faktur
Pajak pengganti diterbitkan dengan nomor seri 010.900-
13.00000001 sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti.

5
0
MODUL PPN DAN PPnBM

Tata Cara mendapatkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak


Untuk mendapatkan nomor seri Faktur Pajak, PKP melakukan langkah-Iangkah sebagai
berikut17:
Mengajukan surat permohonan kode aktivasi dan password secara tertulis ke KPP
tempat PKP terdaftar.
Surat pemberitahuan kode aktivasi akan dikirimkan lewat pos ke alamat PKP,
sedangkan password akan dikirimkan lewat alamat surat elektronik (e-mail).
Terkait dengan alamat PKP, pastikan alamat tidak ada perbedaan antara alamat
yang tercantum dalam Surat Pengukuhan PKP dengan alamat sebebarnya, jika
terdapat perbedaan segera lakukan perubahan atau update alamat ke KPP
tempat terdaftar. Serta PKP harus memiliki e-mail yang akan digunakan untuk
korespodensi secara elektornik.
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau
surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima.
Mengajukan surat permintaan nomor seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP terdaftar.

Tata Cara Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak

Pengusaha Kena Pajak


PETUGAS KHUSUS

Surat Permintaan Nomor Input Kode


Seri
Aktivasi dan
Password
Cetak Ulang
secara mandiri
Pemberitahuan Nomor oleh PKP
Seri

Menu Data base


kepatuhan 3
Permintaan masa pajak
Nomor Seri terakhir

Cetak Ulang
Surat Pemberian
Surat
Nomor Seri Faktur
Pemberitahuan
Pajak

Sumber: Bahan Sosialisasi Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password DJP

Selanjutnya PKP akan mendapatkan surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak untuk
digunakan dalam penomoran Faktur Pajak
Syarat PKP mendapatkan nomor seri Faktur Pajak oleh KPP adalah:
telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; dan

Diatur dalam Suret Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ/2012 tanggal 22 November 2012
tentang Tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi Dan Password Serta Permintaan, Pengembalian
Dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak

5
1
MODUL PPN DAN PPnBM

telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah
jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke
Kantor Pelayanan Pajak.
Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak kepada PKP oleh DJP dengan ketentuan sebagai
berikut:
Perhitungannya by system
Nomor Seri yang dapat diberikan paling banyak:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
5 Nomor Seri untuk PKP baru atau PKP yang melaporkan SPTnya secara
manual/hardcopy; atau
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
20% dari jumlah Faktur Pajak yang diterbitkan PKP selama 3 bulan berturut-
turut yang telah jatuh tempo pada saat pengajuan permintaan untuk PKP
yang melaporkan SPTnya secara elektronik pada masa sebelumnya.
Dalam hal yang diminta PKP lebih dari dari formula/ketentuan maka PKP akan
menerima sejumlah yang diminta

Jumlah Nomor Seri yang dapat Diberikan


Jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang dapat
diberikan kepada PKP oleh DJP

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
4 April
Sudah lapor SPT Masa PPN bulan
Desember, Januari, dan Februari
18 Sep
100 150 250 Sudah lapor SPT Masa PPN
Maksimal diberi = 120% X (100+150+250) bulan Mei, Juni, dan Juli
= 600 .
55 25 0
• Yang diminta >600: diberikan 600 nomor
Maksimal diberi = 120% X (55+25+0)
• Yang diminta <600: diberikan sebesar
= 96.
diminta
• Yang diminta >96: diberikan 96 nomor
• Yang diminta <96: diberikan sebesar
diminta

Sumber: Bahan Sosialisasi Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password DJP

Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak a.


Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak.
Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya
dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
52
MODUL PPN DAN PPnBM

02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara
Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.

03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya
(selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN
Lainnya (selain Bendahara Pemerintah)
Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan
Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN,
termasuk perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di
dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut
PPN
04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain
yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP.
05 Kode ini tidak digunakan.
06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16E Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan
pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain:
Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%.
Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha
Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh
importir hasil tembakau dengan mengacu pada ketentuan yang diatur
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 62/KMK.03/2002 tentang
Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan
Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau
Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis
asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait dengan penerbitan
Faktur Pajak Khusus.
07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak
Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).

53
MODUL PPN DAN PPnBM

Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut
atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku,
antara lain:
Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak
Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai
Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha
Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan
Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung
Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di Dalam Negeri.
Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan
Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta
Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai
dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan
Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas.
Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran
Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan
dari pengenaan PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari
pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain:

54
MODUL PPN DAN PPnBM

Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
etentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
etentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
etentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.
09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yang melakukan penyerahan BKP

Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak.

Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut:


Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
(nol) untuk status normal;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
(satu) untuk status penggantian.
Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode
Status yang digunakan Kode Status '1

Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak.

Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan
oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai
permintaan PKP.
Contoh:
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang
diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
00.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
00.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
00.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang
sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur
Pajak.

Pengadaan Formulir Faktur Pajak


a) Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

55
MODUL PPN DAN PPnBM

Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-
masing sebagai berikut :
Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak.
Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak.
Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari 2 (dua) rangkap, maka harus dinyatakan secara
jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.

Keterangan yang Harus Dicantumkan pada Faktur Pajak


Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang paling sedikit mencantumkan18:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
lamat harus diisi sesuai dengan alamat yang sebenarnya atau
sesungguhnya.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
lamat harus diisi sesuai dengan alamat yang sebenarnya atau
sesungguhnya.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
enis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
enis barang atau jasa harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau
sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKPyang diserahkan.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
PN yang dipungut;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
PnBM yang dipungut;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
ama yang berhak menandatangani Faktur Pajak ini harus diisi sesuai dengan
kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi,
atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak
selain keterangan tersebut.
Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh
PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya.
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak
ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk
menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur yang berlaku.

Pasal 13 (5) UU PPN 1984) dan Pasal 5 PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d. PER-17/PJ/2014

5
6
MODUL PPN DAN PPnBM

Penandatanganan Faktur Pajak

Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak harus diisi sesuai dengan kartu
identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor,
yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai
yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya,
dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur
Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai
tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak.

PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk


menandatangani Faktur Pajak.
Dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur
Pajak, maka PKP wajib menyampaikan; pemberitahuan secara tertulis atas
perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir
bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani
Faktur Pajak.

Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang,
maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum
pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah
pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.

Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP
sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Faktur Pajak Tidak Lengkap


Sejak tanggal 01 April 2013 istilah Faktur Pajak cacat diganti dengan Faktur Pajak
tidak lengkap. Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak
mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya
atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan
prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Faktur Pajak tidak lengkap dapat disebabkan antara lain:
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda
atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak

5
7
MODUL PPN DAN PPnBM

yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut
termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan.
PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai terutang dilakukan atas:
nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak
disertai dengan contoh tandatangannya, dimaka PKP wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak
menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya, dengan
melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur
Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan
pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak.
perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak, dimana
dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani
Faktur Pajak, maka PKP wajib menyampaikan; pemberitahuan secara tertulis
atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat
pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai
menandatangani Faktur Pajak.
maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya
pemberitahuan
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka
waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak
menerbitkan Faktur Pajak dan Faktur Pajak ini bagi pembeli merupakan Faktur Pajak
tidak lengkap dan tidak dapat dikreditkan.

Faktur Penjualan yang Dipersamakan sebagai Faktur Pajak


Diatur dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-84/PMK.03/2013
dan peraturan perubahan dan pelaksananya, sebagai berikut:
“Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur
Pajak (huruf e di atas) dan pengisiannya sesuai dengan tata cara pengisian keterangan
pada Faktur Pajak ebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak,
dipersamakan dengan Faktur Pajak.”

5
8
MODUL PPN DAN PPnBM

Ketentuan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak 19

PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak
ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak
yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut
termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak tertentu
dilaporkan ke KPP tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan SPT Masa PPN Masa
Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan dengan menggunakan formulir
Lampiran IVF.
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak
sesuai dengan ketentuan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur
Pajak Tidak Lengkap20.
Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak digunakan
untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang tertera
pada Nomor Seri Faktur Pajak
tersebut.21 Contoh:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
KP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10
November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
KP A menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut di atas untuk pembuatan
Faktur Pajak tertanggal 1 November 2014.
Maka Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP A telah mencantumkan keterangan berupa
tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya.
Tanggal pembuatan Faktur Pajak yang sebenarnya atau sesungguhnya dengan
menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut baru dapat dilakukan oleh PKP A
paling cepat tanggal 10 November 2014. Dengan demikian, Faktur Pajak yang telah
dibuat oleh PKP A dengan tanggal 1 November 2014 tersebut merupakan Faktur
Pajak Tidak Lengkap.
Atas Pembuatan FP Tidak Lengkap ini, PKP dapat melakukan tindakan sebagai
berikut:
Terhadap Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut dilakukan pembatalan Faktur
Pajak;

Pasal 10 ayat (1) PER-24/PJ/2012 dan Perubahannya dan SE-26/PJ/2015


Pasal 12 PER-24/PJ/2012
Huruf E SE-26/PJ/2015
5
9
MODUL PPN DAN PPnBM

Dibuat Faktur Pajak baru dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang
sama dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap yang telah dibatalkan tersebut;
Tanggal Faktur Pajak yang baru dibuat tersebut tidak boleh mendahului
(sebelum) tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yang bersangkutan.

PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10


November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
PKP A membuat Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Seri 010.004-
14.00000001 dengan tanggal Faktur Pajak 1 November 2014.
Hal-hal yang dapat dilakukan oleh PKP A adalah:
Faktur Pajak tanggal 1 November 2014 dengan Nomor Seri 010.004-
14.00000001 dibatalkan.
PKP A membuat Faktur Pajak yang baru dengan Nomor Seri Faktur Pajak
yang sama yaitu 010.004-14.00000001 dengan tanggal Faktur Pajak tanggal
10 November 2014 atau tanggal setelahnya dalam tahun 2014.
Pembatalan dan pembuatan Faktur Pajak tersebut dapat dilakukan sepanjang
SPT Masa PPN dimana Faktur Pajak tersebut dilaporkan belum dilakukan
pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat
terbuka, dan/atau PKP belum menerima SPT Hasil Verifikasi.
Efek Hukum atas pembatalan dan pembuatan FP baru tersebut :
Dalam hal Faktur Pajak yang dibuat PKP ternyata diketahui bahwa saat
seharusnya Faktur Pajak tersebut dibuat adalah pada tanggal 1 November
2014, maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang dibuat tidak
tepat waktu oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha
Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak
selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Dalam hal Faktur Pajak yang tidak tepat waktu dibuat setelah melewati
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, PKP
dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
Bagi pembeli, Faktur Pajak ini tidak dapat dikreditkan.

6
0
MODUL PPN DAN PPnBM

j. Contoh Faktur Pajak.

2. Tata Cara Penggantian/Pembetulan/Pembatalan Faktur Pajak


Tata cara penggantian Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau
salah dalam penulisan.
Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau

6
1
MODUL PPN DAN PPnBM

pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak
yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.
Pembetulan Faktur Pajak salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak
diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain,
selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti.
Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan
peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur
Pajak.
Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud di atas, diisi berdasarkan keterangan
yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak yang rusak, salah dalam
penulisan atau salah dalam pengisian tersebut.
Pada Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud, dibubuhkan cap yang mencantumkan
Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti tersebut. Pengusaha Kena
Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kode dan Nomor Seri serta
tanggal Faktur Pajak yang diganti dapat diisi dengan cara manual.

Faktur Pajak yang diganti :


Kode dan Nomor Seri : .............................................
Tanggal : ........................

Penerbitan Faktur Pajak Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk


membetulkan Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya
kesalahan pembuatan Faktur Pajak tersebut.
Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa
Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dilakukan
penggantian, dengan mencantumkan nilai dan/atau keterangan yang sebenarnya
atau sesungguhnya setelah penggantian;
Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada Surat Pemberitahuan Masa PPN dimaksud,
harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada kolom
yang telah ditentukan.

b. Tata cara penggantian Faktur Pajak yang hilang.


Pengusaha Kena Pajak Penjual atau Pemberi JKP.
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan
permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan
kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.

6
2
MODUL PPN DAN PPnBM

Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak
membuat copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak
tempat Pengusaha Kena Pajak pemberi atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
embar ke-1: diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
embar ke-2:arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip
Faktur Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa PPN dari Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak tersebut.
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut
sudah dilaporkan sebagai Pajak Keluaran.

Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Penerima JKP


Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat mengajukan
permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dengan tembusan
kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di
tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa
Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat
copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy
dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
Lembar ke-1: diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak.
Lembar ke-2: arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
6
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur
Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa PPN dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak tersebut.
Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa
Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa
PPN dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk
meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan
sebagai Pajak Masukan.

Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.


Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur
Pajak tersebut harus dibatalkan.
Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan
bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau
dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha
Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan
surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang
dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, maka Pengusaha Kena Pajak
Penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa
PPN dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak PPN sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka Pengusaha
Kena Pajak Penjual harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa
Pajak yang bersangkutan, dengan cara tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan
tersebut dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak yang
dibatalkan tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai
Faktur Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan
pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan, dengan

6
4
MODUL PPN DAN PPnBM

cara tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan
nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

Ketentuan Peralihan Terkait Pembuatan Faktur Pajak


Sebelum 01 Juli 2014
Faktur Pajak dibuat secara hardcopy dengan tata cara pembuatan dan
pembetulan atau penggantian FP sebagaimana diatur dalam PMK-84/PMK.03/2012
dan peraturan pelaksanaanya sebagaimana penulis telah jelaskan dalam pokok
bahasan ini.
2) Sejak 01 Juli 2014
Dengan dikeluarkan peraturan perubahan PMK-84/PMK.03/2012 tentang tata
cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak yaitu
PMK-151/PMK.03/2013 dan peraturan pelaksananya 22 maka Faktur Pajak berbentuk
elektronik dan hardcopy. Faktur Pajak elektornik adalah Faktur Pajak yang dibuat
secara elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara
pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan BKP
dan/atau penyerahan JKP dan Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) adalah
Faktur Pajak yang dibuat tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak untuk setiap penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau penyerahan
dan/atau ekspor JKP. Lebih lanjut akan dijelaskan dalam bab tersendiri.

B. Dokumen-Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur


Pajak
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak 23, antara lain:
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan
invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk
penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur
Pajak Berbentuk Elektronik dan PER-17/PJ/2014 tentang perubahan atas PER-24/PJ/2012 tentang bentuk, ukuran,
prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian keterangan, pembetulan atau penggantian, dan
pembatalan FP
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 10/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-33/PJ/2014 tentang dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
dengan Faktur Pajak.

6
5
MODUL PPN DAN PPnBM

Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan
Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk
ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa
nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa
nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak;
Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean.
Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Perusahaan Air Minum:
Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara
efek; dan
Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan
Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang
disertai dengan Risalah Lelang

Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud angka 1 s.d. angka 8, dan angka 11 s.d 13,
paling sedikit harus memuat :
Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
Jumlah satuan barang apabila ada;
Dasar Pengenaan Pajak; dan
Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

PPN yang terdapat dalam dokumen tertentu tersebut merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan sepanjang :
Memenuhi ketentuan sebagai dokumen yang dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak
(memenuhi persyaratan formal yaitu diisi lengkap, jelas, dan benar); dan
Mencantumkan NPWP dan nama pembeli BKP atau penerima JKP atau pihak yang
melakukan impor BKP, atau pihak yang memanfaatkan JKP dan/atau BKP tidak berwujud.

6
6
MODUL PPN DAN PPnBM

NOTA RETUR
Ketentuan mengenai nota retur dalam UU PPN 1984 diatur dalam Pasal 5A ayat (1) dan
dengan bunyi sebagai berikut:
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat
dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya
pengembalian Barang Kena Pajak tersebut.
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dibatalkan, baik
seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang dalam Masa Pajak terjadinya pembatalan tersebut.
Sebagai ketentuan pelaksana dari pasal 5A UU PPN 1984 diterbitkan Peraturan Menteri
Keuangan24 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang
Dikembalikan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang Dibatalkan, Nota
Retur dibuat dalam hal terjadi:

Pengembalian atas penyerahan BKP baik seluruhnya atau sebagian.


Pengembalian Barang Kena Pajak dianggap tidak terjadi dalam hal Barang Kena
Pajak yang dikembalikan diganti dengan Barang Kena Pajak yang sama, baik dalam
jumlah fisik, jenis maupun harganya

2) Pembatalan atas penyerahan JKP baik seluruhnya atau sebagian.


Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tata cara Pengambalian BKP dan/atau Pembatalan JKP


Pengembalian BKP
Pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur yang disampaikan kepada
PKP penjual.
Nota retur paling sedikit harus mencantumkan:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
omor urut nota retur;

Peraturan Menteri Keuagan Nomor: 65/PMK.03/2010 tanggal 18 Maret 2010 tentang Tata Cara
Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah atas Barang Kena Pajak yang Dikembalikan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa
Kena Pajak yang Dibatalkan sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
596/KMK.04/1994 tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak yang Dikembalikan.

6
7
MODUL PPN DAN PPnBM

Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
omor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ana, alamat, dan NPWP pembeli;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, NPWP PKP penjual
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enis barang, jumlah harga jual BKP yang dikembalikan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
PN atas BKP yang dikembalikan, atau PPN dan PPnBM atas BKP yang
tergolong mewah dikembalikan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
anggal pembuatan nota retur;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota retur.
Nota retur harus dibuat pada saat BKP dikembalikan.
Bentuk dan ukuran nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi pembeli.
Nota retur dibuat paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) yaitu
• Lembar ke-1 : untuk PKP penjual
• Lembar ke-2 : untuk arsip pembeli BKP
Dalam hal pembeli bukan PKP, nota retur dibuat paling sedikit dalam rangkap 3
(tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke KPP tempat pembeli terdaftar.
Pengembalian BKP dianggap tidak terjadi dalam hal:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud
di poin 2);
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ota retur tidak dibuat pada saat BKP tersebut dikembalikan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā

ota retur tidak disampaikan ke KPP pembeli dalam hal pembali bukan PKP b.

Pembatalan Penyerahan JKP.

Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota pembatalan yang disampaikan


kepada PKP pemberi JKP.
Nota pembatalan paling sedikit harus mencantumkan:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
omor nota pembatalan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
omor, kode seri, dan tanggal Faktur Pajak dari JKP yang dibatalkan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ana, alamat, dan NPWP penerima jasa;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, NPWP PKP pemberi JKP;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enis jasa dan jumlah penggantian JKP yang dibatalkan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
PN atas JKP yang dibatalkan;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
anggal pembuatan nota pembatalan; dan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota pembatalan.
Nota pembatalan harus dibuat pada saat JKP dibatalkan.
Bentuk dan ukuran nota pembatalan dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi
penerima jasa.
Nota pembatalan dibuat paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) yaitu

6
8
MODUL PPN DAN PPnBM

Lembar ke-1 : untuk PKP pemberi JKP


Lembar ke-2 : untuk arsip penerima JKP.
Dalam hal penerima jasa bukan PKP, nota pembatalan dibuat paling sedikit dalam
rangkap 3 (tiga), dan lembar ke-3 harus disampaikan ke KPP tempat penerima jasa
terdaftar.
Pembatalan JKP dianggap tidak terjadi dalam hal:
Nota pembatalan tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana
dimaksud di poin 2);
Nota pembatalan tidak dibuat pada saat JKP dibatalkan;
Nota pembatalan tidak disampaikan ke KPP penerima jasa dalam hal penerima
jasa bukan PKP.

2. Fungsi Nota Retur dan Nota Pembatalan


Nota Retur
Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh
Pembeli, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi
Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha
Kena Pajak Penjual dan mengurangi:

Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas
Barang Kena Pajak yang dikembalikan telah dikreditkan;

biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dalam hal pajak atas Barang
Kena Pajak yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai
biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
biaya atau harta bagi Pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah atas Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai
biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut
Nota Pembatalan
Dalam hal Jasa Kena Pajak yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun
seluruhnya oleh Penerima Jasa, Pajak Pertambahan Nilai dari Jasa Kena Pajak yang
dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak
Pemberi Jasa Kena Pajak dan mengurangi:

Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak Masukan
atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan telah dikreditkan;

6
9
MODUL PPN DAN PPnBM

biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa, dalam hal Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan
telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut; atau

biaya atau harta bagi Penerima Jasa yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal
Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak yang dibatalkan tersebut telah
dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga
perolehan harta tersebut

Contoh Nota Retur dan Nota Pembatalan


a. Nota Retur

b. Nota Pembatalan

70
MODUL PPN DAN PPnBM

D. Faktur Pajak PKP Pedagang Eceran 25


a. Pengertian PKP Pedagang Eceran
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang selanjutnya disebut PKP PE adalah
Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi
dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara
tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli
langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
Termasuk dalam pengertian Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada adalah
Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau
langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir
lainnya;
dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.

Kewajiban membuat Faktur Pajak


PKP PE wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan
Jasa Kena Pajak.

Pembuatan dan jenis Faktur Pajak PKP Pedagang Eceran


Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus
memuat keterangan :
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
enis Barang Kena Pajak yang diserahkan;

PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan Ukuran Formulir Serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak
bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dan Pasal 20 PP Nomor 1 Tahun 2012;

7
1
MODUL PPN DAN PPnBM

jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya
Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai
dengan keterangan sebagaimana dimaksud di atas.
Jenis Faktur Pajak PKP PE berupa:
bon kontan,
faktur penjualan,
segi cash register,
karcis,
kuitansi, atau
tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan kepentingan PKP PE.
Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh PKP PE.
Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf e dapat berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP PE.
Faktur Pajak dibuat paling sedikit dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya
masing-masing sebagai berikut :
- Lembar ke-1 : disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak.

Penerapan Sanksi pembuatan Faktur Pajak bagi PKP PE


Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan
mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat
Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 UU KUP.

72
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB VIA

FAKTUR PAJAK ELEKTRONIK (e-Faktur)

A. Definisi
Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur
Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pemberlakuan e-Faktur dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, dan
keamanan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
khususnya pembuatan Faktur Pajak

Pengusaha Kena Pajak yang Wajib Membuat e-Faktur


PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah PKP yang telah ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Secara bertahap PKP mulai menggunakan e-faktur
berdasarkan penetapan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak dan secara umum e-
faktur mulai diterapkan sebagai berikut:
Per 1 Juli 201526
dengan rincian PKP yang dikukuhkan pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah sebagai
berikut :
Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar;
Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus;
Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat;
Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan;
Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara;
Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat;
Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur;
Kantor Wilayah DJP Banten;
Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I;
Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II;
Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I;
Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II;
Kantor Wilayah DJP DI Yogyakarta;
Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I;

Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena
Pajak Yang Diwajibkan Membuatfaktur Pajak Berbentuk Elektronik

7
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Kantor Wilayah DJP Jawa Tirnur II;


Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III; dan
Kantor Wilayah DJP Bali
diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik mulai tanggal 1 Juli 2015.
Per 1 September 201527
PKP yang pada tanggal 1 September 2015 telah dikukuhkan pada:
KPP Madya Medan;
KPP Madya Pekanbaru;
KPP Madya Palembang;
KPP Madya Balikpapan;
KPP Madya Makassar,
Per 1 Juli
201628 Yaitu :
PKP selain PKP yang ada di Lampiran I dan II KEP-136/PJ/2014, dan
PKP selain PKP yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik selain
yang telah ditetapkan dalam KEP-136/PJ/2014.
PKP yang wajib membuat e-Faktur mulai tanggal PKP dikukuhkan 29 yaitu PKP yang
dikukuhkan setelah tanggal 1 Juli 2016.

Berdasarkan uraian di atas PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur Pajak akan
ditentukan oleh Direklorat Jenderal Pajak dengan tahapan sebagai berikut:
Tahap pertama diberlakukan 1 Juli 2014 untuk PKP tertentu yang dikukuhkan di KPP di
lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta
Khusus, dan KPP Madya di Jakarta.
Tahap kedua diberlakukan 1 Juli 2015 unluk PKP yang dikukuhkan di KPP di Pulau
Jawa dan Bali.
Tahap ketiga diberlakukan 1 Juli 2016 untuk PKP secara keseluruhan.

Sebagai konsekuensi penerapan e-Faktur ini bagi PKP yang telah diwajibkan membuat
Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik
atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara
sebagaimana dimaksud, PKP tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak.

KEP-08/PJ/2015
Diktum ketiga KEP-136/PJ/2014
Diktum keempat KEP-136/PJ/2014

7
4
MODUL PPN DAN PPnBM

Persiapan Pengusaha Kena Pajak dalam penerapan e-Faktur


PKP mengajukan permohonan sertifikat elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak
– KPP tempat PKP dikukuhkan yang berfungsi sebagai otentifikasi pengguna
layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Pengajuan permintaan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1
Januari 2015 melalui.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
Layanan perpajakan secara elektronik tersebut berupa:
layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang
ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
penggunaan aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan
oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk pembuatan Faktur Pajak berbentuk
elektronik.
Sertifikat elektronik diberikan kepada PKP setelah PKP mengajukan permintaan dan
menyetujui syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 adalah:
Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan Surat Pernyataan Persetujuan
Penggunaan Sertifikat Elektronik ditandatangani dan disampaikan oleh pengurus
PKP yang bersangkutan secara langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan dan
tidak diperkenankan untuk dikuasakan ke pihak lain.
Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
rang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan
kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP; dan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
amanya tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak terakhir
yang jangka waktu penyampaiannya telah jatuh tempo pada saat pengajuan
surat permintaan sertifikat elektronik.
SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada huruf b.2) harus sudah
disampaikan ke KPP dengan dibuktikan asli SPT Tahunan PPh Badan beserta
bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT.
Dalam hal pengurus namanya tidak tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.2), maka pengurus tersebut harus
menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy:
1) surat pengangkatan pengurus yang bersangkutan; dan
7
5
MODUL PPN DAN PPnBM

Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
kta pendirian perusahaan atau asli penunjukan sebagai BUTIpermanent
establishment dari perusahaan induk di luar negeri.
Pengurus harus menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy kartu identitas
berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
Dalam hal pengurus merupakan Warga Negara Asing, pengurus harus
menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas
(KITAS), atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).
Pengurus harus menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan dalam
compact disc (CD) atau media lain sebagai kelengkapan surat permintaan
sertifikat elektronik (file foto diberi nama: NPWP PKP-nama pengurus-nomor
kartu identitas pengurus).
Dalam hal PKP adalah PKP cabang atau PKP yang berbentuk kerja sama operasi,
sehingga tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan,
maka:
Untuk PKP cabang:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
engurus yang menandatangani Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan
Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik harus
menunjukkan dan menyampaikan fotocopy surat penunjukan dari pengurus
pusat PKP cabang tersebut.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
enyampaikan fotocopy SPT Tahunan PPh Badan pusatnya tahun pajak
terakhir yang jangka waktu penyampaiannya telah jatuh tempo pada saat
pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
) SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus
sudah disampaikan ke KPP dengan dibuktikan fotocopy bukti penerimaan
surat/tanda terima pelaporan SPT.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
engurus pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus tercantum dalam
SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada angka 2).
Untuk PKP berbentuk kerjasama operasi:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
engurus yang menandatangani Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan
Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik harus
menunjukkan dan menyampaikan fotocopy akta kerja sama operasi tersebut.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
enyampaikan fotocopy SPT Tahunan PPh pemilik bentuk kerja sama operasi
tersebut tahun pajak terakhir yang jangka waktu penyampaiannya telah jatuh
tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
PT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus sudah
disampaikan ke KPP dengan dibuktikan fotocopy bukti penerimaan
surat/tanda terima pelaporan SPT.

7
6
MODUL PPN DAN PPnBM

Saat Pembuatan e-Faktur


PKP wajib membuat e-Faktur untuk setiap:
saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN
saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf c UU PPN
saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Dikecualikan dari Kewajiban Pembuatan e- Faktur


Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan BKP dan/atau JKP:
yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Bab VI bagian
D
yang dilakukan oleh PKP Toko Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN; dan
yang bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6)
UU PPN

Keterangan pada e- Faktur


e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
PPN yang dipungut;
PPnBM yang dipungut;
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
- Tanda tangan ini berupa tanda tangan elektronik.

G. Tata Cara Pembuatan dan penggantian e-Faktur


Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ata Uang yang digunakan e- Faktur
1) e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.

7
7
MODUL PPN DAN PPnBM

Untuk penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang menggunakan mata uang
selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam mata uang
Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri
Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur.

e-Faktur Pengganti
Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga
tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang
membuat e-Faktur tersebut dapat membuat e-Faktur pengganti melalui aplikasi atau
sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

Pembatalan e-Faktur
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang e-Fakturnya telah dibuat, PKP yang membuat e-Faktur
harus melakukan pembatalan e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak

e-Faktur Rusak Atau Hilang


Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
tas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau hilang, PKP yang membuat e-Faktur
dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
tas data e-Faktur yang rusak atau hilang, PKP dapat mengajukan permintaan
data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP tempat PKP
dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan data e-Faktur, dengan
ketentuan sebagai berikut:30
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
ermintaan data e-Faktur ini terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah
(upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari
Direktorat Jenderal Pajak.
Ā Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
alam hal PKP diwakili atau menunjuk kuasa, Petugas Khusus menindaklanjuti
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.

PKP tidak dapat membuat e-Faktur


Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat
membuat e-Faktur, PKP diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk
kertas (hardcopy).

SE-21/PJ/2014 tentang Tata Cara Permintaan Data Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
7
8
MODUL PPN DAN PPnBM

Keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur ini
adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi,
bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP,
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal keadaan tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak telah
berakhir, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam
keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) ke
Direktorat Jenderal Pajak oleh PKP melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

Pengusaha Kena Pajak Direktorat Jenderal Pajak

Proses 9: DJP
melakukan
pengelolaan
Proses 1: PKP menutup kontrak/kesepakatan Proses 4: DJP data e-faktur untuk
penyerahan, membuat Faktur Pajak , dan memberikan pelayanan dan
melakukan pencatatan baik secara manual/dengan persetujuan/approval FP pengawasan
sistem
Faktur
pajak 2014
Pajak
elektronik
Proses 3: PKP
melaporkan
FP ke DJP via e-faktur +
Proses 5: PKP online PKP
dapat
create PDF dan cetak e- Proses 2: PKP
Faktur memasukan data faktur pajak
secara manual atau dengan SPT PPN
impor data ke aplikasi e- Proses 8:
Faktur
.csv Proses 7: KPP
PKP membuat tanda
Keterangan : Ilustrasi di atas adalah gambaran melaporkan SPT PPN terima SPT
Masa
umum pembuatan e-Faktur melalui aplikasi client Proses 6: PKP langsung ke KPP atau PPN
membuat SPT PPN
via e-filling
dalam aplikasi e-Faktur

Sumber: Bahan Sosialisasi e-Faktur DJP

Bentuk e-Faktur
Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan
hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
Dalam hal e-Faktur dicetak dalam bentuk file pdf dan/atau kertas Contoh
tampilannya pdf/kertas e-Faktur
79
MODUL PPN DAN PPnBM

d. Apabila e-Faktur dicetak di atas kertas yang disediakan secara khusus oleh
Pengusaha Kena Pajak, misalnya kertas yang telah dicetak logo perusahaan,
alamat, atau informasi lainnya, maka e- Faktur yang dicetak di atas kertas tersebut
tetap berfungsi sebagai Faktur Pajak.

Kewajiban Pelaporan e-Faktur


e-Faktur wajib dilaporkan oleh PKP ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cara
diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari
Direktorat Jenderal Pajak.
Pelaporan e-Faktur ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem
elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

8
0
MODUL PPN DAN PPnBM

Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah
diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk
penomoran e- Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP yang membuat e-Faktur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan
merupakan Faktur Pajak.

Cetak FP Faktur
5 Pajak

Faktur
Send melalui email
Pajak
Elektronik
INTERNET
1

E-FAKTUR CLIENT
PKP PENJUAL PKP PEMBELI
3 8

Penerbitan
6 Faktur Pajak
INTERNET
Pelaporan
SPT
Nomo
r Seri Permohonan INTERNET
Faktur Nomor Seri Faktur

Generate Nomor 2 Konfirmasi


Seri Faktur Faktur Pajak

Upload FP
Send Approval Code
4
CSV , induk SPT dan lampiran lain
7
BPS
E-FAKTUR/E-NOFA DJP

Sumber: Sosialiasi e-Faktur DJP

Hal-hal yang perlu diketahui terkait dengan e-Faktur sebagai berikut:


e-Faktur berbentuk elektronik, sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk
kertas, namun demikian dalam hal diperlukan cetakan kertas baik oleh pihak penjual
dan/atau pihak pembeli, e-Faktur dipersilahkan untuk dicetak sesuai dengan
kebutuhan.
e-Faktur ditandatangani secara elektronik sehingga tidak disyaratkan lagi untuk
ditandatangani secara basah oleh pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh Pengusaha
Kena Pajak.
e-Faktur menggunakan mata uang Rupiah.

8
1
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB VII

PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

A. Dasar Pengkreditan Pajak Masukan

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena
Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena
Pajak. Ketentuan pengkreditan pajak masukan ini diatur dalam Pasal 9 UU PPN 1984

1. Pengkreditan Pajak Masukan Dalam Masa Sama.


Pada prinsipnya pengkreditan Pajak Masukan dikreditkan pada masa yang sama,
sebagaimanaa diatur dalam Pasal 9 ayat (2) yang berbunyi “Pajak Masukan dalam suatu
Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.”

2. Pengkreditan Pajak Masukan Dalam Masa Tidak Sama.


Prinsip pengkreditan masa yang sama dalam prakteknya ternyata sulit untuk
dilakukan, karena UU PPN 1984 menganut akrual basis sehingga Faktur Pajak Masukan
tidak selalu diterima tepat waktu oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP. Oleh
karena itu, dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN 1984 diatur mekanisme pengkreditan pajak
masukan pada masa yang tidak sama, sebagai berikut “Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang
sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya
dan belum dilakukan pemeriksaan.
Dalam memori penjelasan Pasal 9 ayat (9) UU PPN 1984 dijelasakan sebagai berikut:
Ketentuan ini memungkinkan Pengusaha Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan
dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama yang disebabkan, antara lain,
Faktur Pajak terlambat diterima. Pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang
tidak sama tersebut hanya diperkenankan dilakukan pada Masa Pajak berikutnya paling
lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan Pajak Masukan
tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang
bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak
Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan

8
2
MODUL PPN DAN PPnBM

(dikapitalisasi) kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
bersangkutan dan terhadap Pengusaha Kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) sebagaimana dimaksud di atas, Pengkreditan Pajak
Masukan Masa tidak sama dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
a. Pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang tidak sama hanya
diperkenankan dilakukan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan Pajak Masukan tersebut
dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai yang bersangkutan

Contoh:
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tertanggal 7
Juli 2010 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak Juli 2010 atau
pada Masa Pajak berikutnya paling lama Masa Pajak Oktober 2010. Apabila Faktur
Pajak tertanggal 7 Juli 2010 tersebut baru diterima oleh PKP pembeli atau penerima
Jasa setelah melewati 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan,
misalkan baru diterima bulan Desember 2010 maka Pajak Masukan tersebut tetap
dapat dikreditkan dengan cara pembetulan pada SPT Masa PPN Masa Juli 2010.

B. Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan


Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya mengenai mekanisme
pengkreditan pajak masukan terdapat 2 (dua) cara yaitu, pengkreditan pajak masukan
dalam masa yang sama dan pengkreditan pajak masukan dalam masa tidak sama. Selain
mekanisme tersebut dalam Pasal 9 UU PPN 1984 juga diatur tentang ketentuan
pengkreditan Pajak Masukan sebagai berikut:
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang
modal dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9).
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha
Kena Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan
ke Masa Pajak berikutnya.

8
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada angka (4) dapat diajukan
permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang
bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan
yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan
Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang
pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar
kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut
mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun
sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu (angka 11) dapat
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak Masukan atas
Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak
yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima
pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak
Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.

Kriteria Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan


Pajak Masukan yang dapat dikreditkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9).

8
4
MODUL PPN DAN PPnBM

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
berhubungan langsung dengan kegiatan Usaha.

Pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah


pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan
ini berlaku untuk semua bidang usaha. Pajak masukan agar dapat dikreditkan juga harus
memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan
yang terutang pajak pertambahan nilai. Penyerahan yang terutang pajak adalah
penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai
Pajak Pertambahan Nilai.
Oleh karena itu, jika persyaratan 1 dan 2 sudah terpenuhi Pajak Masukan tetap tidak
dapat dikreditkan jika Pajak Masukan untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha (syarat ke 3) dengan kata lain 3 (tiga)
syarat ini bersifat kumulatif (harus terpenuhi semua).

D. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan


Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha;
perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak;
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9)
atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli
Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;

8
5
MODUL PPN DAN PPnBM

perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi.

E. Pengkreditan Pajak Masukan dan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak


yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak
Terutang Pajak
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan
yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak (integrated
company), bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuannya.
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang
pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah
Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak
Penyerahan yang terutang pajak adalah penyerahan barang atau jasa yang
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Yang
dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan
barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan
yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat
mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang
pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui
dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena
Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang
Tidak Terutang Pajak yaitu: 31
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
engusaha Kena Pajak yang:

PMK-135/PMK.011/2014 (berlaku sejak 18 Juni 2014) tentang perubahan kedua PMK-78/PMK.03/2010


tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan
Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak

8
6
MODUL PPN DAN PPnBM

menghasilkan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya termasuk dalam


Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; dan
mengolah dan/atau memanfaatkan lebih lanjut Barang Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada huruf a, baik melalui unit pengolahan sendiri
maupun melalui titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolahan
Pengusaha Kena Pajak lainnya sehingga menjadi Barang Kena Pajak yang
atas seluruh penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Terutang
Pajak,
seluruh Pajak Masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan sesuai ketentuan
peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak
Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak, sejak tanggal
1 Januari 2014.

Contoh:
Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam penyerahan, yaitu:
penyerahan yang terutang pajak =
Rp25.000.000,-Pajak Keluaran = Rp2.500.000,-
penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai =
Rp5.000.000,-Pajak Keluaran = nihil
penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai =
Rp5.000.000,-

Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan
yang terutang pajak = Rp1.500.000,-
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan
yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai = Rp300.000,-
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp500.000,-

8
7
MODUL PPN DAN PPnBM

Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran sebesar Rp2.500.000,- hanya sebesar Rp1.500.000,-.

Pengusaha Kena Pajak suatu Masa Pajak selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat
diketahui dengan pasti.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak
dalam kondisi ini dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan32 sebagai berikut:
Pengusaha yang melakukan kegiatan:
usaha terpadu (integrated), terdiri dari:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
nit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
nit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang
Pajak;
usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha jasa yang
atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau
usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya
tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang
Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana
dimaksud adalah sebagai berikut:
P = PM x Z
dengan ketentuan:
adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak;
adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang
Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan
menggunakan pedoman penghitungan sebagaimana dimaksud di atas, harus
menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

ibid
8
8
MODUL PPN DAN PPnBM

Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana


dimaksud, dilakukan dengan menggunakan pedoman penghitungan sebagai berikut:
untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya
lebih dari 1 (satu) tahun:
PM
P’ = x Z’
T
untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya 1
(satu) tahun atau kurang:

P’ = PM x Z’

dengan ketentuan:
P' adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak.
adalah masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
ditentukan sebagai berikut:
untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh)
tahun;
untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan Jasa Kena Pajak
adalah 4 (empat) tahun;
Z' adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang
Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku;

Ketentuan penting terkait pedoman perhitungan kembali pajak masukan


Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali, diperhitungkan
dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama
pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak perlu dilakukan
dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak telah
berakhir.
Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan ini tidak berlaku bagi Pengusaha
Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya
dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu.

8
9
MODUL PPN DAN PPnBM

Contoh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu


(integrated):

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung (jagung bukan merupakan
Barang Kena Pajak), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung
merupakan Barang Kena Pajak).
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas
penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya
Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan
Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan
umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan
Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana tersebut di atas, perlakuan
pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut:
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang
Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk
memproduksi minyak jagung;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan
untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya
tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya,
seperti misalnya:

Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk
perkebunan jagung, karena jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak
yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;

Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ
ajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan
umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan Jasa Kena Pajak
yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan
yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya
9
0
MODUL PPN DAN PPnBM

menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan


sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Misalnya:
Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk perkebunan
jagung maupun untuk pabrik minyak jagung;
Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik untuk
kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan penyerahan
jasa persewaan kantor.

Contoh Perhitungan:
Contoh 1:
Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
pembuatan sepatu.
Pada bulan Januari 2011 membeli generator listrik dengan nilai perolehan
sebesar Rp100.000.000,- dan Pajak Pertambahan Nilai Rp10.000.000,-.
Generator listrik tersebut dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk
kegiatan pabrik.
Maka Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang dapat dikreditkan
pada Masa Pajak Januari 2011 adalah Rp10.000.000,-.
Selama tahun 2011 ternyata generator listrik tersebut digunakan:
untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2011:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk perumahan karyawan dan direksi;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk kegiatan pabrik, dan
untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2011:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk perumahan karyawan dan direksi;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
0% untuk kegiatan pabrik.
Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk
kegiatan pabrik adalah:
90% + 80%
= 85%
2
Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi
untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini masa manfaat generator listrik
tersebut ditetapkan 4 (empat) tahun.
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku
2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Februari 2012 adalah sebagai berikut:
Rp10.000.000,-
85% x = Rp2.125.000,-
4
Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang telah dikreditkan untuk tiap
tahun buku sesuai masa manfaat generator listrik tersebut adalah:
9
1
MODUL PPN DAN PPnBM

Rp10.000.000,-
= Rp2.500.000,-
4
Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Februari 2012) adalah sebesar:
Rp2.500.000,- – Rp2.125.000,- = Rp375.000,-
Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan
sampai dengan masa manfaat generator listrik berakhir.

Contoh 2:
Pengusaha Kena Pajak C adalah perusahaan yang menghasilkan TBS kelapa
sawit, dan memproses TBS kelapa sawit tersebut menjadi minyak kelapa
sawit/CPO, minyak inti sawit/PKO dan produk dari minyak kelapa sawit lainnya
yang merupakan Barang Kena Pajak, serta selanjutnya hanya menjual minyak
kelapa sawit/CPO, minyak inti sawit/PKO, dan produk dari minyak kelapa sawit
lainnya kepada pihak di luar Pengusaha Kena Pajak C.
Pada bulan Februari 2014 Pengusaha Kena Pajak C melakukan pembelian
barang berupa pupuk, bahan bakar untuk alat berat di perkebunan sawit,
peralatan administrasi kantor dan pemanfaatan jasa berupa jasa kontraktor, dan
sewa alat berat untuk perkebunan yang digunakan untuk pemupukan,
pemeliharaan, pembangunan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit
serta administrasi kantor di kebun sebesar Rp400.000.000,00 dengan Pajak
Pertambahan Nilai sebesar Rp40.000.000,00.
Pada bulan Februari 2014 Pengusaha Kena Pajak C melakukan pembelian
bahan kimia dan bahan penolong lainnya untuk mengolah TBS kelapa sawit
menjadi minyak kelapa sawit/CPO dan minyak inti sawit/PKO sebesar
Rp200.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp20.000.000,00.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak C
pada masa Februari 2014 adalah sebesar Rp40.000.000,00 + Rp20.000.000,00
= Rp60.000.000,00.

Contoh 3:
Pengusaha Kena Pajak C adalah perusahaan integrated (terpadu) yang bergerak
di bidang perkebunan jagung dan pabrik minyak jagung.
Pada bulan April 2011 membeli truk yang digunakan baik untuk perkebunan
jagung maupun untuk pabrik minyak jagung dengan harga perolehan sebesar
Rp200.000.000,- dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp20.000.000,-.

9
2
MODUL PPN DAN PPnBM

Berdasarkan data-data yang dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jumlah


penyerahan yang terutang pajak terhadap penyerahan seluruhnya adalah
sebesar 70%.
Berdasarkan data tersebut maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam
SPT Masa PPN Masa Pajak April 2011 sebesar:
Rp20.000.000,- x 70% = Rp14.000.000,-
Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2011
adalah Rp100.000.000.000,-, yang berasal dari penjualan jagung sebesar
Rp40.000.000.000,- dan penjualan minyak jagung sebesar Rp60.000.000.000,-.
Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk tujuan
penghitungan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini
ditetapkan 4 (empat) tahun.
Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan
selama tahun buku 2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2012 adalah:
Rp60.000.000.000,- Rp10.000.000,-
x = Rp3.000.000,-
Rp100.000.000.000,- 4

Pajak Masukan atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku
sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
Rp14.000.000,-
= 3.500.000,-
4
Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Maret 2012) adalah sebesar:
Rp3.500.000,- – Rp3.000.000,- = Rp500.000,-
Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan
setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk berakhir.

Contoh 4:
Kelanjutan dari contoh 2, diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun
buku 2012 adalah Rp100.000.000.000,-, yang berasal dari penjualan jagung
sebesar Rp10.000.000.000,- dan penjualan minyak jagung sebesar
Rp90.000.000.000,-.
Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan
selama tahun buku 2012 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2013 adalah:

Rp90.000.000.000,- Rp20.000.000,-
x = Rp4.500.000,-
Rp100.000.000.000,- 4

Pajak Masukan atas perolehan truk yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku
sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
9
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Rp14.000.000,-
= 3.500.000,-
4
Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (menambah Pajak
Masukan untuk Masa Pajak Maret 2013) adalah sebesar:
Rp4.500.000,- – Rp3.500.000,- = Rp1.000.000,-
Penghitungan Pajak Masukan sebagaimana perhitungan di atas tidak perlu lagi
dilakukan pada tahun 2016.

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak


Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak
Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 33.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu adalah PKP yang
kegiatan usaha yang semata-mata melakukan:
penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran; atau
penyerahan emas perhiasan secara eceran (Tidak berlaku lagi sejak 1 Maret
2014)34
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana, yaitu sebesar:
90% (sembilan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena
Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran;
80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena
Pajak melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran
Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dihitung dengan cara mengalikan tarif 10%
(sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah
peredaran usaha.
Pajak Pertambahan Nilai yang wajib disetor pada setiap Masa Pajak, yaitu sebesar:
sama dengan 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak, bagi Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara
eceran;
sama dengan 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak, bagi Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan bagi pengusaha tertentu tidak dapat membebankan Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 79/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, yang mulai berlaku sejak 01 April 2010
PMK-30/PMK.03/2014 tentang PPN atas penyerahan emas perhiasan

9
4
MODUL PPN DAN PPnBM

Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Pengusaha Kena Pajak


yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu.
Pedoman perhitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak
yang mempunyai peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan35. Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman
perhitungan pengkreditan pajak masukan adalah pengusaha kena pajak yang
mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku/tahun kalender tidak melebihi
Rp1.800.000.000,- (satu miliar delapan ratus juta rupiah). Namun, pengusaha tersebut
harus memenuhi syarat berikut ini:
Mempunyai peredaran usaha dalam 2 tahun buku/tahun kalender sebelumnya
tidak melebihi Rp1.800.000,- (satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap
1 (satu) tahun buku/tahun kalender;
Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP.

Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan


pedoman perhitungan pengkreditan pajak masukan, yaitu sebesar:
60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak;
70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak.
Dengan pendoman tersebut PPN yang wajib disetor setiap masa

untuk penyerahan JKP adalah sebesar 4%; dan


untuk penyerahan BKP adalah sebesar 3 %
masing-masing dari Dasar Pengenaan Pajak dimana Dasar Pengenaan Pajaknya
adalah jumlah seluruh peredaran usaha.
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya dalam 1 (satu)
tahun tidak melebihi jumlah tertentu, tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan
Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk
penghitungan Pajak Penghasilan.

F. Pengkreditan Pajak Masukan atas Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP


Pajak Masukan atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif dan pemakaian sendiri
untuk tujuan konsumtif (telah dibahas pada Bab V).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 74/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010

9
5
MODUL PPN DAN PPnBM

Pengusaha Emas
Perhiasan36 a. Definisi
Pengusaha Emas Perhiasan meliputi pabrikan Emas Perhiasan dan pedagang Emas
Perhiasan.
Pabrikan Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang Menghasilkan Emas Perhiasan dan
melakukan kegiatan antara lain jual beli, jasa perbaikan/modifikasi, dan/atau jasa lain
yang berkaitan dengan Emas Perhiasan.
Pedagang Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang semata-mata melakukan kegiatan
jual beli Emas Perhiasan.

b. Mekanisme Pengenaan PPN dan Pengkreditan Pajak Masukan


Penyerahan Emas Perhiasan dan / atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh
Pengusaha Emas Perhiasan terutang PPN.
Besar PPN terutang = 10% x 20% x harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian.
Penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh
Pengusaha Emas Perhiasan terutang PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan
dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Lain yang ditetapkan sebesar 20% (dua puluh
persen) dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian.
Dalam hal penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan dilakukan
dengan cara mengganti atau menukar Emas Perhiasan dengan emas batangan
kadar 24 (dua puluh empat) karat sebagai pengganti seluruh bahan baku pembuatan
Emas Perhiasan, Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud adalah sebesar
20% (dua puluh persen) dari selisih antara Harga Jual Emas Perhiasan dikurangi
dengan harga emas batangan kadar 24 (dua puluh empat) karat.
Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa
yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan tidak dapat
dikreditkan.

PMK-30/PMK.03/2014 tentang PPN atas penyerahan emas perhiasan

9
6
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB VIII

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

A. Karakteristik PPnBM dan Tujuan Pengenaan


Ketentuan mengenai pengenaan PPnBM diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU
PPN 1984.

Karakteristik PPnBM
PPnBM dalam pemungutannya memiliki karakteristik sebagai berikut:
PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN
PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada hanya 1 (satu) kali pada waktu
penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah;
PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM. Namun, Pengusaha Kena
Pajak yang mengekspor BKP yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali
PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang Tergolong Mewah yang
diekspor tersebut.

Tujuan dan Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM


Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh produsen atau atas impor
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, di samping dikenai Pajak Pertambahan Nilai,
dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan pertimbangan bahwa:
perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah;
perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan
perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

B. Kriteria Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah


Kriteria Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antara lain:
barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;
dan/atau
barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.

9
7
MODUL PPN DAN PPnBM

Tarif PPnBM
Berdasarkan Pasal 8 UU PPN 1984, tarif PPnBM sebagai berikut :
Tarif PPnBM paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
Atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.

Pengelompokan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah


Pengelompokan Barang tergolong Mewah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006, BKP Yang Tergolong
Mewah yang dikenakan PPnBM dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor.
Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan
bermotor.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 37 (berlaku sejak 23 Mei 2013) tentang
BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM mencabut
Pasal 2 dan 3 dari PP 145 Tahun 2000 dan perubahannya.

Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor
Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan38. Untuk kelompok barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah berupa
kendaraan bermotor diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan 39.
Peraturan Pemerintah beserta peraturan pelaksananya, sebagaimana dimaksud di
atas, masih tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah atau
ketentuan terkait PPnBM sebagai peraturan pelaksana UU PPN 1984 dan mencabut
ketentuan tersebut.
Pengelompokan besarnya tarif PPnBM atas 2 (dua) kelompok BKP yang tergolong
mewah diatur dalam ketentuan sebagaimana dimaksud di atas.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 (berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal 19
Maret 2014) tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 (berlaku sejak 23 Mei 2013)
tentang BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 206/PMK.010/2015 (mulai berlaku setelah 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal 20 November 2015) tentang perubahan PMK-106/PMK.010/2015 tentang jenis BKP
tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM, PMK ini mencabut PMK-130/PMK.011/2013
(berlaku sejak 18 September 2013) tentang perubahan atas PMK-121/PMK.011/2013 (berlaku sejak 26 Agustus
2013) dan PMK-35/PMK.010/2017 (mulai berlaku sejak 1 Maret 2017) tentang Jenis Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 569/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah terkahir dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 355/KMK.03/2003.

9
8
MODUL PPN DAN PPnBM

E. Kendaraan Bermotor Bukan Objek PPnBM dan Dibebaskan


1. Kendaraan Bermotor tidak dikenakan PPnBM
PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahannya atas:
Kendaraan CKD (Completely Knocked Down);
Kendaraan sasis;
Kendaraan pengangkutan barang;
Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250 CC;
Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk
pengemudi.

2. Dibebaskan dari pengenaan PPnBM


PPnBM dibebaskan atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor 40 berupa:
kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan
tahanan, kendaraan pengangkutan umum ;
untuk kendaraan protokoler kenegaraan ;
untuk kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15
(lima belas) orang termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI
atau POLRI ;
kendaraan patroli TNI/POLRI.

Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang
Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewahantar
Cabang41
Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai
pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Pengusaha tersebut harus
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka (1) tidak berlaku dalam hal
Pengusaha melakukan pemusatan tempat pajak terutang.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena
Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah antar cabang, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam hal pusat atau cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 64/PMK.011/2014 (berlaku sejak 17 April 2014) tentang jenis
kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dan tata cara pemberian pembebasan dari pengenaan PPnBM
PER - 8/PJ/2010 tentang Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang
Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewahantar Cabang

9
9
MODUL PPN DAN PPnBM

tergolong mewah, atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud


pada angka (3) belum terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Saat terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud pada angka (4)
ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari Pengusaha Kena
Pajak pusat atau cabang kepada pihak lain.

Barang Mewah Bukan Objek PPnBM


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.010/2015 yang
merupakan perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 106/PMK.010/2015
menghapus beberapa barang yang tergolong mewah. Berikut beberapa barang mewah
yang tidak dikenai PPnBM, antara lain:
Alat Elektronik Alat Olahraga Alat Musik Barang Bermerk Peralatan
(Branded Rumah dan
Goods) Kantor

• Kulkas • Alat • Piano • Wewangian • Permadani


• Water Heater Pancing • Alat • Saddlery • Kaca
• AC • Alat Golf Musik • Harness • Kristal
• TV • Alat Selam Elektrik • Tas • Kursi
• Kamera • Alat • Pakaian • Kasur
• Kompor Surfing • Arloji • Lampu
• Dishwasher • Porselen
• Dryer • Ubin
• Microwave

Penghapusan pajak atas sejumlah barang mewah itu karena sudah tergolong
sebagai kebutuhan dasar masyarakat luas. Penghapusan itu juga bertujuan menjaga
daya beli masyarakat di tengah gejala perlambatan ekonomi.

5. Cara Dan Contoh Perhitungan PPNnBM


1. Cara Menghitung PPnBM
Diatur dalam Pasal 10 UU PPN 1984, Cara menghitung Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah yang terutang adalah dengan mengalikan Harga Jual, Nilai Impor, Nilai
Ekspor atau Nilai Lain.

PPnBM = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

10
0
MODUL PPN DAN PPnBM

2. Contoh Perhitungan PPnBM


Contoh mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM Untuk kendaraan impor dalam
keadaan CBU (Completely Built Up):
Importir Kendaraan Bermotor: Importir Umum/industri Perakitan/ATPM.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
mpor :

PPN (10%): Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan)


PPn BM (50%): Rp. 100.000.000,-
Harga Impor Rp. 320.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 200.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- PPn BM dibayar : Rp. 100.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 320.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 32.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 342.000.000,-

2)Distributor :
a) Pembelian:
- Harga Beli (DPP) : Rp. 320.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 342.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 320.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 340.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 34.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan : Rp. 374.000.000,-

3)Dealer :
a) Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 340.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 34.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 374.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 340.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-

101
MODUL PPN DAN PPnBM

- Harga Jual (DPP) : Rp. 360.000.000,-


- PPN (10%) : Rp 36.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 396.000.000,-

Sub-Dealer/Showroom :
a) Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 360.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 36.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 396.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 360.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 380.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 38.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 418.000.000,- (yang dibayar konsumen)

Contoh mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM Untuk kendaraan impor dalam
keadaan CKD atau kendaraan bermotor produksi dalam negeri :
Importir Kendaraan Bermotor: Importir Umum/industri Perakitan/ATPM.
a) impor :
- Nilai Impor (DPP) : Rp. 200.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (-%) : Rp. -
Harga Impor Rp. 220.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 200.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 352.000.000,-

Distributor :
a) Pembelian:
- Harga Beli (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan)

102
MODUL PPN DAN PPnBM

Harga Pembelian Rp. 352.000.000,-


b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 330.000.000,- (Harga Beli + PPnBM)
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 350.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 35.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan : Rp. 385.000.000,-

Dealer :
Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 350.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 35.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 385.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 350.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 370.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 37.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 407.000.000,-

Sub-Dealer/Showroom :
Pembelian :
- Harga Beli (DPP) : Rp. 370.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 37.000.000,- (Pajak Masukan)
Harga Pembelian Rp. 407.000.000,-
b) Penyerahan :
- Harga beli KB : Rp. 370.000.000,-
- Keuntungan : Rp. 20.000.000,-
- Harga Jual (DPP) : Rp. 390.000.000,-
- PPN (10%) : Rp 39.000.000,- (Pajak Keluaran)
Harga Penjualan Rp. 429.000.000,- (yang dibayar konsumen)

103
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB IX

PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A. Pemungut PPN

Kewajiban Pemungut PPN secara umum diatur dalam Pasal 16A UU PPN 1984 sebagai
berikut:
Pajak yang terutang atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada Pemungut
PPN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN.
Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut PPN, diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pemungut PPN terdiri dari:
Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara


sebagai Pemungut PPN;
Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
sebagai Pemungut PPN diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan 42.

Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
selaku Pemungut PPN.
Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan43 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak
Kerja Sama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut,
Menyetor, dan Melapor PPN atau PPnBM, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
dan Pelaporannya yang diatur sebagai berikut:
a. Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 563/KMK.04/2003 tanggal 24 Desember 2003.


Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 11/PMK.03/2005 tanggal 31 Januari 2005 Kontraktor Perjanjian Kerjasama
Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi ditunjuk sebagai Pemungut PPN mulai 1 Februari 2005. Kemudian
sejak 01 April 2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 11/PMK.03/2005 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku dan
diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 73/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Penunjukan
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, dan Melapor PPN atau PPnBM, serta Tata
Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.

10
4
MODUL PPN DAN PPnBM

Kontraktor pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaaan sumber daya panas


bumi.

Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
kontraktor atau pemegang kuasa/izin.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 44 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik
Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM, Serta
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya. Kriteria BUMN yang ditunjuk
sebagai pemungut PPN antara lain:
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.
BUMN yang dimaksud sebagai pemungut PPN ini adalah BUMN yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yaitu
badan usaha yang paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia, tidak termasuk anak perusahaan dan joint
operation atau bentuk kerja sama lainnya.
Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha
tidak lagi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang
menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha yang bersangkutan
secara otomatis tidak lagi ditunjuk menjadi Pemungut PPN. Namun demikian,
kewajiban menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dalam
Masa Pajak yang bersangkutan tetap dilakukan sebagaimana mestinya.
Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu badan usaha
menjadi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung sejak tanggal akta yang
menyatakan perubahan kepemilikan tersebut, badan usaha dimaksud secara
otomatis ditunjuk menjadi Pemungut PPN dan melakukan kewajiban sebagai
Pemungut PPN.

B. Mekanisme Pemungutan PPN


1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
a. Mekanisme Pemungutan PPN

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk
Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
Dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK-136/PMK.03/2012 yang mulai berlaku sejak
1 Juli 2012

10
5
MODUL PPN DAN PPnBM

Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah termasuk


jumlah pajak yang terutang
pada saat PKP Rekanan mengajukan tagihan, wajib membuat:
Faktur Pajak dan SSP, dengan ketentuan Faktur Pajak diisi dengan lengkap rangkap
3 (tiga) dengan peruntukan :
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
embar ke-1 untuk Bendaharawan pemerintah sebagai Pemungut PPN
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
embar ke-2 untuk arsip PKP Rekanan
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
embar ke-3 untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah.
Oleh Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan, pada setiap
lembar Faktur Pajak wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ……..” dan
ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah yang bersangkutan. Oleh KPKN
yang melakukan pemungutan untuk kepentingan Bendaharawan Pemerintah, pada
setiap lembar Faktur Pajak dicantumkan “nomor dan tanggal advis SPM”.
SSP yang diisi adalah kolom identitas dan jumlah pajak terutang, sedangkan kolom
lainnya tidak perlu diisi. Adapun jumlah lembar SSP dibuat rangkap 5 (lima). Setelah
PPN dan PPnBM, atau PPN yang terutang disetor ke bank persepsi atau kantor pos,
SSP tersebut didistribusikan :
lembar ke-1 untuk PKP Rekanan
lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak
lembar ke-3 untuk PKP Rekanan, akan dilampirkan pada SPT Masa PPN
lembar ke-4 untuk bank persepsi atau kantor pos.
lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
Pada setiap lembar SSP ini oleh KPKN yang melakukan pemungutan pajak
untuk kepentingan Bendaharawan Pemerintah dibubuhi “nomor dan tanggal advis
SPM”. Pada SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap “TELAH DIBUKUKAN”
oleh KPKN.
Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM.
Pemungut PPN wajib memungut pajak yang terutang pada saat pembayaran;
Penyetoran Pajak yang dipungut.
Pajak yang dipungut oleh Bendaharawan selaku Pemungut PPN wajib disetor ke kas
negara pajak yang dipungut paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah
bulan dilakukan pembayaran atas tagihan. Dalam hal tanggal penyetoran jatuh pada hari
libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
10
6
MODUL PPN DAN PPnBM

Pelaporan pajak yang telah dipungut dan disetor.


Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan
PPnBM atau PPN wajib menyampaikan laporan kepada KPP tempat Bendaharawan
Pemerintah terdaftar dengan menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa Bagi
Pemungut PPN Formulir 1107PUT” yang dibuat dalam rangkap 2 (dua) paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan, yang masing-masing
diperuntukkan sebagai berikut :
lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP ;
lembar ke-2, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.

Tidak perlu dipungut pajak oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPPN selaku
Pemungut PPN atas :
Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) termasuk
PPN dan PPnBM, dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Pembayaran untuk pembebasan tanah.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak
dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT PERTAMINA
(Persero).
Pembayaran atas rekening telepon.
Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan.
Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang tidak terutang PPN.

Kontraktor Kontrak Kerjasama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor
atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi
(KKS Migas) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

a. Mekanisme Pemungutan
Kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh KKS
Migas dan BUMN sebagai berikut :
Pajak yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Rekanan kepada KKS
Migas dan BUMN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh KKS Migas dan BUMN.
PKP Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) atas setiap
penyerahan BKP dan/ atau JKP kepada KKS Migas dan BUMN sesuai dengan
ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan.
Faktur Pajak dimaksud dalam butir b harus dibuat oleh rekanan pada saat :

10
7
MODUL PPN DAN PPnBM

penyerahan BKP dan/atau JKP;


penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau JKP.
Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
SSP sebagaimana dimaksud pada huruf b diisi dengan membubuhkan NPWP serta
identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh KKS Migas dan
BUMN sebagai penyetor atas nama rekanan.
Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka rekanan
harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf c dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
Lembar kesatu untuk kontraktor atau pemegang kuasa/Izin atau BUMN;
Lembar kedua untuk Rekanan;
Lembar ketiga untuk kontraktor atau Pemegang Kuasa/Izin atau BUMN yang
dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
SSP sebagaimana dimaksud huruf d dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan
sebagai berikut:
Lembar kesatu untuk Rekanan
Lembar kedua untu KPPN melalui Bank Persepsi atau kantor Pos;
Lembar ketiga untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
Lembar kelima untuk kontraktor atau Pemegang Kuasa/Izin atau BUMN yang
dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.
Pemungutan PPN atau PPnBM sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan paling
lama pada saat:
penyerahan BKP dan/atau JKP;
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau JKP.
Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Izin atau BUMN yang melukakan pemungutan wajib
membubuhkan cap “Disetor Tanggal …..” dan menandatanganinya pada Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud huruf f.
Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan penyetoran PPN atau PPnBM.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Izin atau BUMN wajib menyetorkan PPN atau PPnBM
yang telah dipungut ke kantor Pos/Bank persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Izin atau BUMN wajib melaporkan PPN atau PPnBM yang
telah dipungut ke KPP tempat Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Izin atau BUMN

10
8
MODUL PPN DAN PPnBM

terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhir masa pajak.
Pelaporan atas pemungutan dan Penyetoran PPN atau PPnBM dilakukan dengan
menggunakan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN (SPT Masa PPN PUT) dengan
dilampiri lembar ke-3 Faktur Pajak dan SSP lembar ke-5.
Kriteria pembayaran yang tidak perlu dipungut pajak oleh Pemungut PPN dalam hal:

Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp10.000.000,- (sepuluh juta


rupiah) termasuk PPN dan PPnBM, dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang mendapat fasilitas PPN
tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pembayaran untuk penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT PERTAMINA
(Persero).
Pembayaran atas rekening telepon.
Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan.
Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang tidak dikenai PPN
atau PPnBM.

Pembuatan Kode Transaksi Faktur Pajak oleh PKP Rekanan terkait penyerahan
kepada Pemungut PPN
Bendaharawan Pemerintah dan KPPN
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ntuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM di atas Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), PPN dan PPnBM yang
terutang dipungut oleh BUMN, sehingga PKP Rekanan wajib membuat Faktur
Pajak dengan menggunakan kode transaksi "02" pada kode Faktur Pajak;
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ntuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), PPN dan PPnBM yang
terutang dipungut oleh PKP Rekanan, sehingga PKP Rekanan wajib membuat
Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi "01" pada kode Faktur Pajak.

KKS Migas dan BUMN


Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ntuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), PPN dan PPnBM yang
terutang dipungut oleh BUMN, sehingga PKP Rekanan wajib membuat Faktur
Pajak dengan menggunakan kode transaksi "03" pada kode Faktur Pajak;
10
9
MODUL PPN DAN PPnBM

Untuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM tidak melebihi Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), PPN dan PPnBM
yang terutang dipungut oleh PKP Rekanan, sehingga PKP Rekanan wajib
membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi "01" pada kode
Faktur Pajak.

Kewajiban PKP Rekanan atas Penyerahan Kepada Pemungut PPN Terkait Faktur
Pajak yang Telah Diterbitkan.
Faktur Pajak wajib dilaporkan oleh PKP Rekanan dalam SPT Masa PPN 1111 pada
Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak kepada Bendaharawan Pemerintah, KKS Migas
dan BUMN atau pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut.

Contoh:
Bulan April 2011 PT A melakukan penyerahan BKP kepada Kementerian Pertanian
Rp100.000.0000,- (tidak termasuk PPN) dan Kementerian Keuangan Rp50.000.000,-
(tidak termasuk PPN).
Pada Juni 2011, PT A mengajukan penagihan, Faktur Pajak dan SSP harus dibuat
dalam bulan Juni 2011 tersebut.
Bulan Agustus 2011 diterima pembayaran termasuk PPN dari Kementerian Pertanian
Rp110.000.000 dan Kementerian KeuanganRp55.000.000,-

Pelaporan:
Penyerahan ini tidak dilaporkan pada SPT Masa PPN masa pajak April 2011 atau masa
pajak Agustus 2011, tetapi dilaporkan pada SPT Masa PPN masa pajak Juni 2011 yaitu
pada saat PT A menerbitkan Faktur Pajak, sebagai berikut:
Lampiran A2 SPT Masa PPN Formulir 1111 masa pajak Juni 2011, butir II kolom DPP
(rupiah) dan kolom PPN (rupiah) diisi dengan transaksi kepada Bendahara Kementerian
Pertanian sebesar Rp100.000.000,-(DPP) dan Rp10.000.000,-(PPN) serta transaksi
kepada Kementerian Keuangan sebesar Rp50.000.000,-(DPP) dan Rp5.000.000,-(PPN).

11
0
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB X

FASILITAS PPN DAN PPnBM

Jenis Fasilitas PPN dan PPnBM

Fasilitas PPN dan PPnBM diatur dalam Pasal 16B UU PPN 1984 yang terdiri dari:
Pajak Terutang Tidak dipungut
Pajak Terutang dibebaskan

Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
impor Barang Kena Pajak tertentu;
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean; dan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean,
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perbedaan perlakukan fasilitas pajak terutang tidak dipungut dengan dibebaskan adalah:
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan
Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai
dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan
Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.

Fasilitas PPN Tidak Dipungut


Fasilitas PPN tidak dipungut diberikan atas penyerahan BKP atau JKP atau impor BKP
atau pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pebean di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan, antara lain:
Di dan/atau ke Kawasan Berikat;
sehubungan dengan proyek milik Pemerintah yang sumber dananya berasal dari
bantuan luar negeri berupa pinjaman (loan) atau hibah (grant);
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
dalam rangka Kemudahan Impor Untuk Tujuan Ekspor (KITE)

11
1
MODUL PPN DAN PPnBM

Penyerahan BKP di/ke Kawasan Berikat


PPN yang terutang tidak dipungut atas 45 :
penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut dan/atau alat pengemas (packing material)
atau alat bantu pengemas oleh PKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL)
kepada Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB);
penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut dan peminjaman mesin atau peralatan pabrik
dalam rangka pekerjaan subkontraktor dari PDKB kepada subkontraktor di DPIL;
penyerahan BKP hasil pekerjaan subkontraktor di DPIL kepada PDKB selaku
pemesan;
impor barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung
dengan kegiatan produksi PDKB dan semata-mata digunakan oleh PDKB;
impor BKP untuk diolah di PDKB;
penyerahan BKP untuk diolah dari PDKB kepada PDKB lain, atau kepada kawasan
berikat;
penyerahan BKP kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau
penangguhan Bea Masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
impor peralatan perkantoran yang dilakukan oleh penyelenggara Kawasan Berikat
(PKB)

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)


Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan
Ekonomi Terpadu. Kepada Pengusaha di Kawasan Berikat, untuk selanjutnya disebut
PDKB, di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas perpajakan berupa Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak
dipungut atas46 :
impor barang modal atau peralatan lain oleh PDKB yang berhubungan langsung dengan
kegiatan produksi;
impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;
pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya, untuk
selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;
pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;
pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau
PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;

Peraturan Pemerintah Nomor: 33 Tahun 1996, jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 291/KMK.05/1997
tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: PMK-120/PMK.04/2013 tanggal 16 Agutus 2013.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Ekonomi Terpadu.

11
2
MODUL PPN DAN PPnBM

penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha
Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;
peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB
kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke
PDKB asal.

Penyerahan BKP/JKP sehubungan dengan proyek milik Pemerintah yang sumber


dananya berasal dari bantuan luar negeri berupa pinjaman atau hibah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah 47 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan,


Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak
Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan
Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri, PPN tidak dipungut :
atas penyerahan BKP/JKP dari kontraktor utama kepada pemilik proyek;
atas impor BKP; dan
atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
Penyerahan BKP dan/atau JKP dari subkontraktor kepada kontraktor utama tetap
terutang PPN.

Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE)

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan 48 tentang Tatalaksana Kemudahan


Impor Tujuan Ekspor Dan Pengawasannya, PPN tidak dipungut atas:
impor BKP dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada BKP
lain dengan tujuan untuk diekspor;
penyerahan barang hasil olahan yang bahan bakunya berasal dari impor yang
diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut.

Fasilitas PPN Dibebaskan


Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa
Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

47
Peraturan Pemerintah Nomor: 42 Tahun 1995 tanggal 30 November 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam
Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 25 Tahun 2001 tanggal 18 Mei 2001
48
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 580/KMK.04/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Tatalaksana
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Dan Pengawasannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan
111/PMK.010/2006 tanggal 24 November 2006

11
3
MODUL PPN DAN PPnBM

Berdasarkan Peraturan Pemerintah 49 tentang impor dan atau penyerahan BKP


tertentu dan atau penyerahan JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Penyerahan atau Impor BKP Tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak
adalah:
Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro,
asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah;
Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat
angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan
khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau
oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk
melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam
negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan
senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau
POLRI;
Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang
serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh
pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;

Peraturan Pemerintah Nomor: 146 Tahun 2000 tentang impor dan atau penyerahan BKP tertentu dan atau
penyerahan JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN yang diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2003 tanggal 14 Juli 2003.

11
4
MODUL PPN DAN PPnBM

Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia,
dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT
(PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api,
suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang
akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan
Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau
TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh
Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan
atau TNI.

b) Penyerahan JKP Tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak adalah:


Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan Nasional, yang meliputi:
i.Jasa persewaan kapal;
ii.Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa
labuh; iii.Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;
Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi:
i.Jasa persewaan pesawat udara;
ii.Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;
Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api
Indonesia;
Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan Rumah sederhana,
rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa
dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana
Wilayah dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;
Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat
sederhana; dan
Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam
rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia
untuk mendukung pertahanan nasional."

11
5
MODUL PPN DAN PPnBM

Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan
Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
Dalam Peraturan Pemerintah 50 tentang impor dan atau penyerahan BKP tertentu
yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, jenis Barang Kena Pajak
yang bersifat strategis antara lain:
barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas dan ikan;
barang hasil pertanian;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; dan
listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam
ratus) watt;
Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI)

Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,
yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya
termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau
mempermudah proses lebih lanjut.
Rumah Susun Sederhana Milik, yang selanjutnya disebut RUSUNAMI, adalah
bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai
tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu
dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya
dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang
memenuhi ketentuan :
luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak
melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);

Peraturan Pemerintah Nomor: 12 Tahun 2001 tentang impor dan atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat
strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yang telah mengalami empat kali perubahan yang terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 31 Tahun 2007.

11
6
MODUL PPN DAN PPnBM

harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,- (seratus empat puluh
empat juta rupiah);
diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp
4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor:
Pokok Wajib Pajak (NPWP);
pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur
mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal
dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut;
makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas, dan ikan;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
barang hasil pertanian,
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut;
makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas dan ikan;
barang hasil pertanian;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt,
RUSUNAMI;
dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

11
7
MODUL PPN DAN PPnBM

Ketentuan penting terkait impor dan atau/penyerahan BKP tertentu yang bersifat
strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang modal
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ternyata digunakan tidak
sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat impor dan
atau perolehan, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan wajib dibayar
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan
penggunaannya atau dipindahtangankan.
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa RUSUNAMI
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak
sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebagian
atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau kurang sejak perolehannya
atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan,dengan ditambah sanksi
sesuai ketentuan peraturan perUndang-Undang an.
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan
tidak dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan peraturan perUndang-Undangan.
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 51 tentang Penegasan Perlakuan PPN
atas BKP tertentu dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP tertentu yang bersifat strategis
yang diekspor dan Barang Hasil Pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari
pengenaan PPN mengatur bahwa:
Fasilitas perpajakan berupa PPN terutang tidak dipungut atau dibebaskan dari
pengenaan PPN terbatas hanya untuk penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP
tertentu, Impor BKP tertentu, pemanfaatan BKP Tidak Berwujud tertentu dan JKP

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-95/PJ./2010 tanggal 20 September 2010 tentang Penegasan
Perlakuan PPN atas BKP tertentu dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP tertentu yang bersifat strategis yang dieks por
dan Barang Hasil Pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN

11
8
MODUL PPN DAN PPnBM

tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dan TIDAK mencakup
ekspor BKP Berwujud/Tidak Berwujud dan ekspor JKP.
Dengan demikian, BKP Tertentu dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP tertentu yang
bersifat startegis yang diekspor tetap dikenai PPN dengan tarif 0% (nol persen).
Ekspor JKP tertentu yang dikenai PPN dengan tarif 0% mengikuti ketentuan ekspor JKP
yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 70/PMK.03/2010 tentang
Batasan kegiatan dan jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPNdan perubahannya.
PPN yang dibayar oleh PKP untuk menghasilkan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu
dan/atau BKP tertentu yang bersifat strategis yang dikespor tetap dapat dikreditkan
sesuai dengan ketentuan perUndang-Undangan perpajakan.
Menegaskan bahwa:
Peraturan Pemerintah Nomor: 12 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 31 Tahun 2007;
Peraturan Pemerintah Nomor: 146 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2003.
Masih tetap berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah yang
menggantikan Peraturan Pemerintah Tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan
UU PPN 1984.
Khusus untuk barang hasil pertanian sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor: 7 Tahun 2007 tetap berlaku sebagai BKP tertentu yang bersifat
strategis kecuali untuk daging, telur, susu, sayuran dan buah-buahan yang telah
ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 4A UU PPN 1984.

11
9
MODUL PPN DAN PPnBM

BAB XI

PEMBAYARAN, PELAPORAN DAN SPT MASA PPN DAN PPnBM

A. Pembayaran Dan Pelaporan PPN Dan PPnBM


Yang Wajib Membayar/ Menyetor Dan Melapor PPN Dan PPnBM
PPN dan PPnBM yang terutang atau kurang bayar wajib disetor oleh:
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pemungut PPN/PPnBM, adalah:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
antor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
endahara Pemerintah Pusat dan Daerah
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ
irektorat jenderal Bea dan Cukai

Yang Wajib Disetor


Oleh Pengusaha Kena Pajak adalah:
PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.
Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, bila Pajak
Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran (PPN Kurang Bayar).
PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan BKP yang tergolong mewah.
PPN/PPnBM yang ditetapkan oleh direktorat jenderal pajak dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh pemungut
PPN/PPnBM

Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak


Pajak yang kurang bayar wajib disetor di :
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
antor Pos dan Giro
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
ank Persepsi

Saat Pembayaran dan Penyetoran


PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan (Pasal 15A ayat (1) UU PPN).
PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT dan STP harus
disetor/dilunasi sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT dan
STP. Jatuh tempo penyetoran SKPKB,SKPKBT dan STP adalah 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterbitkannya surat ketetapan tersebut.
12
0
MODUL PPN DAN PPnBM

PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea
masuk, dan apabila pembayaran bea masuk ditunda/dibebaskan, harus dilunasi
pada saaat penyelesaian dokumen impor.
PPN/PPnBm yang pemungutannya dilakukan oleh:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
endahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
itjen Bea dan Cukai yang memungut PPN/PPnBM atas impor, harus disetor
paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB)
ditebus.

Saat Pelaporan
PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus dilaporkan dalam SPT Masa
dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir (Pasal 15A ayat (2) UU PPN).
PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT dan STP harus segera
dilaporkan setelah dilunasi ke KPP yang menerbitkan.
PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
endahara Pemerintah, harus dilaporakan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
Ȁ ᜀĀ ᜀ Ā ᜀ Ā ᜀ Ā
itjen Bea dan Cukai yang memungut PPN/PPnBM atas impor, harus dilaporkan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dihitung
sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP
setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak


Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir SSP yang tersedia
di KPP dan KP2KP (Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan) di
seluruh Indonesia.
SSP menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah sesuai
dengan yang tercantum di dalam Daftar Normatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat
oleh Bank penerimaan pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai penerimaan setoran.
12
1
MODUL PPN DAN PPnBM

B. SPT MASA PPN DAN PPnBM


1. Jenis SPT Masa PPN dan PPnBM
SPT Masa PPN yang akan berlaku sejak 1 Januari 2011, ada 2 yaitu:
a. SPT Masa PPN 1111
SPT Masa PPN 1111 ini wajib digunakan oleh setiap PKP selain PKP yang
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, untuk
pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011. SPT Masa PPN 1111
terdiri dari:
Induk SPT Masa PPN; dan
Lampiran SPT Masa PPN, baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau data
elektronik,
Yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang masing-masing
diberi nomor, kode, dan nama formulir.

Nomor, kode dan nama formulir SPT Masa PPN 1111 adalah sebagai berikut:
Nomor dan
No. Kode Nama Formulir Keterangan
Formulir
1. 1111 Surat Pemberitahuan Masa Induk SPT Masa PPN
(F.1.2.32.04) Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN)
2. 1111 AB Rekapitulasi Penyerahan dan Lampiran SPT Masa PPN sebagai
(D.1.2.32.07) Perolehan Sub Induk SPT Masa PPN
(memuat keterangan rekapitulasi
penyerahan, perolehan dan
penghitungan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan)
3. 1111 A1 Daftar Ekspor BKP Berwujud, Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.08) BKP Tidak Berwujud, dan/atau melaporkan Pemberitahuan
JKP Ekspor Barang, Pemberitahuan
Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud)
4. 1111 A2 Daftar Pajak Keluaran atas Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.09) Penyerahan Dalam Negeri melaporkan:
Dengan Faktur Pajak - Faktur Pajak selain Faktur
Pajak yang menurut ketentuan
diperkenankan untuk tidak
mencantumkan identitas
pembeli serta nama dan tanda
tangan penjual, yang
diterbitkan; dan/atau;
- Nota Retur/Nota Pembatalan
yang diterima
5. 1111 B1 Daftar Pajak Masukan yang Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.10) Dapat Dikreditkan atas Impor melaporkan Pemberitahuan
BKP dan Pemanfaatan BKP Impor Barang atas impor Barang
Kena Pajak dan/atau SSP atas

122
MODUL PPN DAN PPnBM

Tidak Berwujud/JKP dari Luar Pemanfaatan Barang Kena Pajak


Daerah Pabean Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean
6. 1111 B2 Daftar Pajak Masukan yang Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.11) Dapat Dikreditkan atas melaporkan:
Perolehan BKP/JKP Dalam - Faktur Pajak yang dapat
Negeri dikreditkan, yang diterima;
dan/atau
- Nota Retur/Nota Pembatalan
atas pengembalian Barang
Kena Pajak/pembatalan Jasa
Kena Pajak yang Pajak
Masukannya dapat dikreditkan,
yang diterbitkan
7. 1111 B3 Daftar Pajak Masukan yang Lampiran SPT Masa PPN untuk
(D.1.2.32.12) Tidak Dikreditkan atau yang melaporkan:
Mendapat Fasilitas - Faktur Pajak yang tidak
dikreditkan (termasuk yang
tidak dapat dan tidak dikreditkan
(kapitalisasi/biaya) atau
mendapat fasilitas, yang
diterima; dan/atau
- Nota Retur/Nota Pembatalan
atas pengembalian Barang
Kena Pajak/pembatalan Jasa
Kena Pajak yang Pajak
Masukannya tidak dapat
dikreditkan atau mendapat

b. SPT Masa PPN 1111DM


SPT Masa PPN 1111 DM ini wajib digunakan oleh setiap PKP PKP yang
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, untuk
pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011. SPT Masa PPN 1111
DM terdiri dari:
Induk SPT Masa PPN; dan
Lampiran SPT Masa PPN, baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau data
elektronik,
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang masing-masing diberi
nomor, kode, dan nama formulir.
Nomor, kode, dan nama formulir SPT Masa PPN 1111 DM adalah sebagai berikut
Nomor dan
No Nama Formulir Keterangan
Kode Formulir
1. 1111 DM Surat Pemberitahuan Masa Pajak Induk SPT Masa PPN
(F.1.2.32.05) Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
Bagi PKP Yang Menggunakan
Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan

123
MODUL PPN DAN PPnBM

2. 1111 A DM Daftar Pajak Keluaran atas Lampiran SPT Masa


(D.1.2.32.13) Penyerahan Dalam Negeri Dengan PPN untuk melaporkan:
Faktur Pajak - Faktur Pajak selain
Faktur Pajak yang
menurut ketentuan
diperkenankan untuk
tidak mencantumkan
identitas pembeli serta
nama dan tanda
tangan penjual, yang
diterbitkan; dan/atau
- Nota Retur/Nota
Pembatalan yang
diterima
3. 1111 R DM Daftar Pengembalian BKP dan Lampiran SPT Masa
(D.1.2.32.14) Pembatalan JKP oleh PKP yang PPN untuk melaporkan
Menggunakan Pedoman daftar Nota Retur dan
Penghitungan Pengkreditan Pajak Nota Pembatalan yang
Masukan diterbitkan

Sarana Pelaporan SPT Masa PPN SPT


Masa PPN dilaporkan dengan cara:
SPT Masa PPN 1111 menggunakan aplikasi e faktur (Lihat Bab VIA)
SPT Masa PPN 1111 DM menggunakan hardcopy atau e SPT Masa PPN 1111 DM
Dalam hal SPT dilaporkan NIHIL karena PKP tidak melakukan kegiatan penyerahan
dan perolehan, maka SPT yang dilaporkan hanya Induknya sedangkan Lampiran SPT
tidak perlu disampaikan

124
MODUL PPN DAN PPnBM

125

Anda mungkin juga menyukai